Merdu suaranya, gemulai tubuhnya saat menari, membuat aku enggan meninggalkan ruangan ini, ruang VIP sebuah room karaoke tempatku melepas lelah bersama beberapa teman bisnis dan teman mainku.
Kunikmati dentuman musik, kerlap-kerlip lampu disko, dan wajah cantik seorang pemandu lagu yang menemani aku dan ketiga temanku itu. Kita hanyut dalam kebahagiaan dunia di malam yang semakin larut.
Wanita itu, begitu ramah dan piawai dalam melayani kami, wajahnya masih sangat lugu, jika aku perhatikan dari postur tubuh dan raut wajah sepertinya dia masih berusia belasan tahun, tampak seperti gadis yang seumuran dengan siswa kelas satu atau kelas dua SMA.
Bersamanya waktu tiga jam terasa cepat berlalu, kuakui aku betah berada dalam room karaoke ini, apalagi saat pemandu lagu itu menemaniku, duduk di sebelahku dengan menyebutkan namanya. "Kina" nama yang disebutkan olehnya, nama yang cukup cantik, secantik paras wajahnya.
Kina adalah waiters di tempat ini, namun terkadang dia juga kerap menjadi pemandu lagu bagi pengunjung yang ingin menggunakan jasa pelayanannya, seperti aku dan teman-temanku malam ini, aku meminta wanita berbaju putih dengan rok sepan hitam di atas lutut itu menemani kami bernyanyi.
Tidak lama kemudian aku berpamitan pulang terlebih dahulu pada teman-temanku, sebelum beranjak pergi, aku meminta Kina untuk mengambil bill yang harus kami bayar selama empat jam berada di dalam ruangan ini, ya setelah dia menunjukkan bill, segera aku berikan beberapa lembar uang kertas warna merah melebihi jumlah bill yang dia tunjukkan, tentu saja sisa beberapa lembar uang itu adalah bayaran untuknya karena sudah menemani kami.
Dan setelah memberikan sejumlah uang padanya aku bergegas pergi, aku tinggalkan ketiga temanku yang masih punya kesempatan satu jam lagi berada dalam ruangan itu untuk menghabiskan waktu berkaraoke bersama Kina sang pemandu lagu yang sangat mempesona.
Kini, delapan jam telah berlalu, pagi cerah menjemput hariku, jam delapan tepat aku sudah berada lobbi kantorku, seorang sekretaris mulai mengikuti langkahku.
"Jam 9 ada acara sosial di SMA Cendekia Bangsa pak, jam 10 ada rapat dengan beberapa pemegang saham perusahaan di hotel Bintang Jaya, jam 12 bapak ada janji dengan klien di restauran kita yang baru untuk membicarakan..."
"Sudah-sudah!" Aku memutus perkataan seorang sekretaris perempuan yang membacakan begitu padatnya jadwalku hari ini.
"Baik pak," sahutnya dengan menunduk seraya mengikuti langkahku yang saat itu hendak menuju ruang kerja. "Apa untuk acara di SMA Cendekia Bangsa, saya perlu ikut pak?" tanyanya.
"Tidak usah, kamu langsung tunggu di hotel Bintang Jaya saja," sahutku. "O, ya, jangan lupa bawa berkas-berkas yang kita butuhkan untuk rapat," kataku padanya sebelum aku masuk ke dalam ruanganku. "O, ya, nanti seperti apa acara sosial di sekolah itu?" tanyaku lagi sebelum aku masuk ke dalam ruanganku.
"Mmmm... Hanya penyerahan bantuan secara simbolis saja pak, kata pihak sekolah ada karya seni juga yang akan ditampilkan para siswa untuk menyambut kedatangan bapak. Tapi bapak tidak perlu mengikuti kegiatan itu sampai selesai, karena saya sudah menginformasikan kalau jadwal bapak hari ini sangat padat." Terang sekertarisku.
"Mmm..." Aku mengangguk-angguk. "Terus, bagaimana dengan bantuannya?" tanyaku.
"Kemarin siang sudah kami kirimkan 200 unit komputer, dan 200 laptop untuk sekolah tersebut, dan saya sendiri yang mengawalnya, Pak. Untuk bantuan dana yang disalurkan dibeberapa panti asuhan juga sudah saya urus Pak, dan semua data panti asuhan penerima bantuan sudah saya letakkan di meja bapak." Jelas sekertarisku.
"Baik, terimakasih." Aku tersenyum padanya seraya melangkah meninggalkannya masuk ke dalam ruanganku.
*****
Aku adalah pria berusia 32 tahun, sukses dalam karir tidak membuat aku lupa akan beramal, karena itulah yang diajarkan oleh kedua orang tuaku, saat ini aku memiliki lima hotel berbintang lima, dengan restauran mewah dibeberapa kota besar, ditambah lagi dengan perusahaan properti yang sedang aku kembangkan.
Bisa dibilang aku adalah pengusaha muda yang sukses, beberapa penghargaan yang aku peroleh dari prestasi bisnisku membuat aku semakin terpacu untuk terus mengembangkan karierku ini, namun sekalipun demikian aku tidak pernah lupa menyisihkan sebagian dari rezeki yang aku dapatkan untuk kegiatan sosial.
Pagi ini ditengah kesibukanku, aku luangkan waktu untuk mendatangi salah-satu sekolah menengah atas dalam sebuah acara sosial, ditemani dengan beberapa asisten dan juga sopir pribadiku.
"Sudah sampai pak!" kata sopirku saat kami telah sampai di halaman sekolah yang hendak aku kunjungi.
Seorang asisten yang berada di mobil yang berbeda denganku segera membukakan pintu mobil untukku.
"Terimakasih," kataku seraya keluar dari mobilku.
Ku lihat semua mata di sekolah ini menyambutku, bapak kepala sekolah, jajaran guru, para siswa, dan entah siapa lagi.
Aku berjalan dengan ramah saat melewati mereka, dengan guratan senyum, dan jabat tangan pada mereka semua, pelukan hangat oleh kepala sekolah pun diberikan padaku,
mereka semua mempersilahkanku untuk masuk ke dalam gedung aula sekolah.
Ku lihat beberapa siswa yang ada di aula itu mulai menyambut kedatanganku dengan sebuah tampilan tarian budaya yang cukup menghibur.
"Mari silahkan duduk pak!" Kepala sekolah dan dewan guru mempersilahkanku duduk di tempat istimewa yang sudah mereka siapkan.
"Terima kasih!" sahutku sembari duduk dan menyaksikan penampilan seni para siswa-siswi di sekolah ini.
Sesaat setelah penampilan selesai, kepala sekolah mulai memberikan sambutan, aku diminta untuk naik ke atas panggung, seorang MC acara ini memintaku untuk memberikan sambutan, dan memberiku kesempatan untuk menyerahkan bantuan dari perusahaanku secara simbolis pada salah seorang siswa berprestasi di sekolah ini yang telah mereka tunjuk.
"Kepada bapak Rahardian Wijaya selaku direktur utama Wijaya Group dipersilahkan untuk memberikan bantuan secara simbolis kepada salah satu murid kami yang beberapa kali telah membawa nama baik sekolah dengan prestasinya, yaitu ananda Kirana Salsabila," kata seorang MC acara ini kemudian.
Aku yang saat itu sudah berada di panggung, ditemani oleh kepala sekolah, telah siap memberikan bantuan secara simbolis pada salah satu siswi yang telah mereka tunjuk.
Tampak seorang siswi dengan pakaian putih abu-abu naik ke atas panggung untuk menerima bantuan secara simbolis dariku, seorang siswi berambut panjang sebahu, berkulit kuning langsat, berlesung pipit, tersenyum manis berdiri di hadapanku dan siap menerima bantuan secara simbolis dariku.
Dengan seksama aku lihat gadis itu, aku sedikit termangu saat gadis belia dengan senyum yang merekah tanpa beban itu melihatku, ya aku yakin gadis itu adalah Kina seorang pemandu lagu yang semalam menemani aku di room karaoke. Namun entah kenapa dia melihatku seolah-olah kita tidak pernah berjumpa, dan tidak ku lihat ada rasa canggung ketika dia menerima bantuan secara simbolis itu dariku, dia tersenyum, dia berjabat tangan denganku, seolah-olah kita tidak pernah bertemu.
Bersambung
Setelah menerima bantuan secara simbolis dariku, gadis itu turun dari panggung, sementara aku masih diminta untuk memberikan sambutan.
Entah kenapa timbul rasa penasaran yang besar di hatiku untuk bertemu dengannya. Segera aku turun dari podium, dan mencari gadis itu setelah acara pemberian sambutan selesai.
Bola mataku mulai berkeliaran mencari-cari di sekeliling aula dimana gadis itu berada, namun entah kenapa batang hidungnya tidak nampak di tempat ini.
Segera aku keluar dari gedung itu menyusuri lorong sekolah untuk mencari Kina, seorang pemandu lagu yang baru saja mewakili teman-temannya menerima bantuan untuk sekolahnya dariku.
Namun, hingga sampai di kelas paling ujung aku tidak juga menemukannya, entah dimana dia, mungkinkah dia bersembunyi dariku karena malu, ya bisa saja, karena jika sampai aku membuka identitasnya di depan semua teman dan guru, ada kemungkinan dia akan mendapatkan teguran, serta peringatan untuk dikeluarkan dari sekolah ini.
Aku membalikkan langkahku untuk kembali ke aula karena sudah tidak menemukannya, namun disaat aku melangkah menuju aula tiga orang remaja berjalan dari arah yang berlawanan denganku, kulihat Kina berjalan diantara mereka.
"Kina!" sapaku.
Aku menghentikan langkah mereka dengan berdiri di hadapan tiga orang siswi SMA tersebut.
"Kina?"
Ketiga gadis belia itu mengerutkan dahi sembari mengangkat bahunya. Mereka saling menoleh satu sama lain.
"Siapa kina?" tanya salah seorang gadis yang berdiri tepat di hadapanku.
"Kamu!" sahutku dengan menunjuk wajahnya.
"Aku?"
Gadis itu menyentuh dadanya.
"Maaf ya, Pak! Nama saya, Kirana Salsabila," jelas gadis itu dengan menunjukkan nama dada yang terpasang di atas saku baju seragamnya.
Kubaca tulisan itu. Ya, tertera nama Kirana Salsabila di sana, namun entah mengapa aku masih tidak percaya meski gadis itu berusaha meyakinkan aku kalau dirinya bukanlah Kina.
"Kamu yakin, kamu bukan Kina?" tanyaku lagi.
Gadis itu mengangguk sembari berkata, "Iya Pak, saya bukan Kina, saya Kirana Salsabila."
"Permisi, Pak!" pamitnya kemudian dengan tersenyum sopan.
Jika dilihat dari kesantunan sikapnya bisa jadi dia memang bukan Kina sang pemandu lagu, namun kenapa wajah kedua gadis itu begitu sama, apa mungkin mereka memang orang ya berbeda, sungguh hatiku masih dipenuhi tanda tanya.
****
Aku masih berpikir tentang Kina saat berada di dalam mobil. Bayangan gadis belia itu sangat menggangguku, hingga aku tidak dapat fokus ketika hendak menghadiri rapat dengan rekan bisnisku.
Jujur tidak bisa aku tahan rasa penasaranku ini, rasa penasaran kepada Kina seorang pemandu lagu yang wajahnya sangat mirip dengan Kirana Salsabila siswi berprestasi SMA Cendekia Bangsa.
Sejenak aku coba menepiskan pikiranku tentang Kina, karena aku harus berkonsentrasi dan fokus dengan pekerjaanku. Setelah semua pekerjaan selesai, untuk menjawab rasa penasaran ini, aku segera menuju tempat karaoke yang semalam aku kunjungi bersama beberapa temanku.
Tepat jam tiga sore aku sudah berada di tempat itu.
"Sore pak! Mau pesan room?" sapa seorang resepsionis di lobby rumah karaoke itu.
"Mmmm, boleh, tapi sebelumnya aku mau ketemu Kina terlebih dahulu, bisa 'kan?" pintaku.
Kulihat resepsionis perempuan itu berbisik pada seorang laki-laki yang berdiri di sebelahnya.
"Maaf pak, Kina bekerja di Cafe kita, dan Cafe kita bukanya malam hari dari jam 19.00 sampai jam 24.00, jadi mungkin nanti malam bapak bisa ke sini lagi!" saran laki-laki itu padaku.
"Oooh, baiklah, terimakasih!" sahutku seraya beranjak dari tempat itu untuk kembali lagi ke kantor.
Aku semakin yakin bahwa Kina dan Kirana adalah orang yang sama, apalagi setelah mendengarkan penjelasan seorang resepsionis tadi, bahwa Kina bekerja di malam hari, tentu dia melakukan pekerjaan di malam hari, karena di siang hari dia harus belajar di sekolah.
***
Malam ini aku memutuskan untuk kembali ke rumah karaoke itu, entah kenapa keinginanku untuk bertemu Kina semakin besar, gadis belia itu benar-benar membuat diriku penasaran.
Tepat jam delapan lebih tiga puluh menit aku sudah berada di tempat itu, kulihat di luar lobby rumah karaoke sudah terhampar kursi-kursi yang memenuhi halaman beratapkan langit dan bintang-bintang.
Ternyata cukup asyik juga suasana malam di tempat ini, beberapa kali datang ke sini, aku tidak pernah memperhatikan indahnya suasana cafe dengan desain terbuka yang ada di balkon lantai dua luar ruangan.
Kulihat saat itu Kina sedang membersihkan salah satu meja dengan lap di tangannya. Aku segera menghampiri dan duduk di meja yang dia bersihkan.
"Malam Kina! Bisa temani aku menyanyi!"
Aku tersenyum ke arahnya, sementara gadis itu masih terlihat membersihkan meja yang ada di hadapanku dengan sesekali menyemprotkan cairan pembersih di atasnya.
"Ehm..."
Terdengar dia mendehem.
"Aku batuk pilek," katanya sembari tersenyum renyah ke arahku.
"Mungkin lain kali saja, ya?" lanjutnya seraya berlalu meninggalkanku.
Sepertinya gadis itu mulai menghindariku, sikap yang dia tunjukkan membuat aku semakin yakin kalau dia adalah gadis SMA yang aku temui tadi pagi.
"Kina!" seruku menghentikan langkahnya.
"Kamu Kirana, kan?" tanyaku dengan menghadang langkahnya.
"Kirana siapa, ya?"
Gadis itu pura-pura bodoh.
"Kina, sudah! Mengaku saja kalau sebenarnya kamu adalah Kirana, anak SMA yang tadi pagi bertemu denganku."
Aku mencoba mengulik ingatannya, dan berusaha memaksa dia untuk mengakui identitasnya.
"Maaf! Aku Kina, aku bukan Kirana."
Tegasnya seraya beranjak meninggalkanku.
Segera aku tarik lengannya.
"Tenang saja, aku tidak akan mengatakan pekerjaanmu ini pada pihak sekolah, jadi kamu tidak perlu malu untuk mengakuinya!" kataku dengan tersenyum meyakinkan gadis itu.
"Sekarang! Kamu temani aku menyanyi! Okey!" lanjutku dengan melingkarkan tanganku ke pinggangnya.
"Maaf! Anda salah orang!" jawab gadis itu dengan berusaha melepaskan pelukanku.
Terlihat kemudian dia meninggalkanku dengan wajah kesal.
****
Sikap Kina yang seperti itu, semakin membuat diriku penasaran, aku tidak kehilangan akal, aku segera menghubungi manager cafe dan rumah karaoke ini, untuk meminta agar Kina menemaniku.
Tidak lama kemudian Kina pun menghampiri mejaku. Aku yang saat itu sedang meneguk kopi yang sudah aku pesan, menyambut kedatangannya dengan senyuman.
Gadis itu duduk dengan tenang di hadapanku.
"Bagaimana Kina? Mau menemani aku malam ini?" tanyaku dengan tersenyum nakal.
"Aku kasih tips dua kali lipat," tambahku.
"Atau, kamu minta bayaran berapa, nanti aku kasih?" tawarku.
"Mmmm... Masalahnya, malam ini saya kurang enak badan, Mas? Saya tidak kuat lama-lama di ruang ber-AC, mungkin besok malam saja ya, Mas saya temani."
Gadis itu tersenyum manja seraya menyentuh tanganku.
Kina berusaha menolak ajakanku dengan kalimat ramahnya, meski aku tahu sebenarnya dia terpaksa. Aku yakin dia melakukan semua itu karena takut ditegur oleh managernya, atau karena takut ketahuan olehku tentang identitas pribadinya.
"Okey! Besok ya!" jawabku.
"Mmm.... Iya," Kina mengangguk dengan tersenyum.
Bersambung
Tiga malam sudah aku mendatangi rumah karaoke itu, namun tidak aku dapatkan Kina menepati janjinya untuk menemaniku bernyanyi.
Aku dengar dari managernya tiga hari ini dia tidak masuk bekerja karena alasan sakit, aku tidak tahu apa alasannya tidak masuk bekerja karena benar-benar sakit, atau hanya ingin menghindariku saja.
Jujur sikap Kina yang seperti itu membuat aku semakin yakin kalau sebenarnya Kina dan Kirana adalah orang yang sama, hingga membuat aku semakin penasaran dengan kepribadiannya.
Siang ini di sela-sela kesibukan di kantor, aku sempatkan diri untuk mendatangi sekolah gadis pemandu lagu rumah karaoke itu. Kuparkir mobilku di luar gerbang sekolah, tepat jam dua siang ketika semua siswa mulai berhamburan keluar, mataku mulai menyelidik memperhatikan semua siswi yang keluar, kalau-kalau Kina ada di antara mereka.
Beberapa menit setelah mataku mencari keberadaannya, kulihat gadis itu keluar dari gerbang sekolah bersama dua orang temannya, dan tak lama kemudian kedua temannya meninggalkannya karena sudah ada yang menjemput.
Gadis itu berjalan sendiri di trotoar.
Aku segera menghidupkan mobilku dan melaju pelan mengikutinya, kemudian aku keluarkan kepalaku ke luar jendela mobil untuk memanggilnya.
"Kina!"
Gadis itu menghentikan langkahnya, sepertinya dia menahan diri untuk menoleh ke arahku. Sikapnya membuat aku yakin bahwa Kirana adalah Kina. Segera aku lajukan mobil kembali untuk lebih mendekatinya.
"Tiiin!!"
Aku membunyikan klakson saat mobilku sudah berada di sampingnya. Kulemparkan senyum paling manis ke arahnya, dan kulihat dia membalas senyumku dengan angkuh, sungguh aku semakin penasaran dengan sikap gadis belia itu.
Segera aku tepikan mobil dan bergegas keluar untuk menghampirinya.
"Aku antar pulang ya!" kataku sembari menjejeri langkahnya.
"Maaf Pak, Terimakasih!" sahutnya.
"Pak?"
Aku tersenyum geli.
"Mmmmm.... Baru kemarin malam kamu memanggil aku mas, sekarang memanggilku, pak?" tanyaku dengan senyum nakal.
"Maaf Pak, saya tidak faham maksud bapak?" jawab Kina dengan terus melangkah seolah menghindariku.
"Kina, sudahlah! Tidak usah berpura-pura lagi, aku sudah tau kalau kamu adalah kina," kataku.
"Maaf, saya Kirana, saya Kirana, Pak. Bukan Kina."
Gadis itu mencoba meyakinkanku kalau dia bukanlah Kina.
"Bapak atau Om mungkin salah orang, maaf!" katanya dengan tersenyum tipis sembari berlari meninggalkanku menyebrangi jalan.
Jujur rasa penasaranku semakin besar, semakin dia mengatakan kalau dia bukanlah Kina semakin aku ingin segera mengungkapkan kebenarannya kalau Kina dan Kirana adalah orang yang sama.
*****
Malam ini setelah pekerjaanku selesai, aku kembali ke rumah karaoke, aku tunggu Kina sang waiters yang terkadang merangkap sebagai pemandu lagu itu. Seperti biasa, aku temui manager cafe dan meminta agar Kina melayaniku.
Aku tunggu gadis itu di kursi yang pernah aku duduki beberapa malam yang lalu, malam disaat gadis itu menolakku.
Tidak lama kemudian gadis itu datang membawa secangkir kopi, kopi yang sudah aku pesan pada saat aku menemui managernya tadi.
"Malam, Mas!" sapanya ramah, sembari duduk di hadapanku.
Entah kenapa aku berpikir dia hanya pura-pura ramah padaku, karena terlihat jelas senyum yang dia tunjukkan adalah senyum yang terpaksa.
"Sudah siap menyanyi untukku?" tanyaku dengan senyum penuh hasrat padanya.
"Mmmm... Maaf! Sebenarnya saya bekerja di cafe ini sebagai pelayan, jika ada tamu yang ingin saya temani, tapi saya tidak bersedia untuk menemaninya, saya juga bisa menolak, dan manager saya juga memberikan kebebasan akan hal itu," jelas Kina padaku dengan ramah.
"Jadi saya minta maaf! Malam ini saya tidak ingin menemani siapapun," tegasnya.
"Saya permisi dulu, ya!" lanjutnya seraya beranjak meninggalkanku.
Segera aku beranjak dari kursi dan menarik pergelangan tangannya.
"Kenapa? Kenapa tidak mau menemaniku? Apa karena kamu takut aku mengetahui kalau sebenarnya kamu adalah Kirana?" tanyaku dengan menatap matanya.
"Mmm... Maksud, Bapak?" jawabnya dengan tenang.
Sungguh kalimat tanyanya membuat aku semakin geregetan.
"Hmmmm... Bapak?" tanyaku dengan tersenyum sinis dan semakin menatap tajam mata gadis yang biasa memanggilku 'Mas' di tempat ini.
"Mmmm... Maksud saya, Mas," jawabnya gelagapan dengan menghindari tatapanku.
"Sudah! Berhenti berpura-pura di depanku, sebenarnya kamu dan Kirana adalah orang yang sama, kan?" tanyaku sedikit kesal, berharap dia mengakui identitasnya.
"Maaf! Anda salah!" elaknya dengan masih mengukir senyum tenang, seolah ingin meyakinkanku kalau pemikiranmu adalah salah.
Gadis itu mencoba melepaskan genggaman tanganku yang begitu erat memegang pergelangan tangannya.
Dia masih saja tidak mau mengaku, aku rasa dia benar-benar takut kalau identitasnya diketahui olehku, mungkin dia mengira kalau aku akan menyebarkan pekerjaannya ini pada pihak sekolah dan guru-gurunya.
"Kamu tidak perlu takut! Sekalipun kamu mengatakan yang sebenarnya kalau kamu adalah Kirana, aku tidak akan pernah mengatakan hal ini pada gurumu atau pada temanmu, kalau ternyata siswi yang berprestasi di sekolah itu adalah seorang purel, atau pemandu lagu, atau pelayan cafe di klap malam," kataku dengan getir seraya melepaskan pergelangan tangannya.
Gadis itu tersenyum sinis sembari berbalik meninggalkanku tanpa sebuah jawaban.
Aku pandangi langkahnya, entah kenapa ada rasa bersalah di hatiku setelah mengatakan hal menyakitkan itu padanya, melihat dia pergi meninggalkanku tanpa sebuah kata, dan melihat binar matanya yang berkaca-kaca saat mendengar kalimat menohokku.
***
Aku menghela nafas panjang, segera aku tinggalkan tempat itu setelah Kina hilang dari pandanganku.
Tidak kusangka rasa bersalah kepada Kina terus mengikutiku, menggangguku, mengusik ketenanganku, hingga membuat aku berkeinginan untuk kembali menemui gadis itu, gadis belia sang pemandu lagu.
Keesokan harinya aku kembali meluangkan waktu untuk menemui Kina, aku kembali mendatangi sekolahnya, sebuah sekolah menengah atas yang terletak sekitar delapan kilo meter dari kantorku.
Seperti biasa, tepat jam dua siang aku sudah berada di depan gerbang sekolahnya.
Saat kulihat gadis itu keluar, segera aku menghampirinya.
"Kina!" seruku dengan menyentuh lembut lengannya.
Gadis itu menghempaskan tanganku, dan menoleh ke arahku tanpa sebuah kata.
"Maaf! Kirana," kataku kemudian sembari tersenyum dan melepaskan genggamanku.
Gadis itu masih saja diam, matanya seolah menyimpan kekesalan padaku, dia melangkah dengan acuh tanpa memperdulikanku.
"Kirana aku minta maaf, mungkin kata-kataku semalam sudah menyakiti hatimu!"
Aku meminta maaf padanya dengan terus mengikuti langkahnya.
"Kirana, ayolah! Kita berteman, ya!" pintaku dengan senyum merayu.
"Berteman?" tanyanya dengan menghentikan langkah.
"Maaf, aku ini anak SMA, jadi aku tidak mungkin berteman dengan bapak-bapak, atau om-om, seperti anda."
Gadis itu menoleh dengan menatapku angkuh.
Sungguh kalimat menohoknya sangat menyinggung perasaanku.
Aku bergegas menyusul langkahnya yang kembali meninggalkanku.
"Apa kamu bilang? Kamu tidak mau berteman dengan om-om?" tanyaku.
"Mmmm... Jadi kamu tidak mau berteman dengan om-om kalau lagi memakai seragam sekolah," ketusku dengan senyum mengejek.
"Dan kamu mau berteman dengan om-om, kalau sudah pakai baju pelayan cafe," tandasku kesal.
Seketika gadis itu menghentikan langkah, dan kembali menoleh ke arahku. Terlihat tangannya mengepal seolah menahan amarah yang membuncah.
Ya Tuhan, lagi-lagi kata-kataku telah menyinggung perasaannya.
"Maaf!" kataku kemudian.
Gadis itu membuang nafas keras, dan kembali melangkah tanpa menghiraukanku.
"Ayolah Kirana, aku minta maaf!"
Aku berusaha meminta maaf dengan terus mengekor di belakangnya, lalu dengan cepat aku menghadang langkahnya.
"Haaaaaaaaah!!!!"
Tiba-tiba gadis itu berteriak.
"Kenapa sih? Kenapa anda, Om, Bapak, Tuan, Mas, selalu menggangguku?" pekik gadis itu.
"Aku ini purel, pemandu lagu, pelayan cafe, bekerja di klap malam, jadi apa Saudara, Bapak, Tuan, masih ingin berteman denganku?" teriaknya lagi dengan mata tajam menatapku.
Aku tercengang, gadis itu tanpa sadar telah menunjukkan identitas aslinya padaku, ternyata benar dugaanku selama ini, kalau Kina dan Kirana adalah orang yang sama.
"Jadi dugaanku benar, kamu adalah Kina, dan Kina adalah Kirana?" tanyaku dengan mengangkat kedua alis.
"Iya!" teriak gadis itu.
"Puas??" katanya sembari berjalan cepat meninggalkanku dan berlari menyebrangi jalan.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!