Retha baru saja mengadakan meeting dengan atasannya. Bersama beberapa orang dalam tim peninjau yang dikoordinasi oleh Danu, ketuanya. Karena akan melakukan perluasan cabang, maka Retha dan timnya diminta untuk melakukan peninjauan langsung di lapangan. Retha duduk di sofa merah sambil meneguk sebotol air. Lelah, hampir satu jam dia berdiri dalam meeting tersebut.
"Tha, Lu bilang gih sama tante Lu kalau lusa Lu mau ke luar kota. Ntar tante Lu bingung lagi nyariin keponakan kesayangannya." ujar Rahma sambil ikut duduk di sebelahnya.
"Apaan sih Lu, ya jelaslah gue pamitan. Nggak usah Lu bilangin kali gue udah ngerti." balas Retha kesal
Rahma tertawa. "Eh, Lu pasti seneng dong bisa keluar kota sama dia." goda Rahma
Retha mengernyit. "Siapa maksud Lu?"
"Halah, itu tuh." balas Rahma menunjuk ke arah seorang laki-laki tampan yang berdiri sambil bermain ponsel.
Retha melirik sekilas dan kemudian tersenyum.
"Ciyee. Udah kalau suka bilang aja. Lagian kan ada moment tuh pas ke luar kota. Lu deketin aja dia. Bos nggak tau kok." ujar Rahma
"Mana bisa Ma, lagian Lu tau kan muka gue pas pasan gini. Ya mana mungkin gue bisa dapetin dia. Udah ah Lu jangan ngomongin itu mulu, ini di kantor bisa bisa gue dipecat nanti dikira pacaran sekantor." bisik Retha
Rahma cekikian. Merasa senang menggoda Retha, sahabatnya yang lagi kasmaran. Retha sudah lama menyukai Bian, rekan kerjanya yang tampan dan berkulit putih. Namun karena merasa tidak PD dengan penampilannya sendiri, sampai sekarang Retha tidak berani mengungkapkannya. Retha gadis pendiam. Meski dia bekerja sebagai marketing, dia tidak banyak bicara dengan orang yang belum dekat dengannya. Di kantornya dia hanya punya dua teman akrab, Rahma dan Danu. Hanya mereka berdua jugalah yang tau tentang perasaannya saat ini.
"Tha, gue balik ke kos dulu ya. Perut gue mules." pamit Rahma sambil mengambil tasnya
"Iya. Ni gue juga mau balik. Laper gue." balas Retha
"Laper mulu Lu Tha, perasaan sebelum balik kantor Lu udah makan." celetuk Danu yang baru keluar dari ruang manager.
"Iya nih, melar tuh badan makan mulu yang Lu pikirin." tambah Rahma
"Ih, apaan sih, orang Gue makan banyak juga nggak gendut kok. Lu lihat Gue tetep langsing dari dulu sampe sekarang nggak berubah." balas Retha kesal
"Iya iyalaaah mikirin dia mulu. Makanya kurus." olok Danu sambil melirik ke arah Bian
Seketika Retha terdiam. Malu, karena orang yang dimaksud Danu menghampiri mereka.
"Mau balik ya? Mampir makan dulu yuk. Gue laper." ujar Bian
Rahma melirik ke arah Danu seolah mengatakan sesuatu lewat tatapannya. Danu tersenyum paham.
"Aduh sorry ya An. Bukannya nggak mau. Tapi Gue ada janji sama nyokap Gue jadi hehe nggak bisa mampir deh." ujar Danu beralasan
"Owh ya nggak apa-apa. Rahma, Retha temenin makan yuk. Gue yang traktir." ujar Bian
Retha menunduk. Tak berani menjawab.
"Gue kebelet An. Lu sama Retha aja ya. Dia katanya laper tuh. Ya kan Tha" tanya Rahma
"Ee.. enggak kok. Aku nggak laper." balas Retha terbata
"Halah barusan Lu bilang laper. Udah mumpung dapet traktiran." ujar Danu
"Owh ya udah nggak apa. Tha makan bareng Gue aja sekalian Gue anter pulang entar." ujar Bian
"Gue balik dulu ya An." pamit Danu.
"Gue juga duluan ya. Udah nggak tahan" pamit Rahma
"Owh oke ati-ati." Balas Bian
"Ayo makan Tha. Di warung taman aja ya." ajak Bian
"Terserah kamu deh. Aku ngikut aja." balas Retha grogi
Retha pun akhirnya makan malam berdua dengan Bian. Mengobrol berdua. Tampak bergitu dekat. Sesekali Retha mencuri pandang padanya. Hatinya bahagia, tidak menyangka bisa sedekat itu dengan lelaki yang dicintainya.
Karena sudah semakin malam. Bian pun mengantar Retha pulang.
***
Keesokan harinya Retha membicarakan tugas ke luar kota pada tantenya. Tantenya merasa khawatir. Karena selama ini, Retha tidak pernah jauh dari rumah.
"Tan, Retha kan nggak sendiri. Ada delapan orang yang ikut ekspansi. jadi tante nggak usah khawatir." ujar Retha
"Iya tante tau, tapi kamu kan nggak biasa nginep jauh dari rumah. Tante khawatir nanti kamu malah nggak betah disana." ujar tantenya sambil menyiapkan sarapan
"Semoga Retha betah. Lagipula kan ini tugas kantor. Ya, anggap aja Retha belajar mandiri Tan." balas Retha
"Ya udah tapi kamu tetep harus ati-ati. Jaga kondisi jaga diri. Tante nggak mau kamu sampe sakit." ujar tantenya.
"Siap tan." ujar Retha semangat
Retha mengakhiri sarapan paginya dengan segelas teh hangat. Setelah berpamitan Retha segera mengeluarkan sepedanya. Dia memutuskan naik sepeda sendiri karena jarak rumah ke kantornya tidak terlalu jauh.
Sampai di depan kantor. Retha berpapasan dengan Bian yang baru memarkirkan motornya. Retha yang salah tingkah langsung menunduk melewatinya sambil menuntun sepeda.
"Retha, bareng yuk masuknya." ajak Bian
Retha menoleh. Dia tersenyum kikuk dan mengangguk.
Sesampainya di ruang marketing, Manager sedang memberi pembekalan sebelum berangkat ke lapangan. Retha dan Bian yang baru datang pun segera bergabung.
Rahma mengedipkan matanya ke arah Retha. Tanda sedamg menggodanya karena sejak kemarin bersama Bian. Retha pun melotot kesal. Rahma tersenyum menahan tawa melihat ekspresi sahabatnya itu.
"Jadi besok tim Danu akan berangkat pukul 2 dini hari. Karena sebagian akan naik kendaraan sendiri. Saya akan membaginya. Untuk Widya, Tya, Asti dan Syahril kalian naik bus saja karena kalian bawa barang-barang. Danu, Rahma, Retha dan Bian kalian bawa motor untuk antisipasi selama disana kalian butuh kendaraan." terang manager.
"Baik Pak." jawab mereka
"Tolong kalian persiapkan dengan baik. Peninjauan ini harus membawa hasil yang positif. Mengerti?" ujar manager.
"Mengerti Pak."
Malam itu Retha mempersiapkan segala keperluannya. Pakaian, peralatan mandi dan juga membawa snack serta obat-obatan untuk persiapan. Retha juga membawa selimut dan baju hangat, mengingat dia akan berangkat dini hari yang memungkinkannya kedinginan di jalan. Retha memasukkan barangnya ke tas ransel besar miliknya. Tak lupa dia membawa serta boneka kecil pemberian orang tuanya dulu. Entah kenapa sampai sekarang Retha tidak bisa tidur tanpa bonekanya.
Kling.. Kling.. notifikasi ponselnya berbunyi
[Tha, Lu mau boncengan ma siapa?] ~Rahma
[Danu lah. Lu sama Bian] ~ Retha
[Knp? Bukannya Lu suka Bian. Mending Lu sama dia aja sambil membiasakan diri. 😁] ~Rahma
[Bisa mati konyol Gue gue gara-gara jantungan. Kemarin aja diboncengin udah keringetan Gua. Grogi.] ~Retha
[🤣 Udah deh, Lu nurut sama Gue. Gue pastiin kali ini Lu bisa deket sama dia. Jadi Lu harus boncengan ma Bian. Oke.] ~Rahma
[Ogah Ma. Lu kok maksa sih. Gue maunya sama Danu. Gue bisa salting nanti.] ~Retha
Tidak ada balasan. Retha melihat jam di ponselnya. 22.06. 'Pasti dah molor nih bocah.' Retha pun juga segera tidur. Dia tidak mau mengantuk di perjalanan sehingga akhirnya tertidur saat dibonceng.
Suara sepeda motor berhenti tepat di depan rumah Tante Retha. Retha segera berpamitan pada tantenya dan menghampiri Danu. Dia sengaja minta tolong Danu untuk menjemputnya karena dia takut bersepeda malam-malam.
Danu pun melajukan motornya dengan kecepatan sedang.
"Tha, Lu sama Bian ya ntar." ujar Danu
"Lah kenapa? Nggak ah. Kok Lu sama Rahma nyuruh Gue boncengan sama Bian sih. Lu kan tau gue suka sama dia. Gue takut kalau ntar Gue kedinginan trus peluk-peluk dia ntar dianya ilfeel ma Gue." protes Retha
"Tapi Lu seneng kan Tha kalau bisa deket sama dia?" tanya Danu.
"Seneng sih seneng tapi Gue malu juga kalau deket dia terus. Lu tau kan Gue nggak cantik. Gue malu boncengan ma dia. Kesannya kayak si tampan dan si buruk rupa." ujar Retha
Danu tertawa. "Bagus dong, romantis berarti." goda Danu
Retha yang kesal mencubit kecil pinggang Danu.
"Sakit Tha. Lu ma mainnya kasar. Nyubit-nyubit mulu." komentar Danu
" Salah sendiri Lu godain gue mulu." ujar Retha.
Setiba di kantor anggota tim yang lain sudah berkumpul. Termasuk Bian dengan motor bebeknya. Rahma sudah berdiri di depan gerbang sambil membawa dua tas besar. Retha turun dari motor dan menghampirinya.
"Ma, Gue sama Danu ya. Gue bawain deh barang-barang Lu." rayu Retha
Rahma menggeleng. "No no no. Gue mau sama Danu. Cause Gue mau mampir-mampir. Lu kan tau Gue yang dipercaya bawa keuangan. Jadi kebutuhan Lu semua tanggung jawab Gue. So Gue harus boncengan sama ketua."
"Aduh Ma, Lu ngertiin Gue dikit napa." balas Retha memelas
"Tha, emang kenapa sih? Lu nggak mau Gue bonceng. Atau Lu malu naik motor biasa gini?" tanya Bian tiba-tiba.
Retha menoleh. "Em bukan gitu An. Cuma.. Aku.. aku takut kalau mabuk aja. Kan kita naik motor malem-malem trus dingin. Kalau aku muntah gimana." ujar Retha beralasan
Bian tersenyum "Nggak apa-apa nanti kita berhenti bentar kalau Lu mau muntah. Gue jalannya nggak ngebut kok."
"Tuh, dengerin. Gue udah jelasin Lu ma nggak mau ngerti sih." imbuh Rahma sambil tersenyum jahil
Retha menghela nafas.
"Udah ayo naik. Keburu telat ntar sampe sana kesiangan." ajak Bian
Retha pun naik ke motor Bian. Begitu pula Rahma naik ke motor Danu.
"Pegangan Tha. Takutnya Lu masih ngantuk. Ntar jatuh lagi." ujar Bian
Retha tersenyum. Tangannya perlahan menyentuh pinggang Bian. Jantungnya berdebar lagi. Selalu seperti ini setiap dekat dengan Bian. Bian pun mulai berkendara. Langit malam tak menyurutkan mereka untuk mencapai tujuannya.
Angin malam yang begitu dingin membuat Retha sedikit menggigil. Tanpa sadar Retha merapatkan pegangannya.
"Lu kedinginan Tha?" tanya Bian.
"I...iyaa An. Dii.. ngin Bangeet" balas Retha gemetar.
Bian menghentikan motornya sejenak. Melepas jaket tebalnya dan memberikannya pada Retha.
"Pakai ini. Biar nggak kedinginan." ujar Bian
"Nggak An. Ntar.. kamu masuk angin. Ini pegunungan loh An. Aku.. nggak apa kok." tolak Retha
"Udah pake aja. Gue kan cowok. Udah biasa. Lu pake sekarang. Ntar kita ketinggalan loh." ujar Bian
Retha memakai jaket yang diberikan Bian. 'Hangat' pikirnya. Aroma segar tercium di hidungnya. Parfum Bian. Tanpa sadar, Retha memeluk Bian. Berusaha membagi hangatnya jaket yang dia pake dengan Bian. Bian yang merasa dipeluk erat, ikut menggenggam telapak tangan Retha. Retha pun terlelap.
Bian yang tau Retha tertidur mengurangi laju kendaraannya.
Hampir dua jam Bian mengendarai motor dengan satu tangan. Tangan kirinya memegang erat tangan Retha yang pulas di bahunya. Tanpa memperdulikan dirinya yang kedinginan, Bian berusaha mengikuti Danu dan Rahma. Akhirnya mereka berhenti di Terminal bejen, sub terminal kecil di Karanganyar karena teman-teman yang naik bus turun disana.
Rahma menatap heran Retha yang sama sekali tak bergerak di punggung Bian. Segera dia turun dan menghampiri Bian.
"An, dia kenapa? Ni bocah pingsan? Atau jangan-jangan tewas kena serangan jantung gara-gara Lu bonceng?" celoteh Rahma
Bian melebarkan matanya. "Gimana ceritanya Gue bonceng langsung mati. Lu pikir-pikir dong kalau ngomong. Ni orang tidur dari berangkat tadi. Udah nyenyak aja dia." balas Bian
Rahma cekikikan. "Oe bangun Tha. Molor mulu Lu. Lu kira punggung Bian bantal apa? Nggak kira-kira ni anak kalau mau tidur."
Retha yang kaget pun terbangun. Menguap sebentar dan menggeliat tanpa dia sadari bahwa dia masih berada di atas motor. Sontak tubuhnya limbung ke belakang dan Bruk.. Tubuh Retha jatuh ke aspal.
"Aduh,pantat Gue penyet dah ni." keluhnya
Sontak tawa teman-temannya terdengar. Begitu pula Bian yang masih ada di atas motor. Menunjukkan senyum manisnya. Bian jarang tertawa. Cenderung diam dan hanya tersenyum saat melihat kejadian yang dianggap lucu. Tidak pernah sekalipun terlihat tertawa lepas seperti yang lain.
"Hih kok pada ketawa sih. Gue jatuh juga bukannya ditolongin malah diketawaain. Nyebelin Lu pada." umpat Retha
Rahma menghampiri Retha, membantunya berdiri dan berkata, "Lagian Lu, enak-enakan tidur. Udah tau di jalan. Naik motor pula, dengan pedenya Lu ya. Untung nggak jatuh tadi di jalan. Kasihan tuh sih Bian. Asli encok tuh anak."
"Tau tuh, jangan-jangan Lu ilerin juga punggungnya." celetuk Tya
"Hmm ya sorry. Gue ketiduran. Maaf ya An, aku nyusahin kamu tadi di perjalanan." ujar Retha mengulurkan tangannya
Bian tersenyum. Menyambut tangan kecil Retha.
"Nggak apa kok. Tenang. Gue udah biasa kok boncengin orang tidur." balas Bian
Retha menunduk malu. Seketika suasana hening.
"Ini kita mesti cari kontrakan atau kos harian nih. Nggak mungkin kan kita mau survei kalau bawa barang segini banyaknya." ujar Danu membuka pembicaraan.
"He'eh bener tuh. Gue juga pegel, pengen istirahat bentar." imbuh Bian
"Jelaslah Lu capek. Orang boncengin karung beras." Olok Widya.
"Hey, udah dong bully Retha. Kasihan ni anak yatim loh. Dosa Lu ntar." bela Rahma
"Salah sendiri dianya nggak tau diri. Udah diboncengin malah tidur." balas Widya lagi
"Udah jangan bahas lagi. An, Lu ikut Gue ya cari kosan. Kalian disini mandi gih, bersihin badan. Tuh yang dari bus masih bau muntah-muntahan." Ujar Danu
"Iya Dan, Ayo. Pake motor Lu aja ya. Motor Gue kalau kepanasan suka mogok." ujar Bian
Retha dan kawan yang lain menuju mushola untuk istirahat, sholat dan membersihkan diri. Retha menatap Bian dan Danu yang menjauh. Dalam hati dia bahagia bisa sedekat itu dengan Bian untuk pertama kalinya. Tanpa sadar, dia tersenyum.
"Woy, senyum-senyum. Lu gila ya. Jangan-jangan gegara Lu jatuh tadi otak Lu konslet." Goda Rahma
"Apaan sih? Siapa juga yang senyum. Lu salah lihat kali." elak Retha
"Iya iyalah Lu senyum. Orang tadi Lu tidur, meluk Bian erat banget. Udah gitu tuh tangan dipegangin lagi ma dia. Pasti hati Lu meledak bahagia kan? Iya kan. Ngaku Lu!" balas Rahma
Retha terdiam. 'Bian megang tangan Gue. Ya Tuhan, pantes Gue nggak jatuh tadi.' batinnya
"Tuh kan. Ngelamun lagi Lu." ujar Rahma
"Enggak. Udah ah Gue mau mandi. Lengket nih badan." Kata Retha sambil berjalan ke arah kamar mandi
'Melarikan diri dia.' gumam Rahma
Sekeluarnya Retha dari kamar mandi. Langit sudah cerah. Danu dan Bian pun sudah kembali. Setelah memberi pengarahan kepada timnya, Danu pun segera menaikkan barang-barang ke atas angdes yang disewa olehnya. Karena jarak kosan cukup jauh dari terminal, mereka harus naik angdes. Retha pun kembali dibonceng Bian. Namun kali ini dia sedikit memberi jarak agar tidak terlalu menempel pada Bian. Dia khawatir, dia akan ketiduran lagi.
Jalanan menuju kos sangat asri. Ladang ketela dan sawah yang luas hampir terhempas di seluruh tepian jalan. Jarang ditemui rumah atau bangunan di sekitarnya. Benar-benar suasana pedesaan yang masih jauh dari keramaian.
Angdes berhenti di depan jalan kecil berkerikil yang mengarah ke kos mereka. Retha pun turun dan ikut membawa barang dari angdes ke kos mereka. Begitu pula dengan kawan-kawan yang lain. Setelah semuanya berkumpul, Danu membuka pintu.
Rumah itu seperti bangunan tua dengan atap rendah dan lahan kosong yang luas. Tidak ada kamar tidur, hanya ada 2 ruangan dan penerangan lampu pijar dan beberapa stop kontak. Satu ruangan luas akan digunakan untuk tidur dan ruang di belakang sebagai dapur. Kamar mandi ada di luar rumah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!