NovelToon NovelToon

DEVANYE. STILL LOVING YOU

part 1

"Ma, Anye berangkat dulu yaaa!" aku berteriak keras lalu bergegas untuk pergi sebelum mama keluar dari dalam rumah dan menyeretku untuk sarapan.

Akhir-akhir ini aku tidak suka sarapan karena berarti setelah sarapan aku akan berangkat dengan kak Melati. Bukan berarti aku tidak suka dengan kakakku itu ya, tapi aku tidak suka dengan lelaki yang akan menjemputnya, selalu menjemputnya, setiap hari!

Aku setengah berlari untuk menghentikan angkutan berwarna putih. Angkutan yang akan membawaku ke sekolah. Beberapa anak sekolah dengan seragam, putih -biru, dan putih-abu, juga ada beberapa ibu-ibu yang akan pergi ke pasar dengan keranjang anyaman di tangan mereka. Beruntung masih ada satu tempat untukku duduk walaupun sempit sekali.

Sampai di sekolah, dengan keringat yang mengucur karena udara panas di dalam angkot, aku turun dan membayar ongkos angkot. Baru saja akan melangkah, aku terdiam. Sial!!

"Anye!" suara kak Melati terdengar melengking di antara riuhnya suara siswa siswi dan kendaraan yang melintas. Dia melambaikan tangannya ke arahku.

Di sampingnya berdiri seorang pria yang tinggi menjulang, berwajah tampan dengan rambut di sisir rapi ke belakang, perawakan yang selalu terlihat seksi, sedang menatapku dengan kedua tangan yang di masukan ke dalam saku celana bahannya. Tubuh tingginya ia sandarkan di pintu mobil hitam miliknya. Ish Sialan! Berhenti menatapku seperti itu atau akan aku colok mata kamu!

"Iya kak Mel?!" aku menyengir ria saat melihat dia berkacak pinggang dengan wajah yang di buat marah, tapi jujur dia sama sekali tidak menakutkan. Tidak masuk kriteria untuk menjadi sosok antagonis.

"Kamu ini ya, kebiasaan!" ucapnya sambil mengacak rambutku.

"Ih kak, berantakan lagi kan?!" sungutku sambil menepis tangannya dan merapikan rambutku yang berantakan.

"Ini, mama kasih bekal. Lain kali sarapan napa, Nye? Mama khawatir kalau maag kamu kumat lagi! Nanti kalau kamu pingsan gimana? kalau sampai masuk rumah sakit lagi kan kasihan mama.. bla..bla...bla..." ya ampun. Kakaku ini. Cerewet sekali.

"Kak Devan, cepat bawa kak Mel pergi deh. Kalau kak Mel terus nyerocos disini pasti bakal telat ke kantor. Kuping Anye juga udah mulai keriting dengar kak Mel, ini!" Aku tersenyum meringis pada sosok pendiam di belakang kak Melati.

"Apa kamu ya?! Hei kak Mel itu khawatir sama kamu, kamu malah gitu sama kakak?!" matanya melotot, membulat, lucu.

"Hehe, maaf kak Mel. Tapi udah ya, Anye juga udah mau masuk kelas ini! Bye kak! Kak Devan!" aku segera berlalu dengan kotak bekal di tanganku. Tidak peduli dengan kakakku yang masih terdengar menggerutu di belakangku.

Berlari ke dalam area sekolah lalu berhenti saat aku yakin aku sudah agak jauh dari kedua orang itu. Aku berbalik dan melihat Devan yang membukakan pintu untuk kak Melati. Lalu dia berjalan memutari mobil. Sebelum membuka pintu mobil dia menatapku, aku yakin itu karena dia juga tidak langsung masuk ke dalam. Pandangan mata kami saling bersinggungan. Aku segera membalikan tubuhku dan kembali berlari menuju ruang kelas.

Devan. Orang yang dulu sempat ada di dalam hatiku. Berpisah kerena dia sudah menghianati kepercayaanku. Ah salahku juga aku mempercayai dia. Dia pria yang beranjak dewasa sedangkan aku saat itu masih berstatus pelajar SMP!

Usia kami yang terpaut jauh, tujuh tahun, membuat aku sadar kalau Devan tidak mungkin mencintaiku yang masih bau kencur. Dia pria dewasa yang sudah siap untuk membina sebuah komitmen dengan wanita, dan aku? Haha, semua aku yang salah! Aku terlalu percaya diri dia bisa menungguku hingga aku lulus kuliah!

Malam itu aku melihat dia sedang berdua dengan wanita yang sepertinya seumuran dengan dia. Mereka terlihat mesra sekali, dengan sang wanita yang terus bergelayut manja pada lengan Devan. Sialan. Aku cemburu!

Dan saat itu aku tidak mau mendengar penjelasannya, meski dia bersumpah wanita itu bukan siapa-siapa, katanya. Ah ego remaja labil! Dia bilang akan terus menemuiku sampai aku bisa memaafkannya, tapi mana buktinya dia pergi sebelum sempat mendapatkan maaf dariku!

Harusnya aku suka dengan pria yang sebaya denganku saja! Berkelana merasakan cinta dari beberapa pria yang menyukaiku sepertinya menyenangkan! Tapi hatiku ini seperti sudah tertutup, tidak ada yang bisa membuatku jatuh cinta seperti pada dia. Devan!

*

"Nye, kantin yuk. Laper!" Nanda menarik-narik tanganku yang sedang memegang hp, hampir saja terjatuh.

"Ish elu nih, hp gue hampir jatoh kan! Elu mau tanggung jawab kalo hp gue rusak?" cerca ku, Nanda hanya meringis memperhatikan deretan giginya yang putih.

"Sorry, gue laper ih. Belum sarapan tadi." bibirnya merengut.

"Lagian siapa suruh juga gak sarapan?!" aku berdiri lalu mulai berjalan meninggalkan Nanda. "Ayok!" seruku. Nanda tersenyum lalu menggandeng tanganku.

Tak lama kami berada di kantin, saat jam istirahat seperti ini kantin selalu penuh, untung saja masih ada dua meja kosong.

"Gue punya kakak nyebelin banget deh Nye! Masa dia ngatain cinta sama gue lagi! Kan gak boleh, ya kan?" curhat Nanda dengan memanyunkan bibirnya.

Aku tahu siapa yang di maksud Nanda. Ayah Nanda menikah lagi dengan seorang janda yang mempunyai anak satu dan dia hanya selisih satu tahun di atas Nanda. Sialnya pemuda itu adalah pria yang Nanda cinta selama ini. Mereka saling mencintai, tapi takdir hanya bisa membuat mereka menyayangi layaknya adik dan kakak.

"Gue risih kalau dia lihatin terus." ucap Nanda. Dia beringsut pindah ke salah satu kursi yang membelakangi pemuda itu.

Semua punya masalah masing-masing. Aku dengan Devan, dan Nanda dengan kakak tirinya!

***

"Ma, Anye pulang!" seruku. Memang kebiasaan ku kalau pulang selalu berseru seperti itu. Biasanya mama akan datang menyongsong kepulanganku, tapi kali ini tidak. Tumben!

Aku melangkah masuk ke dalam rumah. Sepi. Tidak ada orang, kemana mama? tidak biasanya pergi tanpa mengunci pintu. Gimana kalau ada maling?!

"Anyelir, kamu dah pulang?!" suara seseorang yang sangat ku kenal terdengar memanggil dari arah dapur dia berdiri dengan gelas setengah kosong di tangannya. Sialan! Kenapa dia ada disini? pikirku.

Aku segera melarikan langkah ku secepatnya ke tangga. Tidak mau bertemu dia lagi yang berujung pada ketidakberdayaan diriku. Hahh memang aku payah!

"Anye, bisa kita bicara?" pintanya.

"Gak ada yang perlu di bicarain!" ucapku ketus.

"Tapi ini penting ,Nye!"

"Penting buat kamu, tapi aku enggak!" aku hampir sampai di undakan teratas. Tiba-tiba saja dia menarik tanganku dan membawaku sedikit berlari bersamanya. Dengan cepat dia membawaku masuk ke dalam kamarku dan mengunci pintu? Mau apa dia?

"Nye, please. Kamu mau dengerin aku kan?" mohonnya, aku hanya melengos pergi dari depan pintu menyimpan tasku di atas ranjang, dan membuka sepatuku.

"Tiga menit!" tawarku dengan tangan di lipat di depan dada.

Dia terdiam.

"Dua menit!"

"Anye, aku..."

"Waktu habis!" seruku, padahal aku yakin masih ada beberapa detik lagi. "Keluar dari kamarku!" usirku. Selain karena risih dengan dia ada di dalam sini, bagaimana kalau ada yang memergoki kami sedang di dalam kamar? Yaa walaupun kami tidak melakukan apa pun sih!

"Anye, aku..."

Dasar! "Cepat bicara saja, apa susahnya!" ketusku.

Aku terhenyak kaget karena dia bukannya bicara tapi menarik kedua bahuku dan menempelkan bibirnya di bibirku. Mencoba menggerakkkan lidahnya ke dalam mulutku. Sial! Kenapa aku tidak bisa bergerak?!

Dia semakin merengkuh diriku semakin erat. Aku mencoba tersadar dari rasa terkejutku. Lalu dengan sekuat tenaga mendorong dia!

"Gila kamu!" cerca ku. "Gimana kalau kak Mel lihat?" ku usap ujung bibirku yang basah karena salivanya.

"Nye, kita harus lurusin keadaan kita."

"Lurusin apa maksud kamu?"

"Tentang hubungan kita!"

"Hubungan apa? Kita gak punya hubungan apa-apa!" ucap ku emosi.

"Tentang kita dulu!"

"Itu cuma masa lalu, Devan! Ingat aku sekarang adik calon tunangan kamu." tunjukku tepat di depan wajahnya.

"Tapi kita belum putus Nye!"

"Sudah. Aku yang mutusin kamu!"

"Tapi aku gak terima!"

"Terserah!" ucapku lalu mendorongnya ke arah pintu dan memutar kunci, membukakan pintu untuk dia keluar. "Keluar!"

"Anye!"

"Keluar!" teriakku, tapi bukannya keluar dia malah mendorong pintu itu hingga tertutup.

"Please, sebelum ini terlambat Nye. Aku bisa batalin pertunangan aku dengan Melati, kita bisa bersama lagi!"

"Dan sakitin hati kak Melati?" aku menggelengkan kepalaku. "Enggak, Dev. Aku gak mungkin hancurin hati kakak aku!"

"Lalu bagaimana dengan hati kamu?"

"Hati aku, itu terserah aku!" jawabku acuh. Aku memalingkan tatapanku, takut jika dia melihat ke dalam mataku dan melihat kenyataan di dalam sana.

Devan merengkuh pipiku dengan kedua telapak tangannya, menarik wajahku hingga kami saling berpandangan. Oh My God! aku benci ini!

Dia mencium singkat bibirku lagi.

"Masih tetap sama, manis! Aku akan bilang semua pada mereka!" Aku menahan tangannya yang akan membuka pintu.

"Jangan Dev, please." aku menggelengkan kepalaku. Sungguh aku tidak mau melihat kakakku terluka lagi.

"Kalau begitu bilang kamu masih cinta aku!" Lagi aku menggelengkan kepalaku.

"Jangan salahku aku kalau setelah ini Melati akan membenci kita!"

"Enggak Dev please. Jangan buat kak Mel sedih!" mohonku.

"Kalau begitu bilang sama aku, kamu masih cinta aku!"

Bagaimana pun aku mencoba untuk melupakan dia, tapi tetap saja dia masih ada di dalam hatiku selama ini.

"Oke, kamu menang! Keluar!" kali ini dia tersenyum menang. Lalu melangkah keluar.

"Aku tunggu malam ini di tempat biasa!" ucapnya sambil melewatiku.

Aku menutup pintu kamarku, lalu bersandar disana. Tubuhku merosot karena lemas. Semua kejadian tadi membuatku tidak berdaya.

Maafkan aku kak Mel! Aku seorang penghianat! batinku, mataku panas , seketika air mata keluar dari mata ku.

Aku mencoba untuk menghela nafasku lagi. Semua membuatku sesak. Bukan hanya kali ini Devan mendesakku. Tapi sekarang ancaman Devan membuat aku ketakutan.

Kak Mel adalah wanita dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Dia kakak ku yang paling hebat. Bisa bangkit dari keterpurukan karena di tinggal calon suaminya, dan akhirnya setelah sekian lamanya dia menemukan seseorang. Tapi sialnya orang itu adalah Devan! Mantan terindahku. Cinta pertama ku!

*

Berkali-kali hpku berbunyi. Panggilan dari orang yang sama.

Ku lihat dia berdiri dengan kesal disana menungguku datang. Aku sengaja datang terlambat dari waktu yang dia minta. Biar saja dia marah, toh bagus kan? Dia marah lalu membenciku dan menjauh dariku. Memang itu rencanaku.

Sudah hampir satu jam aku menunggu, tidak berniat menghampirinya. Biarkan saja dia.

Ku lihat Devan berdiri gelisah. Lalu duduk. Berdiri lagi. Beberapa orang yang mengunjungi tempat ini mulai risih dengan tingkah Devan. Aku hanya tersenyum melihat dia. Masih seperti yang dulu. Hanya saja keadaan kami sekarang berbeda.

Jika dulu aku tidak bisa tahan dan akan menghambur ke dalam gendongan punggungnya yang hangat, dan dia akan mencubit hidungku sambil tersenyum, tapi sekarang itu semua hanya angan belaka.

"Kamu lihatin siapa?"

"Enggak ada!" jawabku saat seseorang bertanya. Pandanganku masih fokus ke depan. Tapi sudah tidak melihat Devan lagi disana.

"Aku disini!" aku terlonjak kaget. Sejak kapan dia ada di belakang ku.

"Eh, Dev. Hehe. Kamu udah lama nunggu aku?" seperti biasa, ku keluarkan cengiran khasku.

Devan berdiri dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Ekspresinya datar, dengan satu alis terangkat.

Devan menarik tanganku. "Kita mau kemana? kamu minta kita ketemuan di sini kan?" tanyaku, berusaha melepas cekalan tangannya, tapi tidak bisa. Akhirnya aku pasrah saat dia semakin menarikku menjauh dari sana dan membawaku ke dekat mobilnya dan memaksaku untuk masuk

"Devan, kamu mau bawa aku kemana?" Aku meradang karna Devan tidak juga menjawab pertanyaanku. Dia semakin membuat aku kesal karena hanya menjawab dengan bahu yang dia angkat bersamaan.

"Kamu akan tahu nanti!" ucapnya lalu menyalakan mesin mobilnya.

Aku hanya diam, memperhatikan jalanan yang masih ramai dengan kendaraan. Tidak peduli lagi kemana dia akan membawaku.

"Jam sembilan aku harus sudah sampai rumah!" ucapku ketus.

"Oke!" hanya itu jawaban dari Devan. Dasar Devan menyebalkan!

Mobil berhenti di suatu tempat. Aku hanya terdiam enggan untuk keluar. Sebuah pasar malam.

"Ayo!" Devan lebih dulu keluar, aku tetap terdiam di tempat.

tok. tok

Kaca jendela mobil di ketuk dari luar. Devan berdiri disana siap untuk mengetuk kaca jendela mobil lagi, tapi urung karena aku membuka pintunya.

"Ayo! Kamu gak mau turun?"

"Pulang aja."

"Kok pulang? kenapa?"

"Aku gak mau masuk kesana!" Devan menghela nafasnya kasar.

"Yakin mau pulang?" aku mengangguk. Devan berjalan memutar dan duduk di kursi pengemudi.

Mobil di nyalakan dan kemudian melaju. Bisa ku lihat dari sudut mataku, wajah Devan terlihat kesal.

Pasar malam adalah salah satu tempat favorit kami dulu. Kami banyak menghabiskan malam dengan menaiki segala permainan yang ada. Tapi sekarang rasanya aku benci karena mungkin keadaan kami telah berbeda.

Devan menghentikan mobilnya di tepi jalanan sepi. Tangannya menggenggam setir kemudi dengan erat hingga bisa ku lihat buku-buku tangannya yang memutih.

"Aku mau pulang Dev!" pintaku. Rasanya sudah tidak tahan lagi, hatiku sakit.

"Kenapa kamu minta pulang? Bukannya dulu kamu suka ke pasar malam?" nada suaranya dingin.

"Itu dulu Dev, sekarang aku gak suka. Aku bukan anak kecil lagi!" jelas itu bukan jawaban. Itu hanya alasan!

"Hahh.." Devan mengatur nafasnya yang kesal. "Gak. Itu karena kamu gak nyaman sama aku!"

"Kalau kamu tahu jawabannya kenapa juga kamu masih deketin aku?" aku mulai emosi.

"Harusnya kamu sadar, kamu itu sebentar lagi akan tunangan sama kak Mel! Aku gak mau kamu pffttt..." mataku membulat saat tiba-tiba Devan mencium bibirku, aku tidak bisa mengelak lagi karena tangannya menelusup ke belakang kepalaku dan menahannya.

Aku meradang, mencoba melepaskan diri tapi tidak bisa, tenaganya lebih besar daripada aku.

Devan terus mel*hap bibir bawahku, dan memainkan lidahnya. Satu tangannya menarik paksa daguku ke bawah membuat aku membuka mulutku. Dengan bebasnya lidahnya menyapu seluruh area bibirku. Mengabsen satu persatu gigi dan membelit lidahku.

Ciumannya kasar menggebu, tapi lama-kelamaan menjadi lembut, membuatku terbuai dengan permainan lidahnya.

part 2

Ciumannya kasar menggebu, tapi lama-kelamaan menjadi lembut, membuatku terbuai dengan permainan lidahnya.

Entah setan apa yang menguasaiku. Alih-alih menolak, aku malah menikmati dan mengimbangi ciuman tunangan kakakku. Hangat, manis, menyenangkan. Ciumannya selalu memabukkan, selalu seperti itu sedari dulu, tidak berubah. Bodohnya aku!

Kami terengah, aku menarik nafas banyak-banyak saat Devan melepaskan ciumannya. Ku pegang pipinya begitu juga dia masih memegang tengkuk leherku. Kening dan hidung kami saling bertautan.

"I Love You, Anyelir!" ungkapnya di antara deru nafasnya, aku tidak bisa menjawab, mataku panas. Perlahan lelehan hangat melewati pipiku begitu saja.

I Love You too, Devan. Aku juga. Batinku.

Devan memulai lagi ciumannya yang dengan bodohnya aku sambut dengan permainan lidahku. Maafkan aku kak Mel. Maaf!

Devan mengantarku sampai di belokan, aku yang meminta di turunkan di sana walaupun dia sempat protes.

"Trimakasih, Nye!" ucapnya saat aku akan keluar dari dalam mobilnya.

"Buat?"

"Buat semuanya. Aku bisa membatalkan pertunangan itu kalau kamu mau!"

"Gak Dev, aku udah bilang kan tadi. Aku gak mau nyakitin perasaan kak Mel."

"Tapi hubungan kita yang begini juga akan lebih nyakitin perasaan dia! Kita udah jelas-jelas hianatin dia!"

"Kalau begitu jangan di jalani. Kamu cukup jadi pria yang baik untuk kak Melati. Lagian kita juga gak ada hubungan yang jelas kan?" Devan terdiam.

"Jadi... kita punya hubungan gelap di belakang Melati?" tanya Devan.

"Terserah kamu mikirnya apa. Jelas-jelas aku jauhin kamu juga percuma kan kalau kamu terus ngejar aku? Yang jelas aku gak mau kamu nyakitin hati kak Melati."

"Kalau gitu kasih aku waktu buat jelasin semua sama Melati."

"Terserah tapi kalau kak Melati sakit hati jangan harap aku mau sama kamu!"

"Kamu gak mau kasih aku pilihan lain?" Aku hanya mengangkat kedua bahuku. Lalu keluar dari dalam mobil, dan meninggalkan Devan disana. Devan hanya melihatku dari dalam mobilnya.

Aku memang bodoh, apa yang aku lakukan?

"Anye kamu dari mana aja?" kak Melati datang menyambutku dengan wajah khawatir.

Lihatlah kakakku ini, dia mengkhawatirkan aku yang baru saja bersenang-senang dengan calon tunangannya.

"Janjian sama temen, kak!" ucapku dengan cengiran khas ku.

"Ish kamu ini, kenapa hp kamu mati tadi? Mama dan kakak khawatir!"

"Maaf, batre Anye lowbat." dustaku. Aku sengaja mematikan hp karena mama juga kak Melati pastinya akan marah juga kalau aku tidak mengangkat telfonku.

"Ya sudah, kamu udah makan?" tanya kak Mel. Aku hanya mengangguk. Meskipun lapar, aku sedang tidak ingin makan sekarang.

"Kak, Anye naik dulu ya." pamitku. Kak Melati mengangguk lalu melepas kepergianku.

"Anye!" panggil kak Melati lagi saat aku baru naik undakan tangga pertama.

"Ya?" tanya ku tanpa menghentikan langkahku.

"Kamu baik-baik aja kan?" Kak Mel mendongak dari tangga bawah.

"Anye gak pa-pa." jawabku lalu dengan cepat masuk ke dalam kamarku.

Aku merebahkan diriku di atas ranjang. Sepatu dan tas sama sekali belum aku lepaskan. Aku menutup mataku, rasanya kepalaku penat sekali. Terlalu banyak yang aku fikirkan akhir-akhir ini.

Semua sangat rumit ternyata. Tiga tahun mencoba melupakan Devan dan semua sia-sia!

"Anye!" suara kak Mel terdengar sangat dekat. Ahh, pasti aku lupa mengunci pintu. Kebiasaan!

Aku membuka mataku. Kak Melati dengan senyuman yang menenangkan duduk di sebelahku.

"Ya kak?" Aku bangun dan duduk di hadapan Kak Melati.

"Kamu kenapa? Punya masalah?" Kak Mel selalu tahu. Kakak yang baik dan aku adik yang jahat!

"Gak pa-pa. Anye cuma capek!"

"Mau cerita?" Aku menggelengkan kepalaku. Dia tersenyum lagi.

"Ya sudah kamu istirahat kalau gitu. Lain kali kalau mau cerita sama kakak ya?" aku mengangguk kali ini. Kak Mel mengusap puncak kepalaku lembut lalu beranjak bangun dan keluar dari kamarku.

Aku kembali merebahkan diriku dengan kasar di atas kasur dan menutupi wajahku dengan bantal. Menekan bantal kuat-kuat dengan kedua tanganku dan berteriak. Aku tidak mau sampai semua datang ke kamarku jika mereka mendengar aku berteriak mengeluarkan kekesalan dan kekecewaanku.

Puas dengan teriakan yang berisi cacian dan umpatan pada diriku sendiri sampai aku terengah.

Bantal aku singkirkan hingga jatuh ke lantai. Menatap langit-langit kamar berwarna putih. Bayangan demi bayangan kembali tetlihat di sana. Bayangan saat aku dan Devan berciuman tadi, lalu berubah menjadi kak Mel yang tersenyum.

Aku benar-benar jahat! Membalas kasih sayang kakakku dengan penghianatan!

***

"Nye, nanti berangkat sama kakak aja ya." tawar Kak Melati saat kami semua sedang sarapan bersama. Mama berhasil memaksaku sarapan kali ini dengan sedikit drama yang tidak bisa aku abaikan.

"Gak usah kak. Anye pake angkot aja. Lagian juga ini masih pagi gak akan telat kalau pake angkot." tolakku.

"Sekalian, biar irit ongkos. Kantor kakak kan lewatin sekolah kamu!"

"Iya benar, Nye. Bareng aja sama Melati. Toh Devan juga gak pernah keberatan, kan Mel?" mama menyambung.

Hufftt, kalau sudah begini gak akan bisa nolak!

"Iya deh, tapi Anye gak mau sering-sering ya, takut ganggu waktu kalian!" ucapku dengan cengiran, tapi dalam hati jujur saja rasanya seperti ada yang mencubit!

"Enggak lah, emangnya kita ngapain?" kak Mel lalu memasukan roti lapisnya ke dalam mulut.

"Ya kali aja Kak Devan mau cium gitu!" ucapku menggoda kak Mel yang membuat dia tersedak hebat.

"Anye!" Mama melotot padaku lalu beralih pada kak Melati yang masih terbatuk. Kak Melati menyambar minuman di dekatnya sedangkan mama menepuk punggung kak Melati sedikit keras.

"Anye, gak sopan kamu bicara gitu sama kakak kamu!" Papa yang sedari tadi diam akhirnya berbicara. Aku hanya nyengir ria, lalu kembali menghabiskan makananku.

Mobil Range Rover hitam berhenti di depan rumah. Sosok Devan keluar dari dalam mobil dengan elegan. Kak Melati melambaikan tangannya di sambut dari kejauhan lambaian tangan Devan. Seandainya saja dia yang melambai padaku. Ish, sadar diri dong Nye!

Seperti biasa Devan menghampiri mama dan mencium tangan mama dengan khidmat.

"Kamu mau bareng, Anyelir?" tanya Devan dengan senyuman.

Gak usah nanya lagi, kamu juga udah tahu kan? udah lihat kan?

"Hemm." jawabku lalu mencium tangan mama dan mendahului keduanya masuk ke dalam mobil Devan. Bisa ku dengar mama memanggiku dengan nada kesal karena aku pergi begitu saja dan bersikap tidak sopan pada calon menantunya.

Setelah kak Mel mencium tangan mama, keduanya lalu masuk ke dalam mobil. Mobil melaju dengan kecepatan konstan.

"Kamu kenapa sih Nye? Dari kemarin sikap kamu aneh!" Tanya kak Mel dari depan. "Kamu lagi PMS?"

"Iya. Mood Anye lagi GJ!" dustaku. padahal masa PMS ku masih sekitar semingguan lagi.

"Oohh pantesan!" ucap kak Mel kemudian, lalu beralih ke hpnya.

Aku menyandarkan diriku ke sandaran kursi, melihat ke arah depan. Jalanan sedikit macet karena semalam hujan dan air masih mengenang di jalanan.

Untung juga gak naik angkot. Pasti telat masuk kelas kalau macet gini!

"Untung kamu gak naik angkot ya, Anyelir! Jalanan macet!" Devan melirikku dari spion di depannya.

Dia cenayang ya, bisa baca fikiran aku?

"Eh iya kak Devan, untung aja aku bareng kalian." cengir ku.

"Tuh kan apa kak Mel bilang. Tiap hari ikut kita aja, gak pa-pa kan sayang?" tanya Kak Mel pada Devan.

"Iya, tentu." ucap Devan kembali melirikku dari spion, aku mengalihkan pandanganku yang beradu dengannya dari sana.

Sayang!

"Tapi Anye gak enak kalau nebeng terus."

"Gak pa-pa, aku gak keberatan kok!" ucap Devan, yang sebenarnya aku mau adalah tidak ingin melihat kemesraan mereka di pagi hari. Membuat moodku buruk sampai malam nanti.

"Eh, sayang lihat ini. Lucu kan?" Kak Mel memperlihatkan sesuatu dari hpnya pada Devan, Devan melirik sekilas lalu mengangguk dan tersenyum.

"Iya, kamu mau?"

"Gak tahu juga, mau lihat-lihat yang lain juga sih!" Kak Mel bimbang.

"Menurut kamu gimana Nye?" kak Mel beralih membalikan tubuhnya dan memperlihatkan sebuah gambar. Gaun cantik berwarna soft pink, warna kesukaannya, dengan beberapa pita di bagian dada.

"Kalau di pakai waktu acara tunangan nanti, cocok enggak?"

"Enggak! Terlalu girly, itu pantesnya buat seumuran Anye!" komenku. Kak Mel manggut-manggut.

"Iya juga." tuturnya lalu kembali berbalik ke depan.

Bisa ku lihat senyum di bibir Devan. Dia pasti tersenyum dengan penolakan ku tadi. Secara tidak sengaja aku dan Devan punya selera yang sama

Mobil sudah sampai di depan sekolahku. Aku segera turun dan melambaikan tanganku.

"Trimakasih kak Mel. Kak Devan!" pamitku. Kak Mel balas melambai sambil tersenyum sedangkan orang di sebelahnya menempelkan jemarinya di bibir lalu meniupnya ke arahku.

Apa dia baru saja kissbye padaku? Ish dasar Devan!!

Tanpa menunggu mobil berjalan aku segera membalikan diriku. Mendapati Nanda, Sofia, dan Nayara yang melambaikan tangan mereka serempak saat melihatku.

"Hai Nye, sini. Kita ada berita baru!" Sofia si riweuh (dari bahasa Sunda: ribet atau rempong), teriak memanggilku dan yang lain juga sama berteriak nya. Nayara si kalem juga gak biasanya jadi riweuh!

Ish ya ampun. Gak bisa gitu nunggu aku mendekat?

Aku berlari kecil menghampiri mereka.

"Berita apaan?"

"Gue dapet tiket konser Judikaaa AAAAA!!!" Sofia bersorak kegirangan membuat beberapa siswa menoleh pada kami yang selalu urakan jika saat bersama.

"Halaaah. Percuma juga elo seneng kalo tiketnya cuma satu!" dengusku kesal karena cuma satu lembar.

"Eh elo gak mau ya udah, gue kasih ni tiket sama orang lain aja!" ucapnya sambil mengeluarkan tiga tiket lain dari dalam saku seragamnya.

"gue mau ding." ucapku dengan kekehan ku rebut satu tiket dari tangannya, di susul dengan Nanda dan Nayara yang melakukan hal yang sama. Sofia mendecih sebal, kami tahu apa artinya itu.

"MAKASIH SOPHIA LATJUBA PACARNYA ARIEL!" seru kami bersamaan di akhiri kekehan khas masing-masing, lagi-lagi membuat beberapa siswa yang melewati kami melirik. Sophia malu, mukanya berubah merah seperti tomat.

"Ish jangan kenceng-kenceng dong!" protes Sofia malu, pasalnya Ariel sang pacar memperhatikan dia dari atas motornya di parkiran.

Bel berbunyi nyaring. Kami dan yang lainnya berhamburan serempak menuju kelas masing-masing.

Guru kami belum datang, para siswa tidak bisa diam pada tempatnya, termasuk kami berempat. Aku duduk bersama Nanda, sedangkan Sofia dan Nayara di belakang kami. Kami sedang berembuk membicarakan soal konser Judika yang akan di laksanakan empat hari lagi.

"Gue pake dress ah." Ucap Sofia dia si rempong yang feminim.

"Ribet kali pake dress, pake baju biasa aja. Kalau gue mau pake kaos yang ada foto Judika." ucap Nanda.

"Aku pake apa?" Si kalem Nayara bingung sendiri.

"Pake sarung bapak, elo. wkwkwk." timpalku, Nanda dan Sofia tertawa mendengar selorohku. Sedangkan Nayara manyun dengan bibir pink tipisnya.

"Elo pake apa?" tanya Sofia.

"Gue mah pake apapun juga cantik." ucapku narsis yang di sambut 'huuuu' dari yang lain lalu kami tertawa bersama.

Kami berhenti tertawa karena melihat beberapa pria tiba-tiba ada di dekat kami.

Noval dengan angkuhnya duduk di atas meja dengan satu kaki yang ia tekuk di atas meja. Sedangkan yang lain, antek-anteknya, berdiri disamping Noval.

"Nonton konser yuk!" ajak Noval sambil menyimpan tiket di atas meja. Pandangannya penuh harap menatapku.

"Sorry," ucapku sambil mengeluarkan tiket yang sama. "Gue udah punya tiket!" Noval terlihat kecewa lalu kembali tersenyum.

"Kita bisa berangkat bareng dong!" masih tidak mau menyerah!

"Gak bisa!" Sofia menggebrak meja. "Kalau elo mau jemput Anye, jemput kita juga!" Aku tersenyum dan mengangguki permintaan Sofia

"Mobil gue cuma muat buat dua orang!" ucap Noval pada Sofia.

"Ya udah, ganti mobil nya pake van biar elo bisa ngangkut kita semua!" Noval mendecih sebal.

"Iya Val, sorry. Gue gak bisa bareng elo." ucapku.

"Elo telat sih! Lain kali harus lebih cepet kalau mau jalan sama Anye!" Nanda menambahkan.

"Tapi kita bisa ketemu disana kan?"

"Iya, kalau ketemu." ucap Nayara. Sofia dan Nanda tertawa dengan ucapan Naya yang tidak biasanya mengena.

"Tapi gue peng..."

"Noval, lagi apa kamu di kelas ini?" Bu Atikah, guru kelas kami datang membuat keadaan seisi kelas menegang.

Noval segera turun dari meja kami, dan menunduk pada Bu Atikah.

"Hehe, mau ajak Anye nonton konser, bu!" Noval bicara dengan senyum malu.

"Huuuu." suara yang lainnya menggema di ruangan kelas menyoraki Noval.

"Kembali ke kelas kamu Noval! Kalau ada perlu sama Anyelir pada saat istirahat nanti, bisa kan?"

"Hehe iya bu. Maaf." ucap Noval lalu pergi bersama dua anteknya keluar kelas, kembali di iringi dengan sorakan yang lebih riuh daripada yang tadi.

"Udah, anak-anak. Diam semuanya." Kelas seketika menjadi rapi dan senyap.

"Kumpul kan buku kalian kita adakan ulangan!"

"Yah bu, gak bisa gitu dong!"

"Besok aja bu ulangannya!"

"Iya bu, jangan hari ini."

Terdengar beberapa protes lagi. Tapi Bu Atikah memang tidak pernah bisa di bujuk. Aku sih fine aja. Untungnya semalam aku belajar. Sedangkan Nanda, dan yang lainnya merengut tidak suka.

Note: Jangan lupa tinggalkan jejak ya. Vote, komen, rating, dan likenya.

part 3

Aku sedang bersiap. Mematut diriku di cermin. Kaos lengan panjang berwarna putih dengan gambar Judika yang khusus ku sablon beberapa hari yang lalu, rok levis biru setinggi lima senti di atas lutut, tas selempang kecil, dan flatshoes putih. Sedikit bedak dan liptint. Jepit rambut silver di rambutku. Perfect!

Nanda, Sofia, dan Nayara. Akan menjemputku malam ini, di temani Edgar tentunya, abangnya si Sofia. Bodyguard kami saat kami ada acara seperti malam ini. Judika i'm come!!!

Suara klakson sudah terdengar dari luar beberapa kali. Sudah pasti itu mereka, aku sudah hapal itu!

Sedikit berlari aku menuruni tangga.

"Anye jangan lari-lari nanti kamu jatuh!" teriak mama yang melihatku dari arah dapur.

Aku mendekat ke arah mama untuk menyalimi mama.

"Sofia sudah datang?" tanya mama lalu mengikutiku keluar. Aku berjalan melewati dua sejoli yang sedang duduk bersebelahan di ruang tamu. Ini malam minggu, dan dua sejoli ini hanya menghabiskan waktunya di rumah. Padahal keluar saja bisa kan? Jangan bikin yang lain bete!

"Anye jadi pergi?" tanya kak Melati.

"Iya dong kak. Bye kak!" aku berdadah ria dengan kakakku, dan ku lihat dari belakang punggung kakakku, tangan Devan juga melambai, juga dengan senyuman tipis di bibirnya. Cihh, dasar!!

"Anye!!!" Seru ketiga sahabatku serentak sambil berhambur memelukku. Ish dasar. Padahal tadi di sekolah juga kami bertemu, tapi mereka memelukku seperti sudah tidak bertemu aku setahun saja!

Edgar datang dengan cool-nya, mengeluarkan tangannya dari dalam saku celana dan menyalimi mama.

"Kalian bukannya salim sama mama Anye!" celetuk Edgar membuat ketiga sahabatku nyengir persis kambing.

"Hehe, lupa tan. Terlanjur senang." ucap Sofia lalu menyalimi mama di susul dengan kedua yang lainnya.

"Titip Anye ya Ed! Maaf ngerepotin!" seru mama.

Ish mama nih, aku kan bukan anak kecil lagi! Bukan barang juga yang bisa di titip-titip.

"Gak pa-pa, tan. Ed pasti akan jagain Anye dengan baik kok!" jahil! Tangan Edgar tidak pernah mau diam kalau bertemu denganku! Rambutku yang rapi seketika seperti kena angin ribut! Berantakan!!

"Ed, aku udah susah payah sisir rambut sampai rapi juga!" rutukku sambil meninju lengan Edgar. Lalu merapikan kembali rambutku.

"Anye sopan dikit. Edgar itu lebih tua dari kamu!" mama mengingatkan.

"Iya ma. Maafkan aku Pak Tua!" ucapku sambil menangkupkan kedua tanganku di depan dada. Edgar dan mama melotot bersamaan sedangkan yang lain tertawa melihat kami.

Kami langsung meluncur ke jalanan yang ramai dengan kendaraan. Ini sabtu malam, banyak muda mudi menghabiskan waktunya untuk berjalan-jalan atau nongkrong di luar.

Lagu Judika menemani perjalanan kami. Kami berempat menyanyikannya dengan lancar, sedangkan Edgar sesekali menutupi telinganya saat nada suara kami melengking mengikuti nada tinggi Judika, tapi lebih terdengar seperti suara angsa yang akan menyosor mangsanya. Dan kami tidak peduli, saat di peringati malah kami sengaja berteriak dengan kompak lalu tertawa melihat wajah Edgar yang terlihat kesal.

Sampai di tempat tujuan. Sudah banyak orang dengan niatan yang sama seprti kami. Saling berdesakan untuk bisa masuk ke dalam sana.

Susah payah akhirnya kami berlima berhasil masuk. Meskipun kami punya tiket, kebiasaan di negara kami adalah saling berdesakan dan tidak mau mengantri, padahal pihak penyelenggara juga sudah memperkirakan kapasitas penonton di dalam studio kan?

Konser di mulai Judika sudah keluar dengan gaya yang WOW. Ah, meskipun dia hanya memakai kaos hitam dengan jeans biru dan jangan lupa aksesories rantai yang melingkar di setengah pinggangnya.

Rambutnya berdiri dengan kaku menjulang seperti duri-duri ikan di atas kepalanya. Tapi dia tetep the best! Aahhh Judika I Love You.

Kami berempat tidak mempedulikan sikap norak kami, berteriak dan menari. Toh yang lain juga tak kalah norak nya. Hehe. Kami tidak sendirian!

" JUDIKAAAA I LOVE YOUUUU!!!" seru Sofia berteriak dengan kedua telapak tangan di kedua sisi mulutnya.

"JUDIKAAAAA AKU DISINI MENANTIIII!!" Nayara tak kalah seru nya, melompat dam melambaikan tangan.

Nanda dan aku tidak mau kalah juga kami berteriak sampai tenggorokan kami sakit. Tapi kami tidak peduli!

Satu persatu teman Edgar datang menghampiri kami, pastilah Edgar juga mengajak mereka untuk menjaga kami. Tidak mudah mengurus kami berempat kalau sendirian katanya.

Jam baru menunjukan pukul sebelas, dan konser belum juga selesai. Mungkin dua jam lagi, karena di tambah juga dengan beberapa bintang tamu.

Meski lelah tapi kami masih tetap bersemangat!

Aku mengedarkan pandanganku, ketiga temanku tidak terlihat. Kemana mereka? Apa mereka ninggalin aku? Edgar juga tidak biasanya dia lengah!

Yang aku ingat tadi adalah kami berdesakan, dan aku sedikit terdorong!

Di apit oleh tiga laki-laki yang berada di kedua sisi dan belakangku. Aku menjadi takut seketika. Tubuh mereka tinggi dan tegap. Kemana aku melangkah mereka bergeser mengikuti. Hingga akhirnya aku berjalan menghalau orang-orang yang berada di depanku. Mereka mengumpat karena aku yang seenaknya saja melewati mereka. Mencari Sofia cs pun rasanya akan sulit mengingat sangat banyaknya penonton disini.

Tiba-tiba ada seseorang yang menarik ku. Tiga orang yang tadi. Satu orang menarik taganku, dan dua mencoba membuka jalan untuk kami lewat.

Aku memberontak, tapi percuma. Nyatanya tenaga lelaki itu sangat kuat, dan berteriak pun juga percuma suaraku kalah dengan suara teriakan orang-orang.

"Ikut kami nona. Anda akan aman!" suara seorang yang menarikku.

Bagaimana aku akan aman kalau aku saja tidak tahu siapa mereka! Bisa saja mereka salah satu sindikat penculik dan mafia yang akan menjual organ tubuhku kan?

Sampai di sebuah lorong. Aku tetap berusaha melepaskan diri dan berteriak, suara ku lantang, tapi tidak ada satu orang pun yang bisa menolongku. Hingga akhirnya kami berhenti di sebuah pintu. Salah satu pria itu membukakan pintu dan mendorongku masuk ke dalam.

Aku sungguh takut sekarang! Aku berbalik dan membuka handle pintu. Di kunci dari luar?

"Woyy, bukain pintu! Aku mau pulang!" teriakku suaraku serak karena terlalu keras berteriak tadi.

"Siapapun di luar, tolong. Aku di culik!!" ucapku sambil menggedor pintu. Tapi tidak ada yang membukakan pintu untukku.

Aku mengedarkan pandanganku. Ruangan ini luas dan gelap. Hanya ada kursi sofa dan siluet seseorang yang duduk disana, di depannya terlihat kaca besar persis menghadap ke panggung. Judika masih bernyanyi.

Siapa orang itu?

Seketika aku merasa takut. Apa aku sedang di jual seseorang pada pria hidung belang? Sindikat penjualan anak di bawah umur sedang marak akhir-akhir ini. Apa aku salah satu korban mereka?

Orang itu berdiri, dari bayangannya bisa kulihat dia punya perawakan yang tinggi, tubuh yang gagah, dengan rambut super rapi. Tapi aku tidak bisa jelas melihat wajahnya.

Note: Jangan lupa tinggalkan jejak ya. Vote, komen, rating, dan likenya

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!