NovelToon NovelToon

My Husband My Pilot: Tragedi Pesawat Jatuh

Bab 1. Benang Hitam

"Kansha, ini kesempatan besar! Kalau kamu bisa pergi ke Maluku untuk meliput secara ekslusif pernikahan antara artis dan menteri itu, ini akan mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Perusahaan kita tidak akan terancam pailit lagi.” Ucap Benny, direktur ARC. ARC adalah salah satu perusahaan majalah yang hampir saja bangkrut karena ditipu.

Kansha menghela nafas kasar, “Pak, bagaimana bisa. Pernikahannya kan digelar tertutup.” Sangkal Kansha.

“Masa peduli soal itu. Yang jelas, kalau kita berhasil mendapatkan foto-fotonya dan beritanya. Kita akan jadi satu-satunya portal berita yang akan memberitakan itu. Dan pasti akan mendatangkan untung besar.” Ujar Benny berapi-api.

“Kalaupun kita berhasil mendapatkan beritanya. Kita pasti akan dituntut karena melanggar privasi!” seru Kansha kesal.

“Itu bisa diurus nanti. Pokoknya besok kamu berangkat ke Maluku dan dapatkan beritanya.” tegas Benny.

Kansha membasahi bibirnya, Benny benar-benar keras kepala! batin Kansha memaki.

“Bagaimana caranya?” tanya kansha kehabisan akal.

“Kamu bisa menyelinap atau menyamar. Terserah kamu, yang penting berita itu berhasil didapatkan.”

“Kenapa sih bapak ngotot? Apa mereka sangat populer?” seru Kansha tambah kesal.

“Tentu saja mereka populer. Mereka sedang hangat-hangatnya diperbincangkan. Yang satu, seorang aktris yang sudah melambungkan sayapnya di kancah internasional. Yang satunya, menteri tercedas dan termuda di Indonesia. Mereka pasangan yang sempurna.” Jelas Benny.

“Pokoknya Kansha dapatkan berita mereka, atau kamu saya pecat.” Tegas Benny lalu pergi.

Kansha berdecak lalu menghentakan kakinya kesal, “Argh!” seru Kansha.

***

"Kamu sudah yakin mau berangkat?” tanya seorang wanita berhijab yang sudah berumur namun masih cantik parasnya. Namanya Alena.

“Yakin bun. Alan mau jenguk ayahnya Aisyah yang jatuh sakit sekaligus—melihat Aisyah.” Jawab pemuda kurus berwajah tampan itu dengan malu-malu.

Bunda Alena tersenyum maklum, “Ingat, jangan berlebihan. Kalian belum sah.” Ujar bunda mengingatkan.

“Bunda tenang saja. Alan masih tahu batasan kok.” Kata Alan menenangkan.

“Tapi, kok perasaan bunda tidak enak ya?” kata Bunda gusar. Alasan ia menanyakan kesiapan sang putra yang akan pergi ke Maluku adalah karena ia merasakan perasaannya tidak enak. Entahlah, itu seperti sebuah firasat.

Alan memegang tangan Bunda yang duduk disampingnya. “Bun, bunda tenang saja. Alan insyaallah baik-baik saja. Asal do’a bunda selalu menyertai di setiap langkah Alan.” Ucap Alan tersenyum lembut.

“Bunda pasti akan terus mendo’akan kamu di setiap langkah kamu.” Ucap Bunda mengelus kepala anak sulungnya itu.

Alan tersenyum lembut lalu memeluk bundanya erat, “Terima kasih bun.” Ucap Alan tulus. Baginya, Bunda adalah manusia terbaik yang telah menyayanginya dengan penuh cinta.

***

Kansha dan temannya, Nana sudah sampai di pintu keberangkatan. Kansha dan Nana bahkan masih saling berpegangan seolah tidak mau berpisah. Nampaknya Nana juga merasakan perasaan aneh.

“Na, aku berangkat ya.” Pamit Kansha enggan.

Nana mengangguk sambil mencebikkan bibir, “Safe Flight ya Sasha. Kabarin kalau sudah sampai.” Ucap Nana.

“Iya, nanti aku kabarin tiga bulan kemudian.” Ujar Kansha becanda.

“Ih, kok 3 bulan sih. Kamu mau rencana menetap apa?” seru Nana kesal.

Kansha hanya terkekeh lalu memeluk erat sahabatnya itu, “Na, maafin aku ya kalau aku ada salah sama kamu. Maaf aku suka ngerepotin kamu, suka bikin kamu kesel, bahkan sering pinjam uang kamu.” Ucap Kansha sedih.

“Ih apa sih, Sha. Kamu ngomongnya kayak mau pamitan kemana saja. Lagian kamu gak ngerepotin kok, aku malah seneng bisa sahabatan sama kamu.” Jawab Nana. Entah kenapa perasaannya makin tidak enak.

Lalu Kansha melepaskan pelukannya dan mengambil sebuah kartu tabungan di tas pinggangnya yang selalu ia bawa kemanapun bila bepergian. Tas itu sudah seperti kantung doraemon, begitulah Nana menyebutnya.

“Aku sudah tarik uangku disini. Ini sisanya, pas sama hutangku ke kamu.” Ujar Kansha. Lalu menyerahkan pada Nana.

Nana mengernyit, “Ya ampun Sasha, kamu kayak ke siapa aja sih. Lagian aku udah relain kok.” Tolak Nana lalu kembali menyerahkan kartu tabungan itu namun Kansha menolaknya.

“Pokoknya ini hutangku sudah lunas ke kamu ya. Biar aku bisa pergi dengan tenang.” Ngotot Kansha dan langsung menjejalkannya ke tangan Nana.

Lalu terdengar pemberitahuan bahwa pesawat akan segera lepas landas. Kansha lalu memeluk sekali lagi sahabat terbaiknya itu. “Ketika aku merasa duniaku mulai berbalik arah, cuma kamu satu-satu tempat yang tidak pernah pergi. Disaat kedua orang tuaku tidak menginginkanku, kamu masih tetap ada menyayangiku. kamu adalah sahabat terbaik untukku.”

“Sampaikan salamku kepada Bu Sari dan--juga orang tuaku ya. Bilang, aku minta izin pergi.” Bisik Kansha. Nana mengangguk, entah kenapa air matanya malah jatuh namun segera diusapnya.

Kansha tersenyum sekali lagi dan membuat gerakan seperti hormat pada Nana, “Bye bye Nana.” Pamit Kansha sambil mengedip lalu berbalik melangkah.

Nana pun melambaikan tangannya seiring langkah Kansha yang semakin menjauh.

Tidak jauh dari tempat Kansha, ada pasangan suami istri dan seorang laki-laki muda tengah berpelukan.

“Aku berangkat bun, yah. Do’ain.” Ucap lelaki itu, ia adalah Alan.

Ayah menepuk bahu Alan, “Safe Flight nak. Salam untuk Aisyah dan keluarga.” Ucap Ayah. Alan mengangguk.

Alan kemudian bergeser menghampiri bundanya. “Bun, makasih atas semuanya. Maaf Alan belum bisa jadi putra yang membanggakan.” Ucap Alan. Bunda tersenyum haru.

“Kamu adalah hadiah terindah yang Allah beri untuk kami, Lan.” Ucap Bunda tersenyum lembut.

Alan tersenyum lalu mengambil lengan bundanya dan mencium punggung tangan bunda dengan takzim. Disitulah Bunda merasakan keharuan yang tak bisa dibendung hingga air matanya meluruh.

Setelah beberapa saat, Alan mengangkat kepalanya dan menaruh tangan bunda kembali. “Alan pamit yah bun. Assalamu’alaikum.” Pamit Alan.

“Waalaikum salam.” Sahur Bunda dan Ayah. Alan pun melangkah pergi.

Bab 2. Tragedi Pesawat Jatuh

Alan mengambil buku tentang sejarah islam di dalam ranselnya lalu memasukkan ransel kecilnya ke dalam bagasi. Setelah itu ia duduk di kursi bisnis yang dipesannya. Kebiasaan Alan saat naik pesawat adalah membaca buku atau mendengarkan murotal. Ponselnya pun sudah dalam mode pesawat dengan earphone yang sudah terpasang sambungannya.

Alan adalah seorang pilot, namun kali ini yang mengemudikan pesawatnya adalah salah satu rekannya. Alan adalah pilot yang berkompeten dengan jam terbang tinggi. Namun hari ini, ia mengambil cuti karena ingin menemui calon istrinya sekaligus menjenguk ayah dari calon istrinya yang tengah jatuh sakit.

***

Pesawat sudah lepas landas. Kansha yang punya hobi tidur ketika naik pesawat bahkan sudah tertidur pulas. Ia tidak tidur dengan baik tadi malam, karena harus mempersiapkan segala hal untuk peliputan ilegalnya di Maluku.

Katakan brengsek pada Benny, yang sudah membuatnya seperti ini. Sampai sekarang Kansha masih kesal dengan atasannya itu. Mengambil keuntungan dengan melanggar privasi, jelas bukan prinsip seorang jurnalis.

Namun beberapa menit kemudian, Kansha terbangun karena merasa ada guncangan yang besar. Kansha menoleh sekeliling, para penumpang masih duduk dengan tenang di kursinya masing-masing, nampaknya tidak terpengaruh dengan guncangan tadi. Kansha lalu melirik ke arah jendela, awan- awan terlihat cerah dan putih. Kansha selalu suka melihat ke jendela seperti ini dan menemukan hamparan awan yang seolah menyelimutinya.

Tiba-tiba Kansha merasakan guncangan lagi. Kali ini lebih besar bahkan sampai membuat jantungnya bertalu dan tubuhnya sampai oleng. Lalu ia merasakan sesak nafas, seakan seluruh pasokan udara telah habis. Nafasnya makin berat, paru-parunya pun sama. Dadanya terasa tertekan, jantungnya terus berdetak cepat. Kepalanya terasa pusing serasa ingin pecah.

Kansha kira tengah ada turbulensi, namun ini jauh lebih parah dan menakutkan. Hingga Kansha berteriak. Tidak, bukan hanya dia—tapi seluruh penumpang berteriak.

Kansha ketakutan, adrenalinnya seolah terpacu. Namun ia mencoba tidak panik, firasatnya akan ada sesuatu yang terjadi sebentar lagi, entah buruk ataupun baik. Kansha dengan gemetar segera mengeluarkan rompi pelampung yang selalu setia tersimpan di tas doraemonnya dan memakainya secepat kilat.

Pesawat kembali berguncang dan tiba-tiba ia tidak merasakan apa-apa lagi seiring dengan nada peringatan pesawat dan suara pilot dari kotpit. Matanya memejam.

***

Alan yang sedang asik memejamkan mata sambil mendengarkan murotal, seketika terkejut dengan guncangan yang besar. Ia kira hanya turbulensi, namun guncangan terus semakin besar. Alan merasa ada yang salah pada pesawat, mungkin kesalahan mesin. Dugaannya benar, ketika ia merasakan pesawat seperti menukik turun. Jantungnya mulai berdetak cepat kontras dengan nafasnya yang semakin berat.

Alan mencoba tidak panik, Ia mengeluarkan rompi pelampung yang selalu ia simpan di tas kecilnya dan memakainya. Ia sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, maka sebagai pilot ia tahu apa yang harus dilakukan. Ia terus melafalkan ayat suci didalam hatinya, meminta perlindungan dan keselamatan dari Sang Kuasa.

Alan tidak bisa lagi berfikir jernih, kepalanya makin berat hingga ia menyerah. Matanya memejam dan tubuhnya terkulai.

***

Kansha membuka matanya. Kepalanya terasa pusing dan seluruh badannya remuk. Kansha mencoba bangun dengan susah payah. Ia merasakan tulang kakinya retak. Seluruh tubuhnya juga luka-luka. Rambutnya berantakan dan bajunya sedikit terkoyak dan lembab.

“Sssh.” Kansha meringis.

Kansha terduduk lemas, ia melihat dengan samar-samar ada laut dengan gelombang tinggi didepannya. Debur ombak saling menggempur. Lalu setelah itu, laut kembali tenang.

“Ini dimana? Apa aku sudah mati? Apakah ini adalah surga?” gumam Kansha panik.

Lalu dia teringat dengan insiden tragis beberapa saat lalu. Pesawat itu tenggelam ke dasar laut. Beruntung, Kansha sudah mengikuti pelatihan keselamatan di air. Ia melepas safety belt nya tepat ketika pesawat jatuh dan langsung berenang keluar dengan perlahan. Rupanya, sang pilot sempat membuka pintu pesawat sebelum terlambat. Setelah itu yang ia ingat ia hanya terus berenang dan berenang hingga ia kelelahan dan jatuh tak sadarkan diri. Sepertinya, tubuhnya mengapung di atas air dan terdorong oleh ombak hingga ia berada di tepian.

Lalu ia menoleh ke samping kirinya dan menemukan seseorang yang tergeletak dengan badan penuh luka.

Kansha menutup mulutnya. “Apa dia sudah meninggal?” gumam Kansha ketakutan. Lalu sedikit demi sedikit ia bangun dan menyeret kakinya menghampiri lelaki itu.

“Ha—lo.” Ucap Kansha takut. Namun tak ada tanggapan apapun dari laki-laki itu. Kansha pun mencoba menggoyangkan kaki laki-laki itu dengan kakinya yang terasa ngilu dan lemas. Namun lagi-lagi ia tidak mendapat balasan apapun.

“Kurasa dia sudah meninggal. Bagaimana ini?” ujar Kansha cemas dan takut.

“TOLONG! ADA MAYAT DISINI!” tidak ada cara lain, Kansha berteriak minta tolong. Namun pulau itu sunyi—terlalu sunyi.

“Siapa yang kamu sebut mayat?” ucap laki-laki itu lirih. Ia sadar ketika mendengar teriakan cempreng dari seorang wanita.

Kansha menoleh terkejut, “Kamu masih hidup?” pekik Kansha.

Laki-laki itu mencoba bangun sambil meringis. Ia duduk dengan susah payah. Laki-laki itu adalah Alan. “Tentu saja aku masih hidup.” Ucap Alan lirih. Ia merasa sakit luar biasa pada seluruh tubuhnya.

“Apa yang sebenarnya terjadi? Guncangan itu--?” tanya Kansha tidak meneruskan ucapannya. Ia masih terlalu ngeri dengan kejadian yang baru saja hampir merenggutkan nyawanya.

“Kurasa, ada kesalahan mesin pada pesawat hingga pesawat berguncang dan jatuh.” Jawab Alan menjawab sebisanya.

Alan menoleh pada Kansha lalu beralih pada rompi yang dipakai Kansha. Rupanya Kansha memiliki rencana penyelamatan sama dengannya.”Pernah ikut pelatihan keselamatan diri?” tanya Alan sambil menatap rompi pelampung yang dipakai Kansha.

Kansha menunduk, menatap rompinya yang sudah setengah kering sekarang. Kansha lalu mengangguk, “Iya, baru beberapa bulan yang lalu. Rompi ini dikasih oleh temanku, karena tahu aku selalu bepergian hingga ke luar pulau.” Jawab Kansha.

“Kamu juga--” Tunjuk Kansha pada rompi yang dipakai Alan.

“Aku seorang pilot, tentu saja aku tahu apa yang harus kulakukan bila ada di situasi seperti itu.” Jelas Alan.

Mata Kansha membola, “Jadi—“ tunjuk Kansha pada Alan, membuat Alan bingung. “Kamu yang sudah bikin pesawat jatuh?” tuduh Kansha.

Kening Alan mengernyit, “Apa?” tanya Alan bingung.

“Kamu bilang, kamu pilot, otomatis—“

“Aku memang seorang pilot tapi bukan aku yang mengendalikan pesawat itu. Kamu tidak lihat, apakah aku memakai seragam atau tidak?”

Kansha menatap pakaian Alan, hanya kaus, jaket dan celana jeans hitam. Jelas bukan ciri seragam seorang pilot.

“Aku sedang mengambil cuti. Niatnya aku mau ke Maluku karena ingin menemui calon istriku.” Jelas Alan.

Mata Kansha melunak, nadanya juga kembali biasa. “Begitu toh. Maaf ya.” Ucap Kansha malu.

“Kamu sendiri, ke Maluku untuk apa?” tanya Alan.

Kansha menghela nafas pelan. Ia tanpa sadar merasa lega. “Disuruh seorang atasan yang tidak peduli hukum untuk meliput berita dengan melanggar privasi orang. Untung saja tidak terjadi, Tuhan sepertinya tahu kalau itu bukan niat yang baik.” Jelas Kansha. Entah kenapa ia menghembuskan nafas lega.

“Ya, dan sebagai gantinya kita terdampar di pulau ini.” timpal Alan. Kansha berganti mendesah.

Alan memerhatikan ke sekeliling. Pulau itu memiliki pasir putih yang halus. Ombaknya juga tidak terlalu besar dan suhunya lumayan terik. Ada hutan di arah selatan dengan tempat tinggi seperti puncak bukit di arah utara. Dan Alan bisa melihat deretan pohon kelapa berjajar tinggi. Namun menurut perkiraannya, pulau ini termasuk pulau terpencil dengan jalur laut yang jarang dilalui perahu nelayan sekalipun.

“Omong-omong kita dimana?” tanya Kansha sambil melihat ke sekeliling.

“Kurasa di salah satu pulau terpencil di sekitar Laut Banda.” Jawab Alan tidak yakin.

Kansha mendesah, “Mimpi apa aku semalam? Hampir menjadi korban pesawat jatuh dan kini terdampar di pulau terpencil.” Pekik Kansha frustasi.

Alan hanya diam. Ia juga serasa tidak percaya. “Omong-omong siapa namamu?” tanya Alan mengalihkan topik.

Kansha menoleh. Benar mereka belum sempat berkenalan. “Kansha.” Ujar Kansha lalu mengulurkan tangannya bermaksud berjabat tangan.

“Alandra.” Ucap Alan menangkupkan tangannya di dada. Melihat Alan yang tidak membalas jabatan tangannya, kansha pun menurunkan tangannya. Setelah itu ia kembali melihat ke arah laut yang kini berombak tenang dengan canggung.

Lama mereka terdiam. Merenungi yang sudah terjadi pada mereka berdua. Alan akui, ia sempat marah dalam hati pada Allah. Namun Alan segera berucap memohon ampun. Seharusnya ia bersyukur, dirinya masih diberi kesempatan bernafas sekali lagi.

Kansha juga ikut termenung. Ia sebenarnya tidak menyesali kejadian ini sama sekali. Ia sudah pasrah, bila memang itu adalah akhir waktunya, ia tidak masalah. Ia sudah sangat lelah dengan beban penderitaan yang ia tanggung selama sewindu hidupnya.

Kruyukk

Terdengar bunyi kruyuk pertanda lapar dari perut Kansha. Alan menoleh pada Kansha yang memegang perutnya.

“Aku lapar.” Keluh Kansha mencebik.

Alan terdiam. Ia juga sama laparnya. Namun tak ada yang bisa dimakan untuk saat ini. Tas kecilnya rupanya tidak terbawa juga ketika menyelamatkan diri. Dan ia juga masih terlalu lemas kalau harus mencari makanan sekarang. Lalu matanya terpaut pada tas pinggang Kansha.

“Apa yang ada di dalam tasmu?” tanya Alan.

Kansha terkejut, baru teringat dengan tas Doraemon yang selalu melingkar di pinggangnya. Kansha lalu menunduk menatap tasnya dan membuka tas pinggangnya, seketika matanya berbinar senang. Ia lalu mengeluarkan dua buah roti gandum yang selalu menjadi teman penunda laparnya tiap ia bepergian.

“Ternyata benar ya. Kalau orang lagi sial, minum air dingin saja bisa menyangkut di gigi. Tapi kalau sedang beruntung, selembar kertas bekas juga bisa dijadikan uang.” Gumam Kansha sambil menatap dua roti gandum yang sudah hancur di tangannya.

“Peribahasa darimana itu?” ujar Alan mengernyit.

“Aku melihatnya di drama China.” Jawab Kansha acuh. “ Nih untukmu.” Kansha lalu memberikan satu roti pada Alan.

Alan menerimanya dengan senang dan penuh rasa syukur, “Terima kasih.” Ucap Alan tersenyum pada Kansha.

“Sama-sama.” Kata Kansha.

“Kini aku tahu, kenapa Nana sampai menjuluki tasku sebagai kantung doraemon.” Lanjut Kansha sambil mengunyah.

“Siapa Nana?” tanya Alan.

“Nana--” Kansha menghentikan kunyahannya. Lalu ia menyadari sesuatu, “Astaga Nana!” teriak Kansha mengagetkan Alan.

“Astagfirullah. Ada apa? Kenapa tiba-tiba berteriak?” seru Alan. Ia sampai tersedak.

“Apa yang akan terjadi pada keluarga kita setelah tahu pesawat yang kita tumpangi jatuh?” ucapan Kansha membuat Alan mematung.

Bab 3. Kabar Duka

Sebuah pesawat Key Asia J 203 diketahui hilang kontak satu jam setelah lepas landas di bandara Halim Perdana Kusuma. Pesawat dengan tujuan rute Maluku ini tidak terlihat lagi pada radar pukul sebelas siang tadi. Sampai saat ini pihak maskapai sedang melacak keberadaan pesawat ini. Namun, diperkirakan pesawat mengalami kecelakaan dan jatuh di perairan.

Bagi keluarga dari para korban bisa mendatangi ke pihak maskapai untuk informasi lebih jelas atau hubungi nomor dibawah ini.

Prang

Gelas yang dipegang Nana seketika terlepas. Tubuhnya lemas mendengar berita yang amat mengejutkan ini.

kansha.. tidak mungkin!

Nana segera ke kamar membawa sling bag nya dan segera berlari ke luar rumah. Ia mengendarai mobilnya ugal-ugalan. Di fikirannya hanya ada Kansha dan Kansha.

“Tuhan aku tahu, aku bukan hamba yang baik. Tapi tolong kabulkan permohonanku, selamatkan Kansha.” Do’a Nana gusar.

***

Nana sudah sampai di bandara. Ia langsung berlari mencari meja informasi. Setelah sampai, disana puluhan orang sudah berkumpul. Jeritan, tangisan dan racauan bersatu. Perasaan Nana semakin tidak enak. Ia bahkan tidak sadar sudah menangis.

Nana dengan gemetar melangkah pelan menuju meja informasi. Disana juga banyak keluarga korban yang meminta penjelasan dan pertanggung jawaban.

“Untuk perkembangan sementara, kami sedang melakukan pencarian navigasi untuk melacak koordinat pesawat. Jadi kemungkinan pesawat selamat atau tidak, kami masih belum bisa menjelaskan karena belum ada konfirmasi pasti.” Itu beberapa potong kalimat yang Nana dengar.

Ia mematung dengan air mata yang terus berlinang di matanya. Baru saja beberapa jam, Kansha pamit dan berpelukkan dengannya. Kini bahkan Kansha tidak diketahui dimana. Sekelebat percakapannya dengan Kansha pun menghampirinya.

“Na, aku berangkat ya.” Pamit Kansha enggan.

Nana mengangguk sambil mencebikkan bibir, “Safe Flight ya Sasha. Kabarin kalau udah sampai.” Ucap Nana.

“Iya, nanti aku kabarin tiga bulan kemudian.” Ujar Kansha becanda.

“Ih, kok 3 bulan sih. Kamu mau rencana menetap apa?” seru Nana kesal.

Kansha hanya terkekeh lalu memeluk erat sahabatnya itu, “Na, maafin aku ya kalau aku ada salah sama kamu. Maaf aku suka ngerepotin kamu, suka bikin kamu kesel, bahkan sering pinjam uang kamu.” Ucap Kansha sedih.

“Ih apa sih, Sha. Kamu ngomongnya kayak mau pamitan kemana saja. Lagian kamu tidak ngerepotin kok, aku malah seneng bisa sahabatan sama kamu.” Jawab Nana. Entah kenapa perasaannya makin tidak enak.

Air mata Nana makin jatuh ketika ucapan Kansha menghantam kepalanya lagi.

“Ketika aku merasa duniaku mulai berbalik arah, cuma kamu satu-satu tempat yang tidak pernah pergi. Disaat kedua orang tuaku tidak menginginkanku, kamu masih tetap ada menyayangiku. kamu adalah sahabat terbaik untukku.”

“Sampaikan salamku kepada Bu Sari dan..juga orang tuaku ya. Bilang, aku minta izin pergi.” Bisik Kansha.

Kansha tersenyum sekali lagi dan membuat gerakan seperti hormat pada Nana, “Bye bye Nana.” Pamit Kansha sambil mengedip lalu berbalik melangkah.

Bye-bye Nana..

Nana berjongkok. Menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Ia menangis sejadi-jadinya. Tak percaya bahwa satu-satunya sahabat berharganya kini tak tahu rimbanya. Entah ia masih hidup atau tidak. Nana hanya merasa langitnya telah runtuh.

“Kansha, kamu dimana?” bisik Nana serak.

***

Bunda Alena dan ayah berlari dengan tergesa-gesa menuju meja informasi yang berada di bandara. Air mata mereka sudah mengalir.

Bunda masih terkejut ketika ia mendengar berita tentang pesawat yang ditumpangi anaknya hilang kontak dan tidak tahu ada dimana. Ayah pun sama terkejutnya, sebagai seorang pilot, ia tahu apa yang terjadi selanjutnya. Namun ia tidak ingin memberitahukan hal itu pada istrinya. Lara istrinya akan bertambah bila ia harus menyampaikan hal terburuk itu.

“Pak bagaimana dengan kabar pesawat itu? Apakah bisa ditemukan? Apa para penumpang selamat?” tanya bunda beruntun. Ayah mengusap bahu istrinya pelan.

“Sabar bun. Tenang.” Ujar Ayah.

“Gimana bunda bisa tenang ayah. Putra kita, putra sulung kita sedang dalam ambang kematian.” Ucap Bunda menangis histeris.

“Ya Allah, lindungilah putraku dan selamatkan dia Ya Allah, hiks.” Do’a bunda terisak.

“Kami sedang melakukan pencarian dan mencoba menghubungi pesawat. Belum ada informasi lagi.” Jawab petugas itu.

Nana yang berada tak jauh dari meja sontak langsung bangun dan menghampiri meja informasi, “Dari satu jam yang lalu, Anda bilang begitu. Tapi mana, belum ada perkembangan apapun!” teriak Nana sambil menggebrak meja.

“Dia adalah sahabat terbaik saya! Satu-satunya orang yang saya miliki di dunia ini.” Nada suara Nana mulai memelan. Ia kembali tersedu-sedu, “Sudah cukup dengan penderitaannya selama ini,jangan lagi.” Lanjut Nana menangis.

Bunda memeluk Nana yang sedari tadi emosional. Sesama wanita, ia tahu bagaimana rasanya mengkhawatirkan orang yang kita sayangi.

“To-tolong, selamatkan sahabat saya. Dia satu-satunya keluarga yang saya miliki.” Ucap Nana lirih. Dia makin menangis ketika dalam pelukan bunda.

Bunda memeluk Nana dengan erat. Ia juga menangis. Bukan hanya Nana yang mengkhawatirkan sahabatnya, tapi ada seorang ibu yang juga sedang mengkhawatirkan keadaan darah dagingnya.

***

Nana, bunda dan ayah kini duduk di ruang tunggu bandara. Mereka tidak mau pergi sebelum mengetahui ada perkembangan dari pencarian pesawat itu.

“Maaf bu, saya peluk ibu tadi.” Ucap Nana lirih. Matanya masih sembab. Dalam 4 tahun belakang ini, ini kali pertamanya menangis lagi.

“Tidak apa-apa, nak. Lagian kita juga sama-sama merasakan kesedihan.” Jawab Bunda tersenyum sedih.

“Kansha sahabat terbaik saya bu. Dia satu-satunya orang yang mau berteman dengan gadis seperti saya. Dia orang paling berharga yang saya miliki. Mengetahui bahwa sahabat yang saya sayangi tidak tahu dimana, membuat hati saya hancur.” Kata Nana, air matanya kembali meluruh. Hatinya terus sakit, dan dadanya sesak sejak tadi.

“Sepertinya Kansha orang yang baik.” Ujar bunda.

Nana mengangguk kuat-kuat. “Bukan hanya baik, bu. Saya bahkan selalu anggap dia malaikat. Dia masih bisa tersenyum riang meski hatinya sakit karena penolakkan keluarganya. Ia bisa menangis di mana saja asal jangan didepan saya. Katanya, kalau dia terlihat rapuh di mata saya, lalu saya bakal gimana nanti. Setidaknya satu orang harus terlihat kuat. Itu yang dia katakan pada saya. Padahal saya tahu jelas, sakit dihatinya bahkan lebih besar dari yang terlihat.” Lanjut Nana. Entah kenapa cerita tentang Kansha mengalir lancar dari mulutnya.

“Kami mulai berteman sejak kuliah. Saat itu, yang saya tahu, Kansha adalah penerima beasiswa. Orang tuanya kaya, tapi mereka bahkan tidak memberikan uang untuk sekedar biaya hidup. Kansha mencari sesuap nasi dari bekerja sambilan menjadi pelayan di restoran atau bar. Saya bertemu dengannya ketika saya mabuk dan ngedrug di bar. Sejak saat itu, dia mendekatkan diri pada saya, menolong saya untuk lepas dari benda haram. Penolakkan apapun yang saya berikan, tidak membuat ia kapok.” cerita Nana. Kenangan saat mereka pertama kali bertemu menari di fikirannya. Nana menganggap bahwa hari itu adalah hari terberuntungnya.

“Sama halnya dengan anak saya. Dia adalah putra yang cerdas dan sopan. Tidak pernah ia menggunakan nada tinggi pada saya. Ia selalu bertutur kata dengan baik. Mengetahui ia hilang, membuat hati saya hancur.” timpal Bunda sedih.

Nana memegang tangan bunda, “Mari kita sama-sama berdo’a untuk keselamatan orang yang kita sayangi.” Ucap Nana tulus.

Tuhan tahu, do'a tulus untuk orang tersayang akan selalu terijabah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!