NovelToon NovelToon

Aku Istri Muda

1. Prolog

Nadia dan Rahmat sedang makan malam di rumah mereka. Mereka berdua dikejutkan oleh suara gedoran pintu disertai suara seseorang yang memekakkan telinga.

"Rahmat keluar kamu!" Rahmat membeku mengenali suara laki-laki yang memanggil namanya.

"Kenapa juragan Bondan mencari bapak?" tanya Nadia yang juga mengenali suara laki-laki paling terkenal di desa mereka.

"Kamu di dalam saja. Sembunyi di kamar mandi. Jangan keluar apapun yang terjadi." pesan Rahmat pada anak gadisnya.

"Ada apa pak?" Nadia bingung melihat bapaknya panik.

"Kamu nurut sama bapak."

Mendengar perintah dari bapaknya itu, Nadia segera berjalan menuju kamar mandi rumahnya yang berada di ujung dapur.

Rahmat segera menuju ruang tamunya setelah melihat anaknya masuk ke kamar mandi.

Dibukanya pintu yang digedor oleh anak buah Bondan dengan was-was. Setelah pintu terbuka, terlihatlah Juragan Bondan yang berdiri dengan angkuhnya di tengah-tengah antek-anteknya.

"Juragan." Rahmat mendekati Juragan Bondan.

Salah satu antek Juragan Bondan menarik kerah Rahmat dan melemparkan Rahmat di bawah kaki Juragan Bondan. Rahmat seketika memeluk kaki pria di depannya.

"Maaf juragan saya belum bisa membayar hutang." kata Rahmat gemetar.

"Tenang saja Rahmat, aku kesini bukan untuk menagih hutangmu."

Kata-kata yang keluar dari bibir Juragan Bondan bukannya menenangkan Rahmat justru membuat wajahnya memucat.

Dia ingat dulu laki-laki yang usianya beberapa tahun di bawahnya itu pernah melamar anak gadisnya saat Nadia baru lulus SMA. Kini Rahmat takut jika laki-laki itu memanfaatkan kesempatan ini untuk melanjutkan niatnya.

Juragan Bondan meraih bahu Rahmat. Pria buncit itu membantu Rahmat berdiri. Bondan melihat rumah sederhana yang ada di depannya.

Juragan Bondan menyeringai. Dia masuk seperti dialah yang punya rumah. Setelah salah satu kursi dibersihkan oleh anak buahnya, Juragan Bondan duduk di kursi tersebut. Rahmat sendiri duduk di depan kursi yang berhadapan dengan Juragan Bondan.

"Dimana dia?" Mata Bondan menelisik ke dalam rumah. Mencari tahu keberadaan gadis yang umurnya jauh di bawahnya.

"Maksud juragan siapa?" tanya Rahmat. Padahal dia tahu betul siapa yang ditanyakan oleh laki-laki lintah darat di depannya. Dia juga tahu kebohongannya mungkin tidak bisa menyelamatkan anak gadisnya. Namun tidak ada salahnya kan jika dia berusaha?

"HAHAHAHAHAHAHAHA." juragan Bondan tertawa diikuti semua anak buahnya. Tawa mereka menggema di dalam rumah kecil milik Rahmat. Menghadirkan rasa takut di hati Rahmat dan Nadia.

Tawa kesepuluh laki-laki bertubuh kekar itu terhenti seketika berhenti saat melihat tangan kanan Juragan Bondan di angkat.

"Tentu saja Nadia. Masak kamu yang sudah jelas-jelas ada di depan saya. Dan yang paling tidak mungkin adalah Jamilah. Dia kan sudsh di dalam kubur. Hahahaha." tawanya diikuti oleh seluruh anak buahnya lagi. Namun sekarang, tanpa isyarat tawa mereka berhenti saat tawa dari sang Bos berhenti.

"Nadia sudah kembali ke kota Juragan." Nadia sebenarnya kuliah di Jakarta, tapi sudah lima hari dia pulang ke kampung karena ibunya baru saja meninggal.

Bondan berdiri dari duduknya. Mendekati Rahmat yang duduk sambil meremas kedua tangannya. Diraihnya kerah baju laki-laki paruh baya bertubuh kurus itu.

"Berani kamu membohongi saya hah?!" teriak Bondan sambil mendorong tubuh Rahmat sampai terjatuh di lantai.

"Maaf juragan tapi Nadia memang sudah pulang." tangan Rahmat mengeluarkan keringat dingin.

"Jangan bohong kamu!" Kini kaki Bondan mendarat keras pada perut datar Rahmat.

"Argh." Teriak Rahmat sambil menahan nyeri di perutnya yang terkena tendangan keras dari Bondan.

Rahmat berharap agar pembicaraan di ruang tamu rumahnya tidak didengar oleh sang anak. Tapi dengan rumahnya yang kecil itu tidak mungkin jika suara mereka tidak terdengar dari kamar mandi rumahnya.

Di dalam kamar mandi, Nadia berusaha mencerna apa saja yang tertangkap oleh indra pendengarannya. Dia menutup mulutnya saat mendengar teriakan bapaknya yang menahan sakit.

Susah payah dia menahan diri agar tidak keluar dari tempat persembunyiannya saat ini. Dia tak mau pengorbanan bapaknya akan sia-sia.

"Keluar kamu Nadia!" teriak Bondan. "Aku tahu kamu ada di rumah. Keluar kamu kalau kamu tidak mau bapak miskinmu ini terluka!" lanjutnya.

"Baiklah kalau itu maumu" kata Bondan saat tidak mendapati Nadia.

"Kalian semua hajar Rahmat!"

Mendengar perintah dari bosnya, sepuluh laki-laki berwajah sangar itu menghajar Rahmat. Menendang dan memukul tubuh kurus itu tanpa secara bertubi-tubi.

"Hentikan juragan. Jangan pukuli bapak saya."

"Nadia muncul dari balik kain lusuh yabg tergantung di pintu yang berguna untuk korden itu. Mendengar suara Nadia, seluruh kekejaman yang diterima oleh Rahmat seketika berhenti.

Antek-antek Juragan Bondan juga mundur dan memberi jalan untuk Nadia mendekat dan memeluk tubuh bapaknya yang sudah terkulai di lantai dengan sekujur tubuh penuh memar dan juga luka.

"Akhirnya kamu keluar Nadia."

Juragan Bondan mendekat dan meraih dagu Nadia. Seketika Nadia menepis tangan kasar yang menyentuh dagunya.

"Jangan galak-galak sayang."

Sekali lagi Juragan berusaha untuk meraih dagu Nadia, namun karena Nadia cepat berpaling, tangan Bondan menyentuh rambut panjang Nadia.

Juragan Bondan mencium tangan yang baru saja dia gunakan untuk meremas rambut halus milik Nadia. Senyum mesum terlihat di bibir tebalnya.

"Rambutmu halus sekali sayang. Harum." Nyatanya kalimat pujian yang dilontarkan Juragan Bondan tidak membuat Nadia tersanjung. Untuk pertama kalinya dia merasa lunturnya kebanggaan pada surai hitam miliknya. Nadia memalingkan wajahnya. Dia jijik melihat senyum mesum milik Juragan Bondan.

"Ah jadi tidak sabar. Rahmat persiapkan anakmu besok untuk jadi pengantinku!"

JEDAAARRR

Tubuh Nadia mendadak kaku. Titah Juragan Bondan terdengar seperti gemuruh angin topan yang meluluh lantakkan kehidupannya.

Rasanya, mimpinya menjadi seorang guru hancur oleh satu kalimat mematikan yang diucapkan sang rentenir.

"Saya akan membayar hutang saya juragan." Rahmat kembali memeluk kaki Juragan Bondan.

"Kamu mau bayar dengan apa hah? Ck. Rumahmu bahkan lebih pantas disebut kandang ayam." ejek Juragan Bondan setelah memindai rumah tempatnya berdiri Sekarang.

"Saya akan bekerja dengan sungguh-sungguh juragan."

"Aku tidak yakin kamu bisa membayar hutangmu dengan kerjamu sebagai kuli bangunan. Bahkan untuk makan saja aku yakin kamu kesulitan."

Rahmat terdiam. Itu memang benar. Apa yang dikatakan oleh Juragan Bondan benar adanya. Selama ini dia dan keluarganya memang kesulitan bahkan hanya untuk makan kadang dia bingung.

"Setidaknya kasihanilah anakmu yang cantik ini. Dia tidak pantas hidup denganmu yang miskin." Kata Bondan sambil memandang Nadia penuh nafsu.

"Sampai jumpa besok calon istriku." Juragan Bondan mencolek pipi Nadia yang terdiam mematung setelah mendengar kalimat mematikan dari mulut Bondan.

Bondan dan antek-anteknya pergi setelah memberi ketakutan kepada dua orang yang tengah terduduk di lantai dengan perasaan yang sama-sama hancur.

Hutang Rahmat untuk biaya rumah sakit Jamilah istrinya telah menimbulkan masalah yang serius pada anaknya. Sunggub dia tidak menyangka kejadian buruk ini menimpa keluarganya.

*

*

*

...Hallo Hay Reader. Ini karya Author yang ke empat. Semoga suka ya......

...Terima kasih sudah membaca 😘...

...Jangan lupa like ya 👍...

...Salam sayang 😘...

...❤️❤️❤️Queen_OK ❤❤❤...

...🌾Kediri Raya🌾...

2. Rencana Kabur

Nadia mengobati luka Rahmat yang baru saja dipukuli oleh anak buah Bondan. Dengan telaten Nadia mengoleskan krim di atas luka yang terlihat. Rahmat diam mengamati anaknya dengan tatapan yang sulit diartikan.

Rahmat kecewa terhadap dirinya sendiri. Sebagai seorang bapak, dia merasa gagal menjadi bapaknyang baik untuk Nadia. Bahkan dirinya sendirilah yang telah membawa sang anak yang seharusnya ia lindungi menjadi terancam hidupnya.

Semua orang di kampung ini tahu siapa Juragan Bondan. Pria paruh baya yang walaupun sudah mempunyai istri namun tetap suka jajan di luar. Tapi jika untuk memuaskan nafsunya belaka itu mudah dia lakukan, kenapa dia harus merusak masa depan gadis yang seumuran dengan anaknya?

Rahmat yakin kehidupan Nadia di rumah Bondan kedepannya tidak akan seindah apa yang dihayalkan para wanita yang sering berandai-andai menjadi istri dari orang terkaya di kampungnya itu.

Di sawah, Rahmat sering mendengar para janda, ibu-ibu bahkan para gadis yang berandai menjadi salah satu istri Juragan Bondan. Mereka bilang pasti kehidupan mereka akan bahagia karena hidup dalam gelimang harta yang kata orang tidak habis tujuh turunan. Tapi apakah rasa bahagia itu cukup hanya dengan harta yang berlimpah?

Menurut kebanyakan orang di kampung kecil seperti kampung Nadia itu memang benar. Harta merupakan indikasi kebahagiaan seseorang. Orang yang banyak harta akan dihargai dan disegani. Mereka dihormati layaknya seorang raja. Sedangkan orang yang mempunyai perekonomian di bawah garis kemiskinan dipandang paling rendah di antara masyarakat. Dihina dan dicaci yang harus mereka terima.

Hidup di kampung yang masih kolot serta kesulitan mencari nafkah membuat orang berlomba-lomba untuk mengumpulkan harta dengan berbagai macam cara. Banyak gadis di desa itu yang sudah tidak perawan. Dan siapa lagi pelakunya jika bukan Juragan Bondan dan Antek-anteknya yang telah mengambil kesucian mereka.

Bahkan beberapa gadis rela datang ke tempat juragan Bondan untuk menawarkan tubuh mereka dengan imbalan beberapa lembar uang bergambar proklamator. Harga sebuah keperawanan yang sangat rendah di mata orang kampung yang kurang pengetahuan.

Tapi Rahmat selalu mengajarkan kepada anak dan istrinya bahwa kebahagian itu terletak dalam kepuasan hati setiap manusia. Nadia selalu di ajarkan untuk puas dengan apa yang diraih dengan usahanya sendiri.

"Maafkan bapak Nadia." kata itu keluar memecah keheningan yang melanda.

"Kenapa bapak minta maaf?." Nadia mendesah. Dia tahu bapaknya merasa bersalah terhadap dirinya. Menikah bukanlah sesuatu yang sederhana. Bahkan Nadia dipaksa menikah dengan orang yang berumur dua kali umurnya. Sungguh bukan sesuatu yang sepele.

"Sebenarnya bapak meminjam uang pada juragan Bondan Untuk biaya ibumu di rumah sakit." Nadia bergeming. Kini dia tahu apa yang membuat Juragan Bondan bisa berbuat sejauh itu. Juragan Bondan memang kejam. Tapi jika tidak membuat masalah dengannya, dia juga tidak akan membuat masalah.

"Tidak apa-apa bapak. Semuanya demi ibu." kata Nadia sambil terus mengompres memar di tubuh Rahmat dengan air hangat agar rasa sakitnya berkurang.

"Tapi walaupun begitu ibumu tidak dapat selamat. Kini ayah menyesal pernah meminjam pada juragan Bondan."

"Ibu meninggal itu sudah menjadi takdir ibu Pak. Kalau ibu sekarang masih hidup, ibu belum tentu sehat seperti dulu. Ibu sekarang bahkan sudah terbebas dari rasa sakit yang beberapa tahun ini menyiksanya Pak."

"Kamu benar nak. Ternyata anak bapak ini sudah dewasa." Rahmat membelai lembut surai hitam milik Nadia.

Sudah dua tahun Jamilah, istri Rahmat menderita gagal ginjal. Harta keluarga mereka yang tak seberapa sedikit demi sedikit terkuras untuk biaya Jamilah yang harus bolak-balik cuci darah.

Setelah dua tahun melawan penyakitnya, tiga bulan lalu tubuh Jamilah drop dan kembali menjalani rawat inap di rumah sakit kota. Dokter menyarankan untuk melakukan pencangkokan ginjal. Kebetulan ada donor ginjal yang sesuai dengan Jamilah.

Dengan membawa harapan besar, Rahmat akhirnya memberanikan diri meminjam uang pada Bondan. Lintah darat di kampungnya yang terkenal kejam.

Saat itu tak terfikirkan oleh Rahmat bagaimana cara dia untuk membayar hutang yang jauh di atas kemampuannya. Tiga puluh juta bukanlah uang yang sedikit bagi orang desa seperti dirinya. Apalagi pekerjaannya hanyalah seorang kuli bangunan dan serabutan.

Namun setelah menjalani pencangkokan ginjal, keadaan Jamilah tidak lebih baik dari sebelumnya. Jamilah bahkan terkena komplikasi setelah itu, hingga satu Minggu yang lalu Jamilah menghembuskan nafas terakhirnya.

Nadia yang sekarang semester Empat jurusan PGSD di salah satu universitas negri di Jakarta pun terpaksa harus mengambil cuti karena kematian sang Ibu.

Nadia kuliah dengan jalur beasiswa. Dan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya selama di kota, Nadia bekerja sebagai pelayan kafe setelah pulang dari kampusnya.

Selama di kota, Nadia hanya fokus untuk belajar dan bekerja. Sehingga dia tidak begitu mengenal teman-temannya. Dia bahkan tidak bisa menikmati masa-masa remaja seperti mahasiswa pada umumnya yang hobi nongkrong di kantin ataupun ikut dalam acara yang di adakan pihak kampus ataupun organisasi mahasiswa disana.

Kehidupan Nadia berjalan monoton. Berangkat ke kampus langsung menuju ke kelas atau ke perpustakaan jika ada waktu senggang. Dia juga lebih senang membawa bekal daripada membeli makan di kantin. Itu dia lakukan untuk menghemat biaya kehidupannya.

Setelah pulang dari kampus dia langsung pergi ke kafe tempatnya bekerja. Nadia hidup mengandalkan gaji yang didapat dari sana. Sebagian dari gajinya ia sisihkan untuk dia kirim kepada orang tuanya di kampung.

Satu-satunya teman Nadia di kota adalah Deby. Teman satu kelas dan juga satu tempat kerja dengannya. Dialah satu-satunya orang yang mengetahui beban hidup yang harus ditanggung Nadia.

Tapi untuk masalahnya sekarang, Nadia memutuskan untuk menyimpan rapat-rapat untuk dirinya sendiri. Tidak ada bedanya jika dia berbagi cerita dengan sahabatnya itu. Yang ada malah rasa kasihan yang mungkin akan menimbulkan rasa bersalah dari teman yang teramat baik itu dikarenakan tidak mungkin untuk membantu Nadia keluar dari masalahnya.

Nadia terkenal udik dan aneh di kampus. Wajah cantiknya tertutup dengan penampilan culun dan kampungannya. Dia tak peduli apa yang dikatakan orang lain tentang penampilan nya. Memang dia anak kampung. Jadi dia tidak pernah marah diolok-olok seperti itu.

Deby lah yang selalu membelanya dari gangguan mahasiswa kurang kerjaan yang suka membully Nadia. Deby selalu menjadi tameng Nadia jika ada mahasiswa julid padanya.

"Kamu harus pergi dari sini nak." Rahmat berfikir itulah satu-satunya cara agar masa depan anaknya terselamatkan.

"Jika aku pergi. Bapak juga pergi." Nadia memegang lengan ayahnya.

"Tidak nak. Jika kita pergi berdua bapak rasa itu tidak akan berhasil."

"Tidak pak. Kita akan Keluar dari desa ini bersama. Kita akan menjauh sejauh-jauhnya dari sini. Kita akan ke kota yang jauh. Aku akan mencari kerja disana. Kita mulai kehidupan kita berdua disana." tak mungkin jika dia kembali ke Jakarta. Juragan Bondan pasti akan dengan mudah menebak jika mereka disana.

"Bapak lebih rela mendekam di jeruji besi daripada menikahkanmu dengan juragan Bondan."

"Bapak tidak boleh bicara seperti itu. Nadia tidak akan membiarkan bapak dipenjara. Ayo kita bersiap-siap."

Nadia berdiri dan memasukkan bajunya dan baju bapaknya ke dalam tas masing-masing karena mereka memandang tidak banyak memiliki baju. Mereka juga tidak punya barang berharga untuk mereka bawa. Hanya baju dan juga foto-foto keluarga mereka yang bisa dihitung sebelah jari saja.

Rahmat mengamati anaknya yang tengah bersiap. Dia berharap anaknya selamat. Dia sendiri tidak yakin bisa keluar dari desa ini karena tubuhnya lemah dan jalannya pun pincang karena tendangan keras anak buah Bondan mengenai tulang kakinya.

Nadia dan Rahmat mengendap-endap lewat pintu belakang rumah mereka pada tengah malam. Mereka pergi seperti seorang pencuri yang telah berhasil mencuri dengan yang dimasukkan ke dalam dua tas yang dibawa Rahmat dan Nadia dengan susah payah.

Keduanya celingukan mengamati sekitar agar tidak ada satu orangpun yang menyadari kepergian mereka.

Untung tak dapat diraih, malang tak bisa ditolak. Ternyata pergerakan mereka sudah diketahui oleh salah satu anak buah Bondan.

*

*

*

...Terima kasih sudah membaca 😘...

...Jangan lupa like ya 👍...

...Salam sayang 😘...

...❤️❤️❤️Queen_OK ❤❤❤...

...🌾Kediri Raya🌾...

"

3. Percobaan Kabur

"HEI KALIAN! BERHENTI!" teriak salah satu anak buah yang melihat pergerakan mencurigakan dari Nadia dan Rahmat.

Kedua orang yang merasa terancam itu segera berlari sekencang-kencangnya. Mereka kini bersembunyi di belakang rumah salah satu warga.

Melihat orang yang harus mereka jaga berlari, dua orang yang bertugas mengawasi rumah Nadia segera mengejar Nadia dan Rahmat. Mereka tidak boleh sampai kehilangan keduanya. Jika tidak mereka yang akan kena hukuman dari pria kejam yang menjadi bos mereka.

Antek Juragan Bondan kehilangan jejak. Mereka segera meminta bantuan dari teman-temannya yang lain melalui handphone miliknya. Kesempatan itu digunakan oleh Rahmat dan Nadia meneruskan langkah mereka.

Di dalam kegelapan Rahmat dan Nadia mengendap-endap agar tidak terlihat. Mereka bersembunyi jika ada anak buah juragan Bondan ya g melintas. Lintah darat itu mempunyai banyak sekali anak buah yang siap membantunya. Nadia dan Rahmat harus berhati-hati agar tidak tertangkap. Perlahan tapi pasti mereka telah berhasil berada di luar desa.

Meskipun begitu, keduanya masih belum aman. Anak buah Juragan Bondan banyak dan pasti mereka dapat mengejar Nadia dan Rahmat jika keduanya masih berada di sekitar desa mereka.

Nadia dan Rahmat tidak melewati jalan Raya. Mereka menghindari jalan karena memudahkan anak buah Bondan menemukan mereka. Keduanya memilih melewati hamparan luas persawahan.

Mereka berdua berjalan tanpa menghiraukan suasana gelap tengah malam. Hanya suara binatang malam yang menemani suara langkah kaki mereka. Semilirnya angin yang mengiringi helaan nafas mereka yang kadang tersengal karena kecapekan. Cahaya rembulan yang kebetulan sedang purnama menjadi satu-satunya penerangan jalan untuk kaki mereka melangkah.

"Huf Huf Huf."

Nadia berhenti sambil memegang perutnya yang kram karena terlalu lama berkalan. Nafasnya memburu. Rahmat mengetahui jika anaknya sudah kelelahan. Dia pun mengajak anaknya untuk istirahat barang sebentar.

"Sebaiknya kita istirahat dulu disini. Kamu terlihat kelelahan." Rahmat mengangsurkan botol berisi air minum pada anaknya. Nadia menerimanya dan menenggak seperempat isi botol itu.

"Jika sudah agak jauh, nanti kita mendekat ke arah jalan raya pak. Kita cari tumpangan disana untuk pergi dari desa ini." kata Nadia setelah dia dan bapaknya sudah melanjutkan perjalanan mereka.

"Baiklah Nadia. Bapak akan selalu mendukungmu."

Keduanya kembali meneruskan langkah mereka. Beberapa kali Nadia maupun Rahmat hampir jatuh terpeleset masuk ke dalam sawah saat melewati jalanan sawah yang sempit dan licin.

Kini mereka memastikan jika posisi mereka sudah jauh dari desa. Nadia dan Rahmat mendekat ke arah jalan raya. Nadia meminta Rahmat sembunyi dan dia yang akan menghentikan mobil yang lewat untuk meminta tumpangan.

Namun beberapa kali Nadia gagal menghentikan laju mobil. Di zaman sekarang sangat sulit mendapatkan bantuan dari orang Lain. Rasa tolong menolong sudah luntur dari budaya masyarakat.

Tapi jangan hanya menyalahkan manusia yang dimintai tolong saja. Sekarang ini banyak modus yang digunakan penjahat untuk mendapatkan keuntungannya sendiri. Sekarang banyak yang modus meminta tolong pada akhirnya malah berbuat jahat.

Apalagi kejahatan seperti yang sekarang ini terlihat akan dilakukan oleh Nadia. Mencoba meminta menghentikan laju mobil yang melintas. Namun pada akhirnya pemilik mobil itu malah dilukai oleh sang peminta bantuan.

Banyak orang yang menggunakan gadis cantik untuk meminta bantuan, namun setelah ada mobil yang berhenti anggota yang lain akan menghampiri dan merampok atau bahkan melukai pemilik mobil yang berhenti.

Jadi karena alasan keamanan kadang orang yang benar-benar meminta bantuan malah tidak mendapatkan satupun bantuan. Ya seperti Nadia saat ini.

Sudah setengah jam Nadia berusaha menghentikan mobil dan sudah puluhan mobil yang menolak mentah-mentah untuk membantunya. Kini ada sebuah mobil yang sepertinya memperlambat lakunya saat melihat Nadia.

Benar saja Mobil hitam itu berhenti tepat di depan Nadia. Nadia tersenyum dan berjalan menghampiri mobil itu. Berharap mendapat bantuan dari sang pemilik mobil.

Senyum Nadia langsung hilang saat menyadari yang turun dari dalam mobil adalah anak buah dari Bondan. Nadia menelan ludahnya kasar. Dia ketahuan.

Nadia segera berlari menjauhi mereka. Namun sayang, tenaganya jelas kalah jauh dari dua orang laki-laki yang mengejarnya. Tangan Nadia dicekal oleh salah satu dari mereka.

"Aw" rintih Nadia merasakan nyeri di tangannya yang dicekal dengan keras oleh antek Lintah Darat bernama Bondan itu. Dia yakin jika cekalan tangan itu akan melukai tangannya.

"Nadia!" teriak Rahmat saat mengetahui anaknya telah tertangkap. Rahmat segera berlari mendekati anaknya. Berusaha menyelamatkan anaknya. Anak buah Bondan menghalangi Rahmat. Kekuatan yang jelas tak seimbang membuat usaha Rahmat sia-sia. Tak menunggu waktu lama Rahmat pun tertangkap.

Kini Nadia dan Rahmat duduk di dalam mobil yang akan membawa mereka ke desa yang baru dua jam mereka tinggalkan. Keduanya mendesah.

Nadia dan Rahmat saling berpandangan. Mereka tidak dapat menyembunyikan binar kesedihan di mata keduanya. Mereka berdua merasa gagal untuk memperjuangkan hidup mereka.

Kesempatan untuk kabur telah gagal. Mereka berdua yakin jika tidak akan ada kesempatan lagi untuk kabur dari cengkeraman juragan Bondan. Pasti rentenir itu memberikan penjagaan yang ketat untuk mereka berdua setelah percobaan kabur malam ini.

Mobil yang mereka tumpangi berhenti di depan rumah mereka. Di depan sana telah berdiri dengan angkuhnya laki-laki yang malam ini terlihat sepuluh kali lebih seram dari biasanya.

Kedua pasangan anak dan bapak itu merasa atmosfer di sekitar mereka menipis karena aura menakutkan yang dikeluarkan oleh laki-laki yang sedang berkacak pinggang di depan mereka.

Plakkk

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Rahmat. Nadia terperanjat melihat sang bapak di tampar di depannya. Namun dia sendiri terlaku takut untuk menyelamatkan bapaknya.

"Apa yang kamu lakukan Rahmat?! Berani kamu melawan perintahku?"

Rahmat hanya diam. Air mata Nadia sudah mengalir di pipi mulusnya.

"Aku sudah memintamu menyiapkan anakmu untuk menjadi pengantinku. Dan kamu malah membawa anakmu kabur! Kamu punya nyawa lebih dari satu rupanya."

"Saya tidak mau menikah dengan juragan. Juragan itu sudah tua. Lebih pantas saya panggil kakek." kata Nadia

"Aku tidak minta persetujuan darimu sayang. Apapun yang terjadi kamu akan tetap jadi istriku."

"Aku tidak sudi!"

"Hahahaha aku suka gayamu sayang. Aku jadi tak sabar untuk menaklukkanmu nanti." Juragan Bondan melihat Badai dengan penuh nafsu. Dia menjilat bibir bawahnya sendiri. Membuat Nadia melengos karena jijik.

"Kalian jaga calon istriku. Jangan sampai dia kabur. Jika dia kabur lagi kalian akan tahu akibatnya."titah Bondan sambil menunjuk tiga orang anak buahnya. "Dan kalian Bawa Rahmat." perintah Juragan Bondan pada anak buahnya yang lain.

"Jangan bawa bapak saya." Nadia memohon dengan menangkupkan kedua tangannya di depan dada.

"Tenang sayang. Ini untuk jaminan agar kamu tidak berbuat onar lagi. Ingat! Nyawa bapak miskin kesayanganmu ini ada di tanganmu." Bisik Bondan sambil berusaha mencium pipi Nadia. Nadia segera beringsut mundur. Bisikan Bondan seperti sebuah pedang yang diletakkan di depan lehernya.

"Masukkan dia ke dalam."

Nadia dipaksa untuk masuk ke dalam rumahnya. Pupus sudah harapannya untuk mencoba kabur lagi. Bapaknya disandera oleh juragan Bondan. Bahkan di depan kamar Nadia juga di jaga oleh dua orang antek Bondan.

"DASAR LAKI-LAKI GILA!!!" teriak Nadia keras.

Malam semakin larut. Tapi isak tangis tidak berhenti terdengar dari dalam kamar Nadia. Suara tangisannya terdengar pilu dan menyayat hati siapapun yang mendengar. Kecuali antek juragan Bondan tentunya.

Nadia meracau tidak jelas di keheningan malam. Menumpahkan kesedihan yang harus dia alami. Lama kelamaan suara Nadia hilang seiring hilangnya kesadaran Nadia yang pingsan. Kelelahan dan tekanan batinnya mengalahkan ketahanan tubuhnya.

*

*

*

...Jangan lupa like Zheyenk 👍...

...Bagi Koin Poin juga boleh kok 😍...

...Terima kasih sudah baca 😎...

...Salam sayang dari akoh 😍...

...❤❤❤Queen_OK ❤❤❤...

...🌾Kediri Raya🌾...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!