NovelToon NovelToon

Perputaran Nasib

Surat dari kerajaan

...SELAMAT MEMBACA...

Afsana Benazir menerima surat dari kerajaan, hanya dia satu-satunya wanita yang menerima surat berisikan untuk merawat pangeran, dari sekian banyaknya wanita yang dikirimkan lamaran hanya Afsana yang menerimanya. Hal ini disebabkan karena Pangeran kedua dirumorkan terkena kutukan dan terlihat buruk.

"Jagalah pangeran," kata Bramas, ayah Afsana sekaligus tangan kanan kaisar.

Afsana mengangguk dan dia telah siap berangkat menuju kastil pangeran kedua. Sebelum pergi dia memeluk ayahnya begitu erat, sungguh berat meninggalkan ayahnya sendirian namun, Afsana harus pergi.

Selama perjalanan, banyak yang dia pikirkan. Mulai dari seperti apa wajah pangeran kedua, sifatnya serta apakah benar bahwa pangeran kedua memiliki perilaku yang buruk.

"Nona, kita sudah sampai," kata Kusir tersebut.

Pelayan yang ikut bersama Afsana langsung membuka pintu kereta dan meletakkan pijakan untuk Afsana turun.

Kastil itu menjulang sangat tinggi, begitu kokoh dan damai. Afsana membiarkan orang-orang yang berasal dari dalam kastil membawa barangnya masuk sedangkan Afsana mengedarkan pandangannya hingga akhirnya tatapannya jatuh ke arah jendela. Seorang pria berdiri sambil menatapnya dari dalam jendela, hanya sepersekian detik mereka bertatap sebelum akhinya pria itu menutup gorden jendela dengan kasar.

"Nona, mari saya antarkan ke kamar," kata seorang wanita.

Afsana tersadar kemudian mengangguk.

Dia melewati lorong panjang yang gelap, di luar tiba-tiba hujan deras dan suara guntur memekakan telinga, kilat menakutkan selalu melintas terlebih lagi pencahayaan cukup minim. Kastil ini begitu suram saat kita memasukinya.

"Di mana ruangan Pangeran?" tanya Afsana.

Pelayan tersebut menunjukkan ekspresi agak takut saat Afsana bertanya.

"Pangeran mungkin sedang tertidur, anda bisa membersihkan diri terlebih dahulu dan merapikan barang," katanya diakhiri senyum sopan.

Afsana mengangguk kemudian dia memasuki kamarnya dan menyusun barang bawaannya.

"Nona bisa beristirahat terlebih dahulu sebelum bertemu dengan pangeran besok pagi."

"Baiklah."

...****...

Hujan masih turun dengan derasnya dan Afsana tidak bisa tidur sama sekali. Akhirnya dia memutuskan untuk keluar dari kamarnya dan berjalan-jalan di lorong yang gelap dengan lampu yang dia pegang sebagai penerang jalan.

Uhuk! Uhuk!

Afsana menghentikan langkahnya saat mendengar suara batuk. Dia mengikuti sumber suara dan berhenti di depan pintu yang cukup besar.

"Tidak dikunci," kata Afsana kemudian masuk ke dalam ruangan tersebut.

Afsana langsung mengerutkan hidungnya, bau tidak sedap memenuhi ruangan tersebut.

"Siapa yang mengijinkanmu masuk ke dalam kamarku?!"

Afsana tersentak mendengar seseorang bertanya dengan nada tinggi. Afsana meletakkan lampu minyaknya di sebuah meja kayu kemudian membulatkan matanya saat melihat bocah lelaki memeluk kedua lututnya, dia seperti ketakutan. Wajahnya tidak terlihat begitu jelas karena dia membenamkan sebagian wajahnya di lutut.

"Apakah dia pangeran kedua?"

Afsana mengabaikan pertanyaan itu dan memilih menghidupkan lampu kamar. Mata Afsana melebar sempurna saat melihat kondisi kamar ini serta pangeran kedua.

"Kau lancang!" Pangeran kedua berteriak lantang ke arah Afsana.

Afsana kini bisa melihat wajah pangeran kedua. Sebagian wajahnya bersisik seperti ular lalu di bawah matanya lumayan hitam, seperti orang kurang tidur. Jadi itu yang namanya kutukan, pikir Afsana.

Teriakan Pangeran tentu saja membangunkan para penghuni terutama para pelayan. Dan saat ini, mereka semua telah berdiri di depan pintu.

"Berani sekali kau masuk ke kamarku bahkan menatapku!"

Afsana tertegun kemudian dia mendekati pangeran kedua dan memeluknya dengan sangat erat. Tentunya hal itu membuat pangeran terkejut dan berusaha melepaskan dirinya.

"Nona, lepaskan Pangeran, anda bisa terkena dampak buruk," ujar salah seorang pelayan.

Mendengar hal itu, Afsana menatap para orang di depan pintu.

"Apakah begini cara kalian merawat seorang Pangeran?! Apakah ini layak disebut kamar?!"

Makanan dan alat makan yang sudah pecah berserakan di lantai, lalu sprei dan selimut terlihat begitu kotor dan juga kamar ini terlihat berdebu dan yang lebih memprihatinkannya lagi, Pangeran kedua begitu kurus dan tidak terawat, Afsana benar-benar murka. Mereka seperti memperlakukan pangeran layaknya hewan.

"Apa kau mengasihaniku? Lepaskan tanganmu dariku," kata Pangeran dengan tatapan tajam.

Afsana menautkan alisnya kemudian menangkup wajah pangeran dengan kedua tangannya. Dia memperhatikan sisik itu dengan lekat kemudian menggendong pangeran kedua yang begitu ringan.

Pangeran kedua yang bernama Diaz Esse Skotadi tersebut memberontak dalam gendongan Afsana.

"Pangeran, berhenti memberontak!" intrupsi Afsana sambil memukul bokong Diaz.

Hal tersebut membuat para penghuni terkejut sedangkan Diaz terbengong saat dirinya diperlakukan seperti anak kecil.

"Ganti semua kain di kamar ini, dan bersihkan juga, aku tidak bisa mentoleri jika kalian tidak melakukannya dengan baik dan cepat," kata Afsana kemudian membawa Diaz ke kamar mandi. Untungnya kamar mandi tidak terlihat kotor.

"Apa yang kau lakukan?!" Diaz merapatkan pakaiannya saat Afsana mencoba menanggalkannya.

"Anda harus mandi."

"Aku tidak mau!"

"Kalau begitu aku akan memaksa anda untuk mandi," kata Afsana kemudian membawa Diaz ke dalam air hangat yang sedikit demi sedikit mulai memenuhi bak mandi. Diaz menautkan alisnya, sepasang telinganya memerah saat Afsana berhasil membuka pakaiannya dan memandikannya di bak mandi. Usia Diaz adalah 20 tahun namun, tubuhnya seperti bocah berumur 8 tahun itu adalah kutukan, maka dari itu, Afsana pikir pangeran kedua masih anak-anak.

"Aku akan melaporkan hal ini pada Raja karena kau bertindak kurang ajar padaku," omel Diaz.

"Aku datang atas perintah Raja untuk merawat anda, jadi itu tidak akan membuatku takut," jawab Afsana.

Diaz mengepalkan tangannya. Saat itu juga, ada wanita yang dikirim ayahnya kemari namun, wanita itu justru memperlakukannya begitu buruk dan berkata "Kau pikir aku ingin merawatmu yang begitu menjijikkan? Aku hanya ingin mendapat hati keluarga kerajaan!" dan Diaz membuat wanita itu tidak bersuara lagi.

"Aku tidak menginginkannya! Lebih baik kau pergi!" kata Diaz.

"Anda lebih harum ketimbang tadi," komentar Afsana sambil mengguyur kepala Diaz yang usai dikeramas.

Sontak saja Diaz menjadi malu, dia diabaikan kemudian disindir. Wanita ini begitu berani padanya.

Diaz kini telah memakai pakaian yang rapi dan Afsana mengeringkan rambut Diaz dengan handuk.

"Apakah anda jauh lebih segar?" tanya Afsana.

Namun, dia tidak mendapatkan jawaban apapun sebab Diaz tertidur di pangkuannya. Afsana mengamati Diaz kemudian menatapnya dengan sendu.

"Dia begitu polos saat tertidur, pasti begitu sulit bertahan hidup dalam kondisi seperti itu," gumam Afsana.

"Ya, benar. Itu sangat sulit," jawab Diaz.

Afsana melotot saat Diaz tiba-tiba terbangun, bukan hal itu saja, bahkan tubuh Diaz berbuah menjadi dewasa, tubuhnya begitu gagah.

Afsana sontak memukul wajah Diaz hingga ringisan lolos dari mulut Diaz.

"Tu-ubuhmu mengembang? Aku mengkhayal?" Afsana benar-benar tidak berkutik terlebih lagi Diaz langsung mengubah posisinya dengan menindih Afsana di bawahnya.

"Ini namanya kutukan," bisik Diaz.

...BERSAMBUNG......

Kutukan Pangeran

...SELAMAT MEMBACA...

"Ini namanya kutukan," bisik Diaz.

Afsana hendak berteriak karena sangat terkejut dan takut namun, Diaz lebih dulu membungkam mulut Afsana dengan tangan besarnya.

"Hmmm!"

"Aku akan menghukummu karena berani memukul bokongku dan memandikanku dengan paksa," kata Diaz kemudian menggendong Afsana menuju kamar mandi.

"K-kenapa bisa kau jadi besar? Ap-apa yang coba kau lakukan dengan membawaku ke kamar mandi!" raung Afsana dan terus memberontak. Tubuhnya digendong seperti memamggul karung beras.

Diaz tersenyum miring lalu menjawab, "Aku akan membalas budi karena kau mau memandikanku," jawab Diaz.

"Aku berharap kau jadi bocah lagi!" teriak Afsana disusul suara petir dan saat itu juga dia terjatuh ke lantai dan menimpa tubuh Diaz yang mendadak kecil.

Mereka saling menatap satu sama lain.

"Eh, doaku terkabul," kata Afsana.

Sedangkan Diaz memaki dalam hati karena tubuhnya kembali mengecil. Afsana langsung menjauh dari Diaz kemudian menyilangkan tangan di dada.

"Si cebol ini benar-benar kelewatan," ucap Afsana.

"Apa? Cebol katamu?!"

"Tidak! Anda harus tidur dan biarkan aku menjernihkan pikiranku," kata Afsana dengan raut wajah pucat, dia masih ketakutan dan terkejut.

Diaz menatap Afsana dengan intens kemudian dia berpikir, setidaknya Afsana memiliki kesan yang sedikit baik saat pertama kali melihatnya karena biasanya orang lain akan jijik padanya.

"Pergi sebelum aku berubah lagi dan benar-benar memandikanmu," ucap Diaz dengan dingin.

Afsana menelan salivanya kemudian pergi dari sana. Namun, sebelum itu dia memandang punggung Diaz dengan tatapan sulit terbaca.

...*****...

Para pelayan mendekati Afsana yang duduk di sisi kasur dengan lingkaran hitam samar di matanya, dia tidak tidur semalam.

"Pangeran memang seperti itu, kamarnya berantakan seperti itu karena dia membenci seseorang masuk ke kamarnya dan dia tidak mau makan beberapa hari dan setiap kali kami membawakannya makanan dia akan melemparkannya lalu jika kami menyentuhnya dia akan menghukum kami saat dia berubah menjadi normal sesuai umurnya. Maka dari itu, kondisi pangeran terlihat buruk, kami bukannya mengabaikannya," urai kepala pelayan.

Dan Afsana hanya mengangguk kemudian melihat kedua tangannya.

"Jadi, semalam aku memukul bokong pria dewasa bahkan memandikannya?" cicit Afsana dengan tatapan kosong.

"Em, begitulah, Nona."

Tok! Tok!

"Permisi, Nona. Pangeran meminta anda untuk membawakannya sarapan. Dia menolak jika kami yang membawanya," kata seoramg pelayan yang baru masuk.

"Semangat, Nona! Kami akan mendukungmu dari belakang," kata beberapa pelayan.

Afsana tidak tahu, bagaimana bisa dia akrab dengan penghuni kastil ini dalam waktu sehari, mungkin karena mereka korban dari Pangeran kedua.

...****...

Afsana memasuki ruangan tersebut dan mendapati Diaz telah duduk di sofa.

"Makanlah selagi masih hangat, Pangeran," ujar Afsana.

Diaz menatap Afsana dengan raut wajah kesal kemudian menghabiskan sarapannya, sudah tiga hari dia tidak makan.

"U-untuk kejadian semalam, aku benar-benar minta maaf, Pangeran."

"Aku akan memaafkanmu dengan satu syarat," kata Diaz ssetelah meneguk air.

"Syarat?"

"Kau harus terus bersamaku karena saat berubah menjadi kecil, fisikku begitu lemah," jelas Diaz.

"Baiklah."

"Termasuk menjagaku selama tidur siang," kata Diaz lagi.

"Apakah dia berpikir aku tidak butuh tidur siang juga?"

"Baiklah."

Diaz mendekati Afsana, kemudian menunjuk wajah Afsana yang sulit ia gapai.

"Siapa namamu dan berapa umurmu?"

"Namaku Afsana Benazir, usia 22 tahun."

"Kau lebih tua dariku, pantas saja mukamu boros," jawab Diaz kemudian berjalan melewati Afsana.

Bibir Afsana berkedut, rasanya dia ingin menyumpal mulut kurang ajar Diaz namun, dia tidak boleh lupa bahwa Diaz begitu berbahaya saat berubah jadi dewasa.

"Panggil aku Diaz, jangan pangeran."

Afsana langsung menoleh ke arah Diaz. Rasanya begitu aneh saat Diaz kecil mengatakan hal itu.

"Saat kau sudah kuterima di sini, maka kau tidak bisa pergi kemanapun tanpa izin dariku," jawab Diaz.

Diaz kemudian mendekati Afsana dan saat itu tubuh Diaz kembali membesar, untung saja dia memakai pakaian yang sangat besar demi mencegah perubahannya tiba-tiba.

Afsana mundur beberapa langkah, Diaz terus mendekatinya dengan ekspresi sulit terbaca.

"Surat yang kau terima adalah dekret dari Raja. Selain merawatku apa kau tahu, ketentuan lain yang tertera di sana?" tanya Diaz.

Afsana menggeleng sedangkan Diaz tersenyum sinis.

"Kau secara sukarela menyerahkan dirimu sebagai pasanganku, karena siapapun yang menerima surat itu maka akan menjadi tunanganku," jelasnya.

...*****...

Di dalam sebuah hutan, terdapat rumah besar tanpa penjagaan. Di dalamnya terdapat terdapat makhluk yang menyerupai ular besar. Hanya sebagian tubuhnya yang menyerupai ular sedangkan sebagiannya lagi manusia, mereka menyebutnya sebagai imoogi.

Dia tinggal di dalam hutan dan seolah menjadi penguasa di hutan tempatnya tinggal.

"Aku dengan jelas mengutuk Putra mahkota, tapi kenapa dia bisa menduduki takhta tanpa cacat sama sekali? Apakah kekuatanku tidak bisa mengenainya?!"

Orang-orang berjubah hitam yang berdiri di hadapannya hanya diam, enggan menjawab. Mereka semua adalah manusia yang bekerja serta menyembah Imoogi.

Namun, tidak berselang lama, seorang wanita memasuki ruangan tersebut dan berlutut untuk hormat pada imoogi yang bernama Rui tersebut.

"Tuan, ternyata pria yang terkena kutukan anda bukanlah Putra mahkota melainkan Pangeran kedua."

Rui mendesis, dia masih ingat betul kejadian tiga tahun lalu, dimana seorang bocah berusia 17 tahun berhasil menaklukkan bangsa ular yang dia pimpin. Dan Rui memberikan kutukan pada bocah itu sebelum tertidur selama 3 tahun dan baru bangkit saat ini. Dia akan balas dendam atas kematian kaumnya dan orang yang sangat dia cintai.

"Dimana sekarang dia berada?" Rui bertanya.

"Maaf, Saya belum mendapatkan informasi lebih banyak."

"Jangan kembali padaku sebelum mendapatkan keberadaannya," titah Rui.

Wanita itu mengangguk dan berubah menjadi ular hitam.

...*****...

Matahari terasa sangat terik saat siang hari dan Afsana harus menjaga Diaz yang terlelap di pangkuannya, pria itu berubah menjadi kecil lagi setelah mengatakan bahwa dia akan menjadi tunangannya.

Afsana masih berpikir keras tentang penyebab kutukan yang mengikat Diaz. Pria ini sebenarnya sangat tampan, hanya saja sisik di sebagian tubuhnya menutupi setengah pesonanya. Diaz kecil memiliki sifat yang mudah marah dan suka memerintah sedangkan Diaz dewasa terlihat begitu mengintimidasi dan bertindak semaunya. Jadi, Afsana pikir lebih baik Diaz menjadi kecil terus agar dia mudah merawatnya. Jujur saja, saat Diaz berubah menjadi dewasa Afsana begitu berdebar apalagi Diaz dewasa suka sekali menakut-nakutinya. Tapi, memikirkan jika Diaz tidak bisa kembali normal membuat Afsana sedih, pasti hidup bersama kutukan sangat menyiksa diri.

"Bagaimana melepaskan kutukannya?" pikir Afsana.

...BERSAMBUNG......

Orang yang istimewa

...SELAMAT MEMBACA...

Diaz terbangun dari tidur siangnya. Saat ia menatap keluar jendela, ternyata hari sudah sore, dia tertidur selama 5 jam di pangkuan Afsana. Diaz tersadar kemudian terduduk di atas kasur sambil melihat Afsana yang ternyata ikut terbaring di tempat tidurnya.

Diaz mengusap wajahnya dengan kasar karena Afsana harus menjaganya selama itu terlebih lagi pahanya menjadi bantalan bagi Diaz saat tidur. Diaz mendekatkan wajahnya pada Afsana kemudian memperhatikan wajah itu cukup lama dan dia mengulum senyum tipis.

"Apa yang kulewatkan selama tiga tahun ini, ya?" katanya.

Sudah tiga tahun lamanya Diaz mengurung diri dalam kastil karena kutukan yang dideritanya dan selama itu juga dia tidak merasakan kebebasan, dia selalu di kamar dan enggan keluar. Kegelapan yang bersarang di sekitarnya seolah menghilang tergantikan cahaya yang mulai menyusup ke dalam dirinya dan itu semua berkata Afsana.

Diaz menjauh dari sana kemudian menyelimuti Afsana dan dia mulai turun dari tempat tidur untuk menuju kamar mandi. Dia masih ingat saat Afsana memandikannya dan dia terlihat begitu kotor. Sebenarnya saat itu Diaz sedang mogok makan karena wanita yang dikirimkam ayahnya beberapa waktu lalu menyinggungnya. Tentu saja, saat Diaz menjadi dewasa, wanita itu diberi pelajaran sebelum dikembalikan ke kediamannya. Namun, tubuhnya yang lemah saat menjadi kecil membuatnya sulit melakukan hal berat apalagi saat ingin mandi namun, dia harus memaksakan diri karena Diaz tidak suka seseorang asal menyentuhnya maka dari itu, Diaz melarang pelayan masuk saat dia dalam kondisi sadar.

Setelah mandi, Diaz memilih duduk pada pinggiran jendela sambil memperhatikan wajah Afsana yang disorot cahaya kejinggaan, dia begitu cantik dan anggun, Diaz sedikit menyukai Afsana. Sebenarnya Afsana tertidur setengah jam sebelum Diaz terbangun tadi, jadi tidurnya begitu lelap.

"Hei, bangun," kata Diaz sambil menusuk pipi Afsana menggunakan jari telunjuk, dia lelah duduk pada pinggiran jendela dan ingin berbaring, tubuhnya terasa lemas.

Afsana mengerang kemudian terbangun dengan posisi terduduk. Dia mengedipkan matanya berkali-kali lalu melotot setelahnya.

"Aku ketiduran!"

Afsana langsung turun dari kasur kemudian berdiri di seberang kasur dengan ekspresi canggung.

"Maaf, aku ketiduran, apa kau sudah bangun dari tadi?" kata Afsana.

"Aku baru bangun," jawab Diaz seadanya kemudian memilih berbaring di atas kasurnya.

"Pergilah, aku ingin sendiri," sambung Diaz.

Afsana mengangguk kemudian izin undur diri dari sana.

"Aku sangat tidak sopan padanya," ucap Afsana pada dirinya sendiri.

...*****...

Akibat tertidur cukup lama, Diaz jadi kesulitan untuk tidur malam ini. Akhirnya Diaz memilih berdiri di hadapan jendelanya dan memandang keluar kastil, dia menatap bunga marigold yang tumbuh begitu indah di halaman kastil.

Diaz terhenyak dari lamunannya pada bunga marigold saat merasakan aura aneh memasuki kastilnya, pria itu langsung mengedarkan pandangannya kemudian mendapati seorang wanita bertubuh setengah ular masuk ke dalam halaman kastil walaupun dia terlihat kesulitan saat melewati bunga marigold yang memiliki harum menyengat. Diaz yang saat ini menjadi dewasa langsung menyambar jubahnya dan pergi keluar kastil dengan sebilah pedang di tangannya, sudah lama dia tidak memegang pedangnya. Diaz pikir bangsa itu telah lama musnah.

Wanita yang tak lain adalah pesuruh Rui tersebut diutus untuk mencari keberadaan Diaz. Tidak butuh waktu lama, dia sontak dibuat terkejut ketika sebilah pedang mengarah pada lehernya. Dia tidak menyadari kehadiran Diaz karena getaran yang ia rasakan dari tanah tidak terasa, Diaz bukan manusia biasa.

"Apa yang membuatmu kemari?" tanya Diaz dengan tatapan tajam.

Wanita itu langsung dengan gesit menjauh dari Diaz kemudian mengamati Diaz, ternyata benar bahwa kastil ini adalah persembunyiannya. Kulit hitam dilapisi sisik bening yang ada di sebagian wajah dan tubuh Diaz membuat wanita itu tersenyum sarkas.

"Ah, jadi kau manusia yang membantai bangsa kami."

"...."

"Ekspresimu membuatku takut, tenanglah aku hanya mencari keberadaanmu karena Tuanku memerintahkannya."

"Tuanmu?" beo Diaz.

Wanita itu tergelak, tentu saja Diaz tampak terkejut sebab seharusnya Rui telah tewas namun, karena Rui adalah yang terkuat maka dia hanya terjaga dari tidurnya.

"Tuan Rui," kata wanita itu.

Diaz mengetatkan rahangnya, jadi Rui masih hidup.

"Kau pikir bisa kabur setelah mengetahuinya?" tutur Diaz.

Wanita itu tergelak, baginya Diaz adalah manusia yang lemah karena terkena kutukan Rui namun, dia tidak tahu bahwa Diaz merupakan anak yang terlahir dengan berkat dewa perang. Wanita itu bergerak dengan cepat ke arah Diaz, mulutnya terbuka lebar, memperlihatnya lidahnya yang bercabang serta dua taring yang siap menggigit Diaz.

Dengan mudahnya Diaz menahan kepala wanita itu dengan tangan kosong kemudian mengangkat belatinya dan menusuk puncak kepala si wanita. Desisan panjang lolos dari mulut wanita itu sedangkan Diaz merasakan tubuhnya bereaksi dengan aneh setelah berhasil membunuh wanita ular tersebut, tubuh si wanita terbakar hingga menjadi abu.

Akh!

Diaz merintih sambil menutupi sebagian wajahnya yang dipenuhi sisik ular, awalnya seperti terbakar dan sekarang dia merasa sangat kedinginan. Tubuhnya gemetar dan menggigil, Diaz mencoba bangkit namun sangat sulit, sebagian tubuhnya begitu sakit terlebih lagi dia tidak bisa meminta bantuan siapapun karena mereka semua telah tertidur. Kastil ini jauh dari bahaya jadi Diaz tidak terlalu mempedulikan penjagaan saat tengah malam seperti ini.

"A-afsana," lirih Diaz sebelum akhirnya tidak sadarkan diri. Hanya nama itu yang terlintas di benaknya.

...****...

Suara kicauan burung membuat Diaz terbangun dari ketidaksadarannya semalam, dan saat ia membuka mata, tubuhnya sudah berada di kamar dengan Afsana yang tidur bersamanya sembari memeluk tubuhnya yang dililit selimut, terlihat seperti guling.

Afsana diam-diam sering memeriksa Diaz saat tengah malam, untuk memastikan kondisinya namun, malam tadi dia tidak menemukan Diaz di kamar sehingga dia panik dan meminta bantuan para penghuni kastil untuk membantunya mencari Diaz. Dan seorang prajurit menemukan Diaz tergeletak di halaman dengan tubuh yang telah mengecil dan pakaian kebesaran yang ia kenakan menutupi tubuh kecilnya yang menggigil dan gemetar. Afsana makin panik dan membawa Diaz kecil ke dalam, membersihkan tubuh itu dan menyelimutinya agar Diaz bisa hangat. Diaz yang tidak tenang dan selalu meracau membuat Afsana memilih untuk memeluk Diaz selama tertidur dan dia berhasil membuat Diaz terlelap dengan nyaman.

Perlahan tubuh Diaz menjadi dewasa lagi dan saat itu juga dia menyentuh wajah Afsana dengan sebelah tangannya kemudian mendaratkan ciuman pada bibir Afsana, padahal wanita itu masih tertidur.

"Terima kasih," ucap Diaz dengan senyum tipis.

...BERSAMBUNG......

...Di bawah adalah bunga marigold [Bagi yang belum tahu.]...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!