Profil Pemeran dalam cerita "CINTA TAPI MENYAKITKAN"
Anindita Putri adalah anak tunggal. Ibunya sudah lama meninggal, dan Ayahnya, Pak Hendra single parents dan tidak menikah lagi.
Anin berasal dari keluarga sederhana, Ayahnya hanya seorang pedagang sembako di pasar, dan Anin bekerja disebuah bank.
Anin mengalami gagal menikah karena tunangannya memutuskan dirinya sepihak melalui pesan singkat yang dikirimkan padanya.
Elnino Karisma adalah anak pertama dari 2 bersaudara. El adalah seorang pengusaha yang sukses karena kerja kerasnya sendiri. El berasal dari keluarga sederhana, Ayahnya hanya seorang guru, dan Ibunya hanya seorang Ibu rumah tangga.
El bertekad untuk membesarkan perusahaannya karena cintanya pada sosok wanita yang pernah ia nikahi. Tapi ketika perusahaannya maju, Elvira wanita yang sudah ia nikahi itu pergi meninggalkannya dan menghilang begitu saja.
Kesederhanaan yang masih tertanam dalam diri El membuat Elvira tak suka, karena Elvira adalah seorang anak dari pengusaha ternama dan suka gaya hidup foya-foya.
Muhammad Rais, adalah teman sekelas Anin yang sangat menyukai Anin sewaktu dulu, dari kelas 1 SMA hingga kini. Rais tak berani mengungkapkan perasaannya pada Anin karena saat itu Anin sudah memiliki kekasih bahkan hingga akan menikah.
Rais yang sudah lama tak bertemu lagi dengan Anin, akhirnya kembali dipertemukan saat Anin sedang terpuruk dan sedih. Perasaan Rais pada Anin pun belum pernah hilang, membuat Rais semakin ingin merebut Anin untuk dirinya.
Elvira Wijaya adalah wanita yang pernah menikah dengan El, atas dasar saling cinta. Vira melihat tampang El yang tampan, membuatnya jatuh cinta. Namun baru saja beberapa bulan ia menikah dengan El, membuat Vira tak kuat karena tak bisa lagi hidup bersenang-senang, akibat sifat sederhana El dan harta kekayaan El yang jauh dari milik orangtuanya, membuat Vira meninggalkan El begitu saja.
Hana adalah sahabat Anin, bahkan teman bekerja Anin. Hana dan Anin sudah lama bersahabat, bahkan sejak waktu sekolah dulu karena teman sekelas juga dengan Anin. Hana adalah sahabat yang perhatian dan sangat menyayangi Anin, bahkan Hana dan Anin sudah saling dekat dengan keluarga satu sama lain.
Reno adalah sahabat sekaligus rekan kerja El yang cukup mengenal El karena sudah saling mengenal sejak lama. Reno satu-satunya orang yang tahu segala tentang El yang tertutup itu.
Fariz adalah pacar Anin sejak SMA dulu, hingga akhirnya melamar Anin pada usia 24 tahun, dan merencanakan pernikahan dengan Anin. Waktu pernikahan yang sudah dekat, tiba-tiba Fariz memutuskan Anin begitu saja, tanpa alasan yang jelas dan hanya lewat pesan singkat WA, lalu memblokirnya begitu saja.
Waktu pacaran dan kebersamaan yang cukup lama, hingga bertahun-tahun tak menguatkan cinta Fariz untuk Anin. Hingga kini Fariz tak memberikan kejelasan atas keputusannya memutskan Anin begitu saja. Membuat Anin sangat membenci Fariz.
Pak Hendra adalah Ayah kandung Anin, sosok pekerja keras, singel father sekaligus seorang ibu untuk Anin, karena perhatian dan kasih sayangnya juga sama seperti sosok Ibu bagi Anin.
Pak Hendra juga seorang Ayah yang pandai memasak dan mengerjakan pekerjaan rumah, membuatnya merasa tetap nyaman menjadi single parent, dan karena terlalu cintanya pada sosok Almarhumah Ibu Anin yang meninggal karena sakit mendadak itu, membuat Pak Hendra tak bisa melupakan sosok Almarhumah Istrinya itu.
...****************...
Matahari pagi telah bersinar, sinarnya sudah meninggi, menyinari bumi ini.
Seorang gadis masih saja tertidur pulas dikamarnya, ia hanya tinggal bersama seorang ayah setelah kepergian Ibunya 7 tahun lalu.
"Anindita!" teriak Pak Hendra dari luar kamarnya, berniat untuk membangunkan putrinya itu
Anin mendengar teriakan ayahnya yang selalu membangunkannya disetiap pagi itu, dengan malasnya ia bangkit dan berjalan keluar kamar dengan membawa handuknya.
"Ayo Nin, kamu nanti kesiangan" ucap Pak Hendra mengingatkan
Pak Hendra adalah seorang ayah yang sangat perhatian pada anak gadisnya itu, walau dirinya sendiri juga sibuk dengan toko sembakonya.
Anin sebenarnya masih dirundung kesedihan yang mendalam, ia diputuskan sepihak oleh tunangannya saat sebulan lagi menuju pernikahan. Tentu saja Pak Hendra sangat kecewa dengan berita itu, hatinya jauh lebih terluka dari luka anaknya itu. Tapi Pak Hendra berusaha untuk menutupi kesedihannya di hadapan Anin, putri sematawayangnya itu.
Kesedihannya itu membuat Anin selalu malas bangun, dan hanya ingin menghabiskan waktunya untuk tidur, itu alasannya mengapa ia akhir-akhir ini malas untuk bangun pagi. Belum lagi setiap akhir pekan, karena libur bekerja, Anin selalu menghabiskan waktunya di pasar, di toko sembako milik Ayahnya itu untuk menghabiskan waktu dengan kesibukan. Jauh berbeda dari biasanya, Anin selalu beristirahat dirumah dan sesekali main bersama Hana.
Anin sebenarnya tipe orang yang pendiam, pemalu, dan susah akrab dengan orang baru. Tapi Anin juga selalu ceria, dan mudah dekat dengan siapapun, Anin juga sosok orang yang selalu menyembunyikan sedihnya seorang diri.
...----------------...
Anin langsung masuk kedalam toilet, untuk mandi dan membersihkan tubuhnya.
Pak Hendra bergegas keluar rumah untuk membeli nasi uduk, untuk sarapan dirinya juga Anin.
Biasanya Anin yang selalu menyiapkan sarapan dan makan malam untuk dirinya juga Ayahnya itu, tapi semenjak diputuskan sepihak itu Anin sangat terpuruk dan sedih, membuatnya malas untuk beraktivitas seperti biasa.
Seusai mandi, Anin bergegas mengganti bajunya dengan seragam kerjanya, yang selalu rapi itu. Setelah menggunakan bajunya, Anin memoles wajahnya dengan riasan tipis, alis yang sudah tebal membuatnya tak perlu waktu lama untuk memakai pensil alis, sedikit blush on pink dipipi membuatnya terlihat merona, eyeshadow berwarna coklat muda teroles tipis, eyeliner penegas mata, dan bibir berwarna nude, membuat Anin semakin terlihat cantik dalam riasan sederhananya.
Saat sudah siap, Anin keluar kamar dan melihat sudah ada 2 bungkusan nasi diatas meja, lengkap dengan lauk pauknya. Tapi Pak Hendra tak juga terlihat.
"Paaa?" panggil Anin sembari duduk dimeja makan, dan meletakan ponsel juga tasnya di kursi samping ia duduk
Pak Hendra masih sangat sibuk di dapur, ia sedang membuat kopi untuk dirinya, juga teh hangat untuk putrinya itu.
"Kamu sudah siap Nin?" tanya Pak Hendra ketika masuk ke meja makan, membawa 2 cangkir ditangannya
"Sudah Pa.." jawab Anin sembari terus melahap makanannya itu
"Cepat makan dulu Pa, udah siang" lanjut ucap Anin menahan ketika melihat Pak Hendra hendak kembali ke dapur
"Iya iya sebentar, Papa mau ambil gula dulu.. Takutnya kamu mau teh ini manis" jawab Pak Hendra terburu-buru
"Enggak.. Kok Pa, sudah aja ini cukup" ucap Anin dengan cepat membuat Pak Hendra menghentikan langkahnya
...----------------...
Dilain tempat, El baru saja selesai menelan sarapannya. Ia memang masih punya orangtua, tapi semenjak ia membelikan kedua orangtuanya rumah dikampung, dan ia memiliki rumah sendiri, El dan orangtuanya tidak tinggal bersama. Karena El yang awalnya sudah menikah membuatnya jadi hidup terpisah dirumah yang berbeda, bahkan orangtua El hidup di desa pinggiran kota Bandung.
El memandangi foto bersama kedua orangtuanya yang berada di atas nakas dekat meja makan itu.
Hatinya seakan sedih ketika mengingat banyaknya harapan dari Ibu juga Ayahnya atas pernikahan dirinya bersama Elvira. El tak berani menampakan dirinya lagi dirumah kedua orangtuanya itu, lantaran El malu dengan tragisnya kisah rumah tangganya itu.
Padahal rumah kedua orangtuanya itu sebagai obat penenang bagi dirinya.
El adalah sosok orang yang tegar, ia jarang menangis, tapi El adalah orang yang lembut, juga mudah dekat dengan siapapun, membuat dirinya mudah beradaptasi.
El yang ditinggalkan Elvira begitu saja, membuatnya tak pantang menyerah, ia terus bangkit dan berusaha. El mengembangkan bisnisnya hingga maju, karena ia tahu Elvira sangat suka harta kekayaan, membuat El berpikir jika ia menjadi kaya, akan membuat Elvira kembali. Tapi nyatanya hingga kini, El memiliki banyak cabang di seluruh kota di Indonesia, dan sudah masuk dalam berita manca negara sekalipun, tetap Elvira tak ada kembali pada dirinya.
Perasaan El masih saja untuk Elvira, tak ada sekalipun ia berniat untuk move on, melupakan sosok Elvira. Hidupnya kini datar, ia habiskan hanya untuk bekerja dan bekerja.
Tiba-tiba El terkaget dengan suara deringan ponsel miliknya didalam saku celananya. Lamunan El yang terus memandangi foto kedua orangtuanya itupun seketika buyar. El langsung dengan cepat merogoh sakunya dan melihat layar ponselnya, panggilan telepon dari "Rumah", pasti kedua orangtuanya yang menelepon pikir El.
"Halo Assalamu'alaikum.." ucap Ibu El terlebih dulu
"Walaikumsalam Bu.." jawab El dengan cepat pada wanita yang sangat ia hormati dan sayangi itu
"Ibu dan Bapak apa kabar?" tanya El lebih dulu
"Alhamdulillah kami sehat, El.." jawab Ibunya dengan cepat
"Kamu sendiri bagaimana El? Kamu Sehat? Apa sudah menemukan pasangan?" tanya Ibunya dengan bertubi-tubi karena takut El keburu mematikan sambungan teleponnya
El terlalu sering ditanyai seperti itu oleh Bapak juga Ibunya membuat ia selalu menghindar dari pertanyaan itu
"El baik bu.." jawab El singkat tanpa menjawab pertanyaan Ibu yang lainnya
"Kamu harus segera melupakan Elvira, El.. kamu berhak bahagia dan melanjutkan masa depan mu.. Apa kamu tidak kasihan pada hati mu, dan pada kami yang semakin tua takut tidak melihat keturunan mu.." ucap Ibu El panjang lebar karena merasa jengkel dengan El yang selalu menghindari pertanyaannya
"Tidak perlu lagi lah kamu memikirkan Elvira, dia itu wanita yang jahat.." lanjut ucap Ibu El yang semakin jengkel dalam hatinya itu
El terdiam ia mendengarkan semua perkataan Ibunya yang tanpa jeda itu.
"Sudah Bu.. Sudah" terdengar suara Bapak El dari belakang
El masih saja mendengarkan baik-baik semua percakapan Ibu dengan Bapaknya itu
"Habisnya Ibu sudah tak sabar sekali Pak.. Ibu ingin menimang cucu seperti teman-teman Ibu yang lain" ucap Ibu menjawab ucapan Bapak
Lalu fokus Ibu kembali pada El yang ada dalam sambungan telepon itu.
"Halooo El?" ucap Ibu kembali pada El
"Iya Halo Bu.." jawab El dengan santainya
"Apa kamu dengar dan mengerti ucapan Ibu?" tanya Ibu El dengan perasaan tak sabarnya
El terdiam sebenarnya ia paham betul dengan perasaan Ibunya itu. El sangat merasa bersalah pada kedua orangtuanya yang sangat mengharapkan keturunan dari dirinya dengan Elvira kala itu.
"Iya Bu El paham.. Maafkan El ya Bu.. Sudah dulu ya Bu, El pamit mau pergi ke kantor" ucap El dengan cepat lalu mengakhiri sambungan teleponnya itu
El terburu-buru untuk langsung pergi ke kantor, dan membiarkan asisten rumah tangganya yang membereskan sisa makanan juga rumahnya.
Anin berangkat ke kantor selalu diantar oleh Pak Hendra dengan motornya. Tanpa malu Anin selalu diantar kemana saja oleh Ayahnya itu.
Sesampainya di kantor Anin langsung masuk kedalam ruangannya, akhir-akhir ini Anin selalu terlihat murung dan sedih, tak ada goresan keceriaan seperti biasa di wajahnya.
"Nin.." sapa Hana dengan hangat ketika melihat sahabatnya datang dan langsung duduk di kursinya itu
Anin hanya menyunggingkan senyum tipis di wajahnya, terlihat Anin sangat tak bersemangat.
"Nin ayooo dong.. come on! move on!" ucap Hana memberi semangat
"Aku move on kok" jawab Anin singkat dengan senyum tipisnya
Hana tahu sahabatnya itu sedang berbohong, karena jelas Hana sangat mengenal sosok Anin.
"Ayo semangat besok weekend" ucap Haris seorang manager di kantor Anin itu
Hana dan Anin, juga beberapa karyawan lainnya langsung kembali fokus dan menyalakan komputer yang ada di depannya itu untuk memulai bekerja.
...----------------...
El baru saja tiba di kantornya. Pikirannya jadi tak karuan, tiba-tiba semua ucapan Ibunya itu membuat terus terpikirkan seolah menari-nari di kepalanya.
"Kenapa ucapan Ibu terngiang terus sih" ucap El dengan suara pelan, merasa bingung
El menatap kosong ke semberang arah. Ia melamunkan ucapan Ibunya itu, dan memikirkannya baik-baik.
"Ibu benar juga, aku seharusnya segera move on dan mencari pengganti Elvira. Aku gak boleh egois dengan semua ini, kasihan Ibu dan Bapak yang mengharapkan cucu dari ku.." ucap El dalam batinnya
El memutuskan untuk pulang ke Bandung, karena besok juga akhir pekan dan kantor libur.
Perjalanan yang cukup macet dari Jakarta ke Bandung membuat El harus memakan waktu yang cukup lama, belum lagi El harus menempuh jarak ke Desa yang cukup jauh dari pusat kota Bandung, karena Ibu dan Bapaknya tinggal di sebuah pedesaan daerah Lembang.
Saat sampainya di Bandung, waktu menunjukan pukul 3 sore. El memutuskan untuk beristirahat dan mampir kesebuah cafe untuk makan siang yang terlewat dan sekedar beristirahat.
El duduk di halaman belakang cafe itu, suasana out door yang sejuk membuatnya nyaman. Sembari menunggu makanannya tiba. Saat seporsi makanannya tiba El langsung menyantapnya dengan lahap, karena sudah sangat lapar.
Setelah membayar di kasir, El berniat untuk melanjutkan perjalanannya untuk pulang. Langkah El semakin dipercepat, melangkah menuju parkiran.
Tiba-tiba El menabrak seorang wanita yang sedang berjalan membawa minumannya tanpa sengaja dan menumpahkannya hingga bajunya basah kuyup.
"Eh maaf maaf.. Saya gak sengaja" ucap El sembari melihat tumpahan minuman itu ke lantai dan membasahi baju seseorang yang ia belum lihat wajahnya
"Aw..." jeritan Anin karena dorongan itu membuat jidatnya terpentok ke pintu belum lagi minuman yang membasahi bajunya
"Sakit ya?" tanya El dengan rasa bersalah sembari melihat jidat Anin yang langsung memerah itu
Anin tak menjawab semua ucapan El, karena ia merasa sangat marah, belum lagi Anin yang memang masih sedih membuatnya kurang fokus.
Anin langsung menangis, rasa kesalnya terhadap mantannya yang juga belum reda, ditambah dengan kejadian ini membuat Anin semakin tak mampu menguasai dirinya.
"hiks hiks hiks" suara Anin yang sesegukan karena tangisnya
"Eh eh eh kamu kenapa?" tanya El karena sangat panik, lantaran banyak sekali orang di cafe itu
"Ayo aku obati, aku akan ganti juga baju mu, tenanglah jangan nangis" lanjut ucap El dengan perasaan bersalahnya
El menggandeng Anin untuk keluar dari cafe menuju mobilnya. Hana yang sebenarnya menunggu Anin melihat Anin digandeng oleh El dan masuk ke dalam mobil membuat Hana kebingungan.
"Loh.. Kok Anin malah mau pergi gitu aja sih? Itu sama siapa lagi?" ucap Hana yang kebingungan sendiri melihat sahabatnya yang basah kuyup juga menangis itu
Anin sampai lupa bahwa ia sedang ditunggu oleh Hana untuk pulang bersama. Bahkan minuman yang tadi ia beli pun untuk di nikmati bersama di perjalanan pulang bersama Hana.
"Anin kayaknya nangis deh.. Bajunya kotor juga.. Kenapa si Anin sebenarnya.." lagi-lagi ucap Hana yang sangat penasaran.
Hana berjalan mendekat ke arah Anin juga El tapi ia mengendap-endap karena ingin tahu sebenarnya kenapa dan ingin menguping dulu.
Anin tersadar ketika El membukakan pintu mobilnya, ia tak kenal pada pria yang ada di hadapannya ini, ia langsung merasa takut.
"eh tunggu-tunggu aku mau dibawa kemana?" tanya Anin sembari menyeka-nyeka air matanya
"Aku cuma mau ngantarkan kamu pulang kok, aku juga mau ganti rugi pakaian kamu yang basah itu" jawab El langsung karena takut dituduh macam-macam
El langsung mengambil tisu dari dalam mobilnya, untuk melap pakaian Anin yang basah itu. Karena takut menyentuh area-area sensitif, El memberikannya pada Anin, El hanya menyeka wajah Anin yang penuh dengan air mata, dan mengobati jidat Anin yang memerah.
El menatap lekat wajah Anin, ia merasa tidak asing dengan wanita yang ada di hadapannya itu.
"Kamu.. Anindita kan?" tanya El yang sudah lama meyakinkan dirinya dengan menatap pada Anin.
Anin terkaget mengapa pria yang ada dihadapannya itu mengetahui namanya, padahal ia sama sekali tidak mengenalinya.
"I-iyaa.. Kok tahu?" ucap Anin terbata-bata, lalu balik bertanya
"Kamu adik kelas ku.. Aku Elnino Karisma, mantan ketua Osis, Apa kamu ingat?" jawab El memberitahukan
Anin tertegun sebentar dan mengingat semuanya.
"Oh iya-iya.. Tahu kok.." jawab Anin dengan senyum tipisnya
El tersenyum manis pada Anin yang mengingat dirinya, memang saat sekolah El tahu Anin karena Anin adalah seorang wanita yang banyak di sukai pria bahkan kakak kelas sekalipun, Anin yang pintar, cantik juga kalem itu yang semakin banyak disukai banyak orang.
Hana mendengar semua percakapan Anin juga El, membuat dirinya tak menyangka bahwa laki-laki gagah dengan stelan jasnya itu adalah Elnino Karisma, ketua Osis yang banyak disukai wanita.
"Kenapa kamu menangis? Sakit sekali terpentok tadi?" tanya El karena penasaran
"Enggak kok.." jawab Anin dengan cepat
El kebingungan lalu kenapa Anin sampai menangis sesegukan begitu.
"Lalu kenapa kamu menangis sampai sesegukan begitu?" tanya El penasaran
"Aku memang lagi sedih aja Kak.. Aku melamun tadi, lalu emosi ku mulai memuncak kali, makanya aku nangis, gak bisa ditahan" ucap Anin panjang lebar
"Kalau sedih nangislah biar meredakan.. Jangan dipendam begitu" ucap El dengan senyum manisnya
"Aku gak bisa, karena gak mau orang-orang disekitar ku ikut sedih" jawab Anin dengan polosnya
"Nangislah seorang diri" ucap El singkat
"Iya mau.. Besok.." jawab Anin karena sudah merencanakan untuk pergi ketempat favoritnya dan akan meluapkan semua kekesalannya disana
"Kenapa harus menunggu besok?" tanya El penasaran
"Besok kan libur kerja, jadi bisa pergi ke tempat aku menyendiri" jawab Anin dengan cepat
El tertawa mendengar ucapan Anin itu. El merasa Anin adalah gadis yang polos, masih sama seperti masa sekolah dulu, Anin yang disukai banyak pria tapi tidak pernah merasa.
"Ayo aku antar pulang.. Besok aku jemput untuk membeli pakaian menggantikan pakaian mu yang kotor ini" ucap El sembari menarik lembut tangan Anin untuk masuk kedalam mobilnya
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!