“Aku tidak mau lagi bersamanya ma.. aku capek! Pokoknya aku mau cerai,” rengek seorang wanita, dia menangis tersedu-sedu di pelukan ibunya.
“Saya tidak bisa berbuat banyak mbak yu.. saya juga tidak mau anak saya tersiksa batinnya. Disuruh memasak dua jam sekali sangat tidak masuk akal. Sementara sampai saat ini anak saya belum tersentuh sama sekali layaknya seorang istri.”
“Maafkan sikap Tian. Saya terlalu lembek mendidiknya. Jadi dia seperti ini. Tapi saya harap berakhirnya hubungan anak kita tidak membuat hubungan bisnis kita ikut berakhir.”
“Saya akan bersikap Profesional. Bisnis is Bisnis. Tidak ada sangkut paut dengan hal ini.”
“Kalau begitu saya pamit dulu.”
Tian dan asisten pribadinya Arzam hanya berdiri disudut ruang dekat pintu keluar. Dengan kedua tangan yang dilipat di dada. Hanya mendengarkan tanpa komentar.
Ibu Sarah keluar ruangan, diikuti Tian dan Arzam yang berjalan beriringan di belakangnya ibarat BodyGuard.
Arzam berjalan lebih cepat untuk membukakan pintu mobil untuk ibu Sarah.
“Kamu bikin malu mama saja.. mereka terus membicarakanmu. Mau ditaruh dimana muka ini!” omel bu Sarah.
“Mereka siapa?” tanya Tian dengan santai.
“Siapa lagi.. ya teman-teman arisan mama. Mereka mengatakan kamu punya kelainan. Penyuka sesama jenis! Aduh.. amit-amit! punya anak begitu,” bu Sarah memukul kepalanya pelan.
“Untuk apa mama mendengarkan mereka.”
“Iya bu..! Anggap saja meongan kucing. Tidak perlu didengarkan,” tambah Arzam sambil menyetir mobil. Sesekali melihat bangku belakang lewat kaca.
“Itu juga karena kamu. Selalu bersama kemanapun Tian pergi.”
“Kok jadi saya bu.. namanya juga asisten pribadi. Pastinya harus selalu setia mendampingi, mengikuti pak Tian,” bela Arzam.
“Mama jangan menyalahkan Arzam. Sejak awal aku tidak mau dijodohkan. Tapi mama terus memaksa. Aku tidak punya pilihan lain selain menuruti keinginan mama. Aku tidak menyukainya, semua wanita sama saja hanya tertarik pada harta dan tergoda dengan ketampanan,” Tian menjelaskan panjang lebar.
“Harusnya nak Kinan tidak. Dia berasal dari keluarga berada dan berpendidikan. Mama tau bibit, bebet dan bobotnya. Jadi rasa mama itu tidak mungkin.”
“Bila dia berbeda, aku akan memperlakukannya selayaknya istri bukan sebaliknya.”
Bu Sarah tidak bisa berkutik mendengarkan perkataan Tian. Harusnya memang Tian yang lebih tau. Karena Tian lah yang menjalankan pernikahannya. Namanya juga seorang ibu pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya.
💕💕💕
Christian Admaja. Akrab disapa Tian. Pengusaha properti yang sukses. Putra tunggal pendiri perusahaan PT. Bumi Perkasa Gruop. Penampilannya sangat berkharisma. Dengan wajah tampan, alis tebal menawan. Senyum manis berlesung pipi yang mampu menarik perhatian kaum hawa. Mama bulat kecokelatan dengan sorot mata tajam membuat setiap wanita yang memandang jatuh hati. Banyak wanita berkekuk lutut padanya, berangan menjadi pendamping hidupnya. Walau sekarang Tian menyandang status duda.
Pengalaman pernah disakiti oleh wanita karena harta membuatnya lebih selektif memilih wanita yang akan menempati hati. Tidak mau cintanya dipermainkan lagi. Walau mempunyai harta berlimpah Tian memilih untuk tetap rendah hati. Tidak pernah sombong dengan harta yang dimiliki.
Kamanapun Tian pergi selalu di dampingi sang asisten pribadi. Arzam Tristan. Setiap saat selalu disisi, dengan setia menemani.
Setelah perpisahannya dengan sang istri. Tian lebih memilih pergi angkat kaki dari rumah yang biasa dia tinggali. Memberikan rumahnya untuk mantan istri sebagai konpensasi tentang apa yang telah terjadi. Dan memulai kisah yang baru di rumah baru.
To Be Continued...
Tian berjalan menyusuri setiap sudut rumah. Dengan tangan yang ditopang ke belakang. Memastikan semua sudah sesuai dengan keinginannya.
“Cocok kan pak Tian,” kata Arzam memastikan.
“Sudah kukatakan berulang kali jangan panggil aku dengan ‘Pak’. Cukup Tian saja. Bukankah kita seumuran.”
“Bukan! umur kita selisih satu tahun. Itu berarti anda lebih tua dari saya. Jadi saya harus memanggil anda ‘Pak’ dalam konteks menghormati orang yang lebih tua,” ujar Arzam.
“Hanya karena satu tahun.. saya udah dianggap sebagai orang yang sangat tua,” Tian menertawakan dirinya. “Panggil saya Tian saja... kalau tidak mau gaji kamu dipotong.”
“Itu tidak akan memotivasi saya untuk melakukannya. Malah justru membuat saya membangkang. Bagaimana kalau di ganti dengan ‘kalau mau akan kunaikkan gajimu’. Maka dengan senang hati dan bersemangat akan saya lakukan,” Arzam senyum tipis sesaat.
“Hahaa ha.. aku suka caramu meminta kenaikan gaji. Sungguh elegan. Ternyata aku tidak salah pilih,” Tian menepuk-nepuk pundak Arzam.
Arzam sudah menjadi asisten pribadi Tian selama lima tahun. Awalnya Arzam hanya seorang karyawan biasa di perusahaan yang Tian pimpin. Karena ketekunan dan kedisiplinannya dalam bekerja serta tidak memperdulikan tentang perkataan orang lain, Tian mengangkatnya menjadi asisten pribadi. Mantan istri Tian juga cemburu karena kedekatan mereka. Yang selalu menempel bagai perangko.
“Aku tidak suka dengan ruang kerjaku, terlalu biasa. Monoton. Ide kreatifku tidak akan muncul bila begini,” Tian menunjuk lemari berkas dan meja kerja yang diletakkan di tengah ruangan.
“Segera aku akan menyulapnya seperti yang anda inginkan. Tian.”
“Mengapa kamu memilih rumah ini? bukannya ada rumah yang lebih besar lagi di kompleks ini!” tanya Tian berjalan melewati ruang tengah menuju halaman belakang yang dilengkapi kolam renang dan Arzam masih tetap setia mengekorinya.
“Harusnya anda mengapresiasi usaha saya.. dengan susah payah, ketekunan, keuletan dan tekat yang kuat hingga akhirnya saya berhasil mendapatkan rumah ini.”
“Bagaimana ceritanya bisa serumit itu,” tanya Tian Heran.
“Saya harus bersaing dengan para pria hidung belang lainnya. Yang bahkan memberikan tawaran tertinggi untuk rumah ini.”
“Pria hidung belang lainnya? kalau begitu saya termasuk?” Tian menunjuk dirinya.
“Saya tidak mengatakan begitu. Tapi jika anda merasa.. saya tidak akan memaksa.”
Boss dan Asisten pribadi ini memang selalu koplak. Karena itu jugalah membuat mereka bertambah dekat dan saling memahami.
“Enak saja!” bantah Tian dengan tegas. “Lantas bagaimana kamu bisa keluar sebagai pemenang.”
“Cukup mudah.. kebetulan istrinya penggemar beratmu. Jadi cukup memberikan tanda tangan anda padanya saja.”
“Semudah itukah?”
“Ya.. tanda tangannya di voucher belanja senilai lima ratus juta.”
“Kamu mempermainkan saya!”
“Tidak.. saya hanya berusaha bicara jujur.”
“Terserah kamu saja! asal tidak menghambur-hamburkan uang saya untuk hal yang tidak penting.”
“Akan saya pastikan tidak.. anda akan berterima kasih pada saya nanti.”
“saya jadi penasaran seberapa istimewa rumah ini sampai menjadi bahan rebutan para pria hidung belang.”
“Yang istimewa bukan rumah ini. Tapi rumah yang ada di depan,” Arzam menujuk rumah yang berada tepat di depan rumah mereka. Rumah bercat warna merah muda dengan pekarangan asri yang di tanami bermacam bunga dan tumbuhan lainnya.
Tian dan Arzam berjalan keluar untuk melihat lebih dekat. Terlihat lima orang wanita tengah berdiri di balkon lantai dua juga sedang memperhatikan mereka. Masih mengenakan baju olah raga ketat menampakkan lekuk tubuh dengan handuk kecil menyangkut di leher. Mereka seperti sedang membicarakan Tian dan Arzam.
“Ternyata pria hidung belangnya kamu..,” ucap Tian dengan mata masih tetap memandang kelima wanita di balkon.
“Saya melakukannya untuk anda.. mereka sangat terkenal di lingkungan sini. Dengan potensinya masing-masing. Siapa tahu anda kepincut dengan salah satu di antaranya.”
“Ntahlah.. saya tidak tau. Apakah hati saya masih terbuka untuk wanita.”
Mendengar perkaatan Tian. Refleks Arzam mundur menjauh. Alis matanya saling beraduh. Mamandang aneh Bosnya.
Tian tersenyum geli tanpa memperlihatkan gigi melihat tingkah Arzam.
💕💕💕
Melakukan rutinitas pagi hari. Meyra, Riena, Kalila, Nesya dan Freya senam mengencangkan otot di balkon lantai dua. Sambil menikmati semilir angin pagi yang sejuk. Suasana tenang menghanyutkan jiwa.
Aktifitas mereka terhenti saat sebuah mobil datang berhenti di rumah depan. Rumah yang sudah cukup lama kosong karena sang pemilik menjual dengan harga tinggi. Mereka memperhatikan yang akan menjadi tetangga baru mereka. Wajahnya tidak begitu jelas. Dengan cepat mereka masuk ke dalam rumah.
Walau begitu mereka setia menunggu. Ingin tahu wajah tetangga baru. Pasti kaya raya. Karena rela mengeluarkan uang berkali lipat dari harga semestinya. Selang beberapa menit keluar dua pria tampan dengan setelan rapi.
“Bukankah dia Christian Admaja!” ucap Nesya mengenali.
“Seperti pernah mendengar nama itu,” timpal Kalila.
“Direktur utama PT. Bumi Perkasa. Dia sponsor utama agensi kami,” tambah Reina.
*“Pemilik The Sun Hills Hotel. *Juga mall mewah Rolls Metro,” ucap Freya.
“Tapi sayang... dia menyimpang,” ucap Nesya. Membuat Riena, Kalia dan Freya meilirik ke arahnya. Mempertanyakan maksud ucapan Nesya.
“Gosipnya dia tidak menyukai wanita,” lanjut Nesya.
“Serius?” tanya Kalila.
“Kata temanku seorang pengacara yang menangani kasusnya. Dia baru saja bercerai dari istrinya. Dan istrinya belum pernah disentuh secuil pun olehnya. Sepertinya menikah hanya menutupi kedoknya.”
“Masih perjaka dong..,” ucap Reina tertawa senang diikuti yang lain. Selain Meyra yang berdiri paling pojok. Menatap dengan sorot mata tajam kedua pria itu. Dan kedua pria itu juga menatap Meyra. Hanya Kalila yang merasakan ada yang aneh antara kedua pria itu dan Meyra.
To be Continued...
“Kamu mengenal mereka Mey?” Kalila menepuk bokong Meyra yang kenyal. Membal. Seperti bermain trampolin.
Meyra melirik tajam Kalila sambil mengelus-elus bokongnya. Tidak terasa sakit. Tapi aset berharga harus di jaga. “Tidak!” jawab Meyra singkat.
“Tatapan kamu sangat aneh kepada mereka. Seperti ada sesuatu,” ucap Kalia bagai detektif yang sedang mencari tahu.
“Aku baru teringat ada seseorang yang berhutang padaku sekian lama tapi belum ada niat baik untuk membayarnya,” jawab Meyra dengan nada kesal lalu masuk ke dalam rumah.
“Kenapa baru teringat sekarang! Kalau begitu bila mau berhutang mending sama Meyra saja.. lama ditagihnya.. moga-moga kelamaan bisa lupa sama utangnya,” Freya tertawa cekikikan membayangkan ide konyolnya.
“Hussh.. sama temen gak boleh gitu,” Nesya menarik telinga Freya pelan. “Tapi boleh juga dicoba.”
“Ternyata aslinya sangat tampan. Mataku sampai sakit, silau akan ketampanannya,” Reina menyanggah dagu dengan kedua tangan. Menatap dengan mata berbinar-binar. Terpikat pada kharisma Tian.
“Sepertinya gosip itu salah.. mana mungkin pria setampan dan sekeren dirinya menyimpang! walaupun benar aku tetap mau menjadi pendampingnya. Akan aku buat dia tergila-gila padaku,” sahut Nesya percaya diri.
“Jangan mempercayai gosip. Itu hanya sekedar berita murahan agar menaikkan popularitas dengan tujuan menjatuhkan sesorang atau menutupi sesuatu,” ujar Kalila sambil melirik ke arah Tian.
Meyra, Riena, Kalila, Nesya dan Freya merupakan sahabat karib yang sudah terjalin sejak SMA. Memiliki impian yang berbeda tapi tujuan yang sama. Yaitu mendambankan pria tampan dan mapan untuk menjadi pendamping kemudian hari.
Meyra bekerja sebagai seorang koki disebuah restaurant ternama. Yang sedang genjar menabung untuk membangun sebuah restaurant impiannya.
Reina seorang model tenar. Memiliki body aduhai. Wajahnya sering hilir mudik menghiasi sampul majalah. Brand ambasador produk pakaian dalam wanita. Sering menjadi incaran pria hidung belang yang hanya melihat fisik semata.
Kalila bekerja sebagai Desainer Interion. Dia yang yang mendesain seluruh sudut rumah yang mereka tempati sekarang.
Nesya merupakan perancang baju. Dia mengelola sebuah butik kecil dengan beberapa karyawan di pusat kota. Dengan rancangan baju yang kekinian dan selera fashion yang unik. Banyak kaum hawa yang mengenakan rancangan miliknya bahkan sampai kalangan pengusaha dan Public Figur.
Dan Freya Menjalankan usaha berjualan tanaman hias. Maklum saja, Freya merupakan sarjana pertanian Hortikultura. Kesehariannya berkutit dengan tanaman, baik bunga maupun sayuran.
Setelah tamat sekolah mereka berlima memutuskan hidup mandiri bersama. Meraih cita-cita.
“Nesya.. kamu petik strawberi lagi..” ucap Freya kesal dengan tangan dipinggang.
“Bukan aku aja... yang lain juga kok,” bela Nesya sambil menunjuk yang lain.
“Nggak.. asal nuduh kamu,” ucap Reina.
“Belum saatnya dipetik. Rasanya juga pasti tidak manis.”
“Manis kok.. ups!” keceplosan. Reina langsung menutup mulutnya.
“Kalian.. ya. Bukannya bantu aku merawat malah mencomotnya diam-diam,” Freya meraih selang air dan menyemprotkannya ke Nesya, Kalia dan Reina.
Keempat gadis itu dengan gembira bermain air. Pakaian yang basah semakin menampakkan lekuk tubuh mereka. Berteriak manja. Sesekali mengibaskan rambut, menambah kesan seksi. Menggoda syahwat pria yang melihat.
Melihat tingkah tetangga barunya Tian dan Arzam hanya saling pandang. Arzam menalan ludah. Ada sesuatu yang tak biasa. Pandangan Tian beralih ke bawah. Dengan cepat Arzam menutup benda paling berharga miliknya.
“Belum juga sehari.. sudah seperti ini,” Tian meledek Arzam.
“Selamat pagi pak!” sapa bapak paruh baya.
“Pagi!” sahut Tian.
“Anda pak Parno!” ucap Arzam memastikan.
“Tepat! tidak salah lagi.”
“Kamu mengenalnya?” tanya Tian.
“Pak Parno yang akan bekerja disini mengurus kebun dan membersihkan rumah. Bukannya anda tidak mau bila yang bekerja itu wanita.”
Tian memandangi pak Parno dari atas sampai bawah. Lalu mengangkat alisnya. Pak Tarno membalas dengan tersenyum lebar memperlihatkan bebarapa giginya yang ompong.
“Tenaga saya masih Oke pak! Pasti tidak mengecewakan,” ucap pak Parno memberikan dua jempolnya.
“Jangan panggil saya ‘Pak’ kalau tidak mau...” Tian melirik Arzam sepintas. “Kalau masih mau bekerja disini.. masa saya dipanggil ‘Pak’ sama bapak-bapak yang lebih tua dari saya. Sangat tidak pantas.”
“Jadi saya harus panggil apa?”
“Cukup Tian saja...”
“Mana boleh begitu.. nanti kita dikira sebaya. Bapak mau dikira sebaya dengan saya. Kalau saya sih gak masalah kalau di kira sebaya dengan bapak!”
Arzam merapatkan mulutnya. menahan tawa mendengar ucapan pak Parno.
“Enak saja... kulit saya masih sangat kencang. Tidak keriput seperti anda.”
“Bagaimana kalau saya panggil ‘nak Tian’ lebih enak didengar,” pak Parno menyarankan.
“Terserah!”
“Jadi saya mulai bekerja hari ini?” tanya pak Parno.
“Iya anda mulai berkerja hari ini pak, saya akan merincikan apa yang akan menjadi tugas anda,” jawab Arzam. “Anda sudah membawa baju ganti.”
“Ini!” ucap pak Parno menunjukkan tas besar yang dia jinjing.
“Kalau begitu mari ikut. Akan saya tunjukkan kamar anda.”
Pak Parno mengikuti Arzam masuk ke dalam rumah. Sementara Tian masih terdiam memandang rumah tetangga barunya.
To be Continued...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!