***
Amerika, New York
"Kau!" Lisa menggemeretakkan giginya sendiri begitu melihat Farhan datang membuka pintu apartemen.
Gadis itu berjalan dengan langkah gontai, menghampiri pria yang sedang melepas sepatu di depan pintu.
Aroma alkohol dari bibir Lisa sangat pekat begitu gadis itu mendekati pria yang bernama Farhan. Tanpa menunggu waktu lama, Farhan langsung menutup hidungnya dengan wajah emosi.
Berani sekali pembantu sialan ini mabuk di apartemenku, pikir Farhan saat itu.
Farhan menyempatkan diri mengedarkan pandangannya, lalu mendapati seluruh ruang tamu yang porak panda. Pria itu semakin naik pitam dengan kelancangan pembantunya—Lisa. Kepalanya mendadak berdenyut ngilu ketika melihat kekacauan yang terjadi di rumahnya sendiri.
Masih dengan perasaan sedikit kesal, pria itu langsung memfokuskan pandangannya pada Lisa yang sudah berdiri di depannya dengan jarak lima puluh centi. Kepala gadis itu nyaris membentur dada bidang Farhan.
Dengan penuh keberanian, Lisa mencengkeram kedua kerah baju Farhan. Sorot matanya menikuk tajam, seolah ingin memakan tubuh tegap tinggi Farhan bulat-bulat.
"Kau pria misophobia sialan! Tidak bisakah kau berhenti memperdayaku, hah?" Lisa berhenti sejenak, mengatur nafasnya yang tersengal-sengal.
"Tiga tahun aku menjadi pembantumu, tapi apa yang aku dapat, hah? Jangankan bersikap baik padaku, menghargaiku saja tidak!" Gadis itu semakin naik pitam. "Kalau tidak ingat tugas rumah yang kau berikan, aku lebih baik tinggal di asrama. Memangnya kau pikir tidak capek setiap minggu pulang dari Cambridge ke New York?"
Farhan hanya diam memperhatikan tingkah Lisa yang terkesan menggemaskan sekaligus menyebalkan.
Aku akan memaafkanmu besok pagi. Anggap ini hadiah untukmu karena telah meluangkan waktu tiga tahunmu untuk mengurusku, gumamnya dalam hati.
"Hei, Ya! Farhan,"teriak Lisa tepat di wajah Farhan. Pria itu sedikit melangkah mundur, menghindari bau alkohol yang terasa pekat menusuk bulu-bulu hidungnya.
"Hanya karena aku lupa membeli selai srawberry, kau memarahiku habis-habisan. Menceramahiku ini itu! Terlebih, kau bilang aku tidak becus kerja. Sialan! Apa gunanya aku tiga tahun wara-wiri di sampingmu." Lisa mengatur nafasnya kembali. Telunjuknya menuding kening Farhan dengan wajah bengis. "Dasar bujang lapuk!"
Farhan langsung mengepalkan kedua tangannya emosi. Rasanya ingin mencekik leher gadis mabuk itu sekarang juga. Kurang ajar sekali mulut gadis itu.
Lisa berbica kembali. Kali ini nada suaranya terdengar menuntut penuh emosi.
"Tidakkah kau berpikir aku sudah seperti istrimu? Setiap libur semester aku wajib pulang ke New York hanya untuk mengurusimu. Lalu dipaksa bangun pagi-pagi menyiapkan sarapan, memilihkan baju kerjamu, memakaikan dasi setiap hari, menunggu kau pulang untuk menyiapkan air hangat, bahkan aku dilarang tidur sebelum kau pulang. Apa kau tidak ingin berterima kasih sedikit pun padaku?" Amarah Lisa semakin menggebu-gebu, dosis dari efek mabuknya sudah mencapai puncak tertinggi.
Farhan mencoba diam, mencerna segala ucapan Lisa. Benar yang dikatakan Lisa. Gadis itu memang tidak selayaknya pembantu pada umumnya. Tugas Lisa jauh lebih berat dari seorang pembantu. Namun Farhan merasa bahwa apa yang gadis itu dapatkan nantinya akan setimpal dengan pengorbanannya. Tanpa sepengetahuan Lisa, Farhan sudah berusaha keras membantu gadis terbuang itu untuk merebut kembali harta warisan yang direbut paman dan bibinya. Yaitu perusahaan yang di bangun almarhum ayah Lisa.
"Apa maumu?" pertanyaan singkat dan logis keluar dari mulut Farhan. Ia tidak ingin terlalu meladeni gadis mabuk. Tidak berguna dan tidak ada untungnya sama sekali untuk kelangsungan hidup Farhan.
"Heuh." Memicingkan mata, sinis. "Kalau aku ingin keluar dari penjara ini, apa kau bisa mengabulkannya? Wahai tuan Farhan yang berharga!"
"Jangan mimpi!" Farhan melepas cengkraman Lisa di kerah bajunya, lantas berjalan menuju kamarnya sendiri.
"Ya, Farhan! Hentikan langkahmu. Aku belum selesai bicara."
Gadis yang sudah seratur persen mabuk itu segera menyusul Farhan dengan susah payah. Kepalanya terasa berat untuk diajak berjalan.
Lisa ikut masuk ke kamar Farhan tanpa perimisi. Membuat si pemilik kamar bingung harus berbuat apa. Meski tidak pernah memiliki perasaan cinta, Farhan tetap pria normal yang mungkin saja bisa hilaf.
"Berani sekali kau masuk ke dalam kamarku!" bentak Farhan geram, pria itu menoleh ke belakang, menatap Lisa yang limbung dan menyandarkan tubuhnya di depan pintu.
"Kenapa? Apa kau takut aku akan menyentuh tubuh berhargamu." Berdecih setelahnya. "Aku tahu kau adalah seorang pria penderita impoten! kalau tidak begitu, bagaimana mana mungkin kau tidak menikah di usia setua ini?"
Farhan mendudukan tubuhnya di samping ranjang melepas jas dan menarik paksa dasinya.
"Katakan saja apa yang ingin kau katakan, lalu segera pergi dari kamarku," ucap Farhan dengan gaya arogan.
Lantas ia menyalakan rekaman pada ponselnya. Membuat bukti untuk menghukum Lisa besok pagi.
***
Berikan kesan pertama kalian dalam bentuk like dan komentar.
Byurrrr!
Lisa menyiram wajah Farhan dengan segelas air putih yang ia sambar di atas nakas. Menimbulkan efek gelagepan dan hati Farhan yang semakin murka. Meraup bekas air yang ada di wajahnya, Farhan merebut dan melempar gelas itu ke arah tembok. Membuat gadis yang ada di depan Farhan ketakutan dengan balasan perlakuan Farhan.
"Beraninya kau!" bentak Farhan menggila. "Apa kau sudah lupa siapa aku?"
"Ya, aku tahu siapa kamu. Kau orang yang pernah tidak sengaja kuracuni dengan obat warung. Lalu menghukumku seenaknya jidatmu. Kau pria jahat dan kejam yang selalu gila kedisplinan!"
"Huhh," desah Farhan frustasi. Berhadapan dengan wanita mabuk ternyata semengerikan ini. Ia pikir hanya Jennie satu-satunya wanita yang mampu meluluhlantahkan dunianya. Ternyata ada satu spesies lagi. Yang tidak pernah dianggap penting dan tak tampak di mata Farhan selama ini.
Brughhh!
Lisa menjatuhkan tubuhnya di bawah kaki Farhan. Gadis itu menunduk dan mulai menangis. Entah drama apalagi yang hendak ia perankan.
"Kenapa lagi kau?" Farhan semakin tidak mengerti. Ia sudah bersiap-siap merekam semua umpatan Lisa, namun di luar dugaan gadis itu malah menangis tanpa sebab.
"Apa nasibku hanya sebatas ini, hikss. Hidupku selalu berada di bawah perintah orang berkuasa. Selalu ditindas dan dihakimi sesuka hati mereka. Apa tidak ada cahaya setitikpun untuk gadis yatim piatu sepertiku?"
Lisa mendongak dengar raut wajah yang mengiba. Menurunkan amara Farhan yang tadinya berada di level sepuluh. Kata yatim piatu terlalu menusuk untuk Farhan. Apalagi ada imbuh gadis terbuang. Membuat Farhan merasa memiliki nasib yang sama dengan gadis itu.
"Apa tidak ada manusia yang bisa mencintaiku dengan tulus?"
Mungkin ada, tapi bukan Farhan pastinya. Begitulah otak Farhan menanggapi perkataan Lisa.
"Bangunlah! Bersikap menyedihkan tidak akan mampu membuat seseorang menjadi sukses."
Lisa bergeming, seolah perkataan Farhan dianggap tiupan angin yang berlalu begitu saja.
Mendesah berat, Farhan ingin mencakar tembok ketika menghadai situasi macam ini. Ia paling tidak suka menghadapi gadis yang menangis. Selain Jennie, tidak pernah ada gadis yang pernah menangis dihadapan Farhan sebelumnya.
"Bangunlah, kau masih terlalu kecil untuk mengerti kerasnya hidup. Suatu saat, kau akan tahu kenapa aku memperlakukanmu dengan keras. Aku akan berusaha membantumu untuk mendapatkan hakmu. Setidaknya, pelayanan yang kau berikan untukku akan setimpal dengan apa yang kukembalikan nanti. " Farhan mendudukkan dirinya di kasur.
Sementara Lisa masih terpuruk dalam kepala yang terus menunduk. Tentunya gadis itu tidak akan mengerti dengan penjelasan panjang lebar yang diucapkan Farhan. Apalagi ia dalam pengaruh alkohol yang sangat kuat.
"Bedebah!" teriak Lisa sekuat tenaga. Dalam sekejap, tempramen gadis kembali naik. Mata tajam Lisa menyoroti Farhan penuh kebencian. "Aku benci manusia arogant sepertimu, Tuan Farhan!"
"Jika kau tidak suka denganku, mengapa kau selalu bersikap patuh seperti kucing? Selai strawberry bukanlah hal yang penting untukku, tapi itu sangat penting bagimu. Aku sedang mengajarkan sebuah kedisiplinan dan ketelitian padamu. Jika mengerjakan tugas rumahan seperti itu saja kau tidak bisa, bagaimana mungkin kau akan bertahan dalam mengurus perusahaan nantinya? Ketelitian dan kedisiplinan adalah hal yang utama, wahai gadis kecil!"
Ah, Farhan memijit pelipisnya yang terasa pusing. Harus ia apakan gadis mabuk ini. Keadaan Lisa sama sekali tidak nyaman dipandang oleh mata laki-laki single sepertinya. Rambut acak-acakkan, pakaian yang terbuka dan jiwa yang lemah tentunya. Jika pria yang melihat keadaan Lisa bukanlah Farhan, gadis itu akan habis malam ini juga.
Mata Farhan beralih pada telepon rumah di yang bertengger di atas nakas. Pria itu berjalan pelan. Meraih gagang telepon dan mulai menghubungi sekertaris perempuannya.
"Hallo, Kat! Bisakah kamu ke apartemenku sebentar? Aku butuh ban—"
Bugh!
Sebuah benda keras menghantam bagian kepala belakang Farhan. Pria itu mengaduh kesakitan, gagang telepon di tangangannya jatuh dan sambungannya terputus.
"Gadis gila!" teriak Farhan menggila murka. Kepalanya semakin pusing akibat pukulan keras yang Lisa lakukan.
Apakah ini yang disebut karma? Farhan memang sering memukuli anak buahnya jika mereka salah. Tapi yang dipukul adalah seroang laki-laki. Mengapa karma itu harus datang dari perempuan?
Mata Farhan melirik tangan Lisa, si gadis sialan itu ternyata memukul Farhan dengan tongkat base ball yang terpajang di sudut kamar Farhan.
"Aku benci kamu, Farhan! Kau terlalu semena-mena menindasku. Bahkan, kau melarangku untuk berpcaran dengan orang yang aku anggap lebih baik darimu. Cih, bodohnya saat itu aku berpikir bahwa kau melarang karena menyukaiku. Nyatanya, aku menemukan fakta bahwa Tuan Farhan yang berharga tidak pernah menyukai wanita."
"Cinta adalah sesuatu yang membuat seseorang menjadi lemah, maka dari itu aku melarangmu memiliki hubungan sebelum tujuanku dalam mendidikmu tercapai. Apa kau mengerti?"
"Ya, aku mengerti!" Kali ini Lisa menjawab nasihat Farhan dengan benar dan tegas. "Maka dari itu aku lemah, lemah terhadapmu."
Deg. Jantung Farha nyaris lompat dari tempatnya. Apa ini yang di namakan sebuah pengakuan cinta? Tapi Farhan sama sekali tidak paham dengan ciri-ciri orang yang jatuh cinta. Selain menurut, tidak ada tanda-tanda bahwa Lisa mencintai Farhan. Gadis itu selalu bersikap selayaknya atasan dan bawahan. Tidak pernah lebih dari itu.
Kecuali hari ini, di saat ia mabuk dan tidak dapat mengontrol dirinya.
***
Jangan lupa komen dan like ya, biar aku makin semangat nulisnya.... 😍😍
"Akhp!" Lisa menutup mulutnya tidak percaya. Gadis itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling, lalu matanya berhenti pada satu titik. Di mana ada pria yang sedang tidur di sampingnya dengan keadaan bertelanjang dada.
"Ya Tuhan, apa yang telah terjadi?" Teriakan Lisa menggema nyaring di ruangan itu. Membuat sosok pria lelah yang ada di sampingnya merasa terganggu.
"Tuan ... apa yang kau lakukan padaku, Tuan?" Lisa menggoyang-goyangkan tubuh Farhan. Menunggu sebuah konfirmasi dari si pemilik tubuh kekar yang masih terpejam.
"Eugh," desah Farhan sedikit terkejut. Pria itu mengerjap-ngerjapkan matanya yang masih terasa rapat.
"Tuan apa yang kau lakukan padaku?"
Tanpa pikir panjang, Lisa menubruk tubuh Farhan yang belum sempurna terjaga. Gadis itu merengek seperti anak kecil minta permen.
"Tuan, aku tidak menyangka kita bisa seperti ini. Maafkan aku Tuan, semalang aku terlalu pusing, hingga aku memutuskan untuk membeli sebotol anggur dan mencobanya. Tuan, meskipun aku tidak cantik, tidak menarik apalagi anggun, setidak aku masih suci sebelum kau renggut keperawananku. Kau harus bertanggung jawab, Tuan. Ayo kita menikah sekarang juga."
"Ehemmm!" Farhan berdeham keras. Pelukan Lisa terasa mengusik sesuatu yang harusnya masih aman di dalam sangkarnya.
"Tuan, apa kau tega melihat keadaanku seperti ini? Aku tidak punya siapa-siapa. Kesucianku direnggut. Bagaimana aku bisa menjalani hidup, Tuan?"
"Lisa!" Nada suara Farhan sedikit meninggi.
"Jangan salah paham dulu! Lepaskan tanganmu dari tubuhku, aku tidak nyaman jika menjelaskan dengan posisi seperti ini."
"Eh!" Lisa langsung melepas pelukannya dari tubuh Farhan. Gadis itu menatap Farhan dengan takut-takut. Ada rona merah di pipinya saat melihat tubuh berharga Farhan yang menusuk-nusuk mata Lisa. Terlihat indah, kekar, dan juga bentuknya kotak-kotak persis roti sobek. Oh, apakah Lisa telah berhasil menikmati tubuh itu semalam.
"Kenapa kau begitu yakin kita melakukan apa-apa? Bukankah kau sendiri yang mengatakan bahwan aku misophobia impotent?"
Astaga! Lisa mendadak tertusuk pedang panjang seorang kapiten. Bulu-bulunya meremang—ngeri. Apa yang terjadi dengan Lisa semalam? Apa Lisa telah membuat kekacauan yang sangat fatal? Pikiran Lisa tidak karuan saat ini.
"Tuan, maafkan saya. Saya sungguh tidak mengerti dengan apa yang Tuan katakan."
"Cih!" Farhan berdecih sinis. "Jika kau berani mabuk sekali lagi, aku akan memenjarakanmu, Lisa!" gertak Farhan emosi.
"Tunggu dulu, Tuan. Saya masih belum mendapatkan jawaban. Apakah artinya semalam kita tidak melakukan itu-itu?" Kedua jari telunjuk Lisa saling menyatu—menunjukkan tanda 'itu' yang ada di pikirannya.
"Bagaimana mungkin, Lisa? Kau sudah mengklaim bahwa aku seorang pria impotent. Mana ada impotent yang bisa melakukan hal seperti itu?"
Plak! Lisa memukul bibirnya sendiri. Matilah aku, apa sebenarnya yang telah terjadi denganku semalam? Kenapa firasatku tidak enak begini?
Setelah memutar otaknya, Lisa berkata kembali, "Tapi kenapa saya bisa tidur di kamar Anda,Tuan?"
"Saat aku tidur semalam, kau muntah di bajuku. Aku sudah tidur pada saat itu, jadi hanya reflek membuka baju dan tidur lagi. Jangan berpikir aneh-aneh, aku tidak mungkin menyentuhmu."
Yah, kenapa tidak menyentuh? Apa aku terlalu tidak menarik di matanya? Ini sama sekali tidak sesuai dengan skenario yang sering aku baca di komik 21+, gerutu Lisa di dalam hati.
Semenjak Farhan menyuruh Lisa menjauh pacarnya, Lisa merasa bahwa Farhan menaruh perasaan padanya. Lisa semakin terpana akan pesona Farhan. Apalagi sikap Farhan yang selalu tegas dalam mendidik Lisa. Tanpa ia sadari benih-benih rasa yang belum jelas itu datang. Ada setitik harapan di hati Lisa—bahwa orang yang ada di hadapannya juga memiliki perasaan padanya. Meski itu sepertinya mustahil. Karena baru-baru ini Lisa mendengar bahwa Farhan tidak memiliki skandal percintaan dengan wanita manapun. Bahkan ia memiliki Katy dan Rico yang selalu menyingkirkan penggemar gilanya. Apalah arti sebuah Lisa di mata Farhan, hanya semut yang tak terlihat dari atas helikopter.
"Maaf Tuan, aku pikir Tuan tidak pulang. Jadi aku menghabiskan malam minggu kelabuku dengan mabuk di rumah sendirian. Toh Anda melarangku pacaran," pancing Lisa jujur apa adanya.
"Aku melarangmu pacaran karena untuk kebaikanmu. Tidak ada maksud lain. Kau sudah kuanggap seperti anakku sendiri."
Anak? Mengapa aku sangat sakit mendengar itu, Tuan. Siapa yang mau menjadi anakmu? Aku tidak sudi. Jika kau ingin anak kita bisa membuatnya bersama, Tuan.
"Ah, mengenai yang semalam... aku masih memikirkan hukuman yang pas untukmu. Selain itu, aku juga akan menuntutmu atas semua umpatan dan tuduhanmu."
"Huaaaa ... Tuan, kau jahat sekali."
"Mulutmu jauh lebih jahat, Lisa."
"Tuan, mengenai apa yang aku katakan semalam. Itu hanyalah salam paham. Apa tidak bisa dimaafkan? Baiklah, aku akan menerima hukuman apapun darimu. Asal jangan di masukkan ke dalam penjara."
Farhan nampak berpikir keras sebelum menjawab. "Hanya ada satu hukuman untukmu, Lisa."
"Apa Tuan? Katakanlah."
"Mati di tanganku."
"Huahh." Lisa semakin menjerit heboh. "Aku benar-benar minta maaf, Tuan. Tolong bebaskan aku untuk kali ini saja. Aku mohon ampun, Tuan.
"Tidak semudah itu, kesalahanmu kali ini terlalu banyak untuk dimaafkan. Bahkan aku bingung harus mulai menghitung dosamu dari mana."
Farhan menyandarkan tubuhnya di sandaran ranjang. Menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.
Pria Miso ini benar-benar menakutkan. Apa kau adalah titisan dewa maut, Tuan?
Hening sesaat. Ada sekitar dua menit Lisa terperangkap dalam situasi penuh kecanggungan.
"Tuan," panggil Lisa sekali lagi. "Lagian itu hanyalah omongan dari gadis polos yang sedang ngambek. Apapun yang aku katakan semalam, anggap saja hanya angin yang berlalu."
"Ah, maksudmu tentang penghinaanmu padaku? Impotent?" tegas Farhan dengan kernyitan mengerikan di dahinya. Bibirnya menyungging sinis bersamaan dengan alis yang dinaikkan satu.
"Maaf, Tuan. Aku tidak bermaksud menghinamu seperti itu. Tapi jika yang kukatakan ada benarnya, aku bisa membantumu, Tuan. Aku memiliki kenalan dokter spesialis kelaamin. Aku yakin impotentmu akan sembuh."
Mendengar itu, Farhan langsung naik pitam seketika. Ada kumpulan asap fatamorgana yang mengepul di otaknya saat ini.
"Kenapa tidak kamu saja yang mengobati. Ayo kita obati sekarang? Habis itu kau akan mati dengan tenang di tanganku. Sudah lama juga aku tidak mengotori tanganku. Jangan berharap aku akan bertanghung jawab, aku bukan orang seperti itu."
"Tu ... tuan," lirih Lisa ketakutan.
Farhan mencengkeram kedua tangan Lisa—kuat. Memposisikan tubuhnya di atas Lisa dengan gaya terhoror sedunia. Yang tentunya ia hanya ingin menggertak untuk melihat sejauh mana keberanian gadis itu.
"Tuan, jangan begini. Aku takut." Farhan terlihat antusias dan tidak peduli.
"Ampun, Tuan."
Lisa mencari-cari di mana keberaniannya berada. Baru tadi ia mengharapkan ada adegan itu-itu pada malam hari. Namun, paginya ia ketakutan sendiri dengan aksi Farhan. Membuktikan bahwa yang ada di pikirannya hanyalah keinginan palsu. Buktinya ia ketakutan sekarang.
Tubuh Lisa gemetar hebat. Keringat sebiji jagung membasahi pelipis hingga menetes ke ujung rambut. Ia sudah pernah melihat bagaimana Farhan marah pada sekertarisnya, Rico. Pria itu tidak suka kesalahan. Itulah yang Lisa pahami dari Farhan, ia tak segan-segan menyakiti orang lain jika pekerjaan mereka dalam masalah.
"Cincin itu?" Tiba-tiba Farhan menghentikan aksi menakut-nakuti Lisa saat melihat cincin yang melekat di jari manis gadis itu.
"Cincin?" Lisa langsung bangun ketika mendapat posisi aman. Gadis itu berguling hingga menjatuhkan tubuhnya ke atas lantai. Sementara Farhan masih di atas kasur mengatur nafasnya yang naik turun belum teratur.
"Kenapa kau memakai cincin itu di jari manismu?"
Bengong sesaat, Lisa mendadak bingung dengan perubahan ekspresi Farhan dari gaya macan menjadi kucing. "Ah, karena ini yang paling cocok. Tadinya ada di tengah, tapi sudah tidak muat lagi."
"Kenapa tidak di buang saja?"
Lisa menatap Farhan—bingung. Gadis itu bangun dari duduknya, memposisikan tubuhnya berdiri dengan jarak lima meter dari jangkauan Farhan.
"Bukankah di dalam cincin ini ada alat pelacak? Tuan yang menyuruhku memakainya terus, bukan?"
Alat pelacak? Ck. Padahal itu hanya akal-akalan Farhan agar Lisa tidak salah mengartikan. Farhan ingin memberi hadiah ulang tahun untuk Lisa, namun ia gengsi. Jadilah sebuah alasan tidak masuk yang membuat Lisa percaya hingga detik ini.
"Oh, aku lupa," jawab Farhan pura-pura.
Ia memang tidak pernah memperhatikan Lisa dengan detail. Tidak penting bagi Farhan.
"Eum, Tuan. Saya akan buatkan sarapan untukmu. Permisisi."
Lisa berlarik menuju pintu secepat kilat.
"Hei, tunggu! Kenapa kau ketakutan seperti itu?" Farhan menatap Lisa aneh.
"Saya tidak takut hanya saja saya merasa canggung dan tidak nyaman."
"Kenapa?" tanya Farhan.
"Itu Tuan!" Lisa menunjuk selimut yang tersingkap. "Mata saya tidak nyaman dengan boxer spongebob yang Tuan kenakan."
"Uhukk!" Farhan terbatuk—malu. "Keluar kau dari kamarku!" bentaknya kemudian. Lisa langsung gelagepan dan segera memutar kenop pintu. Lalu menghilang setelah ada bunyi pertanda pintu ditutup.
Ah, sial. Kenapa dia harus melihat yang satu ini? Farhan menggeram dalam rasa malu.
***
Hoam, kasih komen yang baik-baik ya... biar mood aku buat ngelawak balik lagi. Jujur aku kehilangan humorku.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!