Sarah gadis pemberani dengan sejuta impianya, kehidupan yang keras membuatnya tegar. Sekolah sambil berkerja adalah hal yang biasa baginya. Meski ia sering mengantuk di kelas, karena kerja dimalam hari tak membuat prestasinya menurun. Sarah tetap bisa mengikuti teman-temanya. Berkerja sebagai pelayan disalah satu club besar, membuatnya harus menerima tawaran laki-laki hidung belang.
Sarah bisa saja menerima tawaran itu namun ia tak mau. Karena baginya mengorbankan virginya adalah suatu hal yang memalukan. Bahkan ada yang pernah menawarnya 100 juta untuk sekali kencan tapi Sarah menolaknya. Karena memang dia berkerja sebagai pelayan bukan wanita penghibur di club itu. Demi ibunya ia berkerja keras seperti ini.
"Haii kamu cantik sekali, mau ya kencan sama om malam ini. Om kasih banyak buat kamu."
"Maaf om, saya pelayan di sini bukan wanita penghibur seperti mereka."
"Ayolah, hanya tinggal temani om kamu nanti juga enak dapat uang lagi."
"Maaf ya om sekali lagi saya tegaskan saya pelayan disini bukan pelac*ur."
"Sombong."
Sarah meninggalkan om-om genit yang menawarinya kencan. Ia sedih dan ingin menangis, tapi untuk apa. Sarah memilih untuk mengantarkan pesanan tamu. Tak jarang Sarah mendapati pasangan mesum di kamar yang telah disiapkan. Para wanita yang nemplok-nemplok dipundak para laki-laki hidung belang.
Sarah hanya bisa menarik nafas, dan melanjutkan mengantarkan pesanan para tamu. Bau asap rokok dan juga alkohol sudah kebal untuk Sarah. Bahkan mengantarkan pesanan alat kontrasepsi juga hal yang biasa baginya. Karena prinsipnya ia di club cari uang dengan jadi pelayan tidak lebih dari itu.
Sarah pulang dari club sekitar pukul 01:00 dini hari dan dijemput oleh Fandy sahabatnya. Fandi tak seberuntung Sarah masih bisa sekolah, Fandy tinggal di gang kumuh sama seperti Sarah. Usia mereka hanya beda satu tahun saja, dan Fandy tidak tamat SMA. Ia harus berkerja untuk memenuhi kebutuhanya dan juga adik-adiknya yang masih kecil-kecil.
Sarah tak dijemput menggunakan motor atau bahkan sepeda. Fandy menjemput Sarah dengan jalan kaki. Hal itu bertujuan untuk menjaga Sarah. Karena pulang larut malam, Sarah sering diganggu oleh preman dan juga laki-laki nakal. Dan bagi Sarah, Fandy sudah seperti kakaknya sendiri. Orang yang selalu menjaga dan melindunginya.
Namun Fandy memiliki perasaan lebih pada Sarah, Fandy diam-diam jatuh cinta dengan Sarah. Dan Sarah tak pernah sadar akan hal itu. Fandy dan Sarah kini berjalan menyusuri jalan setapak. Jalan yang sepi karena memang sudah malam. Tiba-tiba ada yang menghadang mereka.
"Mau apa kalian."
"Cantik juga pacar kamu, sini biar aku pinjam sebentar."
"Sentuh dia, kalian mati."
Para preman itu hanya tertawa, dan kini mereka terlibat adu gulat. Fandy melawan dua orang preman. Sarah harap-harap cemas, namun akhirnua Fandy yang menang meski ia mendapat sedikit luka karena pukulan para preman itu.
"Kamu enggak apa-apa Fan?"
"Aku baik selalu, baik ayo kita pulang besok kamukan sekolah."
"Iya."
"Sekolah yang rajin biar dapat pekerjaan yang layak."
Fandy mengusap rambut Sarah, dan kini mereka berjalan pulang menuju rumah mereka. Sampai depan rumah Sarah, Fandy memastikan Sarah masuk rumah baru dia masuk ke dalam rumahnya.
"Selamat malam, cepat tidur dan jangan begadang."
"Siap bos."
Sarah membersihkan badanya, mengganti pakaiannya yang bau asap rokok dan juga alkohol. Sarah hanya membasuh muka dan juga kaki serta tangannya. Karena lelah ia tak sempat mandi atau pun makan dan kini Sarah tertidur pulas. Berharap hari cepat berlalu dan ia mendapatkan perkerjaan baru.
Pagi harinya Sarah berangkat ke sekolah, sementara Fandy berangkat bekerja. Fandy berkerja sebagai kuli bangunan. Sarah tersenyum kearah Fandy, mereka saling menyapa hingga akhirnya mereka berpisah.
"Kamu cantik Rah, kapan kamu sadar jika aku cinta sama kamu." batin Fandy.
Sarah sampai di sekolahanya, dengan wajah yang sedikit kusam dan juga sepertinya ia tengah mengantuk. Karena tidurnya yang kurang nyeyak dan hanya beberapa jam saja. Karena paginya ia masih harus masak untuk ibunya.
"Rah kamu kusem banget, begadang ya semalam."
"Enggak kok, aku cuma kurang enak badan aja."
"Tau gitu enggak usah masuk, entar tambah sakit kan repot."
"Enggak kok aku enggak apa-apa, entar ketinggalan pelajaran akunya."
"Ya udah deh, nih roti buat kamu."
"Makasih ya Tan."
"Sama-sama."
Pelajaran di mulai, Sarah masih nampak lesu saja dan sepertinya tak bersemangat. Pelajaran jam pertama sudah berakhir, dan kini saatnya mereka ganti pakaian olahraga. Karena memang jam olahraga, Sarah sebenarnya malas namun mau tidak mau harus ikut.
"Kamu boleh menang dalam pelajaran lainnya, tapi kamu tak akan menang dalam pelajaran olahraga."
"Apaan sih Al, aku kan enggak pernah mau saingan sama kamu."
"Ya aku enggak mau aja kalah sama anak miskin kaya kamu."
"Dasar sombong."
Alan dia adalah ketua tim basket, dan runner up juara sekolah. Alan yang tak bisa mengalahkan prestasi Sarah sering kali mengerjai Sarah tan membuat Sarah susah. Alan benci sekali dengan Sarah, ia ingin Sarah tergeser dari juara sekolah. Dan ia yang akan menggantikan Sarah menjadi juara. Alan terlahir dari keluarga berada, dan sejak kecil tak pernah hidup susah sama sekali.
Di lapangan, Sarah nampak melamun entah karena memikirkan sesuatu atau karena dia memang sedang mengantuk. Tiba-tiba saja bola basket mengenai wajah Sarah. Sarah terjatuh, semua kaget dan melihat kearah Sarah.
"Makanya fokus, celutuk Alan yang memang sengaja melempar bola ke arah Sarah."
Sarah tak kunjung bangun, Sarah pingsan dan juga mimisan. Intan sahabat Sarah mencoba memanggil nama Sarah namun tak ada jawaban.
"Tanggung jawab kamu Al, aku tahu kamu sengaja."
"Iya-iya bawel, paling juga cuma pura-pura."
"Alan bawa Sarah ke UKS sekarang."
Perintah dari guru, dan mau tak mau Alan membopong Sarah ke UKS. Ketika membawa Sarah ke UKS Alan sedikit merasa bersalah. Karena telah menbuat Sarah pingsan dan juga mimisan seperti ini.
"Kenapa harus kasihan, kan bagus dia pingsan jadi ketinggalan pelajaran."
Alan membaringkan Sarah di ranjang UKS, petugas UKS belum datang. Mau tidak mau Alan membersihkan darah yang mengalir dari hidung Sarah. Sarah yang masih pingsan dan tak kunjung sadarkan diri. Alan perlahan membersihkan darah mimisan Sarah.
"Sarah, cantik juga sih sayang kamu miskin dan enggak mau ngalah sama aku."
Sarah sadar dari pingsanya, dan ia melihat Alan menatapnya dengan tatapan aneh.
"Mau apa kamu?"
"Jangan kepedaan ya kamu, ini karena pak Iwan nyuruh aku buat bawa kamu ke sini. Nih aku cuma bersihin darah mimisan."
"Ohh. Makasih."
Mareka kini saling pandang satu sama lain, meski sombong Alan memang memiliki pesona yang karismatik.
-tbc-
"Kamu akan gagal, dan aku yang akan jadi juara."
"Jangan terlalu terobsesi, jika kalah bakalan sakit."
"Dasar miskin."
Alan meninggalkan Sarah yang masih terbaring di ranjang UKS. Tanpa rasa bersalah ia pergi begitu saja. Sarah tak habis fikir kenapa Alan sangat terobsesi untuk mengalahkanya. Menurut Sarah sebenarnya Alan itu anak yang cerdas, hanya saja tingkahnya yang sombong dan arogan membuat banyak yang tak suka padanya. Kalau saja ia tidak tampan, namun karena Alan tampan para gadis-gadis selalu memuja Alan. Tapi tidak dengan Sarah, Alan menganggap Sarah musuh besarnya, jadi Sarah juga ikut tidak suka dengan Alan. Alan yang selalu membuat masalah dihidupnya itu.
Fandy yang menunggu gajian karena hari sabtu, sangat senang sekali. Karena ia bisa membelikan hadiah untuk Sarah. Karena memang Sarah sebentar lagi berulang tahun. Fandy ingin menyatakan perasaanya pada Sarah. Meski sejujurnya ia ragu dan juga bimbang. Karena ia tidak tahu apakah Sarah juga mencintainya. Atau malah Sarah cinta dengan orang lain.
Intan melihat keadaan Sarah, ia berpapasan dengan Alan. Intan tak suka dengan Alan karena Alan sifat Alan yang sombong. Intan masuk ke UKS, dan melihat keadaan Sarah.
"Kamu enggak apa-apa? Dia tidak macam-macamkan sama kamu?"
"Dia siapa?"
"Si tengil Alan, siapa lagi."
"Enggak kok Tan, kamu tenang aja."
"Ya udah kamu istirahat saja dulu, aku mau ganti baju dan kembali ke kelas."
"Iya sahabatku yang bawel."
Intan meninggalkan Sarah, Sarah memilih untuk memejamkan matanya. Selain ia pusing ia juga merasa mengantuk. Benturan dari bola basket yang dilemparkan Alan cukup membuatnya pusing dan sakit di bagian hidung.
"Kalau bukan anak pemilik sekolah sudah ku maki-maki kamu Lan." bantin Sarah.
Sarah tertidur pulas, ia yang tak bisa menahan matanya untuk tetap terbuka. Petugas UKS datang, namun tak tega membanggunkan Sarah. Petugas UKS hanya meninggalkan Sarah dan duduk di tempat jaga seperti biasanya.
Pulang sekolah Sarah tak langsung pulang karena ia juga masih harus berkerja sebagai kurir pengantar makanan disalah satu cafe. Pekerjaan ini ia ambil untuk membayar biaya sekolahnya, dan pekerjaan di club untuk biaya hidupnya dan juga ibunya.
"Ehh.. Sarah sudah datang, pas sekali antarkan makanan ini ya."
"Siap bos."
Sarah mengantarkan pesanan dengan sepeda yang difasilitasi oleh cafe itu. Meski yang lain naik motor pribadi mereka, hanya Sarah yang naik sepeda karena memang tak memiliki motor. Bos Sarah sangat baik pada Sarah, dia adalah Reno usianya sekitar 25 tahunan belum meliki istri namun sudah memiliki tunangan.
Sarah menggayuh sepedanya itu, dan akhirnya sampai di tempat tujuan. Ia memencet bel, dan keluarlah seseorang yang tak asing baginya.
"Alan.."
"Sarah, ngapain ke sini? Mau minta sumbangan ya?"
"Nih pesanannya."
"Oh..jadi kamu kurir, kasihan banget sih. Nih uangnya ambil kembalianya. Itung-itung sedekah."
Alan mengeluarkan beberpa lembar uang ratusan ribu. Sarah mengambil uang itu, dan kemudian pergi tak lupa ia mengucapkan terimkasih.
"Dasar sombong, tapi lumayan dapat tips." Gerutu Sarah.
Sarah kini melanjutkan mengantarkan orderan lainnya. Ia tak mau memikirkan Alan, yang jelas-jelas sangat benci denganya itu. Hari semakin gelap dan saatnya untuk Sarah pulang ke rumah. Untuk istirahat sebentar dan nanti malam harus berkerja lagi. Sarah menggunakan waktu yang sedikit itu untuk belajar.
Sementara Fandy masih sibuk mencari kado untuk Sarah. Ia mendapati gelang yang cantik, harganya juga tak mahal. Fandy membeli sepasang satu untuknya dan satu untuk Sarah. Fandy berharap Sarah suka dengan hadiah yang ia berikan. Dan Sarah juga menerima cintanya.
Alan memikirkan Sarah, ia berfikir bagaimana bisa Sarah berprestasi dengan kondisi Sarah yang sibuk. Alan memiliki ide untuk memata-matai Sarah. Ia ingin tahu keseharian Sarah dan rahasia apa yang membuatnya selalu kalah dari Sarah. Sarah yang hanya anak orang miskin itu.
"Aku harus ikuti Sarah, aku harus tahu apa saja yang dilakukan Sarah." Batin Alan.
Malam itu Sarah tengah belajar, sedangkan ibunya terbaring di ranjang. Sarah membuatkan teh hangat untuk ibunya. Sarah sangat menyayangi ibunya itu, karena ibunya adalah satu-satunya keluarga yang ia miliki. Satu-satunya alasan untuk Sarah tetap bertahan sampai detik ini.
"Ibu minum dulu ya."
"Sarah maafin ibu ya."
"Maaf untuk apa?"
"Ibu selama ini cuma nyusahin Sarah."
"Dulu saat Sarah masih kecil kan ibu yang merawat Sarah sekarang gantian. Minum tehnya ya bu, setelah ini Sarah mau berangkat kerja."
"Hati-hati ya nak."
Sarah sudah siap dan hendak berangkat kerja, namun Fandy menahan Sarah. Fandy mengatakan jika ia ingin mengatakan sesuatu yang penting.
"Apa katakan sekarang."
"Ini buat kamu."
"Apa ini?"
"Hadiah."
"Untuk apa?"
"Hari ini kan kamu ulang tahun."
"Ohh..iya aku lupa, makasih ya."
Sarah memeluk Fandy, dan Fandy membalas pelukan Sarah dengan merangkul Sarah.
"Sarah ada yang ingin aku katakan padamu."
"Katakan saja."
"Aku mencintaimu, aku jatuh cinta padamu."
Sarah melepaskan pelukan Fandy, dan kini mereka saling tatap satu sama lain. Sarah tak percaya dengan apa yang diucapkan Fandy. Karena selama ini Sarah hanya menganggap Fandy sebagai kakaknya saja dan tak lebih.
"Sejak kapan perasaan itu."
"Sudah sejak lama, aku sudah mencoba menghilangkanya namun tak bisa."
"Tapi Fan, aku enggak tahu bagaimana perasaanku sama kamu. Lagian aku juga terlalu sibuk, dan aku masih harus mengerjar mimpiku."
"Aku akan menunggumu."
"Yah Fan aku berangkat kerja dulu, kita lanjutkan nanti."
Sarah meninggalkan Fandy, ia tak tahu jika selama ini Fandy suka denganya. Sarah kini kepikiran akan hal itu, ia tak cinta dengan Fandy. Namun ia juga tak ingin Fandy menjauh darinya. Akan tetapi ia juga tak mau menberi harapan untuk Fandy. Sarah bimbang. Akhirnya Sarah sampai di club ia langsung ganti baju dan mencuci gelas-gelas dan juga piring-pirung kecil.
Ketika ia hendak mengantarkan pesanan ia melihat Alan di salah satu meja. Alan yang ia kira tidak minum-minum nyatanya juga minum-minum. Untung saja Sarah tak memiliki ponsel jadi ia tak bisa merekam Alan. Jika ada yang tau kelakuan Alan seperti ini pasti cintra Alan akan rusak.
Sarah juga bersembunyi dari Alan, ia tak mau teman-temanya tahu jika dirinya berkerja di club malam seperti ini. Karena bisa saja ia dianggap wanita penghibur dan akan diolok-olok di sekolahan nantinya.
"Semoga saja Alan tidak tahu aku ada di sini, semoga saja." Batin Sarah.
Sarah kembali mengantarkan pesanan, dan mengambil gelas-gelas kosong.
-tbc-
Sarah tak habis fikir bisa-bisanya Alan mabuk-mabukan, cintra Alan dimata Sarah kini hancur. Sebenarnya meski Alan mengesalkan diam-diam Sarah jatuh cinta dengan Alan. Sarah kagum dengan ketampanan dan juga kecerdasan Alan. Dan hari ini semua itu sirna, setelah ia melihat Alan sedang minum bersama dengan teman-temanya itu.
"Kamu enggak takut Lan ayahmu marah?"
"Orang tuaku itu tak peduli denganku, ayo minum lagi. Tenang aku yang bayar."
Terlahir dalam keluarga kaya raya tak menjamin kebahagian. Sama halnya dengan Alan, ia kesepian karena kedua orang tuanya sibuk berkerja. Kakaknya juga jarang pulang, karena kuliah di luar kota. Alan hanya sendiri, di rumah besar nan megah itu.
"Udah ya Lan, udah malam ayo kita pulang, mana kunci mobilnya? Biar aku saja yang menyetir."
Alan diantarkan pulang oleh temanya, karena kondisinya yang tidak memungkinkan untuk menyetir mobil sendiri. Akhirnya sampai juga di rumah Alan, setelah sekitar 15 menitan. Rendi teman Alan memapah Alan masuk ke dalam rumah Alan. Rumah besar yang mewah nan megah namun sepi. Hanya ada beberapa asisten rumah dan juga satpam Alan. Kedua orang tua Alan sibuk berkerja hingga tak tahu kelakuan anaknya.
"Lan aku pulang ya."
"Makasih udah ngenterin ya."
"Sama-sama."
Rendi pergi meninggalkan rumah Alan, untung saja besok hari minggu jadi Alan bisa bangun siang. Dan tak ada yang akan curiga jika ia mabuk-mabukan.
Sarah pulang dari club seperti biasa ia dijemput Fandy. Fandy dengan senyum yang lebar berharap Sarah sudah mendapat jawaban dari pertanyaanya.
"Gimana Rah, apa jawabanya?"
"Jawaban apa?"
"Perasaanku padamu."
"Maaf ya Fan, aku enggak bisa."
"Kenapa? Ada orang lain yang kamu cintai?"
"Bukan, aku tidak ingin membahas cinta. Karena aku ingin mengerjar mimpiku."
"Baiklah, kalau itu keputusanmu."
Fandy dan Sarah berjalan pulang ke rumah, dalam perjalanan hanyalah hening. Mereka sama sekali tidak mengobrol, entah karena capek atau memang canggung saja. Sarah tak ingin Fandy hilang dari hidupnya, namun Sarah juga tidak ingin menjadi kekasih Fandy. Baginya Fandy itu sudah seperti keluarganya sendiri.
Sampai juga di rumah, Sarah mengucapkan terimaksih pada Fandy. Dan keduanya kini masuk ke dalam rumah. Fandy nampak lesu, ia tahu jika Sarah pasti sudah jatuh cinta dengan orang lain. Fandy akan mencari tahu siapa orang yang disukai Sarah. Hingga Sarah menolak cintanya, padahal dirinya selalu ada untuk Sarah.
"Mungkin cintamu bukan untukku, tapi ketahuilah rasa cintaku sangat dalam untukmu. Lebih dari yang kau tahu saat ini." Batin Fandy.
Sarah masih kepikiran dengan Alan, entah kenapa ia jadi memikirkan Alan. Alan yang selalu menyusahkan hidupnya itu. Sarah tak bisa membohongi perasaanya karena ia memang kagum dengan Alan. Sarah memutuskan tidur saja, dan esok akan ia membawa ibunya jalan-jalan ke taman untuk menghirup udara segar.
Pagi harinya Alan terbangun dari tidurnya karena ayahnya yang menbangunkanya dengan menyiram air di mukanya. Alan yang terkejut langsung saja bangun dan mendapati ayahnya.
"Ayah, ada apa ini."
"Jam berapa ini? Semalam kemana, kok jam segini belum bangun."
"Main game Yah, sama nonton bola inikan hari libur."
"Bohong baju kamu bau Alkohol, kamu minum."
"Enggak Yah."
"Sekarang bangun mandi, dan olahraga. Ayah ingin hidup sehat."
Dengan sedikit malas, Alan bangun dari tempat tidurnya itu. Ia berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya. Tentu saja Alan masih sangat mengantuk, dengan guyuran sedikit air pasti akan menbuat mata Alan jadi terbuka dan kembali bugar. Alan sudah selesai mandi, dan juga sudah siap untuk joging pagi. Meskipun sudah jam 8 pagi, sudah terasa panas.
"Nah gitu dong anak ayah."
"Ya udah Alan joging dulu."
Alan berangkat joging, ia akan ke taman kota. Dan kebetulan Sarah juga ada di sana bersama dengan ibunya. Alan melihat Sarah duduk di bangku taman bersama dengan ibu Sarah. Alan yang penasaran hanya melihat Sarah dari kejauhan. Ia yakin jika ibu Sarah sakit parah, karena warna kulit ibu Sarah telihat sangat pucat.
"Bu Sarah beli minum sebentar ya? Ibu di sini aja jangan kemana-mana."
"Iya Nak."
Sarah meninggalkan ibunya sendiri di bangku taman sementara dirinya membeli minuman. Ketika hendak membeli minuman Sarah dihadang oleh Alan.
"Mau apa kamu?"
"Lewatlah ini kan jalan umum."
"Apaan sih gak jelas, dasar pemabok."
"Dari mana kamu tahu."
Alan mendekati Sarah, Sarah yang keceplosan jadi bingung harus berkata apa. Sarah hanya diam saja ketika Alan terus memepetnya.
"Darimana kamu tahu? Atau kamu juga ada di club ya semalam? Ngapain, jual diri ya?"
"Plakk." Sebuah tamparan mendarat di pipi kiri Alan. Alan memegangi pipinya yang panas akibat tamparan dari Sarah.
"Jaga bicaramu ya, aku bukan pelac*r."
"Trus ngapain di club?"
"Siapa juga yang di club, halu kamu."
Sarah meninggalkan Alan, Alan jadi penasaran dari mana Sarah tahu jika dirinya suka minum.
"Lihat saja Sarah, kamu akan mendapatkan akibat dari tamparanmu ini." Batin Alan.
Sarah membeli minuman, ia sedikit ketakutan ia takut Alan tahu jika dirinya berkerja di club malam. Ia takut Alan menyebar berita tidak benar, dan mengatakan jika dirinya adalah wanita panggilan. Sarah dalam kondisi takut, bingung dan juga gelisah. Setelah membeli minum Sarah kembali ke tempat ibunya.
"Lama ya bu? Maaf."
"Enggak kok sayang."
Sarah membantu ibunya minum, setelah itu mereka pulang ke rumah. Hari minggu adalah surga bagi Sarah karena ia bisa istirahat sejenak. Meski nanti malamnya ia harus ke club, untung saja siangnya ia libur dan tidak menjadi kurir makanan.
"Bagaimana kalau Alan tahu, mati aku." Batin Sarah.
Intan datang ke rumah Sarah, Intan membawakan Sarah makanan. Intan yang notabenya anak orang kaya sering membantu Sarah. Intan tahu kondisi Sarah serba kekurangan. Karena Sarah tak ada di rumah Intan menitipkan makanan itu pada Fandy. Intan juga memberikan beras untuk Sarah. Namun Intan tak mau Sarah tau beras itu darinya.
Alan mencari cara bagaimana caranya menyelidiki Sarah. Ia harus tahu apakah Sarah hanya mengarang tentang ia yang seorang pemabuk. Atau memang Sarah kemarin di club dan melihatnya. Tapi untuk apa Sarah ke club, Alan hanya spontan saja mengatakan jika Sarah jual diri.
"Aku harus cari tahu, kalau benar Sarah jual diri bisa jadi bahan buat ngeluarin dia dari sekolaha. Dan tak ada lagi saingan berat untuk jadi juara." Batin Alan.
Alan kembali ke rumahnya, dan ia berniat untuk pergi ke club nanti malam untuk memastikan apakah Sarah adalah wanita penggilan.
-tbc-
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!