NovelToon NovelToon

My Crazy Boss

1. Arfen & Thifa

***

Prolog :

Thifa POV

Siapa bilang saat sudah menduduki posisi presdir seseorang akan bersikap berwibawa dan stay cool. Ya,  mungkin itu berlaku bagi sebagian bos-bos di perusahaan lain. Mereka selalu menjaga imagenya kan? Tapi, tidak untuk bos di perusahaan ku kali ini.

Bos ku kali ini memiliki kepribadian yang sungguh langka. Bos umumnya jarang berbicara, tapi dia... Jika dia tidak berbicara pada ku dalam satu jam  saja itu bahkan sudah menjadi kejadian langka,  layaknya harimau sumatra.

Ya ya ya,  aku tau aku ini adalah sekretaris dan juga istri sahnya. Jadi,  wajar-wajar saja dia sering berbicara pada ku. Tapi, tidak untuk satu jam sekali dia memanggil ku keruangannya. Seperti saat ini, aku berdiri di depannya, di depan Arfenik Arkasa ini, si bos stress yang ku punya.

Lihatlah dia! Dia hanya menatap dirinya di kaca. Aku tau,  di dalam hatinya pasti dia sedang menyanjung-nyanjung ketampanannya itu. Aku akui dia memang tampan,  tapi ketampanannya lengser akan kegesrekannya. Dan aku tidak tau,  di antara berjuta-juta umat manusia. Kenapa aku memilih yang seperti ini untuk di jadikan teman hidup.

"Thif,  aku heran satu hal loh." Dia mulai membuka suaranya. Tolong, berikan aku alasan wajar atas keheranan mu itu.

"Aku di sini sebagai sekretaris atau istri mu?"

Dia menaikkan sebelah alisnya menatap ku. "You are my everything."

Skip! Jangan di lanjutkan atau mode bucinnya akan aktif.

"Jadi fen, apa yang buat kamu sampai heran gitu?"

Dia mengagguk. "Aku heran, kenapa... Kenapa aku terlalu ganteng? Maksud ku, kenapa aku bisa terlahir dengan ketampanan yang keterlaluan. Terkadang,  aku mau membagi ketampanan ku ini. Tapi itu hal yang mustahil ya kan sayang? Makanya aku sedih."

Berikan aku sendal! Yang mana pun boleh! Aku benar-benar ingin melempar wajahnya pakai sendal siapapun! Sungguh,  kepercayaan dirinya ini membuat ku ingin menggonyo habis wajahnya.

"Kau manggil aku cuma karna nanya ini? Please lah ya Fen, kau kan tau ini sudah satu minggu sejak kita di beri tanggung jawab untuk membesarkan perusahaan ini.  Jadi,  ayo kerja dengan benar dan disiplin."

Yah,  sejak di hari pertama kami menikah. Arfen dan paman Nathan berdebat kecil. Hingga akhirnya paman Nathan yang sekarang adalah ayah mertua ku itu, menantang Arfen untuk membesarkan salah satu perusahaan terkecil miliknya, hingga menjadi sebesar perusahaan utama.

Arfen dengan keangkuhannya yang begitu tinggi, mana menerima kekalahannya begitu saja,  dan menyerah semudah itu. Dia tentu menerima tantangan Ayahnya. Dan akhirnya di sini lah kami, mengelola perusahaan kecil bersama. Tanpa ada satu pun yang tau identitas kami yang sesungguhnya.

Tok tok tok

"Bos! Ini saya Arlan. Klien kita sudah datang, harap anda segera menemuinya." Suara nyaring dari luar pintu mengagetkan kami berdua.

Kami saling bertatap kaget, dan aku langsung membantu Arfen kembali memakai kostum orang jeleknya. Ah! Apa aku lupa mengatakan bahwa Arfen menyamar menjadi orang yang buncit, berkumis, gigi yang tidak rata, dan tompel di pipi kanan. Ini semua agar tidak ada satupun presdir manapun mengenalinya. Ini juga termasuk syarat papah Nathan.

***

...1. Nikah Dadakan, Tapi pakai Niatan....

...***...

Arfen dan Thifa hari ini sudah memakai kemeja batik,  dan gaun batik yang secouple. Layaknya pasangan-pasangan yang terlihat kompak dan harmonis. Bukan tanpa alasan keduanya memakai ini, itu karna hari ini mereka harus datang ke pernikahan Riyan dan Vania.

Mereka turut bahagia atas pernikahan keduanya, namun pernikahan ini juga membangkitkan gairah Arfen untuk segera membimbing Thifa dalam jalur halal.

Thifa menggandeng tangan kekasihnya itu. Berjalan ke atas pelaminan, untuk menyalami kedua mempelai. Thifa sedikit cipika cipiki dengan adik kelasnya itu, Vania yang terlihat lebih dewasa dengan gaun pengantin yang terseret di lantai.

Arfen juga memeluk sahabatnya, guna menyanpaikan perasaan bahagia yang dia rasakan.

"Nah Fen, Gue udah nikah nih. Udah sah, ntar malam gue duluan ya. Lu sih kelamaan. Hati-hati ya, awas di tinggal pas sayang-sayangnya." bisik Riyan seraya pelukan persahabatan itu.

Sungguh! Jika Riyan bukan pemeran utama acara itu, mungkin Arfen sudah menunjang habis perut orang ini. Mulutnya itu loh,  selalu saja gak ada rem. Semakin lama semakin menajam.

"Santai bro,  dua hari lagi gue nyusul." balas Arfen tak mau kalah.

Riyan hanya bisa terkekeh sendiri. Entah perkataan Arfen itu hanya candaan belaka atau emang benar adanya.

***

Arfen menggenggam tangan Thifa yang duduk di sebelahnya. Firasat Thifa sudah tidak enak. Dia sudah bersiap, Jaga-jaga kalau pacar langkanya ini membuat onar.

"Liat gak,  mereka berdua bahagia banget ya. Nikah kayak nya enak deh Thif, halal gitu. Dua hari lagi kita nikah yuk?" ceplos Arfen tanpa beban,

"Tapi Fen--"

Mulut Thifa membungkam seketika,  saat dia menatap wajah Arfen yang serius, mata itu, mata kesungguhan yang jarang sekali Thifa liat. Ya, saat ini Thifa tau. Arfen benar-benar serius mengajaknya menikah, bukan hanya gurauan seperti biasa.

"Iya, aku mau. Tapi, soal gedung dan lain-lain gimana? Apa bisa di siapin dua hari doang?"

"Soal itu gampang, yang penting pengantin perempuannya bersedia. Wokey deh, fix dua hari lagi kita nikah. Sekarang balik yuk, milih gaun pengantin sama undangan." Arfen menuntun Thifa keluar dari gedung itu.

***

Semua perkataan Arfen selalu di tepati olehnya. Malam itu juga Arfen membawa Thifa kerumah utama keluarganya. Menghadapkan Thifa kedepan Nathan dan Sheryl.

"Ma, pa, Arfen sama Thifa mau nikah. Jadi mau minta restu." Tutur Arfen serius tak melepas genggamannya.

"Lah, kita semua juga udah tau kali,  kakak jelek bakal nikah sama kak Thifa cantik. Pertanyaan nya adalah, kapan bruh?" sahut gadis itu,  yang saat ini usianya sudah menginjak remaja, dan bersekolah di SMA yang berbeda dari kakak dan kedua orang tuanya dulu bersekolah. Yah,  dia Shiren Arkasa. Si gadis ceplos ini.

"Satu pertanyaan yang bagus, kita maunya nikah dua hari lagi."

"Mama sama papa sih seneng kalian mau bawa hubungan kalian ke jenjang yang lebih serius, tapi kamu pikir nikah dalam dua hari itu gampang, kalian nikah dua minggu aja lagi." Usul Nathan dengan segala pertimbangan.

"Kalo mama sih yang mana aja boleh,  asal kalian segera nikah, punya anak,  mamah jadi nenek." Tambah Sheryl.

"Makasih ma. Oh ya pah,  kan papah udah jadi presdir terbesar di negara ini. Soal persiapan nikah bukan masalah besar dong ya." sahut Arfen enteng.

"Hmmm hmmm, kayaknya papa udah terlalu manjain kamu. Sekarang papa kasih kamu pilihan, mau nikah dalam dua hari habis itu mengolah perusahaan kecil papa dan bukan lagi perusahaan utama. Atau, mau nikah dua minggu lagi,  dan kamu tetap jadi presdir di perusahaan utama keluarga Arkasa?"

***

.

2. Pernikahan

***

"Makasih ma. Oh ya pah,  kan papah udah jadi presdir terbesar di negara ini. Soal persiapan nikah bukan masalah besar dong ya." sahut Arfen enteng.

"Hmmm hmmm, kayaknya papa udah terlalu manjain kamu. Sekarang papa kasih kamu pilihan, mau nikah dalam dua hari habis itu mengolah perusahaan kecil papa dan bukan lagi perusahaan utama. Atau, mau nikah dua minggu lagi,  dan kamu tetap jadi presdir di perusahaan utama keluarga Arkasa?"

Arfen menaikkan sebelah alisnya. Dia cukuk terkejut atas tawaran papanya ini.

"Mending nikah dua minggu lagi deh ka, buat persiapan yang matang." Timpal Shiren. Meskipun terkesan bodomat, Shiren masih punya otak loh.

"Arfen sih milih nikah dua hari,  dan jalanin perusahaan kecil."

Begitulah kata-kata Arfen yang menghantarkan keduanya duduk di atas pelaminan, tepat dua hari setelah kejadian itu.

Thifa duduk santai,  seolah tak perduli dengan bacotan-bacotan di sekitarnya. Pernikahan mereka menjadi Trending topic minggu ini. Banyak manusia kalangan elite yang hadir.

"Sayang yakin mau tetap pakai penutup wajah itu? Gak mau di buka?" bisik Arfen tepat di leher Thifa. Membuat gadis itu mampu mendengar deruan nafasnya. Eh gadis?! Tidak lagi! Lathifa Kanneira sudah menikah, dan menjadi Nyonya Arkasa.

"Enggak ah males. Ntar di julidin. Mending gini aja." Sahut Thifa agak memperbaiki penutup wajahnya. Bagian kain senada dengan gaun putihnya yang menutupi hidung sampai kelehernya.

Thifa melihat Arfen menggoyangkan kakinya tak tenang.

"Ada apa?"

"Lama banget acaranya, kan pe--"

Sebelum Arfen menyelesaikan ucapannya,  sudah ada Tangan Thifa yang menyumpalnya.

"Haha, Halo pasangan newbie. Siapa yang sangka,  tepat dua hari setelah kami menikah,  kalian nyusul? Kenapa?" Celetuk Riyan yang entah dari mana asalnya, udah naik aja di atas pelaminan. Tentu bergandeng tangan dengan istri mungil kesayangannya.

"Eh,  Halo Vania. Apa kabar?" Sapa Thifa menyambut pelukan Vania.

"Baik kak, kakak kenapa gak bilang bakal nikah secepat ini?"

Thifa hanya bisa menebar senyum sebisanya. itu karna orang ini yang ngajak nikah dadakan. Rutunya dalam hati, namun senyum terlukis di wajahnya. Tapi perasaan ini,  enggak buruk juga. Mendebarkan, dan menyenangkan.

Tak ingin kalah dari para wanita. Riyan dan Arfen saling berpelukan sahabat.

"Ini baru lo Fen. Gue kira lo waktu itu cuma bercanda."

"Gak ada candaan untuk memperjelas hubungan. Lo tau sendiri kan,  sebucin apa gue. Gue juga udah lama pengen nikah sama Thifa."

Baguslah,  pembicaraan mereka kali ini sedikit normal.

***

Awalnya niatnya pengen melakukan ritual malam pertama. Tapi,  siapa sangka mempersiapkan pernikahan megah dalam dua hari bagi Arfen akan semelelahkan ini.

Baru masuk kamar saja Arfen sudah membantingkan tubuhnya,  tanpa mandi dulu atau bahkan mengganti pakaiannya.

Thifa yang baru saja selesai mandi hanya bisa menggeleng melihat kelakuan suaminya. Mau tidak mau Thifa juga harus terbiasa. Ya,  ini kan memang ciri khaa suaminya.

Thifa melepas sepatu yang masih Arfen kenakan. Membuka jas hitam itu. Dan perlahan membuka kemeja putih. Dua kancing telah terbuka, harus Thifa akui fokusnya sedikit berbelok. Dia fokus dengan dada bidang Arfen.

Thifa menggelengkan kepalanya pelan, melanjutkan membuka kemeja Arfen,  untuk di ganti dengan kaos yang lebih nyaman.

"Thif,  kamu kalo lagi pengen. Ngomong aja Thif. Gak usah sampe gerak sendiri. Aku juga ikhlas kok kerja sama dalam hal ini." Celetuk Arfen Tiba-tib menyentuh tangan Thifa. Matanya perlahan terbuka. Satu tangannya ia tarik ke belakang kepalanya. Mata sayunya tak lepas dari memandang istrinya ini.

"Aku tau lebih baik perempuan yang mulai duluan. Tapi tolong yah Fen. Enggak usah ge-er. Aku cuma mau ganti kemeja kamu jadi kaos yang lebih nyaman."

Chuppp

Mana Arfen peduli, Thifa sudah memancingnya. Apa itu lelah tubuh? Arfen sudah tidak lagi merasakan lelah saat bibirnya sudah dia persatukan dengan bibir Thifa.

Malam itu niatnya mau tidur, tapi begadang lebih baik menurut Arfen. Mereka melakukan ya apa yang biasa suami istri lakukan.

***

Empat hari sudah berlalu, tidak ada honeymoon keluar negri di dalam perniakahan Arfen dan Thifa. Karna mereka harus segera mengelola perusahaan kecil yang hampir punah itu. Dan hari ini, keduanya sudah bangun lebih pagi untuk berangkat kerja.

Arfen sudah rapi dengan style bergengsinya, semua pakaian ber merk, jam yang harganya tidak tanggung-tanggung melingkar di pergelangan tangannya. Apalagi penampilannya itu di dukung oleh wajahnya yang ketampanannya tidak perlu di pertanyakan.

Tapi tidak dengan Thifa yang memakai kemeja putih, dan rok hitam. Berbalut jas hitam yang senada dengan roknya. Penampilan simple dan sederhana.

Sejak melangkah menuruni anak tanggan, sampai berhenti di meja makan. Tak sekalipun Arfen melepas tangan Thifa. Entah apa maksudnya, siapa juga yang mau menculik Thifa di rumah itu.

"Udah kayak om mesum gandeng cewek polos ya?" celetuk Shiren santai sembari mengoles selai di atas rotinya.

"Arfen, siapa bilang kamu ke kantor bakal pakai, pakaian seperti itu. Papa sudah siapkan pakaian untuk kamu. Cepat ganti, dan pakai ini." Nathan menyerahkan totabag yang sedari tadi berada di atas meja makan.

"Sekarang pa?"

"Mau papa usir?" sahut Nathan tak kalah menjengkelkan dari putrnya.

Arfen dengan rasa penasaran yang tinggi membuka totabag nya. Dia bisa melihat busa-busa, kumis palsu, kemeja biasa, dan jas biasa, jam yang biasa di pakai atuk-atuk, ada tompel palsu, kacamata, dan ada gigi palsu juga di sana. Arfen mengeluarkan itu satu-satu. Shiren yang mengerti maksudnya hanya tertawa terpingkal.

"Pa? Apa ini? Seragam? Maksudnya Arfen harus pake ini setiap kali mau ke kantor?" Tanya Arfen seolah tak percaya.

Nathan mengangguk mantap. "Kalo kamu pake pakaian semewah ini, semuanya akan tau bahwa kamu Arfenik Arkasa. Papa tidak setuju itu, banyak presdir perusahaan yang akan bekerja sama dengan mu, kalau kau masih memakai identitas Arkasa."

"Jadi Arfen dan Thifa harus ganti nama gitu di kantor?"

"Iya, mama udah mikirin namanya. Arfen jadi Feran, dan Thifa jadi Ifa. Udah gitu aja." sambung Sheryl memasang senyum tak berdosanya.

"Oke, siapa takut. Ini Arfen pa, ma. Arfen bakal nerima dan jalanin semua tantangan ini sampai sukses. Apalagi ada istri paling setia yang nemenin." Chupp! Arfen mengecup pipi Thifa di depan banyak orang. Arfen yang gak punya malu sih santai aja, tapi Thifa? Pipinya sudah merona panas.

"Dan ya kau Shiren. Papa tidak peduli keinginan mu, dua bulan lagi di awal semester dua kelas sebelas mu. Papa akan pindahkan kamu ke SMA Merah Putih. Tidak ada perdebatan." titah Nathan menatap putri bungsunya itu.

Uhuk! Shiren tersedak rotinya sendiri!

***

3. Hari Pertama

***

"Oke,  siapa takut. Ini Arfen pa, ma. Arfen bakal nerima dan jalanin semua tantangan ini sampai sukses. Apalagi ada istri paling setia yang nemenin." Chupp!  Arfen mengecup pipi Thifa di depan banyak orang. Arfen yang gak punya malu sih santai aja,  tapi Thifa? Pipinya sudah merona panas.

"Dan ya kau Shiren. Papa tidak peduli keinginan mu, dua bulan lagi di awal semester dua kelas sebelas mu. Papa akan pindahkan kamu ke SMA Merah Putih. Tidak ada perdebatan." titah Nathan menatap putri bungsunya itu.

Uhuk! Shiren tersedak rotinya sendiri!

"Tunggu dulu pa! Shiren udah nyaman tau sama sekolah yang ini, Masa mau di pindahin gitu aja? Emang papa tega?" rayu Shiren.

Nathan menggeleng mantap. "Tidak perduli apapun itu,  kamu akan tetap papa pindahin ke SMA Merah Putih."

Shiren memanyunkan mulutnya, shit! Celakalah dia, bagaimana bisa dia pindah ke SMA Merah Putih saat dia sendiri punya dendam pribadi pada ketua osis di sana.

"Dah lah males." Shiren bangkit mengambil tasnya, berjalan gontai pergi ke sekolah.

"Cup cup cup adik kakak yang cantik nya terbatas, santai aja. SMA Merah Putih tuh sekolah kakak dulu, di sana enak loh. Gurunya baik-baik, jadi kakak jamin kamu ga bakal nyesel pindah." Bela Arfen,  dia menepuk punggung adiknya penuh senyum.

"Kakak yang mirip om-om gak bakal paham masalah serumit apa yang Shiren alami kalo sampai pindah." bantah Shiren sendu. Sepertinya dia benar-benar tak ingin pindah.

"Udah lah, Lagipula papa dan mama juga dulu kisah cintanya dari sana. Kisah cinta Kakak sama Thifa juga di sana. Percaya sama kakak, ntar kamu juga bakal nemu sang pujaan hati di sana." bangga Arfen.

Apanya yang kisah cinta,  ada juga hidup Shiren ga bakal tenang di sana tau! Mana banyak masalah sama Ketosnya! Urgghh!! Sungguh,  sekarang Shiren benar-benar ingin ke isekai!

"Terserah deh, Shiren pamit ya pa, ma, kakak ipar kesayangan. Dada~" Shiren mencium tangan mereka satu persatu.

***

Hari ini adalah hari pertama Arfen dan Thifa bekerja di kantor,  dan mobil mereka sudah berada di depan perusahaan kecil itu. Thifa tidak perlu menyamarkan? Tak ada yang mengenalinya.

"Ini serius aku pake penyamaran ginian? Kok bukan 'gw banget' ya." celetuk Arfen yang mengundang senyum sembunyi dari supirnya, Arlan.

Sejak duduk dalam mobil Arfen sama sekali tak lepas dari cermin persegi itu.

"Iya, kenapa sih Fen? Kamu malu keliatan jelek gini?" ceplos Thifa tanpa dosa.

"Gak juga, cuma aneh aja kan Thif? Tapi gue penasaran kayak mana orang bakal mandang gue dengan penampilan gini? Biasanya gue selalu dapat tatapan penuh decak kagum, maklum lah sayang. Orang ganteng. Eittsss, tapi jangan salah paham dulu. Di hati ku cuma ada kamu." Celetuk Arfen,  sembari memperbaiki janggut dan kumis palsu yang menempel di wajahnya.

"Serah dah Fen,  yang penting satu kalimat terakhir jangan pernah di ucapin lagi ya. Kedengeran kayak fakeboy." Thifa mengucir kuda rambutnya yang tergerai. Ahh,  apapun itu Thifa tetap saja cantik.

"Jangan cantik-cantik, aku gak ikhlas. cantiknya cuma boleh kalo di dalam kamar aja." Arfen memeluk manja perut istrinya. meskipun kelihatan non-respon. Tapi jantung Thifa sudah berpacu tidak seperti biasanya.

***

Apa tadi kata Arfen? Dia penasaran bagaimana orang menatap penampilan nya saat ini, penampilan dengan kacamata, kumis, janggut dan ekstra tompel beserta busa yang di masukkan ke dalam baju,  membuat badan six pack Arfen,  mendadak buncit parah. Jangan lupa, gigi palsu yang Arfen gunakan itu memperparah kondisi wajahnya, belum lagi kulitnya yang memang di berikan cream agar lebih hitam. Thifa bahkan tak bisa berkata-kata menyaksikan penampilan suaminya ini.

Ayah mertua itu sangat mengerikan ya... Dia bahkan bisa setragis itu pada putra nya.

Gumam Vania dalam hati, dia menelan salivanya payah. Berharap selalu akur dengan mertuanya.

Dan kali ini semua karyawan/karyawati berbaris rapi untuk melihat bos baru mereka ini. Yah,  tentu kalian tau tatapan seperti apa yang mereka berikan kan? Hinaan berkedok senyuman.

Jadi begini rasanya menerima tatapan saat kondisi fisik kurang ya? Ya ampun... Aku yang seganteng ini bahkan tidak pernah menatap orang lain seperti itu. Bagaimana bisa kalian yang berwajah biasa saja ini menatap menghakimi?

"Yoho... Ho... Ho... Aku adalah bos baru di sini. Salam kenal, nama ku Faren. Kalian bisa memanggil ku Bos Faren. Dan dia adalah istri ku, sekaligus sekretaris ku, kalian boleh memanggilnya Ifa! Hoho!" Ujar Arfen yang memang tengah jadi pusat perhatian.

Sungguh! Suara Arfen benar-benar mirip om-om pasar senen!

Semuanya mulai menatap aneh ke arah Ifa. Bagaimana tidak? Bagaimana perempuan secantik Ifa menikah dengan orang seperti Faren? Kalau bukan karna harta dan kekuasaaan? Begitulah kira-kia yang mereka pikirkan saat ini soal Lathifa.

Lathifa hanya bisa menghela napas menerima tatapan penghakiman itu.

"Baiklah sekarang kalian kembali ke meja masing-masing, semangat untuk memajukan perusahaan kita,  yo ho ho!"

"Baik pak!" jawab semuanya serempak, mereka kembali ke mejanya masing-masing. Arfen dengan cepat juga menarik tangan Thifa masuk ke ruangannya.

***

Satu minggu sudah berlalu sejak hari pertama mereka ke kantor, dan di beri sambutan hangat itu.

Hari ini Arfen dan Thifa harusnya ada rapat, tapi untuk satu jam lagi.

Berhubung Arfen gabut menunggu satu jam itu,  dia iseng membuka penyamaran nya, menatap wajah tampan yang begitu di rindukannya.

"Memang wajah asli itu paling baik. Terima kasih ya Allah,  atas segala nikmat yang kau berikan." Arfen menaik turunkan alisnya menatap dirinya sendiri.

Thifa masuk tanpa mengetuk pintu Arfen,  wajar saja,  itu karna Arfen yang meminta dia datang.

Apa lagi ini? Kenapa dia?

Arfen mulai membuka mulutnya,  dan Thifa tau itu pasti hal aneh dan unfaedah. Tapi, entah apa yang merasuki Thifa,  dia juga malah mendengarkan dan meresponya.

Arfen mengagguk. "Aku heran, kenapa... Kenapa aku terlalu ganteng? Maksud ku, kenapa aku bisa terlahir dengan ketampanan yang keterlaluan. Terkadang,  aku mau membagi ketampanan ku ini. Tapi itu hal yang mustahil ya kan sayang? Makanya aku sedih."

Berikan Thifa sendal! Yang mana pun boleh! Dia benar-benar ingin melempar wajah Arfen pakai sendal siapapun! Sungguh,  kepercayaan dirinya ini membuat Thifa ingin menggonyo habis wajahnya.

"Kau manggil aku cuma karna nanya ini? Please lah ya Fen, kau kan tau ini sudah satu minggu sejak kita di beri tanggung jawab untuk membesarkan perusahaan ini.  Jadi,  ayo kerja dengan benar dan disiplin." Thifa menepuk jidatnya sendiri, entahlah. Ada rasa kesal,  dan juga geli sendiri melihat tingkah suaminya.

Tok tok tok

"Bos! Ini saya Arlan. Klien kita sudah datang, harap anda segera menemuinya." Suara nyaring dari luar pintu mengagetkan mereka berdua.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!