NovelToon NovelToon

MY LITTLE HUSBAND

Olivia

"Tidak mau! aku tidak mau menikah sekarang ayah" protes Olivia.

Olivia adalah putri satu-satunya di keluarga Danu Brawijaya, ia baru saja tiba di Indonesia setelah Danu menelponnya untuk pulang. Olivia mengemban pendidikan di Singapura dengan mengambil jurusan bisnis. Ia tengah menyelesaikan syarat kelulusannya dengan menyusun skripsi, sedang fokus belajar namun tiba-tiba sang ayah memintanya kembali ke negaranya karena ada satu hal yang penting harus di diskusikan akan tetapi Olivia di buat syok dengan penjelasan yang di dengarnya. Ya Danu memintanya untuk menikah di umurnya yang terbilang cukup, yakni 22 tahun namun ternyata Olivia menolaknya mentah-mentah. Ia tidak menyangka sang ayah memiliki keinginan dan keputusan tentang hidupnya secara sepihak, padahal selama ini Danu termasuk ayah yang tidak pernah otoriter, dia selalu mendukung apa pun hal yang Olivia lakukan.

"Olivia ayah mohon, ini semua demi keluarga kita" ucap Danu memelas setelah cukup lama berdebat dan terus mendapat penolakan.

"Tidak, tidak dan tidak! aku sudah pernah mengatakannya ayah, aku sendirilah yang akan memutuskan siapa yang akan menjadi pasangan hidupku dan kapan aku akan menikah. Apa ayah lupa?" jawab Olivia tegas, ia memang keras kepala jika mengenai masa depannya.

"Ayah tidak lupa sayang hanya saja ayah memerlukan dirimu untuk mencegah perusahaan kita bangkrut" 

"Biar saja perusahaan ayah bangkrut, aku tidak peduli!!" 

Olivia berlari menuju kamarnya, jujur saja sebenarnya ia tidak terlalu suka harus berdebat dengan ayahnya.

Begitupun Danu, perkataan Olivia tadi menusuk tepat di jantungnya. Dia merasa bersalah pada Olivia karena memaksakan egonya namun tak ada hal yang bisa di lakukannya lagi selain meminta anaknya untuk menikah dengan anak sahabatnya.

"Sudahlah sepertinya Olivia tidak bisa di paksa lagi" ucap Laras ibu Olivia.

"Tapi perusahaan kita akan bangkrut" 

"Kita bisa memulainya lagi dari awal" 

"Apa kau yakin istriku?"

Laras tersenyum sambil menganggukan kepalanya dan mengusap-ngusap perlahan punggung suaminya agar berlapang dada menerima kenyataan saat ini.

Perusahaan yang dikelola Danu mengalami kebangkrutan, namun saat bertemu kawan lamanya Alex Hutomo dia menawarkan kerja sama dan bersedia membantu memulihkan kembali perekonomian perusahaan yang berada di ujung tanduk tersebut dengan syarat mutlak dan tak main-main. Dia ingin menikahkan anaknya dengan Olivia agar mereka di kemudian hari bisa bersama-sama membangun perusahaan Brawijaya menjadi lebih baik lagi sekaligus menjalin silaturahmi antara keluarga Brawijaya dan keluarga Hutomo.

Danu dan Alex sudah berteman sejak duduk di bangku sekolah, mereka saling membantu satu sama lain meski beberapa tahun belakangan mereka sempat terpisah karena kesuksesan perusahaan Alex yang mencangkup perusahaan global, dia banyak pergi ke negara asing dan menetap cukup lama di sana. Alex ingin mempercayakan anaknya pada Danu dan sahabatnya itu dengan senang hati menyepakatinya. Sayang harapan tidak sesuai dengan kenyataan, Olivia menolak perjodohan ini.

Danu sempat berpikir keras, tiba-tiba saja dia mendapat ide encer yang mungkin akan membuat Olivia tidak dapat menolak perjodohannya lagi. Danu membisikan idenya tersebut ditelinga Laras, wanita itu hanya bisa pasrah dengan tingkah suaminya. Danu dan Olivia sama-sama keras kepala, mereka tidak akan berhenti jika keinginannya belum terpenuhi.

Olivia membuang dirinya di kasur, perasaannya benar-benar kesal karena sikap semena-mena sang ayah. Untuk apa memintanya pulang jika hanya akan memintanya melakukan hal yang tidak mau dilakukannya sekarang.

"Menikah? untuk apa menikah jika hati dan batinku belum siap!" Olivia menarik bantal guling dan memeluknya erat, ia tidak akan menyetujui permintaan ayahnya saat ini, tidak sekarang dan tidak sekalipun!!

***

Olivia menjadi malas tinggal di rumah namun ayahnya tidak membiarkannya untuk kembali ke Singapura dengan segera. Olivia memilih menghubungi teman sekolahnya semasa SMA dulu dan mengadakan reuni karena Olivia sendiri jarang pulang ke negaranya jika tidak darurat.

Mereka bertemu di sebuah cafe terkenal yang berada di Jakarta, Olivia baru saja tiba di sana, ia mengedarkan pandangannya menyapu setiap meja dan kursi mencari teman-temannya. Ketemu, salah satu gadis berambut cempol ke atas tengah duduk sendirian.

"Clarisa" teriaknya begitu senang, Olivia berjalan cepat menghampiri temannya. Clarisa berdiri mengumbar senyuman manis di sudut bibirnya, mereka berpelukan sejenak melepas kerinduan.

"Apa kabarmu Liv?" 

"Aku baik-baik saja. Kamu?" 

"Aku juga baik, sudah lama kita tidak bertemu. Kamu semakin cantik" pujinya melihat betapa anggunnya gadis berambut panjang yang terurai di depannya.

"Tidak juga, aku rasa kamu yang bertambah cantik dan feminim sekarang" 

"Sepertinya aku memang lebih banyak berubah" ucap Clarisa tak menolak pujian dari sahabatnya.

"Iisshhh seketika kepercayaan dirimu menanjak tinggi" mereka berdua pun tertawa. 

"Uhm mau pesan sesuatu?" tanya Clarisa menyodorkan menu di hadapannya.

"Nanti saja, aku ingin menunggu Shada datang" mereka sedang menunggu kedatangan orang terakhir dalam genknya. 

Tidak lama kemudian, orang yang di tunggupun hadir.

"Shada sebelah sini" teriak Clarisa sambil melambaikan tangan membuat gadis yang di panggilnya menghampiri dengan segera.

"Akhirnya kita berkumpul lagi" ucap Shada tanpa basa basi, mereka saling berpelukan mencium pipi kanan dan kiri secara bergantian.

"Aku rindu pada kalian" seru Olivia tak kalah.

Mereka berteman dekat sejak duduk di kelas satu SMA, Shada dan Clarisa memilih untuk melanjutkan pendidikannya di Jakarta, hanya Olivia lah yang tinggal jauh di negeri sana.

"Bagaimana pendidikanmu di Singapura Liv?" tanya Clarisa sambil meneguk minumannya.

"Aku sedang menyusun bab 3 dalam skripsiku hanya saja tiba-tiba ayahku memintaku untuk pulang" balasnya kemudian mengunyah potongan cake di depannya.

"Ada apa dengan ayahmu? apa ayahmu sakit?" tanya Shada penasaran membuat Olivia menggelengkan kepalanya.

"Kalian akan terkejut mendengarnya" Olivia meletakkan garpu di samping piring kecil yang sudah kosong.

"Ada apa? ceritakanlah pada kami cepat" pinta Clarisa sedikit memaksa sambil menggoyang-goyangkan lengan Olivia.

"Ayahmu pasti menjodohkanmu" tebak Shada asal namun tebakannya itu membuat Olivia membelalakan matanya. "Apa ucapanku benar?" Shada kini memasang wajah seriusnya.

"Bagaimana kau bisa tahu?" hardik Olivia dengan raut wajah yang masih heran. Shada menepuk meja cukup keras seolah dia baru saja menang karena menjawab pertanyaan dalam lomba cerdas cermat.

"Wahhhhh sebentar lagi kamu akan menjadi pengantin" Clarisa menaikkan kedua tangannya bersorak gembira sambil tertawa lalu menyalami temannya yang masih terbengong.

"Aku. . aku tidak mau jadi pengantin. Aku menolaknya" seketika kata-kata yang keluar dari mulut Olivia menghentikkan aktifitas teman-temannya.

"Kenapa?" tanya kompak Shada dan Clarisa bersamaan.

"Aku tidak suka perjodohan ini, sekarang bukan jaman Siti Nurbaya yang bisa dengan sesuka hati menjodohkan anak-anaknya. Aku ingin menemukan pria yang akan menjadi suamiku sendiri" Shada dan Clarisa menyandarkan punggungnya bersamaan dan menghela napasnya.

"Tidakkah kamu tahu alasan ayahmu bisa sampai menjodohkanmu? aku rasa selama ini ayahmu seorang ayah yang bijaksana. Dia selalu membebaskanmu memilih apapun yang akan kamu lakukan?" Shada memang sedikit dewasa di bandingkan Olivia dan Clarisa.

"Sebenarnya aku di jodohkan dengan anak dari sahabat ayahku, perusahaan keluarga kami mengalami kebangkrutan dan sahabat ayahku ini bersedia membantu hanya saja dia meminta aku menikah dengan anaknya. Apa kalian tidak berpikir bahwa ini gila? menjodohkan anaknya demi mempertahankan perusahaan?" 

"Aku rasa tidak ada yang salah dengan cara ayahmu dan sahabatnya, mereka berteman baikkan? wajar saja jika ingin semakin mempererat silaturahmi. Aku rasa kamulah yang anak durhaka, perusahaan ayahmu itu pasti sangat penting baginya, bagaimana kamu dan keluargamu akan hidup jika perekonomian kalian dari perusahaan tidak tertolong" jelas Shada panjang lebar, perkataannya membuat Olivia sedikit tersentak, selama ini ia memang egois tidak memikirkan perasaan ayah dan ibunya.

"Lagipula kamu belum bertemu dengan calon suamimu kan? siapa tahu dia adalah pria tampan nan karismatik? idola kampus, seorang CEO besar, atau. ." Clarisa tak melanjutkan perkataannya.

"Atau apa?" Shada dan Olivia mendekatkan wajahnya pada wajah Clarisa ingin tahu terawangan Clarisa pada calon suami sahabatnya.

"Atau dia seorang Gay atau seorang Casanova, kamu akan di buat gila olehnya seperti cerita pada novel-novel" jawabnya begitu antusias namun tidak dengan ekspresi Olivia dan Shada yang segera membuang wajahnya seketika.

"Kamu terlalu banyak membaca novel fiksi tentang laki-laki" ketus Shada menggoda Clarisa.

"Issshhh membaca novel itu seru, apa lagi untuk 21+ kalian akan" Shada menutup mulut Clarisa dengan tangannya.

"Sudah tidak usah di lanjutkan, kamu hanya akan menceritakam hal mesum. Kita sedang berada di tempat umum" hardiknya kemudian melepaskan tangannya pelan

"Maaf" Clarisa mengerucutkan bibirnya. Shada mengalihkan pandangannya, dia tahu Olivia sedang berpikir dalam.

"Pikirkanlah baik-baik, kamu harus memikirkan dampak pada setiap keputusan yang kamu buat baik untuk perusahaan, ayahmu dan dirimu sendiri. Kalau kami akan selalu mendukungmu Olivia apa pun yang akan kamu putuskan" Shada berbicara sambil menepuk-nepuk pundak Olivia.

"Terima kasih ya teman-teman" Mereka bertiga meletakkan tangannya di atas meja sambil berpegangan.

"Kalau sudah bertemu calon suamimu, ceritakanlah padaku dia pria seperti apa, aku sangat ingin kamu bertemu dengan CEO dingin yang arogan namun mempesona  juga memiliki nafsu yang besar" Clarisa selalu berbicara dengan apa yang ada di pikirannya.

"Heemm novel lagi" kali ini Olivialah yang mendengus menggoda temannya, mereka pun tertawa bersama-sama.

***

Hai Author abal-abal kembali 😁

Mohon dukungannya ya 😘

Ayah

Olivia pulang dan berjalan masuk, rumahnya sepi tidak seperti biasanya.

"Ayah. . Ibu" panggilnya menuju kamar kedua orangtuanya namun sama sekali tidak ada jawaban, Olivia menjadi semakin penasaran. Firasatnya menjadi buruk.

Olivia dapat melihat pintu kamar yang sedikit terbuka, ia berjalan dengan hati-hati sambil mencondongkan tubuhnya. Ia tak ingin gegabah, mungkin kedua orangtuanya sedang melakukan hal yang bersifat privasi  maka ia memutuskan untuk memeriksa keadaan terlebih dahulu.

Ibunya terlihat duduk di tepi ranjang, wajahnya terlihat sedih sedangkan ayah sedang terbaring di sebelahnya, wajahnya pucat. Terdengar sayup-sayup isak tangis yang keluar dari mulut ibunya. Olivia menjadi tidak tahan, akhirnya ia mendorong pintu dan masuk menghampiri kedua orangtuanya.

"Ibu apa yang terjadi? apa ayah baik-baik saja?" ucap Olivia sangat khawatir.

"Ayahmu baik-baik saja nak hanya penyakit lamanya kambuh" perkataan ibu tak sesuai dengan ekspresi wajahnya yang sendu, Olivia segera mengalihkan pandangannya. Lelaki paruh baya itu memejamkan matanya tenang membuat Olivia semakin takut. Ayah memiliki riwayat penyakit jantung.

Olivia berlutut, entah mengapa kakinya terasa lemas. Ia segera meraih tangan ayahnya lalu menempelkannya di pipinya. Seketika ia ingat perlakuan buruknya pada ayah kemarin, membentaknya membuat Olivia merasa menyesal dan merasa bersalah.

"Maaf ayah, aku putri yang nakal. Aku sudah berlaku tidak baik kemarin, ayah aku mohon jangan sakit." ucapnya lirih sambil meneteskan air mata yang membasahi lengan ayahnya membuat sang ayah terbangun dari tidurnya.

"Olivia" panggil ayah dengan suara yang serak, melirik lemas menatap putri kesayangannya.

"Aku di sini ayah, aku sangat menyayangi ayah. Jadi jangan sakit" 

"Putriku" tangan ayah yang berusaha membelai pucuk kepala putrinya seketika jatuh lemas, keadaannya begitu mengkhawatirkan membuat Olivia dan ibu menjadi panik.

"Ayah. ." buliran air mata Olivia semakin deras, ia memegangi kedua bahu ayahnya. "Ayah sadarlah, ayah aku mohon bertahanlah" tak ada respon yang berarti. "Ayah maafkan aku membantahmu kemarin, aku janji akan menjadi putri yang baik dan penurut jadi aku mohon teruslah hidup sampai aku tua nanti" 

"Benarkah kamu tidak akan membantah lagi?" tanya ayah tiba-tiba dengan suara yang pelan sambil kembali membuka matanya perlahan. Olivia menganggukkan kepalanya.

"Iya aku akan benar-benar berusaha menuruti perintah ayah dan menjadi putri yang berbakti" Olivia sesekali menyeka air yang membasahi pipinya.

"Apa itu termasuk menikah?" tanya ayah memastikan. Olivia menganggukan kepalanya kembali.

"Iya, apa pun itu asalkan ayah tidak sakit"

Senyum bahagia seketika mengembang dari wajah sang ayah, dia sukses membuat Olivia menjadi patuh. Satu-satunya cara licik yang membuat Danu sebenarnya merasa sedikit bersalah. Olivia begitu lemah jika melihat kedua orangtuanya yang sakit.

"Maafkan ayah sayang" gumam Danu dalam hati.

"Tapi nak jika kamu tidak ingin menikahpun rasanya tak apa, ayah tidak akan memaksa" lirihnya lagi dengan suara yang masih pelan.

Olivia menggeleng dengan cepat.

"Tidak, aku akan melakukannya demi ayah, aku akan menikah dengan lelaki pilihan ayah" 

Laras menutup mulutnya, menahan tawa. Melihat tingkah laku kekanak-kanakan suaminya yang berhasil memperdayai anaknya sendiri. Sebenarnya dia merasa geli melihat akting orang terkasihnya.

"Sayang istriku" panggil ayah kini suaranya sedikit mengeras.

"Iya" jawab Laras memasang wajah serius tak ingin semua jerih payah akting suaminya gagal hanya karena dia yang tak bisa menahan tawa.

"Ambilkan aku air" 

"Baik sayang, tunggu sebentar aku akan mengambilkannya" ibu segera berjalan keluar meninggalkan Olivia dan ayahnya di kamar.

"Setelah berpura-pura lemas, aku rasa dia kehausan" Laras berbicara sendiri dan terkikik, dia merasa lega akhirnya bisa melepaskan tawanya.

Danu memandang wajah putrinya lekat.

"Terima kasih ya Oliv, ayah merasa beruntung memiliki anak sepertimu" dalam hati sebenarnya dia bersorak.

"Ayah, aku memiliki satu permintaan" 

"Apa permintaanmu sayang?" 

"Bolehkah aku bertemu dengan calon suamiku dulu? aku hanya ingin mengetahui dia orang seperti apa, sifatnya, wataknya, aku tidak ingin menikah secara langsung tanpa saling mengenal satu sama lain." jelas Olivia.

"Tentu saja, kamu bebas melakukannya. Kamu bisa datang ke rumah keluarga Hutomo. Nanti ayah akan memberitahunya bahwa calon menantunya ingin mengunjungi rumahnya. Dia pasti akan sangat senang" wajah ayah terlihat  lebih segar.

"Uhm baiklah, kalau begitu ayah beristirahat sekarang. Aku akan kembali ke kamar, apa ayah sudah meminum obat?" Olivia membetulkan selimut ayah menutupi dadanya.

"Sudah, ayah rasa sejak kedatanganmu ayah sudah merasa baikkan" 

"Tapi tetap saja ayah harus harus beristirahat agar lekas sembuh. Aku pergi ya" Olivia mengecup kening ayahnya. Danu mengangguk pelan sambil tersenyum.

Olivia berjalan menuju pintu, ia sempat berpapasan dengan ibunya yang membawa nampan berisi air putih.

"Aku tidur ya bu, ibu juga beristirahatlah" Olivia mengecup pipi kiri ibunya.

"Iya sayang, selamat malam" 

Laras memastikan Olivia keluar dan menutup pintu, kemudian dia meletakkan nampan yang di bawanya di atas nakas.

"Sudah jangan berakting lagi, Olivia sudah pergi" ucapnya pada suaminya. Danu mengangkat punggungnya kemudian duduk bersandar di ujung ranjang, dia segera menyambar gelas berisi air putih yang di bawakan istrinya.

"Bagaimana aktingku? apa menurutmu bagus?" tanyanya setelah meneguk air itu sampai habis.

"Iya sangat bagus, aku rasa kamu berbakat menjadi aktor" 

"Iisshhh ini semua demi masa depan kita bersama" 

"Sayang, apa menurutmu Olivia akan baik-baik saja dengan anak Alex?" sebenarnya ibu menyimpan sedikit keraguan dalam hatinya.

"Aku yakin Olivia akan baik-baik saja, kita sudah mengenal keluarga Alex dengan baik, mereka semua orang yang terpelajar, terdidik dan berprestasi, aku yakin calon menantu kita pasti akan bisa membahagiakan Olivia" 

"Hemm, iya sih. Semoga Olivia menyukai calon suaminya. Aku hanya sedikit berpikir jika mereka bersanding rasanya akan lucu" ibu terkekeh membayangkan calon menantunya berdiri berdampingan dengan Olivia.

"Tidak usah di bayangkan, kita jalani saja. Aku akan mengatur pertemuan Olivia dengan anak itu" 

"Semoga anak kita tidak syok di buatnya" ibu masih tertawa geli.

***

Semoga terhibur dan semoga syuka ya 💕

Calon Suami

Ayah sudah menghubungi keluarga om Alex jika Olivia akan mengunjungi kediamannya, sekedar untuk bertemu calon suaminya. Om Alex sangat senang mendengarnya, dia berkata pintu rumahnya akan selalu terbuka untuk Olivia. 

Olivia mengendarai mobilnya sendiri menuju kawasan elite di kota Jakarta. Ayah sedang memiliki beberapa urusan yang harus di selesaikannya di kantor, meski awalnya Olivia sempat ragu dan segan dengan rencana pertemuannya namun akhirnya ia memantapkan diri. Dahulu ia pernah beberapa kali bertemu dengan om Alex tapi tidak dengan anaknya, mungkin tak banyak yang berubah, pikirnya mencoba menenangkan diri.

Hanya beberapa meter lagi saja, Olivia telah sampai di sebuah rumah besar berlantai dua dan terlihat sangat luas, bahkan halamannya begitu asri dengan banyaknya tanaman dan bunga-bunga. Olivia memarkirkan mobilnya, ia segera di sambut oleh satu orang pelayan. Kini ia di tuntun untuk masuk ke dalam rumah.

"Silahkan duduk nona" ucap pelayan tersebut saat Olivia sampai di sebuah ruang tamu. Olivia duduk sambil terus mengedarkan pandangannya, banyak benda-benda arsitektur unik yang terpajang di lemari-lemari kaca.

"Apa om Alex ada?" tanya Olivia karena sedari tadi tak ada pemilik rumah yang menyambutnya.

"Maaf nona, tuan sedang tidak di rumah" jawabnya sambil menundukkan badan.

"Oh, kalau istrinya om Alex ada?" 

"Sedang keluar juga nona"

Sebelumnya Olivia tidak tahu bahwa penghuni rumah ini sedang memiliki keperluan semua, ia menjadi kecewa dan juga malas untuk berkunjung lagi kemari. batinnya.

"Sudah rela datang menghampiri rumah calon mertua semua penghuninya lenyap" umpatnya dalam hati.

"Sebaiknya aku pulang saja" Olivia beranjak berdiri.

"Jangan nona, anda di minta menunggu sebentar lagi tuan muda akan pulang" cegahnya membuat Olivia kembali duduk dan mengurungkan niatnya.

Olivia berpikir sejenak, yang di maksud tuan muda pelayan ini pasti calon suaminya, ia hanya bisa pasrah karena sudah terlanjur datang, menunggu kedatangan orang yang akan di temuinya.

Tak lama kemudian pelayan yang lain datang membawakan teh hangat dan cheesecake untuk Olivia. Makanan itu nampak enak, tanpa malu Olivia segera menyambar cake tersebut, melahap dan meminum minuman yang di sediakan. Hanya di tatap oleh pelayan saja membuatnya tidak ragu dan menghabiskan makanannya segera seperti orang kelaparan, ia kesal. Pelampiasannya adalah makanan, ya itu salah satu moto dalam hidupnya.

Pelayan yang membawa Olivia tadi nampak melangkahkan kakinya akan pergi meninggalkannya namun Olivia mencegahnya. Ia ingin menanyakan beberapa hal kepadanya

"Ada apa nona?" tanya pelayan itu memutar kembali tubuhnya.

"Aku ingin tahu, bisa kamu ceritakan bagaimana itu tuan muda? maksudku sifatnya" 

"Emm tuan muda ya, beliau sangat baik, santun, namun pendiam tidak terlalu banyak bicara, tidak suka hal yang manis-manis" jelasnya.

"Lalu apa kamu mendengar hal tentang perjodohan? apa dia setuju untuk menikah muda?" untuk saat ini hanya pelayan inilah yang dapat di tanyai alias di introgasi.

"Kalau hal itu saya tidak tahu nona, karena itu soal pribadi tuan muda. Tapi saya rasa beliau menanggapinya biasa saja, nampaknya ia setuju" 

"Uhmm ya sudah, terima kasih informasinya. Kamu boleh melanjutkan kembali tugasmu" 

"Baik, jika nona membutuhkan sesuatu nona bisa memanggil saya kembali" pelayan itupun membungkukan badannya dan pergi. Kini Olivia hanya tinggal sendiri di ruangan asing ini.

Olivia merasa bosan jika hanya duduk-duduk, ia berjalan-jalan di ruang tamu yang cukup luas itu. Olivia menghampiri sebuah rak buku yang menjulang tinggi dan memperhatikan buku-buku apa saja yang tertata rapi di sana. Sepertinya keluarga Hutomo gemar membaca.

Kini ia beralih, menatap pajangan di sebuah lemari besar. Olivia menyapu setiap sudut ruangan mencari foto keluarga om Alex namun sepertinya orang-orang di rumah ini tidak suka di foto atau memang sengaja tidak menaruh foto keluarga. Di dinding hanya terdapat beberapa lukisan abstrak dan pemandangan.

Tanpa terasa karena terus berkeliling Olivia sampai di sebuah pintu yang lebar dan mengarahkannya pada sebuah taman bunga. Di sana ada sebuah meja bundar di kelilingi empat kursi, beberapa tumbuhan merambat mengelilingi tempat itu menambah kesan sangat indah. Olivia memilih duduk di sana, melihat sekeliling taman di rumah calon suaminya.

"Permisi apa aku mengganggu" sebuah suara bariton membuyarkan lamunannya, Olivia segera mengalihkan pandangannya pada suara itu.

Tampak seorang lelaki berbadan tegap, berwajah putih cerah seperti tak memiliki satu pori-pori pun di celah kulit wajahnya. Mata berwarna kecoklatan itu menatap kedua bola mata Olivia, menyunggingkan sebuah senyuman manis yang membuat siapapun yang melihatnya akan candu.

Olivia hanya bisa terdiam, ia tak dapat mengeluarkan sepatah kata pun.

"Ayah engkau baik hati sekali mengirimkan seorang malaikat di dunia nyata untuk putri kesayanganmu" pujinya pada ayah yang berusaha keras menjodohkannya.

Mata Olivia tak dapat berkedip, lelaki itu kini memandangnya heran. Dia beberapa kali menggibaskan salah satu telapak tangannya di depan wajah Olivia.

"Nona. . nona. . apa kamu baik-baik saja?" tanyanya, Olivia menganggukan kepalanya.

"Iya malaikatku" ucapnya tanpa sadar. Olivia segera menutup mulutnya dengan kedua tangannya, refleks.

Pemuda itu menjadi terkikik, baginya Olivia ini sangat imut.

"Maaf" ucapnya.

"Apa yang aku lakukan!! mulut ini!!" 

Olivia tersenyum kikuk karena menahan malu.

"Tidak apa-apa, tidak usah kaku. Apa kamu putrinya om Danu? namamu Olivia kan?" gadis itu masih memandanginya, terpesona.

"Iya aku Olivia, sa-salam kenal" Olivia tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, ia segera mengulurkan tangannya ingin menyalami lelaki tampan di depannya.

"Namaku Daniel Hutomo, aku anak tertua di keluarga ini, maaf jika saat Olivia ke sini kedua orangtuaku sedang tidak di rumah, mereka sibuk dengan pembukaan cabang perusahaan baru" jawabnya sambil menerima uluran tangan Olivia, namun jawabannya membuat Olivia harus menelan kekecewaan.

"Anak tertua? jadi dia bukan jodohku?" Olivia menggerutuk dalam hati.

"Oh tidak apa-apa, aku hanya ingin berkunjung saja sambil melihat-lihat. Hehe" senyum terpaksa itu terlihat jelas di sudut bibirnya.

"Andai saja kak Daniel yang di jodohkan denganku" dalam hati Olivia masih menyisakan sedikit harapan.

Olivia masih memandang Daniel yang ramah.

"Maaf kalau boleh tahu berapa umur kak Daniel?" 

"Umurku 27 tahun, cukup tua ya" Daniel masih mengumbar senyum manisnya.

"Ah tidak juga" 

Olivia kembali berpikir, umur 22 tahun dengan 27 tahun sepertinya jarak yang pas untuk pasangan yang akan menikah, dengan sikap dewasa Daniel rasanya Olivia rela di bimbingnya, meski Olivia sudah berusia dewasa namun sikapnya kadang masih kekanak-kanakan.

"Olivia kamu pasti menunggu adikku, tunggu sebentar lagi mungkin dia akan segera sampai" ucap Daniel sambil memperhatikan jam yang melingkar di tangannya.

"Dia? akan pulang sekarang?" 

"Iya, kamu ke sini untuk menemuinya kan?" 

Olivia merasa ini masih mimpi, ia berusaha mencerna perkataan Daniel dengan baik. 'Dia' yang di maksud itu artinya calon suami Olivia bukanlah Daniel, tapi jika Daniel saja begitu menarik mungkinkah adiknya juga sama? 

"Tak apa aku rasa satu gen pasti mirip" ucapnya menghibur diri sendiri.

"Sebaiknya kita tunggu di dalam" ajak Daniel menuntun Olivia kembali ke rumahnya, Olivia menurut namun baru saja beberapa langkah masuk ke dalam.

"Maaf aku terlambat" terdengar suara dari arah belakang, kali ini suaranya tidak terlalu berat, malah terkesan sangat nyaring. Langkah kakinya cepat dan berdiri di samping Olivia.

"Aku tadi ada les tambahan jadi pulang terlambat" susulnya lagi berbicara.

Olivia memandang anak lelaki itu, cukup tampan hanya saja masih kecil tapi cukup menggemaskan.

"Mungkin anak ketiga keluarga Hutomo" pikirnya.

"Olivia ini dia orang yang tadi kamu tunggu-tunggu" ucap Daniel menjelaskan.

"Heeeeeeuuuuu!!!" teriak Olivia keras.

"Tidak mungkiiiiinnnnn!!!" teriakan itu lebih kencang di dalam hati.

"Berisik, jangan berteriak di hadapanku" kini sepasang mata tajam itu menatapnya tak suka.

"Kau cebol!!" kata itu keluar mulus dari mulut Olivia membuatnya kembali menutup mulutnya, sedangkan Daniel hanya bisa menahan tawanya melihat pasangan calon pengantin baru di keluarganya.

***

Mohon dukungannya lagi ya teman-teman 💕

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!