NovelToon NovelToon

MIMPI DUA DUNIA SATU RASA DUA SENYAWA

PROLOG

Aku masih mengingatnya, saat kata 'Sah' terucap dari mulut para saksi pernikahanku. Saat itu mataku berlinangan air mata. Meskipun aku hanya bisa menyaksikan prosesi ijab kabul yang dilakukan Faizal yang sekarang menjadi suamiku dari balik tirai jendela.

Mendengarnya mengucapkan ijab kabulnya saja benar-benar membuat hatiku terharu.

Memang masa perkenalan kami hanya singkat. Bahkan kami tidak berpacaran. Aku memang yang sengaja menghindari itu. Kami hanya berteman, tidak lebih dari itu. Tidak ada kata ta'arufan juga, karena menurutku wanita jaman sekarang sudah salah mengerti. Mereka hanya mengganti istilah pacaran dengan ta'aruf saja selebihnya semua hal yang mereka lakukan sama saja. Maka dari itu, aku memutuskan untuk berteman. Yup, hanya sekedar berteman dengan Mas

Faizal.

Usia Mas Faizal jauh lebih tua dari pada aku. Aku masih duduk di bangku SMA waktu itu, sedang Mas Faizal baru saja menyelesaikan kuliahnya di salah satu Universitas Negeri di kota Yogyakarta. Kami berkenalan lewat akun media sosial. Sejujurnya kami tidak ada saling ketertarikan sebelumnya. Mas Faizal sering memposting kata-kata motifasi rohani di akun Instagramnya dan aku adalah penikmatnya. Sampai suatu ketika dia mengirimi aku sebuah pesan.

Sebuah pesan yang membuat aku terkejut sekaligus geli. Apakah ada lakilaki seperti Mas Faizal di zaman sekarang. Yang ketika akan menginvite seseorang di akun media sosialnya harus minta izin dahulu. Itulah hal pertama yang membuat aku tertarik dengan Mas Faizal. Tentu saja sebagai seorang gadis aku berlagak sok jual mahal dan tidak langsung menanggapi pesan itu.

Beberapa hari kemudian Mas Faizal mengirimi aku pesan lewat akun media sosialnya lagi. Pesan yang kurang lebih sama. Lalu aku hanya memberi tanggapan 'Ya'. Dia memasang emoticon senyum di pesan akun media sosialnya.

Perkenalan singkat kami itu membawa kami ke dalam rangkaian kisah cinta. Meskipun dengan kondisi Mas Faizal yang sekarang, sebagai seorang istri aku tetap mencintainya. Cintaku benar-benar tulus.

Aku cukup beruntung dinikahi oleh Mas Faizal. Dia lelaki yang bertanggung jawab. Dia juga berasal dari latar belakang keluarga yang baik dan berkecukupan. Laki-laki yang sudah mapan, dan yang pasti menjadi dambaan bagi setiap wanita. Belum lagi dia cukup religius.

Aku sendiri heran, lelaki seperti Mas Faizal mungkin bisa mendapatkan perempuan yang lebih baik dari pada diriku. Dibilang cantik aku tidak terlalu cantik. Aku juga tidak menonjol diantara perempuan lain yang dikenal Mas Faizal. Memang sih kulitku putih. Dan aku tidak bisa menolaknya, bahwa semua orang berkata padaku kalau tubuhku cukup molek. Tapi aku kira bukan itu yang membuat Mas Faizal jatuh hati padaku. Sebab seperti yang aku katakan sebelumnya, kami belum pernah bertemu sebelumnya. Kami hanya berkenalan lewat media sosial.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan akhirnya kami berdua memutuskan untuk saling bertemu. Kami memutuskan bertemu di toko buku. Yup, kenapa toko buku? Ini ada kaitannya dengan hobi kami. Kami berdua sama-sama menyukai buku.

Hanya lima bulan berselang setelah aku bertemu pandang dengan Mas Faizal. Hanya lewat sebuah chat via app WhatsApp, Mas Faizal bilang akan melamarku. Waktu itu aku belum lulus SMA. Tentu saja aku tidak berani bilang pada orang tuaku. Lagi pula mereka berdua tidak pernah melihat aku jalan dengan serang lelaki pun. Tentu saja mereka akan kaget. Dan tebak apa jawabanku waktu itu.

'Jika kamu serius silahkan datang ke rumah dan temui kedua orang tuaku.'

Sepertinya kalimat singkat pada chatinganku menantang nyali seorang Mas Faizal. Mas Faizal dengan percaya dirinya pagi-pagi datang bersama kedua orang tuanya dan melamarku.

Seperti apa perasaanku? Kalian tebak sendiri. Seorang gadis SMA yang sama sekali belum mengenal laki-laki, tiba-tiba dilamar oleh seorang lelaki tampan.

Akhirnya aku dinikahi Mas Faizal. Tepat saat aku lulus sekolah. Temantemanku banyak yang kaget. Sebab selama ini aku terkenal pendiam. Ada juga yang mengira aku hamil duluan.

Walaupun faktanya sampai sekarang aku belum memiliki momongan. Diantara teman wanita sebayaku aku tidak menonjol. Yup, aku sungguh beruntung waktu itu.

Sampai hari itu tiba. Malam itu Mas Faizal tiba-tiba demam tinggi dan mulai kejang-kejang.

Aku membawa dia ke UGD, pihak rumah sakit mendiaknosa Mas Faizal terkena stroke. Aku benar-benar kaget. Aku pikir ini adalah ujian kesetiaan untuk seorang istri. Kantor Mas Faizal tiap bulannya memberi Mas Faizal pesangon juga sebuah uang perawatan. Karena setelah aku mengetahuinya penyakit Mas Faizal ini diakibatkan oleh beban kerja yang terlalu berat.

Sebagai seorang istri, akhirnya aku memutuskan untuk bekerja. Menggantikan suamiku sebagai tulang punggung keluarga. Dan hari-hari beratku dimulai setelah itu.

BAB 1

"Ngelamun aja kamu Dil?"

"Eh? Tyas... Enggak kok, enggak ada apa-apa," kataku.

"Ngelamunin apa kamu? Omelan Si Bos tadi ya?"

"Ya enggak lah, emang kamu pernah dengar dia enggak ngomel?"

"Haha. Belum sih... Terus kenapa?" ucap Tyas.

"Enggak ada apa-apa," kataku.

"Kalau ada masalah kamu bisa cerita ke aku. Siapa tahu aku bisa bantu," ucap Tyas.

"Dokter bilang Mas Faizal bulan depan harus di operasi. Biayanya cukup mahal. Aku bingung harus cari kemana lagi uangnya Yas," ucapku sambil menghela nafas dan mulai bertopang dagu.

"Duh kalau soal uang jujur aku enggak bisa bantu Dil. Tapi kalau solusi mungkin aku punya," kata Tyas.

"Hutang ke bank ya? Kalau itu aku sudah tidak bisa lagi. Aku masih punya tanggungan utang di bank lain yang cukup besar Yas." "Ih bukan lagi... Bukan itu," ucap Tyas.

"Terus apa?"

"Aku kasih tahu tapi ini cuma jadi rahasia antara aku dan kamu."

Duh, pakai rahasia-rahasiaan aku jadi penasaran dan curiga. Jangan bilang Tyas mau nyuruh aku jadi bandar narkoba.

"Apa sih jangan ambigu gitu deh," kataku.

"Jadi istri simpanan aja," kata Tyas.

"Maksudnya?"

Ah, solusi macam apa itu Yas. Mana bisa aku mengkhianati suamiku. Itu adalah salah satu hal yang benar-benar aku hindari.

"Duh jangan berpikiran negatif dulu dong. Jadi ini semacam kawin kontrak. Kalau kamu setuju ada agen yang bisa nyalurin kamu buat dapetin suami. Terus kamu dinikahi secara sirih. Dengan begitu sebagai istri juga dari suamimu kamu dapat uang bulanan. Nah, biasanya laki-laki yang ikut program kawin kontrak ini dari kalangan pejabat dan orang kaya. Tak jarang mereka ini juga belum beristri.

Ada juga yang malah dijadikan istri resmi," kata Tyas.

"Masalahnya Yas, aku punya Mas Faizal..."

"Ini semua kan juga demi suamimu itu. Setidaknya kamu tidak melacurkan diri," kata Tyas.

"Memang apa bedanya dengan melacurkan diri Yas?" ucapku sedikit geram.

"Bedalah, kalau kamu jadi ******* kamu itu dibayar untuk tubuhmu. Tapi kalau jadi istri simpanan kamu ini benar-benar jadi istri dari lelaki yang akan menikahi kamu. Meskipun cuma sah secara agama tapi kan itu lebih dari cukup untuk menjalin sebuah hubungan suami istri," ucap Tyas.

Wah pemikiran gila macam apa ini. Tetapi kalau dipikir-pikir benar juga apa yang dikatakan Tyas. Apa hanya itu solusinya?

"Aku pikirkan lagi deh Yas, aku masih ragu-ragu."

"Emh, atau solusi paling cepet kamu minta bantuan suntikan dana saja dari Si Bos," kata Tyas.

"Nah, kalau ini sedikit masuk akal Yas," ucapku.

Tapi jujur saja aku ragu kalau Si Bos itu mau memberi aku bantuan. Si Bos yang aku maksud ini adalah direktur sekaligus pemilik perusahaan tempat aku bekerja sekarang ini. Oh iya, aku bekerja di salah satu perusahaan outsourcing yang bergerak di bidang pengembangan penyaluran sumber daya manusia. Perusahaan kami memang masih perusahaan berkembang. Tapi aku sendiri cukup yakin kalau perusahaan ini akan maju. Dan aku bekerja sebagai marketing perusahaan ini.

Sebenarnya diantara marketing yang lain aku cukup berprestasi. Tapi karena sifat Si Bos yang memang tempramental tak jarang aku sering kena semprot. Alasannya adalah karena aku yang sering menemani dia meninjau lokasi proyek.

Bagaimana tidak? Karena sebagian proyek yang menang tender adalah hasil kerja kerasku sebagai marketing. Kemampuan marketingku ini aku dapatkan dari Mas Faizal, karena dulu Mas Faizal adalah salah satu Manager Marketing di perusahaan asing.

Setelah keadaan kantor cukup sepi, hari itu aku putuskan untuk pulang agak terlambat.

Aku pikir aku harus mencobanya dulu sebelum aku pesimis akan gagal.

Siapa tahu Si Bos itu sedikit pengertian padaku.

Tok... Tok... Tok

Aku mengetuk pintu ruangan Si Bos.

"Silahkan masuk," ucapnya dari dalam ruangan.

"Permisi Pak," ucapku sembari masuk ke dalam ruangan itu.

"Kamu belum pulang Ardila?" tanya Si Bos.

"Belum Pak, anu... Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan," kataku.

"Jangan bilang kamu mau mengundurkan diri. Aku menolaknya jadi silahkan keluar," katanya.

"Eh, bukan itu Pak," kataku lagi.

"Lalu?"

"Anu Pak, saya mau minta bantuan Bapak. Saya sedang ada kesulitan keuangan Pak. Suami saya bulan depan harus operasi dan saya membutuhkan biaya yang cukup banyak," kataku.

"Oh masalah itu, kapan suamimu di operasi? Biar nanti aku yang tanggung semua biayanya. Tapi aku punya syarat!"

"Syarat apa?"

"Kamu tidak boleh keluar dari kantor saya ini. Jadi kamu harus bekerja di kantor saya ini."

"Kalau itu aku mungkin dapat menerimanya Pak," ucapku.

Dengan perasaan cukup lega aku keluar dari ruangan itu. Dalam hati aku bertanya-tanya, rupanya penampilan sangar Si Bos tak sekejam hatinya. Dia cukup baik untuk ukuran pemimpin sebuah perusahaan. Aku sendiri tidak menyangka malah dia yang mau membiayai semuanya.

Huft... Hah... Hah...

"Gimana Dil?"

"Eh, kamu Yas? Aku kira sudah pulang," kataku kaget.

"Belum lah, dari tadi siangkan aku memperhatikan gelagatmu yang mencurigakan."

"Ih mencurigakan bagaimana?"

"Dari tadi siang kan kamu curi-curi waktu buat ketemu Si Bos itu," ucapnya.

"Iya sih, dan tidak sia-sia Yas. Terimakasih usulannya tadi," ucapku dengan gembira.

"Maksudnya?"

"Si Bos kejam itu.... Bahkan dia mau membiayai operasi suamiku," kataku.

"Hah? Yang benar?"

"Benar Yas, masak aku bohong sih."

"Tapi apa enggak mencurigakan. Jangan-jangan Si Bos naksir kamu lagi."

"Ih, kok kamu mikir gitu," kataku.

"Iyalah, masak kamu enggak sadar juga sih. Pikir lagi ya Dil, prestasimu dalam bekerja selalu bagus tapi kamu selalu jadi sasaran utama omelannya. Kalau dia ngomel benar-benar karena urusan profesionalitas seharusnya dia jauh lebih sering mengomeliku. Aku kan tidak pernah mencapai target iya kan? Itu tandanya dari dulu Si Bos itu memang perhatian sama kamu. Kamu juga yang lebih sering diajak Si Bos meninjau lokasi."

"Ah kamu suuzon saja, semua itu kan karena kebanyakan dari proyek adalah hasil dari tender yang aku menangkan," ucapku.

Tetapi setelah mendengar penjelasan Tyas aku jadi kuatir. Kalau iya benarbenar seperti yang dijelaskan Tyas, sebaiknya aku menolak tawarannya.

Lagi pula perselingkuhan juga adalah salah satu hal yang aku hindari sejak aku memutuskan untuk menerima pinangan Mas Faizal.

Bagaimanapun juga Mas Faizal tetap yang utama. Aku yakin jika niatku baik pasti Tuhan membukakan seribu jalan untukku.

"Mau ngopi dulu enggak sebelum pulang?" kata Tyas.

"Emh... Boleh lah," ucapku.

"Nanti aku kenalin kamu ke seseorang," ucap Tyas.

"Siapa? Suamimu? Aldo? Aku kan udah kenal," ucapku bercanda.

"Bukanlah, yang ini suamiku yang lain," katanya.

"Hah? Jadi kamu sudah melakukannya ya. Yang kamu sarankan padaku

itu?"

"Iya dong," kata Tyas sambil tersenyum.

"Aku pulang aja deh enggak jadi," kataku.

Perasaan ku jadi tidak enak.

"Loh kok gitu, kamu marah ya sama aku," kata Tyas.

"Enggak lah, kan itu urusan pribadimu. Kamu kan tahu aku tidak suka ngurusin urusan orang lain," kataku.

"Kalau gitu setidaknya kamu berkenalan dulu sama suamiku ini," kata Tyas.

Duh bagaimana ya menolaknya...

"Oke deh, tapi sebentar saja ya..." kataku.

BAB 1

"Ngelamun aja kamu Dil?"

"Eh? Tyas... Enggak kok, enggak ada apa-apa," kataku.

"Ngelamunin apa kamu? Omelan Si Bos tadi ya?"

"Ya enggak lah, emang kamu pernah dengar dia enggak ngomel?"

"Haha. Belum sih... Terus kenapa?" ucap Tyas.

"Enggak ada apa-apa," kataku.

"Kalau ada masalah kamu bisa cerita ke aku. Siapa tahu aku bisa bantu," ucap Tyas.

"Dokter bilang Mas Faizal bulan depan harus di operasi. Biayanya cukup mahal. Aku bingung harus cari kemana lagi uangnya Yas," ucapku sambil menghela nafas dan mulai bertopang dagu.

"Duh kalau soal uang jujur aku enggak bisa bantu Dil. Tapi kalau solusi mungkin aku punya," kata Tyas.

"Hutang ke bank ya? Kalau itu aku sudah tidak bisa lagi. Aku masih punya tanggungan utang di bank lain yang cukup besar Yas." "Ih bukan lagi... Bukan itu," ucap Tyas.

"Terus apa?"

"Aku kasih tahu tapi ini cuma jadi rahasia antara aku dan kamu."

Duh, pakai rahasia-rahasiaan aku jadi penasaran dan curiga. Jangan bilang Tyas mau nyuruh aku jadi bandar narkoba.

"Apa sih jangan ambigu gitu deh," kataku.

"Jadi istri simpanan aja," kata Tyas.

"Maksudnya?"

Ah, solusi macam apa itu Yas. Mana bisa aku mengkhianati suamiku. Itu adalah salah satu hal yang benar-benar aku hindari.

"Duh jangan berpikiran negatif dulu dong. Jadi ini semacam kawin kontrak. Kalau kamu setuju ada agen yang bisa nyalurin kamu buat dapetin suami. Terus kamu dinikahi secara sirih. Dengan begitu sebagai istri juga dari suamimu kamu dapat uang bulanan. Nah, biasanya laki-laki yang ikut program kawin kontrak ini dari kalangan pejabat dan orang kaya. Tak jarang mereka ini juga belum beristri.

Ada juga yang malah dijadikan istri resmi," kata Tyas.

"Masalahnya Yas, aku punya Mas Faizal..."

"Ini semua kan juga demi suamimu itu. Setidaknya kamu tidak melacurkan diri," kata Tyas.

"Memang apa bedanya dengan melacurkan diri Yas?" ucapku sedikit geram.

"Bedalah, kalau kamu jadi ******* kamu itu dibayar untuk tubuhmu. Tapi kalau jadi istri simpanan kamu ini benar-benar jadi istri dari lelaki yang akan menikahi kamu. Meskipun cuma sah secara agama tapi kan itu lebih dari cukup untuk menjalin sebuah hubungan suami istri," ucap Tyas.

Wah pemikiran gila macam apa ini. Tetapi kalau dipikir-pikir benar juga apa yang dikatakan Tyas. Apa hanya itu solusinya?

"Aku pikirkan lagi deh Yas, aku masih ragu-ragu."

"Emh, atau solusi paling cepet kamu minta bantuan suntikan dana saja dari Si Bos," kata Tyas.

"Nah, kalau ini sedikit masuk akal Yas," ucapku.

Tapi jujur saja aku ragu kalau Si Bos itu mau memberi aku bantuan. Si Bos yang aku maksud ini adalah direktur sekaligus pemilik perusahaan tempat aku bekerja sekarang ini. Oh iya, aku bekerja di salah satu perusahaan outsourcing yang bergerak di bidang pengembangan penyaluran sumber daya manusia. Perusahaan kami memang masih perusahaan berkembang. Tapi aku sendiri cukup yakin kalau perusahaan ini akan maju. Dan aku bekerja sebagai marketing perusahaan ini.

Sebenarnya diantara marketing yang lain aku cukup berprestasi. Tapi karena sifat Si Bos yang memang tempramental tak jarang aku sering kena semprot. Alasannya adalah karena aku yang sering menemani dia meninjau lokasi proyek.

Bagaimana tidak? Karena sebagian proyek yang menang tender adalah hasil kerja kerasku sebagai marketing. Kemampuan marketingku ini aku dapatkan dari Mas Faizal, karena dulu Mas Faizal adalah salah satu Manager Marketing di perusahaan asing.

Setelah keadaan kantor cukup sepi, hari itu aku putuskan untuk pulang agak terlambat.

Aku pikir aku harus mencobanya dulu sebelum aku pesimis akan gagal.

Siapa tahu Si Bos itu sedikit pengertian padaku.

Tok... Tok... Tok

Aku mengetuk pintu ruangan Si Bos.

"Silahkan masuk," ucapnya dari dalam ruangan.

"Permisi Pak," ucapku sembari masuk ke dalam ruangan itu.

"Kamu belum pulang Ardila?" tanya Si Bos.

"Belum Pak, anu... Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan," kataku.

"Jangan bilang kamu mau mengundurkan diri. Aku menolaknya jadi silahkan keluar," katanya.

"Eh, bukan itu Pak," kataku lagi.

"Lalu?"

"Anu Pak, saya mau minta bantuan Bapak. Saya sedang ada kesulitan keuangan Pak. Suami saya bulan depan harus operasi dan saya membutuhkan biaya yang cukup banyak," kataku.

"Oh masalah itu, kapan suamimu di operasi? Biar nanti aku yang tanggung semua biayanya. Tapi aku punya syarat!"

"Syarat apa?"

"Kamu tidak boleh keluar dari kantor saya ini. Jadi kamu harus bekerja di kantor saya ini."

"Kalau itu aku mungkin dapat menerimanya Pak," ucapku.

Dengan perasaan cukup lega aku keluar dari ruangan itu. Dalam hati aku bertanya-tanya, rupanya penampilan sangar Si Bos tak sekejam hatinya. Dia cukup baik untuk ukuran pemimpin sebuah perusahaan. Aku sendiri tidak menyangka malah dia yang mau membiayai semuanya.

Huft... Hah... Hah...

"Gimana Dil?"

"Eh, kamu Yas? Aku kira sudah pulang," kataku kaget.

"Belum lah, dari tadi siangkan aku memperhatikan gelagatmu yang mencurigakan."

"Ih mencurigakan bagaimana?"

"Dari tadi siang kan kamu curi-curi waktu buat ketemu Si Bos itu," ucapnya.

"Iya sih, dan tidak sia-sia Yas. Terimakasih usulannya tadi," ucapku dengan gembira.

"Maksudnya?"

"Si Bos kejam itu.... Bahkan dia mau membiayai operasi suamiku," kataku.

"Hah? Yang benar?"

"Benar Yas, masak aku bohong sih."

"Tapi apa enggak mencurigakan. Jangan-jangan Si Bos naksir kamu lagi."

"Ih, kok kamu mikir gitu," kataku.

"Iyalah, masak kamu enggak sadar juga sih. Pikir lagi ya Dil, prestasimu dalam bekerja selalu bagus tapi kamu selalu jadi sasaran utama omelannya. Kalau dia ngomel benar-benar karena urusan profesionalitas seharusnya dia jauh lebih sering mengomeliku. Aku kan tidak pernah mencapai target iya kan? Itu tandanya dari dulu Si Bos itu memang perhatian sama kamu. Kamu juga yang lebih sering diajak Si Bos meninjau lokasi."

"Ah kamu suuzon saja, semua itu kan karena kebanyakan dari proyek adalah hasil dari tender yang aku menangkan," ucapku.

Tetapi setelah mendengar penjelasan Tyas aku jadi kuatir. Kalau iya benarbenar seperti yang dijelaskan Tyas, sebaiknya aku menolak tawarannya.

Lagi pula perselingkuhan juga adalah salah satu hal yang aku hindari sejak aku memutuskan untuk menerima pinangan Mas Faizal.

Bagaimanapun juga Mas Faizal tetap yang utama. Aku yakin jika niatku baik pasti Tuhan membukakan seribu jalan untukku.

"Mau ngopi dulu enggak sebelum pulang?" kata Tyas.

"Emh... Boleh lah," ucapku.

"Nanti aku kenalin kamu ke seseorang," ucap Tyas.

"Siapa? Suamimu? Aldo? Aku kan udah kenal," ucapku bercanda.

"Bukanlah, yang ini suamiku yang lain," katanya.

"Hah? Jadi kamu sudah melakukannya ya. Yang kamu sarankan padaku

itu?"

"Iya dong," kata Tyas sambil tersenyum.

"Aku pulang aja deh enggak jadi," kataku.

Perasaan ku jadi tidak enak.

"Loh kok gitu, kamu marah ya sama aku," kata Tyas.

"Enggak lah, kan itu urusan pribadimu. Kamu kan tahu aku tidak suka ngurusin urusan orang lain," kataku.

"Kalau gitu setidaknya kamu berkenalan dulu sama suamiku ini," kata Tyas.

Duh bagaimana ya menolaknya...

"Oke deh, tapi sebentar saja ya..." kataku.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!