NovelToon NovelToon

Air Mata Pengantin Pengganti

Bab 1

Janur kuning melengkung di depan gerbang masuk komplek perumahan asri. Pesta pernikahan akan segera dilangsungkan dalam hitungan menit. Tamu sudah berdatangan dan memenuhi kursi kursi yang ditata rapi dibawah tenda megah itu. Sebentar lagi akad nikah akan segera diucapkan oleh mempelai pria yang kini duduk dengan tenang di hadapan penghulu dan calon mertuanya.

"Apa pengantin wanitanya sudah siap?" Tanya penghulu itu berbisik pada Satria, selaku Ayah dari mempelai wanita.

"Sebentar lagi, pak Penghulu." Bisiknya.

Ada kecemasan diwajah Satria. Tapi, dia menyembunyikan kecemasannya itu karena, dia tidak ingin ada kegaduhan lain yang akan terjadi. Cukup dengan kaburnya Febi si pengantin yang tidak diketahui siapapun termasuk mempelai pria sendiri. Febi kabur beberapa menit yang lalu sebelum mempelai pria tiba bersama rombongan keluarganya.

Satria sempat emosi dan hampir membatalkan pernikahan ini. Tapi, Fita istrinya, menawarkan ide gila lainnya agar pernikahan ini tetap dilangsungkan.

"Mempelai wanita menuju pelaminan." Ucap Mc yang menatap kagum pada pengantin wanita yang sedang menuruni anak tangga menuju pelaminan.

Gaun putih menjulur panjang. Hijab putihnya pun menjulur panjang menutupi dadanya. Dikepalanya dihiasi dengan mahkota putih yang terbuat dari permata. Tidak lupa, wajahnya berlapis kain cadar, sehingga yang tampak hanya sedikit kening dan matanya saja.

Semua mata tertuju pada pengantin wanita nan cantik itu. Kemudian mereka berbisik heran, karena seharusnya pengantinnya bukanlah wanita bercadar, akan tetapi gadis cantik nan seksi. Keluarga pengantin pria pun sempat ingin protes, tapi tertahan saat pengantin pria menatap tajam kearah mereka. Itu bagaikan isyarat, bahwa pengantin pria tidak masalah jika harus menikahi wanita bercadar itu.

"Baiklah, pak Penghulu bisa langsung memulai acara akad nikah." Ucap MC.

Lalu, dengan segera setelah membaca Bismillah, Penghulu mulai memimpin lafaz akad nikah yang akan diucapkan oleh mempelai pria. Sedikit kesalahan terjadi saat penghulu menyebutkan nama pengantin wanita. Wajar, karena terjadi pergantian pengantin secara mendadak.

Meski begitu, Rafa Aditya Pratama berhasil melafazkan akad nikah dalam sekali saja. Dan setelah semua saksi mengatakan kata 'sah' maka pernikahannya dengan wanita bercadar itu berhasil.

Doa pun dilantunkan oleh penghulu dengan sangat khidmat. Kemudian pengantin wanita dibawa untuk diarahkan di kursi samping pria yang sudah sah menjadi suaminya itu.

Mereka akan menandatangani buku nikah yang dimana foto dan nama di dalam buku nikah itu ternyata nama Febi, calon pengantin yang tiba tiba menghilang tanpa alasan dan kejelasan sama sekali.

"Sepertinya buku nikah ini belum bisa ditanda tangani. Baiknya, dek Rafa mengirim ulang data yang diperlukan untuk mencetak buku nikah, jangan lupa sertakan juga data istrinya." Bisik pak Penghulu pada Rafa dan Cinta.

Cinta mengangguk paham. Tapi, Rafa malah tampak kesal. Rasa kesal itu tertuju pada Febi yang berani mempermainkannya.

"Salim suaminya, Mbak!" Saran abang photographer yang langsung di iya kan oleh Cinta tanpa bertanya dulu pada suaminya.

Cinta pun mencium punggung tangan Rafa Lalu, mereka berphoto dengan menampakkan cincin yang kini sudah melingkar dijari manis keduanya.

Usai akad nikah. Kedua mempelai pun kembali ke pelaminan untuk menyambut tamu yang datang memberi ucapan selamat.

"Siapa kamu?" Bisik Rafa dengan suara beratnya.

Hal itu membuat wanita bercadar itu merinding. Dia tidak menoleh sama sekali. Yang dia lakukan hanya menundukkan pandangannya menatap bagian bawah gaunnya yang menyapu lantai.

"Saya bicara sama kamu. Siapa kamu sebenarnya? Mana calon pengantin saya?" Sambungnya berbisik dengan suara yang lebih menakutkan bagi wanita bercadar itu.

"Sa-saya Cinta, sepupu Febi." Ucapnya terbata dengan suara tertahan.

Rafa membolakan matanya saat mendengar pengakuan Cinta. Dia terpancing emosi, hampir saja Rafa meraih pergelangan tangan Cinta andai saja tamu tidak datang mendekat pada saat itu.

"Selamat ya Cinta. Semoga ini menjadi pernikahan terakhirmu." Ucap tetangganya itu sambil memeluk erat tubuh Cinta.

Rafa mendengar ucapan pernikahan terakhir itu merasa ada yang ambigu dengan kata-kata itu.

"Pernikahan terakhir? Maksudnya apa? Atau jangan-jangan wanita ini sudah pernah menikah sebelumnya? Oh my God. Beraninya mereka membohongiku. Beraninya mereka?!" Gertaknya dalam hati.

Bibirnya terus tersenyum menyambut tamu yang bergantian memberi selamat, sehingga tidak ada yang tahu hatinya kini berapi-api menahan luapan amarahnya. Rafa tidak sabar ingin segera mengakhiri acara ini. Lalu, mencari Satria dan Fita untuk menjelaskan semua kekacauan ini. Namun, tanpa Rafa tahu, kedua orangtuanya sudah lebih dulu bicara dengan Satria dan Fita.

Mereka sangat kesal dan marah karena kejadian ini. Tapi, Satria dan Fita berjanji kalau mereka tidak menuntut apapun dari pernikahan ini. Jikalau pun, Rafa ingin mengakhiri pernikahan ini setelah usai acara pesta ini pun mereka akan siap menerima konsekuensinya.

Yang mereka pikirkan saat ini hanya keselamatan muka mereka dari pandangan masyarakat, jika sampai pernikahan ini gagal.

Satu jam…

Dua jam…

Tiga jam…

Empat jam...

Akhirnya, acara pun selesai. Semua tamu sudah pulang. Kini tertinggal keluarga terdekat kedua pengantin. Mereka masih asik mengobrol. Sedangkan Rafa yang sudah tidak tahan dengan stelan jas yang membuatnya gerah menghampiri Cinta yang masih duduk diam di pelaminan.

"Apa kamu menunggu Malaikat Maut menjemputmu?" Bisik Rafa ditelinga Cinta.

Cinta yang tadinya melamun pun, akhirnya tersadar. Segera dia berdiri dan menggelengkan kepalanya.

"Dimana kamar pengantinnya. Saya gerah dan ingin mandi." Tegasnya.

Tanpa memberi aba-aba Cinta langsung melangkah menuju kamarnya. Karena Rafa pria yang pintar, dia ikut mengekor di belakang Cinta. Begitu tiba di depan tangga, Cinta malah berbelok ke belakang tangga dan menghilang di sana. Rafa bingung, tapi tetap mengikuti Cinta.

Tidak ada yang menyadari kepergian pasangan pengantin baru itu. Mereka terlalu asik membahas kelanjutan permasalahan menghilangnya Febi secara tiba-tiba.

Kini Cinta berdiri didepan pintu kamarnya. Pintunya sudah terbuka. Dia mempersilahkan Rafa masuk.

"Tempat apa ini?" Tanya Rafa bingung.

"Kamar saya. Tuan Rafa bisa mandi dan beristirahat di sini." Jelas Cinta.

Sontak saja Rafa mengerutkan keningnya yang membuat kedua alisnya nyaris bersatu, "Kamu meminta saya istirahat di kamar kecil ini?" Mulai melangkah masuk.

Matanya menatap isi kamar itu. Foto Cinta kecil bersama kedua orangtuanya tergantung di dinding. Lalu, mukenanya dilipat rapi di atas kasur kecilnya itu. Ada jam tangan yang diletakkan diatas meja samping tempat tidurnya. Diatas meja itu juga ada Qur'an.

"Ini kamar kamu?" Menatap Cinta yang masih berdiri di depan pintu kamarnya.

Dia mengangguk, dengan masih terus menundukkan pandangannya.

"Tuan silahkan mandi. Handuk bersihnya ada didalam kamar mandi." Menunjuk kearah pintu kamar mandi.

Mata Rafa mengikuti arah telunjuk Cinta. Dia menemukan pintu disebelah kirinya.

"Saya meminta untuk dibawa ke kamar pengantin. Kenapa kamu malah membawa saya ke kamar pembantu. Kamu pikir saya bodoh, hah?" Teriak Rafa sambil melangkah mendekati Cinta.

"Karena saya wanita yang Tuan nikahi, berarti sayalah pengantinnya. Dan ini kamar saya, Tuan." Ucapnya gemetar menahan takut.

Melihat Cinta gemetar ketakutan dengan memejamkan matanya. Rafa pun akhirnya meninggalkannya dan langsung menuju kamar mandi.

Cinta membuka matanya perlahan, saat mendengar suara pintu kamar mandi yang dibanting keras oleh Rafa.

"Astaghfirullah..."

Tubuhnya terduduk dilantai. Kepalanya bersandar pada bagian pintu. Air matanya menetes. Cinta mulai menangis melepas segala perasaan sesak yang sejak tadi tertahan dalam hatinya.

Bab 2

Rafa keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai handuk. Tubuh bagian atasnya yang berotot itu terlihat jelas, menandakan betapa rajinnya dia berolahraga. Matanya mencari keberadaan Cinta yang tidak terlihat dimanapun di kamar itu. Dan mata itu terhenti saat melihat piyama yang terlipat rapi diatas tempat tidur.

Tanpa pikir panjang, Rafa mengenakan piyama yang ternyata sangat pas ditubuhnya. Kemudian dia melangkah keluar dari kamar sempit itu menuju ruang tamu. Ternyata, tidak ada Cinta disana. Yang ada hanya Satria dan Fita yang menatap tersenyum kearahnya.

"Nak Rafa." Sapa mereka.

Rafa hanya tersenyum semu membalas sapaan mereka. Matanya kembali mencari sosok wanita yang baru saja dinikahinya siang tadi. "Tidak mungkin kan wanita itu kabur juga?" pikirnya.

"Nak Rafa, maafkan kami atas kekacauan ini."

Satria mulai mengoceh menjelaskan kejadian yang membuat Rafa terpaksa harus menikahi Cinta.

"Kami sudah sepakat dan berjanji pada kedua orangtua nak Rafa, bahwa kami tidak akan menuntut apapun. Termasuk tentang penggambungan perusahaan." Jelasnya.

Namun, mata Rafa sama sekali tidak menatap pada Satria. Dia menatap ke luar, dimana samar samar dia melihat Cinta sedang memungut sampah-sampah sisa pesta tadi siang.

"Cih, apa yang dia itu lakukan diluar sana?" Menunjuk kearah Cinta.

Mata Fita dan Satria ikut menoleh kearah yang ditunjuk Rafa. Sebentar mereka saling bertatapan, bingung mau mencari jawaban yang bagus untuk pertanyaan Rafa.

"Nak Rafa..." Menghampiri Rafa.

"Tidak usah pedulikan dia. Dia itu hanya pembantu di rumah ini." Jelas Fita.

Dahi Rafa berkerut mendengar perkataan Fita yang mengatakan wanita bercadar yang dinikahinya itu hanya seorang pembantu.

"Jadi, kalian meminta saya menikahi pembantu!" Seru Rafa dengan suara tinggi tertahan.

Matanya menatap tajam ke luar sana. Tapi, marah itu sungguh di arahkannya pada Satria dan Fita.

"Tidak nak Rafa. Bukan begitu maksud kami. Sebenarnya kami hanya meminta bantuan nak Rafa menikahinya supaya kami tidak jatuh didepan tamu yang semuanya merupakan rekan bisnis saya. Jika sampai pernikahan tadi digagalkan, maka kami benar-benar akan hancur." Ucap Satri sambil berlutut dihadapan Rafa.

"Nak Rafa bisa menceraikan wanita itu kapanpun. Kami tidak akan menuntut apapun." Sambung Fita yang juga ikut berlutut.

Kembali Rafa dibuat kesal oleh ucapan Satria dan Fita .

"Untuk apa kalian repot-repot membuat saya menikahinya, jika pada akhirnya kalian meminta saya menceraikannya." Ujar Rafa lirih, namun matanya masih terus menatap kearah Cinta yang saat ini sedang mengangkut kayu panjang berdua dengan Pak Gani, tukang kebun di rumah ini.

"Bukan begitu, nak Rafa. Maksudnya..."

"OMG…" Teriak Rafa sambil berlari kearah luar.

Satria dan Fita kaget, mereka segera berdiri dan memperhatikan tindakan Rafa yang diluar dugaan.

"Non Cinta tidak apa-apa?" Tanya pak Gani khawatir melihat Cinta terjatuh dan tergeletak di rumput.

"Sepertinya kaki saya keseleo, Pak." Memegangi pergelangan kakinya yang terasa sakit.

"Apa yang kamu lakukan?!" Teriak Rafa dari teras rumah.

Suara menggelegarnya membuat Cinta dan pak Gani kaget.

"Maaf tuan Rafa, non Cinta terjatuh. Mungkin kakinya keseleo." Jelas pak Gani.

Rafa melangkah mendekat, lalu dia berjongkok didekat Cinta. Diraihnya dagu Cinta yang tertutup kain cadarnya itu. Cinta terkejut, matanya menyipit tidak berani menatap Rafa.

"Tugas kamu bukan disini. Tapi, di kamar melayani saya." Bisik Rafa ditelinganya.

Lagi-lagi suara Rafa membuatnya merinding. Pak Gani yang mendengar apa yang dibisikkan Rafa, tersenyum malu-malu. "Ah iya, saya lupa. Ini kan malam pertama non Cinta sama tuan Rafa.' Batinnya.

"Sakit Tuan…" Rintih Cinta mencoba melepaskan dagunya dari cengkraman tangan Rafa.

Merasa cengkramannya terlepas, Rafa langsung berdiri. Tapi, matanya tetap menatap tajam kearah Cinta. "Berdiri..." Teriaknya lantang.

Terdengar seperti perintah seorang komandan pasukan. Hingga membuat pak Gani menahan tawanya menggelitik yang ingin segera keluar dari mulutnya.

Perlahan Cinta mencoba berdiri. Dia menumpukan semua kekuatan pada kaki kananya yang tidak sakit itu. Sementara kaki kirinya hanya menapak setengah ditahan olehnya.

"Apa Itu sangat menyakitkan?" Tanya Rafa lebih lembut dari sebelumnya.

"Tidak Tuan." Jawab Cinta berbohong.

Lalu, tanpa aba-aba Rafa menggendong tubuh Cinta.

"Tuan… apa yang Tuan lakukan. Saya masih bisa berjalan sendiri." Protesnya tanpa menggerakkan tubuhnya di dalam gendongan Rafa.

"Saya sudah tidak tahan, kita harus segera tiba di kamar." Bisiknya dengan suara sedikit menggoda.

Cinta terdiam, dia merinding mendengar perkataan Rafa. Wajahnya mungkin juga memerah dibalik cadarnya. Sayangnya Rafa tidak melihat raut wajah malu-malu dari istrinya itu.

Begitu tiba di kamar, Rafa langsung membanting tubuh Cinta keatas kasur. Cinta sedikit menggeram, karena kakinya yang keseleo tadi terasa sakit. Saat Cinta masih bergelut dengan rasa sakitnya, Rafa sudah naik keatas kasur sempit itu.

"Apa yang mau Tuan lakukan?" Tanya Cinta gugup.

Bukan tidak tahu apa yang akan dilakukan Rafa padanya. Cinta tidak sepolos itu. Dia wanita yang sudah pernah menikah sebelumnya. Hanya saja, dia bertanya karena tidak yakin seorang Rafa akan menyentuhnya yang hanya wanita tanpa apa-apa.

"Apa lagi sayang… ini malam pertama kita." wajah Rafa semakin mendekat kewajahnya.

"Maaf Tuan, tapi saya tidak bisa…" Cinta memalingkan wajahnya.

Rafa segera menarik dagu Cinta agar wajah itu kembali menatapnya.

"Bukankah menolak perintah suami itu berdosa?" Tanya Rafa sambil menyentuh bagian wajah Cinta yang tidak tertutup cadarnya.

"Bukan begitu Tuan, tapi…"

Belum selesai Cinta menjelaskan alasannya menolak melakukan itu, Rafa sudah menciumi kening dan pelupuk matanya. Tangannya mulai meraba masuk kedalam kain cadarnya.

"Ya Allah… tolong jangan lakukan ini Tuan…" Ucap Cinta memohon dan mencoba berontak dengan mendorong wajah Rafa yang kini mulai mencium lehernya dari balik lapisan jilbabnya.

"Tuan… jangan..." Teriak Cinta tertahan.

Matanya membelalak kaget saat dirasa tangan Rafa sudah berhasil membuka kancing depan gamisnya.

"Tuan saya sedang menstruasi." Teriaknya menegaskan.

Ciuman Rafa yang sesekali sudah menyentuh dagu Cinta secara langsung karena kain cadarnya yang tersingkap, terpaksa dihentikannya. Tangannya yang sebentar lagi menyentuh bagian lembut di dada Cinta pun terpaksa ditariknya keluar.

"Huh!"

Rafa merebahkan tubuhnya kesamping. Cinta langsung duduk menjuntaikan kakinya dari atas tempat tidur kecilnya itu.

"Maafkan saya Tuan…" Ucapnya sambil merapikan jilbab dan gamisnya.

"Saya tidur dikasur ini. Saya lelah." Menutup matanya dengan pergelangan tangan.

Cinta berdiri, dia melangkah tertatih karena kakinya masih sakit. Diraihnya sajadah, lalu dibentangkan diatas lantai. Kemudian Cinta berbaring diatas sajadah itu. Dia mulai memejamkan matanya.

Malam itu, baik Cinta maupun Rafa terlelap dalam tidur mereka. Mungkin karena terlalu lelah sehabis melaksanakan pesta pernikahan yang dihadiri hampir seribu undangan.

Cinta tidur beralaskan sajadah tanpa selimut. Cukup pakaian syar'inya yang menjadi selimut. Tangan dan kakinya juga tidak akan merasakan dingin, sebab terbungkus kaos kaki dan hand shock.

Tapi, sepertinya Rafa tidak nyaman berbaring di kasur yang lebih pendek dari kakinya. Lalu, bantal yang hanya satu dikepalanya juga tidak membuatnya nyaman. Dia terbiasa tidur dengan dua bantal di kepala dan satu guling untuk dipeluknya.

Tidak jarang dia mengganti posisi tidurnya. Namun, karena rasa lelah yang teramat sangat membuatnya tertidur pulas. Sedangkan Cinta, dia tidur dengan nyaman dan nyenyak meski hanya berbaring diatas sajadah tipisnya.

Bab 3

Pukul 03 dini hari, Rafa terbangun karena merasa sangat kepanasan. Diliriknya meja disamping tempat tidur. Tidak ada air disana, rupanya dia kehausan.

Terpaksa dia bangkit dari tempat tidur dengan mata yang masih mengantuk.

"Kenapa dia bisa tidur dengan sangat nyama dilantai." Gumamnya sebelum meninggalkan kamar itu.

Dia melangkah menuju dapur. Dibukanya kulkas dan diambilnya satu botol air mineral. Langsung saja direguknya air itu sampai rasa hausnya terobati. Puas dengan rasa hausnya, Rafa melangkah menaiki satu persatu anak tangga. Rafa tidak mengigau, dia memang sengaja ingin tahu seperti apa keadaan dilantai atas.

Begitu tiba di lantai atas. Rafa dihadapkan dengan tiga kamar. Satu kamar terletak di ujung kanan. Sudah pasti kamar utama. Lalu, dihadapannya ada satu kamar yang terlihat seperti pintu gudang.

Kamar itu agak menjorok kedalam dari depan tangga. Pintu yang terlihat lusuh dan kusam membuat Rafa menebak, itu adalah gudang.

Dan satu kamar lagi terletak di ujung sebelah kiri. Kamar itu terlihat hangat, bercahaya dan sepertinya sering digunakan. Mungkin itu kamar Febi, wanita yang harusnya menjadi istrinya. Dan harusnya, Rafa tidur di kamar itu.

Tangan Rafa meraih ganggang pintu dan memutarnya. Pintu itu terbuka. Lampunya menyala terang. Kamar itu sangat wangi lengkap dengan dekorasi kamar pengantin. Rafa melangkah perlahan menuju tempat tidur yang dua kali lebih besar dari tempat tidur Cinta.

"Tempat tidur yang empuk." Monolognya saat menyentuh seprei dan selimut di kasur itu.

Kembali Rafa melangkah, kali ini dia memeriksa kamar mandi, yang ternyata sangat besar dan wangi. Semua peralatan mandi tertata rapi ditempatnya masing-masing. Tidak jauh beda dengan kamar mandi di rumahnya. Dia mengecek showernya, apakah berfungsi dengan baik atau tidak. Rupanya masih berfungsi dengan baik. Dia juga mencoba suhu air hangatnya. Lalu, mengisi bathtub itu dengan air hangat.

Setelah selesai mengisi air hangat, Rafa kembali ke tempat tidur. Dia duduk dipinggirnya dengan menjuntaikan kaki. Kini matanya menatap foto Febi yang terpampang besar di dinding.

"Sangat cantik." Gumamnya.

Rafa mendekat pada foto itu. Dibelainya wajah Febi yang dalam foto itu.

"Wajar saja kamu kabur. Tubuh dan wajahmu akan sangat sia-sia jika harus menikah. Aku tahu, dunia permodelan adalah hobi kamu, Febi." Ucapnya menatap tajam mata Febi dalam foto itu.

"Hhuuaaahhh... lebih baik aku tidur disini menjelang siang datang." Merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur yang empuk itu.

Satu jam…

Dua jam…

Cinta terbangun. Betapa kagetnya dia, karena mendapati dirinya berada diatas kasur. Sedangkan Rafa sudah tidak ada disana.

"Apakah aku mengganggu tidurnya?" Gumamnya.

Tidak ingin terlalu memikirkan bagimana caranya dia bisa berada dikasurnya, Cinta segera mencuci wajahnya. Setelah selesai mencuci wajah dan berganti pakaian, Cinta langsung menuju dapur. Seperti biasa, dia akan mulai memasak, mencuci piring dan mencuci pakaian.

Tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Cinta baru saja selesai menata sarapan pagi di meja makan. Kemudian dia beralih ke belakang untuk menjemur pakaian yang sudah selesai dicucinya.

"Cinta…" Teriak Fita yang baru turun dengan sudah memakai seragam kantornya.

"Iya, Bude. Ada yang bisa saya bantu?"

Cinta menghampiri Fita yang kini sudah berada di dekat meja makan.

"Rafa mana?" Duduk di salah satu kursi meja makan.

"Tidak tahu, Bude. Sejak aku bangun, dia sudah tidak ada." Jawab Cinta jujur.

"Kok bisa? Terus kamu tidak mencarinya?"

"Aku tidak sempat mencarinya, Bude. Karena pekerjaanku saja sangat banyak." Keluhnya.

"Hhmm… selesaikan semua tugasmu. Setelah itu cari keberadaan Rafa sampai ketemu." Perintahnya.

"Baik Bude."

Cinta kembali ke belakang, menyelesaikan menjemur pakaian. Setelah selesai, Cinta melanjutkan pekerjaannya untuk berberes di lantai atas. Termasuk kamar Febi, Pakde dan Bude.

Begitu tiba di depan kamar. Satria baru saja keluar dari kamarnya.

"Ingat, jangan pernah sentuh lemari sebelah kanan." Memberi peringatan.

"Iya, Pakde." Jawabnya singkat.

Begitu Satria melangkah turun, Cinta pun langsung masuk ke kamar itu untuk berberes. Selesai, berberes disana, Cinta pindah ke kamar Febi. Kamar itu masih rapi. Dekorasi hiasan untuk pengantin baru masih ada di sana.

"Bismillah…" Dia mulai melepaskan satu persatu dekorasi hiasan itu.

Dimulai dengan mencopot lampu kecil warna-warni, lalu dilanjutkan dengan melepas tirai tambahan berwarna pink. Dilanjutkan dengan mengganti seprei putih yang sama sekali tidak kotor itu.

Tapi, hidung Cinta yang tertutup cadar itu dapat menghirup aroma parfum lain dari seprei. Untuk memastikan penciumannya benar atau tidak, Cinta menarik seprei lebih dekat kehidungnya. Keningnya berkerut. Benar, ada bau parfum lain di seprei itu.

"Ah tidak mungkin. Ngapain tuan Rafa tidur disini." Monolognya.

Sejenak dia diam dan berpikir. "Bisa jadi, tuan Rafa pindah ke kamar ini tadi malam." Batinnya.

"Apa aku mengigau tadi malam? Mungkin karena itu tuan Rafa pindah ke kamar ini." Ucapnya bermonolog lagi.

Cinta menghela napas. Kemudian menyelesaikan mengganti seprei dengan yang baru. "Selesai..." Ucapnya saat berhasil menyelesaikan tugasnya mengganti seprei.

"Sekarang, membersihkan kamar mandi."

Cinta melangkah menuju kamar mandi. Telinganya mendengar suara air mengalir. Sejenak dia mulai menerka, kenapa keran bisa hidup saat tidak ada orang di kamar itu.

"Apa ada yang lupa mematikan keran sejak pagi kemarin?"

Lalu, Cinta membuka pintu kamar mandi. Segera dia melangkah untuk mematikan keran shower. Tapi, begitu tangannya menyentuh keran, tangan lain keluar dari dalam bathtub yang berisi busa itu meraih pergelangan tangannya.

"Innalillah... ya Allah..." Teriak Cinta segera menjauh dari bathtub.

"Saya belum mati…" Ujar Rafa mengeluarkan kepalanya dari tumpukan busa-busa itu.

Cinta yang tadinya kaget dan hendak melangkah keluar pun berhenti. Perlahan dia menoleh untuk memastikan siapa pemilik suara itu.

"Tuan… apa yang Tuan lakukan disini?"

"Mandi lah, memang apa lagi? Apa ada hal lain yang dilakukan orang di kamar mandi?"

Cinta menggeleng. Matanya mulai tidak fokus saat melihat jelas wajah tampan Rafa yang baru bisa dilihatnya saat ini.

"Bukankah Febi memimpikan dinikahi pangeran tampan. Lalu, kenapa dia malah kabur saat pangeran tampan itu datang untuk menikahinya." Batin Cinta.

"Kebetulan kamu disini. Jadi, laksanakan tugasmu." Menatap Cinta dari ujung kaki hingga ujung kepala.

Saat merasa tubuhnya ditatap aneh oleh Rafa, Cinta langsung berbalik hingga memunggungi Rafa.

"Maaf tuan, saya masih dalam keadaan datang bulan." Tegasnya tanpa menoleh.

Terdengar suara gemuruh air. Rupanya, Rafa keluar dari bathtub. Dia melangkah mendekati Cinta, meraih pergelangan tangannya dengan kuat.

"Laksanakan tugasmu sebagai M.A.I.D. alias pembantu." Bisiknya ditelinga Cinta.

Lalu tangannya yang berbusa itu perlahan melingkar dipinggang Cinta. Merasakan itu, Cinta langsung menepis tangan Rafa.

"Santai, ok." Melepaskan Cinta, lalu kembali ke bathtub.

"Aku tidak biasa mandi sendiri. Sejak kecil hingga saat ini, aku dibantu Maid saat mandi." Jelasnya.

Memikirkan membantu pria dewasa mandi, membuat Cinta merinding. Hingga dia masih tetap berdiri membelakangi Rafa.

"Cepat kemari. Bantu aku menggosok punggungku!" Teriaknya.

"Ba-baik Tuan."

Cinta melangkah kearah Rafa yang memberikan penggosok tubuh yang sudah dilumuri sabun, pada Cinta. Lalu dia menghadapkan punggungnya pada Cinta.

"Gosok yang benar, sampai bersih. Jangan sampai ada kuman yang tersisa." Perintahnya.

Perlahan tapi pasti, Cinta mulai menggosok punggung Rafa. Gosokannya tidak terlalu kasar dan juga tidak terlalu lembut. Rafa terlena, dia merasa nyaman.

Selesai menggosok punggungnya, Rafa meminta Cinta mencucikan rambutnya. Dikeluarkannya kepalanya dari bathtub. Dia merebahkan lehernya di tepian bathtub, sehingga kepalanya menjuntai ke luar bathtub.

Perlahan Cinta meraih kepala Rafa. Diletakkannya kepala itu diatas pahanya sebagai bantalan agar lebih nyaman. Kemudian dia mulai menuang sampo, memberi pijitan pada kulit kepala Rafa. Setelah dirasa cukup, Cinta menyiram air dikepala Rafa dengan sangat hati-hati agar air tidak masuk ke telinganya.

Semua tugas Cinta telah selesai. Tinggal tugas Rafa membilas tubuhnya yang masih penuh busa itu. Sementara Cinta masih disana menunggu hingga Rafa selesai mandi.

"Handuknya mana?" Teriak Rafa saat tubuhnya sudah bersih.

Cinta memberikan handuk tanpa menoleh pada Rafa. Dia masih terus membelakangi Rafa.

Sebenarnya Rafa tidak seutuhnya telanjang. Dia masih memakai boksernya. Dan dia memang tidak pernah mandi telanjang, meski mandi sendirian.

Usai mengeringkan badan dan rambutnya dengan handuk. Dia menyarankan agar Cinta juga mandi. "Kamu juga harus mandi. Dan jangan harap aku akan membantu kamu mandi." Bisiknya menggoda Cinta.

Begitu Rafa keluar dari kamar mandi itu, Cinta mulai menggerutu. "Siapa juga yang mau dibantu mandi sama pria seperti kamu. Dasar aneh, mau-maunya tubuhnya dilihat dan disentuh oleh para Maid yang membantunya mandi. Iiihh, menggelikan." Monolognya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!