.
1
.
"Kenapa dia belum datang?" tanya seorang pria yang berusia sekitar 25 tahunan, pria yang sedang terus mondar-mandir menunggu seseorang, yang seharusnya sudah datang ke sana menemuinya.
"Dia selalu saja seperti ini!" kesalnya.
"Aarav..." panggilan seseorang membuat pria muda itu menoleh ke arah sumber suara.
"Mama... Mama belum berangkat ke kantor?" tanya pria yang di panggil dengan nama Aarav itu.
"Belum. Mama baru saja menyelesaikan beberapa pekerjaan. Papamu juga masih ada di dalam rumah." jawab wanita berusia lebih dari 40 tahunan, namun wajah cantiknya masih jelas terlihat. Bahkan dia lebih cocok di panggil kakak oleh Aarav.
"Kamu belum berangkat Aarav?" tanya seorang pria yang juga baru saja keluar dari rumahnya.
Pria yang merupakan ayah dari Aarav, dan lagi-lagi pria itu lebih cocok di panggil sebagai kakaknya dari pada ayahnya. Karena memang dia masih terlihat seperti orang yang baru berusia 30 tahunan, walaupun usianya sudah lebih dari setengah abad.
"Belum pah... Bukankah dia selalu terlambat!" jawab Aarav dengan wajah yang kesal.
Pria tertawa geli melihat bagaimana putranya selalu saja tidak sabaran.
"Bellan... Lihat putramu. Dia selalu saja seperti itu. Tapi tetap saja dia tidak mau mengganti bodyguard nya itu." ucapnya.
"Aku tidak peduli Dio! Dia hanya pintar di otaknya, tapi sayangnya tubuhnya seperti seorang gadis!" desis Bellan sembari menatap sinis pada putranya.
"Mama keterlaluan bukan? Aku memang menggunakan seluruh tenaga ku untuk otak-ku. Aku harus berfikir keras dalam pekerjaan ku. Jadi wajar saja jika aku tidak bisa berkelahi." jawab Aarav.
Bellan menatap jengah padanya, putranya selalu saja pintar berkilah. Walaupun jelas, jika dia tidak bisa berkelahi untuk melindungi dirinya sendiri.
Sementara Dio hanya tersenyum melihat bagaimana istri dan putranya yang memang selalu saja seperti itu.
"Dia sudah besar, kita juga tidak perlu repot-repot untuk mengurusnya. Ayo Dio! Kita biarkan saja dia menunggu. Dia sudah terbiasa dengan itu." jawab Bellan sembari memeluk lengan suaminya.
"Kamu dengar sendiri kan apa yang ibumu katakan. Tunggu saja sampai dia datang kemari. Kami berangkat ke kantor dulu."Dio menepuk pundak putranya, sebelum akhirnya dia dan Bellan berjalan masuk ke mobil mereka untuk segera pergi ke kantor perusahaannya.
"Dia belum datang!" gerutu Aarav.
Dia sudah menunggu seseorang yang harusnya sudah ada di sana untuk segera pergi bersamanya ke kantor kejaksaan, tapi sepertinya dia harus terlambat seperti biasanya kali ini.
"Jika saja aku bisa berkelahi sepertinya, aku tidak perlu repot-repot untuk mempekerjakannya!" sungutnya lagi.
Aarav duduk di kursi yang ada di teras depan rumahnya. Pikirannya melayang jauh, di saat di mana dia pertama kalinya berhasil menyelesaikan kasus pertamanya.
.
flashback on~
"Selamat Aarav. Kasus pertamamu sudah selesai. Kamu bisa membuktikan jika orang itu memang bersalah." ucap salah satu rekan kerjanya yang juga merupakan sahabatnya
"Terimakasih Arfin.. Kamu juga harus berjuang keras untuk pekerjaan mu yang melelahkan. Sidang kasus yang sedang kamu periksa besok pagi bukan?" jawab Aarav.
"Iya. Aku sudah membereskannya. Semua bukti dan saksi sudah lengkap. doakan aku ya... agar aku bisa menghukum pria bejad itu." Aarav menganggukkan kepalanya.
"Pasti. Sekarang aku pulang dulu." jawab Aarav seraya menepuk pundak sahabatnya itu.
"Baiklah. Hati-hati." jawab Arfin seraya melambaikan tangannya pada Aarav.
Aarav berjalan keluar menuju ke area parkir. Sesampainya di sana dia langsung memasuki mobilnya.
Dia juga segera mengemudikan mobilnya untuk segera kembali ke rumahnya dan memberikan kabar gembira pada keluarganya
Brak!
Aarav terkejut saat mobilnya di tabrak dari belakang. Entah sengaja atau tidak, yang jelas, dia sangat terkejut karena hal itu.
"Apa yang sebenarnya mereka inginkan?! apa mereka tidak tahu jika aku adalah seorang jaksa!" gerutu Aarav sembari menepikan mobilnya.
"Kenapa jalanan ini sangat gelap?" tanya Aarav saat melihat kondisi jalanan yang memang sangat gelap dan juga sepi.
Setelah itu Aarav keluar dari mobilnya untuk memberikan pelajaran pada orang yang sudah menabrak mobilnya.
Aarav merasa curiga, saat mobil yang menabraknya juga menepi di belakang mobilnya.
"Ada apa sebenenrnya ini?" tanya Aarav pada dirinya sendiri
Aarav harus di kejutkan dengan beberapa orang yang keluar dari mobil itu, dimana orang-orang itu membawa berbagai senjata, mulai dari tingkat baseball, pisau sampai ada yang membawa parang.
"Siapa kalian! Kenapa kalian melakukan ini padaku?" tanya Aarav seraya mengambil satu persatu langkah mundur.
"Kamu tidak perlu tahu! Kami hanya perlukan memberikan kamu pelajaran, karena kamu sudah berani membuat bos kamu harus mendapatkan hukumannya." jawab salah satu dari mereka.
"Jadi, kalian adalah anak buahnya Arendra Gunawan?! Kalau begitu, kalian juga akan mendapatkan nasib yang sama dengannya." ancam Aarav.
"Hahaha... Masih terlalu sore untuk bermimpi!" jawabnya.
"Bunuh dia!" perintahnya pada ketiga orang yang sudah siap untuk menyerang Aarav.
"Apa yang akan kalian lakukan! Kalian akan benar-benar di hukum karena hal ini!" teriak Aarav namun sepertinya tidak ada yang aku mendengarkannya.
Mereka terus mendekati Aarav dan bersiap untuk menyerangnya.
"Agh!" Aarav menghindari pukulan tongkat besi yang hampir saja mengenai tubuhnya, hingga dia tersungkur ke aspal jalanan.
"Sial! Aku tidak bisa berkelahi." ucapnya, namun dia sepertinya terlambat untuk menghindari serangan dari yang lainnya yang sudah siap untuk mencincangnya dengan parang yang ada di tangan orang itu.
Aarav hanya bisa memejamkan matanya saat dia melihat benda tajam yang sudah tidak bisa dia hindari lagi.
clank!
Aarav terkejut saat dia mendengar bunyi benturan benda tajam yang hampir saja merenggut nyawanya.
Aarav terkejut saat melihat sebuah pedang panjang berasa tepat di depannya dan menghalangi parang yang hampir saja mengenai tubuhnya.
Dia kembali di kejutkan saat dia melihat pemilik pedang itu adalah seorang gadis!
"Seorang gadis cantik memiliki pedang?" tanya Aarav pada dirinya sendiri.
"Menyingkirlah bodoh!" teriak gadis itu pada Aarav.
mendengar itu Aarav segera berlari menjauh dari perkelahian hebat yang akan terjadi di hadapannya.
Gadis itu mengayunkan pedangnya, hingga parang itu terlepas dari tangan pria kekar yang siap menebas leher Aarav tadi.
clank!
Melihat itu mereka semuanya bersama-sama mengeroyok gadis itu.
Namun gadis itu hanya tersenyum menyeringai pada mereka.
"Sekumpulan sampah!" ucapnya seraya berlari ke arah mereka, menyambut mereka semua dengan serangannya.
clank! clank! clank!
Suara pedang gadis itu terdengar berkali-kali, saat berbenturan dengan senjata yang mereka gunakan.
Gadis itu memandang, memukul bahkan tidak segan-segan melukai para pria yang berniat untuk melukai Aarav.
Sampai pada akhirnya, senjata tajam yang mereka gunakan semuanya terlepas dari tangan mereka, dan mereka sudah bisa di kalahkan oleh gadis itu.
Gadis cantik itu mengusap wajahnya yang terciprat darah dari beberapa orang yang sudah berhasil dia lukai.
'dia sangat kejam bukan?' ucap Aarav dalam hatinya.
Gadis cantik itu berjalan mendekati Aarav yang masih berdiri mematung di tempatnya.
"Erza Scarlett, dari perguruan silat merpati hitam." ucapnya seraya tersenyum menyeringai pada Aarav.
"I-i-tu tadi na-mamu?" tanya Aarav dengan gugup.
.
.
2
.
"Iya. Aku kemari karena tuan Nathan dan nyonya Hana ynag terus memaksaku! Berterimakasih lah pada mereka. Jika tidak, kamu sudah mati hari ini!" jawab gadis bernama Erza Scarlett.
"Papa opa Nathan? dan mama Oma Hana yang menyuruhmu untuk datang kemari?" tanya Aarav memastikan.
"Cih! bukan hanya bodoh! tapi kamu juga Bolot!" desis Erza.
"Aku serius! Kenapa mereka menyuruhmu untuk datang kemari?" tanya Aarav lagi
"Apa lagi! Mereka ingin melindungi mu! Karena mereka tahu, jika kamu bodoh" jawab Erza masih dengan begitu santai juga terus saja mengatakan jika Aarav itu 'bodoh'
Aarav menatap sebal pada Erza yang begitu menganggap remeh dirinya.
"Katakan saja dengan jelas! Tidak perlu terus mengatakan jika aku bodoh!" geram Aarav.
"Baiklah! Aku disini karena mereka khawatir padamu, jika kamu mungkin akan dalam bahaya karena pekerjaan mu. dan ternyata benar. Kamu bahkan hampir saja mati! Dan kamu sama sekali tidak bisa melawan! Aku kini tahu jika kekhawatiran mereka..." Erza menatap remeh pada Aarav yang kini dengan kesalnya membenarkan letak dasinya.
"Aku tidak memerlukan mu!" jawab Aarav.
"Sungguh? Aku dengan senang hati akan pergi. Aku juga tidak perlu repot-repot membuang tenaga ku untuk melindungi mu. Aku juga tidak bisa menjamin jika kamu tidak akan ada dalam bahaya seperti ini lagi, kecuali jika kamu berhenti menjadi jaksa." jawab Erza dengan santainya. Dia justru tersenyum lebar pada Aarav yang hanya bisa menahan dirinya untuk tidak bereaksi berlebihan, karena sebenarnya dia masih merasa sangat takut dengan kejadian tadi. Dia takut jika hal seperti itu akan kembali terjadi lagi. Karena memang dia akan selamanya menjadi seorang jaksa.
"Baiklah. Aku pergi sekarang juga. Aku akan mengatakan pada tuan Nathan dan nyonya Hana, jika kamu tidak membutuhkan ku." ucap Erza lagi
"Sayang sekali... padahal mereka sudah membayar ku untuk setahun kedepan. Jika seperti ini, aku sangat beruntung..." tambahnya dengan ekspresi wajah yang terlihat begitu bahagia.
Mendengar itu Aarav terkejut, dia tidak menyangka jika kakek dan neneknya ternyata sudah membayar Erza selama setahun kedepan.
"Hei! Enak saja! Karena kamu sudah menerima bayaran untuk setahun kedepan! Kamu harus tetap bekerja padaku! Jika tidak, ku pasti akan memenjarakanmu!" ucap Aarav dengan nada mengancamnya.
"Seenaknya saja mau memasukkan ku ke dalam penjara!" Erza menodongkan pedangnya ke arah Aarav dan itu membuat Aarav benar-benar terkejut.
"Bu-bu-bukan begitu. Aku ini anak yang berbakti pada orang tua... A-a-ku tidak mau menolak pemberian yang di berikan olehnya. Jadi, aku menerimamu untuk menjadi pelindung ku." jelas Aarav dengan terbata-bata.
Erza Scarlett menurunkan pedangnya, dan kembali memasukkannya ke dalam sarungnya.
"Oh... kalau begitu aku akan kembali besok saat kamu menghubungiku." jawab Erza.
"Aku tidak akan menghubungimu. Kamu datanglah setiap hari ke rumah Dio Darma. Ikut aku kemanapun aku pergi. Aku bisa saja berada dalam bahaya setiap saat. Mengerti?" jelas Aarav.
Erza menganggukan kepalanya, "baiklah. Kalau begitu aku akan datang besok pagi. sekarang pulanglah! Aku masih ada urusan lain!" jawab Erza
"Bagaimana jika aku mendapatkan bahaya lagi di perjalanan ku menuju ke rumah?" tanya Aarav yang sebenarnya masih ketakutan dengan kejadian tadi.
"Shit! Kamu benar-benar penakut!" desis Erza lagi.
"Terserah! Tapi ini adalah pekerjaan mu!" jawab Aarav.
"Masuklah ke dalam mobilmu! Aku akan mengikutimu dari belakang dengan motorku!" perintah Erza sembari menaiki motornya.
Mendengar itu Aarav tersenyum lebar. Dia merasa aman, jika ada gadis dengan pedang panjang di tangannya itu.
Namun dia tidak mau menunjukkan kelemahannya itu padanya
"Okay!" jawab Aarav seraya berjalan mendekati mobilnya, setelah itu masuk ke dalamnya.
Aarav mulai mengemudikan mobilnya, diikuti oleh Erza yang menaiki motornya.
Mulai dari saat itu, Erza menjadi bodyguard Aarav, sampai sekarang sudah hampir tiga bulan dia terus di lindungi oleh Erza.
flashback off~
"Tuan bodoh..." suara Erza terdengar mengejutkan Aarav yang sedang membayangkan awal mulanya dia bertemu dengan Erza. Dan memang hanya Erza yang akan memanggil Aarav seperti itu.
Erza terlihat sedang turun dari motornya untuk menghampiri Aarav
"Aku adalah seorang jaksa! Bersikaplah lebih sopan!" gerutu Aarav.
"sorry tuan Aaravvv..." jawab Erza dengan senyuman manisnya.
"Kenapa kamu terlambat?" tanya Aarav
"Baru bangun tuan Aaravvv..." lagi-lagi Erza memanjangkan nama Aarav saat memanggilnya.
"Dasar pemalas! Aku sudah hampir terlambat karena kamu!"
"Berisik! Mau berkelahi denganku?!" tantang Erza yang sudah siap untuk menatik pedangnya dari sarungnya yang ada di punggungnya. Dia selalu membawanya seperti sebuah tas biasa baginya.
"Jangan keluar kan pedang jelek itu! Aku sudah melarangmu untuk membawanya! Kenapa kamu justru tidak mau mendengarkan ku?!" gerutu Aarav.
Dia benar-benar takut jika Erza sudah mengeluarkan pedang itu. Walaupun Erza tidak akan pernah membunuhnya, tetap saja dia takut.
Sudah lama juga dia tidak melihat pedang itu, karena Erza tidak pernah membawanya, tapi sekarang ini dia kembali melihatnya.
"Sepertinya akan ada musuh yang tidak terduga. Itu hanya instingku. Tapi itu selalu benar." jawab Erza.
"Terserah! Aku tidak mau melihat benda itu!"
"Kalau begitu, ambil saja jika kamu berani" jawab Erza.
Mendengar itu Aarav memilih untuk diam dan lebih baik segera saja mengurus pekerjaannya.
"Kita berangkat sekarang!" ucapnya.
Erza tersenyum menang. Dia selalu bisa membuat Aarav mengikuti apapun yang dia inginkan. Walaupun semuanya itu adalah untuk kebaikan Aarav sendiri.
Aarav sudah bersiap untuk memasuki mobilnya, namun dia menghentikan langkahnya.
"Satu lagi! Aku tidak mau menunggumu lgi seperti ini kedepannya! Kamu harus bisa datang tepat waktu!" ucapnya.
"Lalu, aku harus bagaimana? Jarak rumahku kemari lumayan jauh. Aku juga tidak tebiasa tepat waktu." jawab Erza dengan santainya.
"Tingalah di sini. Ada banyak kamar kosong. Adikku juga masih diluar negeri. Kamu juga bisa menemani mama jika sedang tidak bekerja." jawab Aarav.
"Apa? Tinggal di sini? Aku tidak mau!" tolak Erza dengan cepat.
"Kamu!" Aarav menghela nafasnya, dia tidak mengerti kenapa ada orang seperti Erza di dunia ini. Orang yang tidak pernah takut pada siapapun, dan selalu saja tidak hormat pada atasannya yang jelas-jelas merupakan orang yang seharusnya di hormati.
"Aku akan mencarikan tempat tinggal yang dekat dengan rumah ini. Bagaimana?" ucap Aarav.
"Satu unit apartement milik keluarga papamu. Yang ada di blok A. Bagaimana?" tanya Erza menyarankan.
Aarav menatap jengah pada gadis mata duitan yang selalu saja memerasnya hingga kering
"Blok C." jawab Aarav.
"Deal! Aku akan pindah ke sana malam ini. Jadi segera siapkan."
Lagi-lagi Aarav hanya bisa menghela nafasnya, dia bahkan tidak mengerti kenapa dia terus saja menurut pada apapun yang Erza minta.
"Kalau begitu ayo kita berangkat ke tempat kerjamu. Sudah terlambat kan? Kenapa masih saja berdiri di sana. Segera masuk mobil dan segera kita ke sana! Kenapa lamban sekali...." ucap Erza yang segera masuk ke dalam mobil Aarav dan seperti biasanya, dia akan duduk di kursi kemudi.
Mendengar itu Aarav hanya bisa kembali menghela nafasnya, dia sudah terlalu biasa menghadapi gadis kasar yang selalu saja melindunginya.
Setelah itu Aarav masuk ke dalam mobilnya dan duduk di sebelah Erza.
"Kita akan kemana?" tanya Erza.
Aarav menatap jengah padanya, dia tidak mengerti kenapa dia harus mau memperkerjakan seorang gadis yang masih saja mempertanyakan di mana tempat kerjanya, padahal sudah lebih dari tiga bulan dia selalu bersamanya.
"Ke tukang bubur ayam di pertigaan depan!" jawab Aarav kesal.
"Baiklah. Kebetulan aku juga belum sarapan." jawab Erza sembari mulai membawa laju mobil Aarav.
"Erza!" teriak Aarav
"Iya tuan Aaravvv..." jawab Erza dengan tawa kecilnya.
Dia hanya ingin membuat Aarav kesal padanya, karena menurutnya itu sangat lucu.
Melihat itu Aarav segera memalingkan wajahnya ke arah jendela mobil yang ada di sebelahnya.
"Kenapa dia sangat imut...." ucapnya dengan suara yang pelan.
"Tapi dia sangat kejam dan mengerikan saat sedang berkelahi..." Aarav bergidik ngeri saat dia mengingat kembali, dimana Erza menghajar sepuluh orang lebih hanya dengan tangan kosong, dan dia sendirian.
Aarav melirik sekilas ke arah Erza yang kini sedang fokus mengemudikan mobilnya.
"Dia pasti tidak sadar, kalau dia begitu manis." gumamnya.
"Aku sadar... Dan sangat menyadarinya tuan Aaravvv." jawab Erza dengan senyuman manisnya. Erza bahkan mengedipkan sebelah matanya pada Aarav, yang membuatnya tiba-tiba merasa jantungnya copot begitu saja.
Aarav menundukkan ke bawah seperti sedang mencari sesuatu.
"Apa yang kamu cari?" tanya Erza.
"Jantung ku... Sepertinya terjatuh."
"...." Erza tidak tahu harus mengatakan apa, dia yakin jika Boss nya itu sudah gila karena tuntutan pekerjaannya.
"Sayang sekali..." ucapnya sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
.
.
.
3
.
"Keluar! Sudah sampai!" perintah Erza sembari mendorong tubuh Aarav agar segera keluar dari mobilnya.
Aarav menahan dirinya untuk tidak terpengaruh dengan apa yang Erza lakukan, yang jelas selalu saja bisa membuatnya naik darah.
"Ini mobilku!" jawab Aarav.
"Oh... lalu di mana mobilku? Seharusnya kamu membelikannya bukan? Aku sudah melindungi mu sejak tiga bulan terakhir. seharusnya aku mendapatkan reward dari apa yang aku lakukan bukan? setidaknya berikan aku satu unit Maybach atau Ferrari, aku juga akan menerima jika kamu hanya memberikan aku Honda jazz terbaru." Erza menaik turunkan alisnya di depan wajah Aarav, dan itu membuat Aarav benar-benar jengah.
"Kamu sudah mendapatkan satu unit apartemen di Twin Residence. kamu pasti tahu berapa harganya itu! kamu masih meminta mobil padaku? hei! kamu juga sudah mendapatkan bayaran selama setahun kedepan dari mama Oma Hana dan Papa opa Nathan! Kamu mau aku tuntut karena memerasku?" Aarav menatap Erza dengan berani. Dia merasa jika gadis di depannya ini perlu dia berikan pelajaran agar tidak terus semena-mena padanya.
"Hei tuan bodoh! aku dengan senang hati masuk penjara. aku akan makan dan minum gratis. aku hanya perlu tiduran dan bermain game saja. aku tidak perlu susah-susah untuk berkelahi membahayakan nyawa ku sendiri hanya untuk melindungi seseorang yang tidak tahu terimakasih!" jawab Erza sembari menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya.
Dia menatap Aarav dengan santainya dan seolah-olah dia tidak takut pada apapun.
"Dasar gadis gila! aku tidak ada waktu untuk mengurusimu! aku ada sidang pagi ini!" Aarav mengambil beberapa berkas pekerjaannya, dia tidak ingin otak berharganya hanya untuk menghadapi gadis gila yang tidak pernah masuk akal.
"Selamat berjuang tuan bodoh bermulut pedas! anda memang sangat cocok menjadi jaksa. Mulut pedas anda bisa di gunakan dengan baik di dalam sana... Semangat tuan Aaraaavvv. Aku mendukungmu..." teriak Erza dengan keras saat Aarav sedang berjalan masuk ke ruang persidangan.
"Dia benar-benar gila!" desis Aarav sembari terus berjalan untuk segera menuju ke persidangan.
Sementara Erza kini sudah bersiap dengan pedangnya yang dia gendong di punggungnya.
"Aku juga sudah siap!" ucapnya seraya berjalan keluar dari mobil Aarav.
Dia melihat ke sekelilingnya, melihat wajah orang-orang yang mungkin mencurigakan.
"Sepertinya tempat ini aman. Seharusnya dia akan baik-baik saja. Aku sangat mengantuk. sebaiknya aku mencari kopi hangat dulu." Erza kembali melihat ke sekelilingnya, memastikan jika tidak ada yang memcurigakan.
Setelah itu dia berjalan mencari tempat di mana dia bisa menemukan kopi hitam favoritnya.
"Erza..." panggilan seseorang mengejutkannya.
"Oh... Nona meli... Ada apa?" tanya Erza pada gadis yang memanggilnya tadi.
"Dimana Aarav? Kamu pasti sudah mengantarnya bukan?" tanya Meli.
melihat gerak-gerik Meli, Erza tertawa kecut. Bagaimana Meli begitu genit saat berbicara, dan seolah-olah dia sedang memperlihatkan jika dirinya sangatlah cantik dan anggun
"Tuan Aaraaavvv... Dia sudah masuk ke dalam ruang persidangan. Susul saja ke sana nona Meli... saya sibuk. bye!" jawab Erza sembari berjalan melewati Meli yang mendengus kesal padanya.
"Menyebalkan sekali! Dia hanyalah supir Aarav! Tapi gayanya seperti itu!" kesal Meli pada Erza yang sudah berjalan jauh darinya.
Meli kembali melihat ke cermin yang ada di bedaknya.
"Aku masih terlihat sangat cantik. Aku akan masuk ke dalam ruang sidang untuk menyemangati Aarav." ucapnya seraya menutup kembali bedaknya, setelah itu dia berjalan dengan anggun untuk menuju ke ruang sidang.
Saat ini Meli sudah menjadi seorang model. itu sebabnya dia selalu harus terlihat cantik dan anggun. Dia juga sangat menyukai aarav, tapi sepertinya pria itu tidak pernah tertarik padanya
Meli berjalan masuk ke dalam ruangan di mana Aarav tengah menunjukkan beberapa bukti-bukti yang memberatkan tersangka kasus kekerasan dalam rumah tangga.
Meli melambaikan tangannya sembari tersenyum manis padanya.
"Semangat." ucapnya dengan suara yang berbisik. Walaupun begitu, Aarav pasti tahu apa yang dia katakan.
"Dimana gadis liar itu?! Dia justru membiarkan anak dari Zeffi masuk ke sini!" gerutu Aarav dengan suara yang pelan.
"Jadi, ini adalah bukti yang menunjukkan jika pria ini memang sudah melakukan kekerasan dalam rumah tangga pada istrinya." ucap Aaarv sembari menunjukkan pada layar LCD yang ada disana.Dinana terlihat jelas jika di sana ada video di mana seorang wanita yang merupakan istri dari tersangka yang tiba-tiba saja pingsan di depan umum.
"Apa yang bisa di buktikan dari itu semuanya? Itu adalah video dimana istri pak Irwan pingsan. Dia juga menolongnya di sana. karena memang dia sangat mencintai istrinya." jawab pengacara yang membela tersangka.
"Dia sangat mencintai istrinya? Jika benar. Dia pasti akan mengatakan sesuatu yang lain, semisal; apa yang terjadi denga istriku? Kenapa kamu pingsan istriku? ada apa dengan mu istriku? atau semacamnya. Tapi dalam video ini, dia justru mengatakan; Bukan! Bukan aku pelakunya! Bukankah ini aneh?" Aarav tersenyum menyeringai pada pengacara yang merupakan sahabatnya juga.
'Olivia'
Olivia menatap pria yang sedang di belanya. Dia tampak bergetar hebat, dia juga terlihat aneh.
"Hahahaha... aku memang yang sudah menyiksanya! kenapa memangnya! Dia istriku, kenapa aku tidak boleh menyiksanya! Kalian semuanya bedebah!"
Bamm!
Pria itu menggulingkan meja yang ada di hadapannya. Dan itu membuat semuanya menjadi kacau.
Beberapa petugas kepolisian menahan pria yang kini tengah menggila, mereka juga segera membawa pria itu untuk segera pergi dari sana.
Sidang selesai!
Aarav berjalan keluar dari ruangan diikuti oleh Olivia yang juga berada di belakangnya.
"Selamat Aarav. Kamu lagi-lagi bisa dengan mudahnya menyelesaikan semuanya." ucap Olivia.
"Sama-sama Oliv. Kamu juga hebat. Sayangnya pekerjaan mu harus mendampingi orang-orang semacam itu. Seharusnya kamu memilih menjadi jaksa saja, bukan pengacara." jawab Aarav.
"Aku menyukai ini. Berdiri di samping orang yang jahat membuat kita tahu cara berpikir mereka. Itu membuat kita melihat sisi lain dunia. Lagi pula, bukan hanya orang jahat yang aku dampingi. Ada mereka yang harus menderita karena sesuatu yang tidak mereka perbuat...." jawab Olivia.
"Aarav..." Aarav terkejut saat tiba-tiba saja Meli memeluk lengannya.
"Selamat ya... Kamu yang terbaik..." ucapnya dengan manja.
"Hai Oliv..." sapa Meli juga
Olivia hanya tersenyum pada Meli. Dia tidak terlalu dekat dengannya, sejak Meli memutuskan untuk menjadi model.
"Lepas dulu Meli... tidak enak di lihat!" Aarav menarik lengannya dari tangan Meli yang memeluknya seperti gurita.
"Baiklah Aarav. Aku masih memiliki banyak sekali pekerjaan. Kamu duluan saja." ucap Oliv seraya berbelok ke arah lainnya.
"Oliv... Oliv..." aarav memanggil Olivia yang sepertinya tidak ingin mendengarkannya.
"Meli! lepas!" Aarav masih mencoba untuk melepaskan tangannya dari pelukan Meli.
"Tuan Aarav... Apa perlu saya yang menariknya?" tanya Erza yang sudah berdiri di hadapannya saat ini.
"Dari mana saja! Tidak tahukah kamu! jika ada seseorang yang lebih berbahaya dari sekedar seorang pembunuh!" sungut Aarav pada Erza yang masih saja membiarkan Meli untuk menemuinya.
Dia bukan tidak menyukai Meli, hanya saja Meli selalu saja seperti itu padanya, dan itu membuatnya merasa sangat risih.
"Apa aku perlu memotong tangannya?" tanya Erza.
Mendengar itu, Meli segera melepaskan pelukannya dari lengan Aarav.
"Sadis sekali! Aarav, Kenapa kamu memperkerjakan gadis kejam seperti dirinya untuk menjadi supir mu! ada banyak orang yang bersedia untuk posisi itu!" gerutu Meli.
"Mama Oma Hana dan Papa opa Nathan yang memperkerjakan dia. bukan aku. Lagipula, aku lebih suka yang kejam daripada yang lembut." jawab Aarav seraya berjalan menuju ke arah mobilnya. Dia terlalu sibuk untuk mengurusi Meli yang sangat manja padanya.
Erza tertawa geli melihat bagaimana Meli di abaikan oleh Aarav.
"Sebaiknya nona Meli mengganti warna cat kuku anda. Warna-warni seperti itu membuat tuan Aarav tidak suka. Dia suka warna gelap." ucap Erza dengan tawanya seraya berjalan mengikuti langkah kaki panjang Aarav.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!