" Neng ini sudah subuh, cepat bangun!!" teriakan ibu dari luar kamar ku sudah menjadi rutinitas sehari hari bagiku.
" Ya,bu Alvi dah bangun!!" aku pun bangun dengan malas karena terpaksa harus meninggalkan tempat kesayanganku.
Aku pun masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badan ku sekaligus wudhu.
Setelah itu aku melaksanakan shalat subuh , lalu memakai seragam sekolah ku.
Ya , nama ku Alvia khumaira. Aku masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Masa putih abu abu yang selalu menjadi momen paling indah bagi setiap orang, namun tidak untuk ku, masa remaja ku begitu membosankan , hidupku tidak seperti teman teman ku yang lain, yang bisa dengan bebas bermain bahkan berkencan.
Bapak ku tipe orang tua yang kolot, beliau selalu meralang ku untuk keluar rumah, kecuali pada waktunya sekolah.
Bapak ku seorang pemuka agama di kampungku, beliau salah satu orang yang paling di segani dan paling di tua kan di sini. selain itu beliau juga sangat di takuti karena ke tegas san nya. Dengan alasan karna aku putri satu satunya, serta memiliki wajah cantik dan banyak di sukai kaum pria, bapak ku menjadi over protektif.
Bapak ku sering mengatakan bahwa aku adalah berlian yang paling berharga yang beliau punya, maka dari itu beliau sangat menjaga ku, dan tidak akan membiarkan ku terluka sedikit pun.
Namun yang ku rasa aku seperti burung peliharaannya.yang selalu terkurung dan tidak dapat terbang dengan bebas.
" Pulang sekolah, langsung pulang jangan keluyuran." seperti itu lah kata katanya setiap hari saat aku pamit untuk berangkat sekolah.
ku rasa Karena selalu terkekang aku menjadi anak yang sedikit membangkang, tidak jarang aku bolos sekolah hanya karena ingin bermain atau sekedar menonton acara musik secara live di alun alun .
Di mata orang tua ku , aku anak yang bandel dan sering membangkang, namun di mata teman teman ku aku adalah anak yang kuper , jutek , cuek dan lebih sering menyendiri.
Ya, aku lebih sering memilih untuk menyendiri, karena setiap aku ikut berkumpul dengan mereka ,hanya akan membuatku semakin iri dengan kebebasan yang orang tua mereka berikan. Tidak seperti ku yang harus diam diam hanya untuk sekedar keluar rumah.
Di sekolah tidak banyak teman yang ingin menjadi teman ku, mungkin aku bukan tipe teman yang menyenangkan yang bisa di ajak jalan atau nongkrong kapan pun yang mereka mau.
Aku pun tidak pernah mempermasalahkannya, aku hanya mempunyai satu sahabat yang selalu setia menemani ku entah di sekolah maupun di rumah.
Citra, dia adalah sahabat sekaligus sepupu ku, dia adalah anak dari paman ku, selain karna dia sepantaran nasibnya pun tidak jauh berbeda dengan ku.olah karena itu aku sering menghabis kan waktu ku , dan sering berbagi suka duka dengan nya bahkan bolos pun kita lakukan bersama sama.
" Vi , hari minggu kita jalan yuk !" ajak Dimas, dia adalah teman sekelas ku, dia sering mendekati ku namun aku tidak pernah perespon nya.
" Minta ijin dulu sama bapak, kalau dia ngijinin, gue mau." kata itu lah yang sering ku pakai untuk menolak ajakan dari pria yang berusaha mendekati ku, karna selama itu kata itu cukup membantu .
Mendengar nama Bapak cukup membuat nyali para pria menciut, entahlah aku pun tak tau alasanya.
Bahkan tidak jarang banyak pria yang meminta ku menjadi pacar nya secara diam diam, namun aku tidak cukup berani untuk berpacaran tanpa sepengetahuan bapak ku.
" kalau lu pengen kita bisa lebih deket, lu datengin dulu bapak gue, dan minta restu padanya." ucap ku pada Rendy dia adalah orang yang ku sukai, dan aku cukup senang saat tau kalau dia pun menyukai ku dan meminta ku menjadi kekasihnya.
Namun jawabanya cukup mengejutkan dan membuat ku merasa sedikit kecewa. jawabannya hampir sama dengan para pria lainya yang sebelumnya pernah bilang suka pada ku.
" Maaf vi, gue gak berani , bapak lu galak."
"emang lu pernah liat ada cowok yang masuk rumah gue, terus keluar dengan muka babak belur? kalau gitu gue gak mau jadi pacar lu, lu gak jentle , lu bukan tipe gue."
ucap ku , dan dari situ tidak ada lagi yang berani mendekati ku.
Aku pun merasa tidak keberatan, karena aku fikir setelah itu orang tua ku tidak akan terlalu mengekang ku.
Namun hasilnya nihil, orang tua ku semakin menjadi setelah mendengar ada berita dari kampung sebelah bahwa ada seorang gadis yang di perkosa dan di bunuh karna telah menolak cinta dari seorang pria.
Sampai situ dulu ya guys perkenalannya, jika tertarik dengan ceritanya tolong dukung karya thor dengan memberikan VOTE komen dan like nya juga..terima kasih..😍😍
Singkat cerita, saat ini aku di sibukan dengan rutinitas ku, menjadi seorang pelajar dan sesekali membantu mengajar di sebuah taman kanak kanak milik abang ku.
" Kamu dari mana jam segini baru pulang." suara bapak ku menggema di ruang tamu.
" Maaf pak, hari ini ada pelajaran tambahan, minggu depan aku ujian."
" Awas kalau kamu bohong lagi, bapak akan tanyakan ini pada guru mu."
" Terserah bapak."
Aku pun masuk ke kamar ku, terlalu malas jika setiap hari harus mendengar ceramahan dari bapak ku.sudah cukup bapak ceramah di mesjid saja pikirku.
Aku pun membersihkan diri dan setelah itu melaksanakan kewajiban ku sebagai seorang muslim.
" Neng kamu baru pulang, makan dulu gih ini udah sore "
ibu ku masuk dan menghampiri ku.
"bagaimana sekolah mu." tanya nya aku tau itu hanya basa basi saja.
" gak ada masalah, Alvi udah lama gak bikin masalah." ucap ku dengan malas.
" Bagus dong kalau begitu, berati anak ibu udah berubah ."
" Ya Alvi udah berubah, tapi kapan ibu sama bapak bisa berubah."
Entah lah siapa yang salah duluan, aku yang selalu membangkang sehingga orang tua ku menjadi mengekang ku. atau sebaliknya orang tua ku yang terlalu mengekang ku duluan sehingga aku menjadi anak yang pembangkang.
Aku pun tidak tau.
" Neng, maaf ibu sama bapak tidak bisa membiarkan neng bebas begitu saja, neng terlalu cantik, sampai orang orang julukin neng sebagai kembang desa, neng juga masih polos, ibu sama bapak gak mau kalau neng sampai kenapa napa."
" Tapi bu, Alvi dah dewasa, Alvi dah bisa jaga diri Alvi baik baik, Alvi gak bakal nyecewain ibu sama bapak. Alvi tau mana yang baik mana yang enggak buat Alvi"
" Neng,, sayang! ibu sama bapak percaya sama neng, tapi neng harus tau di luar sana kita gak tau mana yang baik mana yang jahat, kalaupun neng bisa jaga diri, tapi neng gak tau kan namanya musibah akan datang kapan aja, walaupun neng bisa jaga diri tetap saja jika orang sudah kesetanan pasti bakal nekad. Ibu sama bapak gak mau neng kenapa napa, mau di kemanain muka ibu sama bapak kalau sampai Neng di nodain. Na'uzubillah ibu gak bisa ngabayangin kalau sampai itu terjadi."
itulah alasan yang selalu ibuku bilang jika aku meminta sedikit kebebasan, memang sangat masuk akal, namun menurut ku sedikit lebay.
Aku pun tidak mau melanjutkan obrolan ku dengan ibu dan memutuskan untuk makan.Karna hari sudah menjelang sore dan sebentar lagi adzan magrib.
Setelah adzan magrib aku dan Citra di wajibkan untuk mengikuti pengajian di madrasah dekat rumah ku. di antara anak anak yang mengaji di sana hanya aku dan Citra yang paling besar usianya . Aku sendiri pun tidak merasa minder karna mencari ilmu tidak di tentukan dengan usia .
Aku memang anak bandel, badung, dan sering membangkang pada orang tua ku, aku rasa itu hanya bentuk protes dari ku untuk mereka,tapi aku tidak pernah melupakan kewajiban ku sebagai seorang muslim.
Tidak sedikit lelaki yang merasa kagum padaku karena di usia remaja ku aku masih mau mengaji,tidak seperti kebanyakan remaja lainya yang lebih memilih bersenang senang di usia mudanya. Bahkan terang terangan bilang pada ibu ku kalau mereka ingin memperistri kan ku. Hanya saja mereka cukup segan pada bapak ku.
Itu juga alasan orang tuaku harus mengekang ku.
Namun apapun alasannya aku tidak terima jika harus di kekang seperti ini.
ayo guys menurut kalian siapa yg salah duluan..jgn lupa like komen dan votenya ya..
Satu minggu lagi aku akan melaksanakan ujian, aku harus lebih giat belajar, setiap pulang sekolah aku mengikuti pelajaran tambahan, anggap saja sebagai ganti karena dulu aku sering membolos.
Ya, kali ini aku merasa menyesal, aku banyak ketinggalan mata pelajaran.
bersama Citra aku melajukan motor ku, meninggalkan gedung sekolah yang sudah terlihat sangat sepi, karena kegiatan belajar mengajar sudah selesai dua jam yang lalu, dan karena aku mengikuti kelas tambahan aku pulang paling akhir.
Hari semakin gelap awan hitam mengiringi di setiap perjalanan kami, di sepanjang perjalanan tak henti henti nya kita bergurau,sesekali Citra iseng menjahiliku dari belakang. bercerita kesana kemari, menyanyi, dan lainnya.
Sampai lampu merah di perapatan jalan menunjukan warna merah.
Sebagain warga negara yang baik aku pun mematuhinya.
Tak henti henti kita tertawa, tidak peduli dengan semua pengendara di sekitar kita yang memperhatikan, bahkan mungkin ada juga yang terganggu dengan suara cekikikan kita.
Sampai suara ponsel ku menghentikannya.
Aku pun merogoh ponsel yang berada di kantong jaket ku, karna lampu sudah hijau aku pun menyerah kan ponsel ku kepada Citra dan memintanya untuk mengangkat telpon yang sedari tadi berbunyi, aku tau itu pasti abang ku,dia sudah seperti alarm yang mengingatkan ku setiap aku pulang terlambat , lalu aku lajukan kembali motor kesayangan ku.
Tak lama kita pun sampai di pekarangan rumah ku, Lalu ku parkirkan motor ku, Citra turun lebih dulu, dan menyalami bapak ku yang sedang bersantai di teras rumah sambil bersiul memainkan burung peliharaan nya.
Setelah itu Citra pamit pulang ke rumahnya, aku pun masuk rumah setelah menyalami bapak ku lebih dulu, bapak sama sekali tidak menegur ku, mungkin beliau percaya aku memang benar telah mengikuti pelajaran tambahan.
Hujan pun turun dengan derasnya, di ikuti dengan petir yang saling bersahutan.
Aku obrak abrik tas ku, ku keluar semua isinya.tapi aku sama sekali menemukan benda yang penting untuk ku saat ini, aku tidak bisa mengikuti ujian jika aku tak memilikinya.
" Cit lu liat kartu peserta ujian gue gak?"
" Lah..emang lu taro di mana?"
" Kalo gue tau, gak bakal gue nanya ke lu."
" Lu gima sih.Ya udah , entar gue bantu cari."
Percakapan kita di sebrang telpon.
Setelah hujan reda Citra datang ke rumah ku, ia membantuku mencari kertas semacam KTP itu. semua tempat kami geledah bahkan semua isi kamar ku di bongkar,mungkin terselip di suatu tempat pikir ku.
" Gimana nih Cit, kemana lagi gue harus cari?" ku rebah kan tubuh ku di atas tempat tidur ku.Aku sudah merasa putus asa.
Citra pun ikut berbaring. wajahnya sedih , sama seperti ku ,Seakan merasakan apa yang ku rasa.
" Kita coba minta tolong aja sama Pak Dedy, siapa tau dia bisa bikin lagi yang baru."
" Gak mungkin, pak Dedy udah bilang kan, kita gak boleh ngilangin kartu itu.kartu itu dah di bikin khusus dari dinas pendidikan. "
" Ya , kita coba ja dulu."
Setelah cukup lelah tak terasa kami pun tertidur.Dengan kamar yang masih seperti kandang kuda.
Sampai pagi menjelang.
" Ya allah Neng, kalian abis ngapain, semalaman gak keluar kamar."
ucap Ibu ku saat melihat kamarku yang belum sempat aku beres kan.
" Maaf bu, Alvi cari kartu peserta ujian, tapi gak ketemu, kalau kaya gini, Alvi gak tau bisa ikut ujian apa nggak." lirih ku
" Ya udah kamu siap siap aja, biar ibu nanti yang beresin, sekalian cari."
Dan aku pun menurutinya.
Saat di sekolah , aku seperti tersambar petir saat mendengar keputusan dari pak Dedy guru kelas ku, dia mengatakan kalau aku tidak bisa mengikuti ujian tanpa kartu itu.
Hati ku begitu hancur, masa depan ku seakan sirna, perjuangan ku selama ini kandas begitu saja hanya karna sebuah kertas kecil, mungkin ini adalah karma untuk ku.
Tak henti hentinya aku menangis, apa yang akan ku katakan pada ibu dan bapak ku nanti.
Saat waktu istirahat Aku pun memutuskan untuk pulang di antar oleh Citra.
Di rumah tak henti henti aku meraung menangisi nasib ku , Citra , ibu , bapak , abang, bahkan mbak Siva istri dari abang ku ikut berusaha menenangkan ku.
Tapi aku tidak bisa tenang begitu saja, impian yang selama ini aku impikan seakan melambaikan tangan sambil mengucapkan selamat tinggal.
Setelah itu, ku dengar pintu di ketok dari luar, bapak ku langsung menghampirinya.
Aku pun tak tau siapa yang datang, hanya saja ku dengar bapak memanggil ibu dan menyuruhnya membuatkan minuman untuk sang tamu.
Tidak lama setelah itu aku sendiri pun di panggil, dengan mata yang sudah bengkak aku pun terpaksa menghampirinya, alangkah terkejutnya aku saat melihat siapa yang datang, aku seperti pernah melihatnya, tapi entah aku juga tidak ingat kapan dan dimana aku melihatnya.
Tidak kalah mengejutkan saat ia menyerah sesuatu pada ku.
" Ini milik mu kan, maaf aku menemukannya di perapatan lampu merah di depan." ucapnya sambil menyerahkan benda yang saat ini aku cari.
impian ku , masa depan ku, cita cita ku , harapan ku, seakan kembali merangkul ku.
Aku pun mengucapkan beribu ibu terima kasih pada orang itu. Saat itu juga dengan tidak sadar aku berjingkrak jingkrak di depan nya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!