NovelToon NovelToon

PESONA ANAK PEMBANTU

Episode 1

Mentari di ufuk timur menyembulkan cahayanya, mengantarkan kehangatan melalui gelombang cahaya yang mampu membuat sebagian banyak orang mulai beraktifitas dalam lalu lalangnya.

Angin berhembus perlahan, membuat dedaunan dan ranting-ranting pohon saling bergesek pelan menimbulkan nada yang seirama dengan gerak tarian angin.

Pagi ini seperti biasa di kediaman tuan Fandyka Satya Mahardhika, selalu berlangsung drama yang melibatkan istri tuan fandy, nyonya Nawal dan anak-anaknya.

Kenan Nayaka Mahardhika putra tertua dari keluarga Mahardhika yang saat ini hampir berusia dua puluh dua tahun, tengah menempuh pendidikan di universitas ternama di Banyuwangi, Jawa Timur.

Sedang sang adik, Kania Nayaka Mahardhika berusia tujuh belas tahun tengah menempuh pendidikan di sekolah menengah atas dan berada di kelas dua belas. Kania juga sebaya dengan Anjani Syafa Zulaikha , anak bi Tarsih, pembantu di rumah Kenan.

"Ken... ayo turun. Adikmu sudah menunggu. Ayo sarapan......", panggil Nawal pada putranya. Fandy yang membaca koran di ujung meja melirik istrinya dan menyunggingkan senyum tipis.

Nawal, istri nya ini selalu saja nampak mempesona setiap saat. Meski usia mereka terpaut tujuh tahun lebih muda Fandy, tapi Nawal tetaplah Nawal yang terlihat ayu dan wajah berseri nan awet muda.

"Biasa aja kali pah.... mama dari dulu ya segitu itu. Enggak berubah kecil atau makin gede", Kania yang duduk menunggu kakaknya sarapan makin bahagia bisa meledek papa nya.

"Apa sih?", Nawal melirik putrinya yang menggelengkan kepalanya dan tersenyum jahil ke arahnya.

"Kakak kemana sih? Udah kayak perempuan aja kalau udah dandan", bibir Kania mengerucut sebal karena terlalu lama menunggu sang kakak.

"Sebentar sayang. Lagi pula ini masih pagi", jawab Fandy menenangkan sang putri dengan melirik ke arah jam tangan yang ia kenakan.

Tak lama, Kenan datang dengan menenteng tas ransel. Penampilannya sangatlah mempesona.

"Cepet dong mas. Udah kek perawan aja dandan nya lama". Ken hanya menjulurkan lidahnya, mengejek Kania yang sudah memasang wajah sebalnya.

Di waktu yang bersamaan, Anjani berjalan menuju dapur dengan membawa se mangkuk besar sup iga sapi kesukaan Ken. Sontak Kania Langsung memanggil Kania dengan lantang.

"Nja, Lo berangkat bareng gue. Dianter mas Kenan ke sekolah. diem, nggak usah bantah dan nurut!!", Begitulah Kania, perkataannya selalu harus di turuti tanpa penolakan. Kania hanya mengangguk sopan kemudian berbalik kembali ke dapur.

"Berangkat sendiri kan bisa dek. Gue harus berangkat pagi. Telat ntar gue!". ucap Kenan sedikit mendelik sebal ke arah adiknya.

"Nggak bisa! Harus mas Ken yang anter!!" Balas Kania tak kalah sengit.

Fandy hanya pusing sendiri menyaksikan tingkah anak-anaknya. Nawal segera menyela perdebatan mereka sembari menuang susu ke dalam gelas Kenan.

"Udah biar adil Kania dianter papa aja. Mas mu biar langsung berangkat aja".

"Kok mama belain mas Ken sih? Kalau Kania dianter papa, kan gagal rencana Kania mau pamer pacar ke temen-temen Kania! Masa iya ntar Kania bilang pacar Kania setua papa? Ogah!", Sepersekian detik, Nawal menganga mendengar pernyataan dari putrinya itu. Sedang Fandy geleng-geleng kepala saja menyaksikan tingkah konyol putri kesayangannya itu.

"Eh bocah bengek, Jadi Lo mau nunju.......". Kalimat Ken terhenti saat Kania dengan spontan langsung memotong nya.

"Iya, udah gausah bawel. Gak usah banyak tanya, udah tau juga".

"Gue nggak mau. Puas lo?!?" Nawal melirik Fandy, suaminya seakan berkata 'anakmu tuh'. Sedang Fandy hanya mengangkat bahu tanda tak mengerti.

"Aaaaaa--aaaa. Papa, mas Ken nggak mau antar... Huaaaaaa" Kania berteriak memasang tampang menyebalkan bagi Ken.

"Kania, kamu udah gede sayang, nggak boleh ih kamu Gitu", Nawal hanya bisa geleng-geleng kepala. Kania ini, meski sudah memasuki pendidikan tingkat menengah atas, tetap saja sifat manja dan kekanakannya tak pernah hilang.

Fandy lah, sang ayah yang selalu memanjakan Kania dan Ken, putra pertama mereka. Semua itu Fandy lakukan karena dulu, ia tidak pernah ada untuk Nawal saat dimana Nawal mengandung dan melahirkan putra pertama mereka.

"Udah ma, biarin aja. Ken, Kamu anterin Kania deh biar nggak rame ini rumah". Ucap Fendy dengn pandangan mata mengarah pada Ken, putranya.

"Papa selalu manjain Kania", Ucap Kenan dengan menggeleng-geleng kepala. Lantas melirik Kania yang menjulurkan lidahnya ke arah kakaknya.

..................

Kania dan Anjani duduk didalam mobil yang di kendarai Ken. Dengan sabar, Fandy selalu meladeni ocehan dan tingkah konyol sang adik. Sejatinya, Kenan tetaplah menganggap Kania sebagai adik kecil yang selalu ia sayangi meski sifat kekanakan dan kebengekan ada pada Kania.

Anjani yang duduk di bangku belakang hanya tersenyum simpul saat Kania mengoceh karna beberapa hari ini selalu di ganggu Fani, teman sekelas mereka. Fani yang juga ketua geng kecentilan selalu saja berusaha mencari perhatian laki-laki dan memusuhi Kania tanpa sebab.

Itu lah sebabnya, Kania ingin menunjukkan Kenan sebagai pacarnya. Tujuan utamanya hanyalah untuk membuat Fani agar tidak lagi mengganggu Kania. Bukan hanya Kania, bukan Anjani pun sering kali menjadi objek kesombongan Fani.

Tanpa terasa, mereka kini sudah sampai di depan gerbang sekolah Kania. Kania dan Anjani pun segera turun saat melihat Fani yang baru saja tiba dengan mengendarai motor matic nya.

"Mas, ayo turun. Bentaran doang kok mas, enggak lama" Kania mengajak Kenan yang berdecak malas, kemudian tatapan Kania beralih pada Anjani yang juga mau turun dari bangku belakang mobil. "Ayo Nja, biar tau si ratu halu itu siapa Kania sebenernya!", Anjani hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Kania. Begitu lah Kania.

Fandy yang mendengar pun seketika menatap adiknya. "Tapi inget, ada syaratnya yah?".

"Iya deh, iya. Ntar aja. Tapi harus romantis yah!", Kenan tersenyum penuh arti sembari melirik Anjani.

Setelah ketiga orang tersebut turun bertepatan dengan Fani yang membonceng sinta. Fani dan Sinta pun membeliakkan mata saat dengan terang-terangan Kania mencium pipi Kenan dengan mesra. Anjani yang melihat reaksi Sinta dan fani, hanya mengatupkan bibirnya untuk menahan tawa.

"Sayang, nanti kalau nggak bisa jemput enggak apa-apa deh, aku bisa telfon papa ku ntar biar jemput. Kalau kamu sibuk jangan maksain, okay! Aku nggak mau ganggu kuliah kamu", ucap Kania pada Ken dengan mengusap pelan pundak Kenan.

Kenan hanya tersenyum manis meski matanya memancarkan aura kesal pada adiknya, kemudian Kenan berbisik ke arah telinga Kania.

"Inget bocah bengek, Lo harus membayar mahal jasa gue kali ini!".

"Apapun itu sayang...", balas Kania lirih sembari melirik ke arah dua orang yang melongo melihat kedekatan mereka. Anjani hanya geleng-geleng kepala menyaksikan kekonyolan kakak beradik itu, hingga kania dan Anjani berjalan memasuki gerbang sekolah yang sudah ramai karna banyak siswa yang baru datang.

Setiap kali Anjani berdekatan dengan Kenan, Anjani lebih sering diam tanpa bicara pada Ken, kecuali Ken yang terlebih dahulu berbicara padanya. Semua itu Anjani lakukan karena setiap kali mereka berdekatan, Anjani selalu merasakan detak jantungnya yang berdetak lebih cepat, darahnya pun terasa berdesir hebat.

Bukan tidak menyadari, Anjani sadar bahwa dia amat sangat menyukai Kenan. Namun, terlepas dari status mereka yang pembantu dan majikan, Anjani sadar betul bahwa apa yang dia rasakan adalah sebuah kesalahan.

Maka dari itu, Anjani hanya bisa diam. Sebisa mungkin bersikap biasa saja, walau terkadang hatinya sangat sakit saat Ken sedang berteleponan dengan seorang wanita di gazebo belakang rumah majikannya itu.

Sepanjang perjalanan, Anjani hanya diam berjalan lurus ke depan tanpa sepatah kata pun. Sedang Kania yang selesai membalas chat yang entah dari siapa itu, tiba-tiba membuyarkan lamunan Anjani.

"Nja? Kok Lo diem sih?", Anjani melirik kemudian tersenyum.

"Emangnya aku mesti salto gitu pas lewat jalan ini?", Anjani terkekeh geli mendengar candaan dari sahabat sekaligus anak majikannya ini.

"PR gue yang ngerjain tadi malem belum kelar, keburu ngantuk gue tidur duluan. Bantuin yah?", Kania tersenyum manis di depan Anjani. Anjani balas tersenyum tak kalah manisnya.

"Iya Bu bos. Kebiasaan".

Episode 2

Siang ini, Kenan pulang kerumah tidak seorang diri, melainkan mengajak Rio dan Niko untuk bermain ke rumah Kenan. Rio dan Niko adalah sahabat dekat Kenan semenjak mereka menapaki bangku kelas menengah atas.

Tidak heran jika mereka sangat dekat, mereka selalu pergi bersama kemanapun dan selalu memiliki ide ataupun pemikiran hampir sama dan saling melengkapi. Itu lah alasan yang mendasari mereka menjalin hubungan pertemanan yang bisa di bilang sangat akrab.

Kenan tiba dirumahnya setelah sebelumnya Kania dan Anjani pulang dari sekolah mereka.

"Lo emang temen yang nggak punya hati ya Ken, temen baru datang bukannya di kasih minum malah di tinggal sibuk sendiri", Rio yang baru mendaratkan bokongnya di sofa kamar Kenan ,mendengus dan menatap Kenan dengan tatapan mengejek.

"Lo bisa ambil sendiri di dapur!", tegas Ken yang sedikit merapikan meja belajarnya yang awut-awutan.

"Ih, mana ada gitu? Kita tamu loh ken", Niko menimpali perdebatan dengan senyum tak tau malunya. "Eh, ngomong-ngomong, si cerewet mana nih? Kok nggak ada keliatan batang idungnya?", Si cerewet yang di maksud Niko adalah Kania, adik Kenan yang selalu banyak maunya.

"Mana gue tau? Kalo nggak masih sekolah ya, palingan di kamarnya, bertelur mungkin", jawab k nan dengan mengedikkan bahunya tak acuh.

"Keeeen,, gue haus. mau minum".

"Iya beg*, tunggu bentar!", jawab kenan sebal sembari baranjak dari tempat duduknya dan keluar kamar menuju dapur. Teman-temannya hanya tertawa karena berhasil mengerjai kenan yang super duper lucu di mata mereka.

Tak lama setelah Ken kembali dari dapur dan mereka berbincang ringan di kamar Ken, pintu kamar Ken di ketuk beberapa kali dan terdengan suara wanita yang memanggil Kenan.

"Mas Ken. Ini minumannya sudah jadi", Anjani yang menggantikan tugas ibunya yang istirahat segera membuatkan minum untuk tiga orang sesuai dengan permintaan Kenan.

Ke tiga orang di dalam kamar tersebut segera menghentikan percakapan mereka dan Niko lah yang membukakan pintu.

Begitu pintu terbuka, ke tiga orang tersebut menatap Anjani yang menunduk dan berjalan menuju meja dengan membawa tiga gelas bulir jeruk beralaskan nampan.

"Ini mas, minumannya", ucap Anjani lembut. Rio dan Niko saling tatap dan menatap penuh arti. Seperti merencanakan sesuatu yang tidak melibatkan Ken di dalamnya.

"Ya, taruh aja di situ", ucap Ken santai sambil memainkan ponselnya dan melirik Anjani yang mengangguk sekilas.

Setelah kepergian Anjani, Rio dan Niko mendekati Kenan.

"Ken, gila ya Lo! Punya pembantu yang cantik dan bahenol gitu kok Lo bisa tahan sih?", Rio segera mendaratkan bokongnya di sebelah Kenan. Kenan hanya melirik sekolah dengan raut wajah datar.

"Terus, Lo maunya gue salto, gitu?",

"Bukannya gitu, Lo nggak ada kepikiran buat ngembat dia, gitu? Sayang bange gitu loh kalau di lewatin gitu aja. Pasti rasanya... ahhh mantap!", kali ini Niko yang bersuara.

"Seorang Kenan bisa kuat iman? ck". Rio berdecih, " Apa jangan-jangan Lo nggak berani deketin dia? Secara deh, tu anak masih SMA aja seksinya aduhai, Lo kuat gitu untuk nggak nerkam dia? Nggak laki amat Lo jadi jantan".

"Dia cuma pembantu!", ucap Kenan di sertai lirikan tajamnya ke arah Rio.

"Fix Lo banci dan nggak berani karna nggak bisa naklukin tuh cewek. Sepanjang sejarah nih ya, baru kali ini gue liat Kenan nggak tergoda liat cewek sexy. Kurang jantan Lo ah", sambung Niko.

"Lo pikir gue nggak bisa naklukin tuh anak pembantu? Berani bertaruh? Apa yang bakal Lo jadi in barang taruhan?", ucap Kenan menyeringai.

"Kalo Le menang dan berhasil dapet perawan tuh pembantu, ambil motor baru gue. Tapi kalau Lo kalah, Lo harus geratisin gue sama Niko makan di resto bokap Lo", Ucap Rio serius.

"Deal", jawab kenan sembari menyambar tangan Rio untuk di jabat.

"Deal. Gue kasih waktu Lo dua Minggu paling cepet, dan sebulan paling lama. Kalau Lo belum juga bisa nidurin tuh pembantu, Lo kalah", Sambung Niko yang disusul tawa mengejek dari Kenan.

Setelah kepulangan dua temannya yang somplak tadi, Kenan duduk termenung menyandarkan bahunya di ujung ranjang. Otak kotornya sedang memikirkan cara untuk bisa menaklukkan Anjani si anak pembantu itu.

Semenjak kuliah semester dua, Kenan memang sudah sering mengencani banyak wanita dan berakhir di ranjang hotel. Pesona seorang Kenan memanglah sulit untuk di tolak oleh kaum hawa, bahkan tajir karena Kenan berasal dari kalangan berada, itu menjadi nilai plus bagi banyak kaum wanita yang bersedia mengobral sel***k***an untuk menghabiskan malam bersama dengan seorang Kenan Nayaka Mahardhika.

Kelakuan Kenan yang tidak terpuji ini di karenakan Fandy, sangatlah yang selalu membela dan memanjakan Ken saat ibunya, Nawal memarahinya.

Apalagi semenjak memasuki kelas 11 di bangku menengah atas, kenakalan Ken semakin menjadi-jadi saja. Sang ibu bahkan sangat kewalahan menghadapi tingkah laku putranya yang kelewat nakal itu.

Sangat lah sering Nawal keluar masuk sekolah putranya demi memenuhi panggilan dari guru BK. Namun saat Nawal menegur putranya, Fandy selalu di depan untuk membela sang anak.

Sikap seperti itulah yang akhirnya membuat sang anak sering bermain wanita. Hanya saja, kenakalan Kenan hanya sebatas wanita, rokok, dan balap liar saja. Untuk na minum minuman keras dan mengonsumsi obat-obatan terlarang serta berjudi, Ken akan sangat menghindarinya.

"Apa iya gue tega nidurin cewek polos itu? Ah masa bodoh. Yang penting, gue harus dapetin hatinya. Lebih cepet lebih baik".

..............

Sesuai kesepakatan antara Kenan dan Kania, malam ini Kenan menggedor-gedor pintu kamar Kania dan Kania membuka pintu dengan raut wajah malas.

Kenan berdecih.

"Udah sore elo masih berantakan gini dek?", ucap Kenan yang gemas melihat penampilan adiknya yang berantakan karena bangun tidur. "Mandi Sono. Gue mau ngomong sama elo".

"Ngomong aja kali mas. Ribet amat". sahut Kania dengan menyilangkan kedua tangan di depan dada dan bersandar pada pintu yang terbuka lebar

"Gue mau nagih janji Lo karna gue udah bantuin Lo tadi pagi", ucap Kenan yang nyelonong masuk dan duduk santai di ranjang sang adik tanpa merasa bersalah.

"Ya udah keluar sana. Sebelum makan malem ketemuan di gazebo belakang deh. kan sepi tuh kalau abis magrib. Kita bicarain di sana. Kalau ngobrol dia sini bisa-bisa mama ngamuk ntar, kayak nggak tau mama aja kalau ngamuk udah kayak Mak lampir", sahut Kania dengan suara lirih.

Kenan mendongak, " Gue mau sekarang".

"Gue belom mandi mas, elo ngerti nggak sih?", ucap Kania dengan memberengut sebal ke arah kakanya.

Kenan berdiri kemudian menghampiri sang adik dan berbisik pelan. "Kasi gue nomor Anjani. Udah gitu aja".

Kania yang terkejut pun akhirnya membeliakkan mata, tak percaya.

"Serius cuma itu?".

Ken hanya mengangguk dan memasang wajah ceria.

"Bentar", ucap kania kemudian ia berhenti sejenak dan menatap kakaknya bingung. " Mas, Kania nggak punya ponsel kekinian loh. Ponselnya itu ponsel jadul. Mas yakin mau minta nomor Anjani?".

Ken memutar bola matanya malas". Hadehh, buruan deh kasi nomornya. Gampang ntar gue pikirin lagi, yang pnting dapat nomornya". ucap Kenan santai.

Kania segera menuliskan nomor Anjani ke sebuah kertas kecil yang ia ambil dari buku tulisnya.

"Nih", kata Kania dan menyodorkan kertas itu.

"Dek, Lo janji ya, jangan kasih tau siapa-siapa. Kalau sampe ada semut aja yang tau, kelar idul Lo!", Ucap Ken pada Kania dengan mata tajamnya yang memandang sang adik.

Kania hanya melongo mendapati tingkah laku sang kakak yang tak biasa dan terasa ada yang aneh itu.

🌹🌹🌹🌹

Hai hai hai kakak-kakak readers tersayang, jumpa lagi dengan neng Tia ya...

Jangan lupa tetep dukung neng Tia dengan meninggalkan jejak dan tekan like, love, serta jangan lupa komen yang positif ya....buat neng Tia biar makin semangat up nya... Meski coretan masih abal-abal dan terkesan awut-awutan ini. Namanya juga masih belajar kan??? heheheh😄

Sampai jumpa di episode selanjutnya ya, kecup sayang dari neng Tia buat kakak-kakak readers tercinta😚😚

Episode 3

Sudah dua hari semenjak Kania memberi nomor telepon Anjani pada Ken. Anjani yang saat itu sibuk menyapu lantai ruang tengah di kejutkan oleh kedatangan Ken yang menyuruhnya membersihkan kamar Ken.

Selama ini, Ken memang anti jika kamarnya dimasuki siapapun. Dalam membersihkannya pun, Kenan selalu membersihkannya sendiri tanpa melibatkan siapapun. Bahkan Nawal yang notabenenya adalah sang mama, tidak di bolehkan masuk tanpa seizinnya.

"Nja, kamu bisa tolong bersihkan kamarku? Aku lagi sibuk ngerjain tugas. Selain itu, ada yang mau aku sampe'in ke kamu. Bisa?", Anjani pun mematung mendapat perintah dari Kenan. Bahkan selama ini pun, dalam berbahasa, Ken selalu menggunakan kata Lo-Gue. Bukan Kamu-Aku seperti saat ini.

"Hei", ucap Kenan dengan mengibaskan tangan kanannya di depan wajah Anjani yang memandanginya lekat-lekat.

"I-iya mas. Saya bantu. Se-se sekarang?" tanya Anjani kaku. Kenan tersenyum dan mengangguk.

"Selesaikan dulu kerjaanmu yang ini. Aku nggak terburu-buru kok", ucap Kenan yang tersenyum manis di depan Kenan. Sedang Anjani? Jangan di tanya lagi. Ia menganga terkesima karena Ken yang biasanya datar dan acuh itu, saat ini tersenyum manis ke arahnya.

"I-ii iya mas, bentar lagi nyusul", sahut Anjani. Kenan yang melihat kegugupan Anjani pun entah mengapa Ken yang biasanya cuek, mendadak merasa gemas sendiri.

Tak jauh dari mereka, bi Tarsih ibunya Anjani menyaksikan interaksi mereka dan menggelengkan pelan kepalanya tanda tak percaya.

Setelah Kenan berlalu dan terdengar sudah menutup pintu kamar, Bu Tarsih berjalan menghampiri Anjani yang menyelesaikan pekerjaannya.

"Nja, kamu di suruh mas Ken bersihkan kamar?".

"Ibu dengar?", Bukan jawaban yang di dapat bi tarsih, melainkan tanya balik dari sang putri yang selalu ia sayangi. Satu-satunya keluarga bi Tarsih yang tersisa, adalah Anjani, putrinya.

"Iya". Ucap bi Tarsih pelan. "Nja? Tolong jaga hati kamu ya nak. Ibu sangat menyayangi mu. Jangan teruskan perasaan mu itu pada mas Kenan. Itu tidak baik nak. Kita dan keluarga mas Ken sangatlah berbeda. Kamu harus tau diri sebelum sakit hati di kemudian hari". Ucap bi Tarsih berkaca-kaca dan tangannya terulur mengusap pelan ujung kepala putrinya yang berlapis rambut tebal nan hitam legam.

Anjani tidak mampu berkata apapun selain mengangguk dan tersenyum, namun jelas sekali bahwa senyum nya ia paksakan. Hatinya begitu pedih ketika ibunya sendiri memintanya untuk menekan perasaannya terhadap Kenan, pria pujaan hatinya.

setelah lantai bersih, Bi Tarsih pun berlalu. "Cepat bersihkan kamar mas Kenan, nja. Nanti kamu dipanggil lagi kalau kelamaan".

"Iya Bu", jawab Anjani yang memandangi punggung ibunya yang berlalu dari hadapannya. Mata Anjani pun berkaca-kaca dan air mata pun meluruh begitu saja lolos dari matanya. Anjani mengusap air matanya, meraup oksigen sebanyak-banyaknya dan menghembuskannya perlahan demi menetralkan perasaannya.

Anjani menapaki anak tangga satu per satu. Entah mengapa, kaki nya mendadak lemas. Perasaannya mendadak rapuh, seperti hendak berperang dengan logika.

Jika cinta merupakan sebuah kesalahan, lalu kenapa harus ada cinta diantara pasangan suami istri? Jika cinta tidak pantas hadir diantara pria dan wanita yang tak sederajat, lalu untuk apa tuhan menciptakan perbedaan? Jika cinta tak seharusnya di miliki oleh orang miskin sepertinya, lalu apa tujuan tuhan menempatkannya pada kemiskinan? Apakah ia memang tidak pantas mencintai dan di cintai?

Semua tanya berputar-putar dan menari-nari indah di kepala Anjani. Jangan kan berjuang, memulai pun Anjani belum melakukannya. Bahkan kini, sang ibu sudah memeberinya kode keras agar ia menghentikan perasaan yang dimilikinya.

Tanpa terasa, Anjani sudah tiba di lantai atas, tepat di depan pintu kamar Kenan. Dengan perasaan berkecamuk, Anjani mengetuk perlahan pintu. Tak lama kemudian Kenan membuka pintu dan membuka pintu lebar-lebar seraya tersenyum simpul.

"Ayo masuk", jawab kenan yang di ikuti Anjani di belakangnya. "Nggak banyak sih yang di bersihin, cuma daerah ini saja yang perlu di bersihkan. Aku sibuk ngerjain tugas jadi nggak bisa bersihkan meja", ucap Kenan sembari menunjuk meja dan sofa di sudut ruangan sebelah kamar mandi.

"Injeh, mas", jawab Anjani pelan sambil menunduk. Jantungnya kembali berdegup kencang.

"Jangan terlalu sopan, santai saja. Aku jadi gimana gitu. oh ya, aku rebahan bentar ya di ranjang, sementara kamu bersihkan meja. Sekalian ngerjain tugas", ucap Ken lagi dengan lembut. Entah mengapa, Anjani mendadak di kuasai euforia di hatinya karena mendengar kelembutan Ken yang selama ini memang bersihkan acuh dan dingin. Bahkan keduanya tak saling dekat.

"I-ii iya mas", Ken segera meraih kedua pundak Anjani hingga membuat Anjani tersentak kaget dan segera mendongak, netra matanya tanpa sengaja bersirobok dengan netra tajam Kenan.

"Nja, nanti kalau sudah selesai, jangan langsung keluar ya, Ada yang mau aku kasih ke kamu?".

"Hah?!?" ucap Anjani tanpa sadar karena ia sedikit kehilangan kontrol dirinya. Bahkan Anjani lupa dengan ucapan sang ibu beberapa menit lalu saat di lantai bawah tadi.

"Kamu Lucu deh", jawab kenan sembari mengacak pelan ujung kepala Anjani, "Kalau sudah selesai jangan keluar dulu. Pamit dulu ke aku, okey?", ucap Ken lagi mengulangi kalimat yang tadi.

'Ternyata, Anjani gadis polos. Kalau memang benar, bukan kah itu terasa nikmat?' batin Ken yang di penuhi dengan pemikiran liar nya.

"I injeh mas",. Ken pun segera menutup pintu namun tak sepenuhnya tertutup, hanya terbuka sebagian.

Anjani pun segera mengerjakan tugasnya dengan senyum yang tak pernah luntur, semangat yang tadi hilang, kini mendadak muncul kembali dengan massa yang begitu... tak terhitung lah jumlahnya.

............

"Nja, ini untuk kamu", Ken menyodorkan ponsel baru untuk Anjani. "Ponselmu yang lama simpen aja. Di sini udah ada nomerku sama nomer Kania. Kalau nomor papa sama Mama, kamu minta sendiri aja ntar".

"J-ja jangan mas, Ndak usah. Ponsel saya yang lama masih bisa di pakai kok". Anjani menolak halus pemberian Kenan. Ia hanya sedikit takut dengan perubahan Kenan yang mendadak baik padanya. Bukan apa-apa, Anjani hanya takut semakin tidak mampu mengendalikan perasaannya.

"Aku nggak Nerima penolakan, nja. Lagian biar gampang juga aku hubungi kamu", ucap Kenan dengan melempar tatapan tajamnya.

"Tapi, saya Ndak berani mas. Saya merasa... saya Ndak pantas mendapatkannya".

"Sekali lagi kamu nolak, aku cium kamu disini", Anjani melotot seketika sembari menatap kotak ponsel yang terlihat masih baru itu, Anjani yang gugup serta takut dengan ancaman Kenan segera menerima ponsel itu dengan gerakan lambat.

Setelah Anjani menerima ponsel nya, Ken pun segera menarik lengan tangan Anjani dan mengajaknya duduk di sofa, Anjani membeku sembari menatap genggaman tangan Ken pada lengannya. Perasaannya mendadak berbunga-bunga.

"Ayo duduk sini, biar aku ajari cara pakainya".

🌹🌹🌹🌹

Makasih ya kakak-kakak readers udah setia ngikutin cerita ini, Jangan lupa tetap dukung saya yah...❤️❤️❤️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!