Colorado waktu setempat.
Saat itu matahari bersinar dengan terik diatas jembatan Royal Gorge Bridge and Park, diatas sana tampak dua sepasang kekasih sedang bertengkar dengan sengit.
Seorang wanita cantik sedang marah dengan seorang pria dan pria itu adalah kekasihnya.
Mereka berdua berdiri diatas jabatan Royal Gorge Bridge and Park dimana jembatan itu adalah objek wisata dekat Canon City, Colorado.
Didalam Royal Gorge Bridge & Park, terdapat sebuah taman hiburan yang terletak di sepanjang tepi Royal Gorge sekitar kedua ujung jembatan.
Jembatan ini melintasi jurang 955 kaki (291 m) di atas Sungai Arkansas dan memegang rekor jembatan tertinggi di dunia dari tahun 1929 hingga 2001 ketika dilampaui oleh Jembatan Liuguanghe di Cina.
Dan diatas jembatan Royal Gorge Bridge and Park inilah, terjadi pertengkaran sepasang kekasih.
Seorang wanita cantik berdiri disisi jembatan dan memandangi jurang yang ada dibawah sana sambil menyeka air matanya yang terus mengalir sedangkan kekasihnya berdiri dibelakangnya dan hanya melihat punggungnya.
"Kenapa Robyn? Kenapa kau melakukan hal ini padaku?" tanya gadis itu sambil terisak.
"Maafkan aku Ana, aku sungguh tidak punya pilihan lain." jawab pria yang berdiri dibelakangnya.
"Apa maksudmu tidak punya pilihan? Kau selalu punya pilihan Robyn tanpa harus menjualku pada pria itu!" teriak Ana histeris.
Dia kembali menyeka air matanya yang terus mengalir, jujur saja dia sakit hati karena dia menjadi korban atas tindakan yang diambil oleh kekasihnya.
Dia harus menanggung sebuah resiko atas apa yang tidak dia lakukan, dia harus melayani seorang pria dan menjadi penebus hutang kekasihnya dan dia sudah dinodai begitu kejinya.
Dia melarikan diri saat ada kesempatan dan mengajak kekasihnya bertemu diatas jembatan itu.
Ana memeluk lengannya saat angin dingin berhembus dan menusuk kulitnya, tak henti-hentinya air matanya mengalir dari kedua matanya apalagi saat dia mengingat kejadian semalam dimana seorang pria memperkosanya dan memperlakukannya seperti wanita ja*ang.
Hatinya hancur saat mengetahui, jika dia harus melayani pria itu karena dia telah dijual oleh kekasihnya.
"Ana, aku sungguh minta maaf." Robyn mendekati Ana dan memegangi tangannya tapi dengan cepat, Ana menepis tangan Robyn.
Dia sungguh kecewa dengan pria itu dan rasa cinta yang ada didalam hatinya kini berubah menjadi sebuah kebencian.
"Minta maaf? Apa dengan minta maaf semua bisa kembali lagi Robyn?" Ana berjalan kesisi jembatan dan melihat jurang yang ada dibawah sana.
"Ana, kita akan menikah dan aku akan bertanggung jawab! Seandainya kau hamil dari hubunganmu dengan pria itu maka tinggal kau gugurkan saja bukan? Setelah itu kita bisa menikah dan memulai hidup baru dikota lain, kita pindah dari kota ini."
"Hahahahahahaha!" Ana tertawa dengan pilu.
Menikah? Menggugurkan anak yang dia kandung? Robyn hanya bisa berbicara saja tapi dia tidak merasakan apa yang dia rasakan saat ini.
Apa Robyn tidak tahu jika saat ini dia sangat merasa hancur? Bahkan dia merasa kematian lebih baik untuknya saat ini.
Ana menatap jurang yang ada dibawah sana sambil menelan ludahnya dengan kasar.
"Ana, aku benar-benar minta maaf." Robyn hendak mendekati Ana tapi Ana berteriak dengan kencang.
"Stop Robyn! Jangan kemari dan pergi kau!" teriaknya.
"Tidak Ana, ayo kita pergi dari sini dan memulai hidup baru!" ajak Robyn.
"Hahahahahahaha!" Ana kembali tertawa, menertawakan ucapan Robyn dan menertawakam nasib yang menimpanya.
"Hidup baru? Apa kau tahu Robyn? Saat ini aku sudah hancur, hancur!" teriaknya sambil berderai air mata.
"Ana." Robyn merasa sangat bersalah karena memang dia yang salah.
Ana memeluk dirinya dan terus menangis, amarah dan kebencian campur aduk jadi satu dalam hatinya.
"Hartaku yang paling berharga, yang aku jaga sampai saat ini, harus direnggut oleh pria asing yang tidak aku kenal! Aku sungguh hancur Robyn dan rasanya aku ingin mati saja!" Ana mencengkram sisi jembatan dan kembali melihat jurang yang ada dibawah sana.
"Ana, jangan berkata demikian! Ayo kita pergi dari sini!" Robyn mencoba mendekati Ana tapi Ana sudah mulai naik keatas tembok jembatan.
"Pergi Robyn, masa depanku sudah hancur dan aku tidak mau hidup lagi!" Ana sudah berdiri diatas tembok yang jadi pagar jembatan Royal Gorge Bridge and Park.
"Ana hentikan, jangan berbuat bodoh!" teriak Robyn dan dia mulai ketakutan melihat kekasihnya.
"Selamat tinggal Robyn!" Setelah berkata demikian, Ana melompat kebawah sana sedangkan Robyn berlari dan berteriak.
"Ana!" Robyn berdiri disisi jembatan memandang kebawa sana dan menangis.
"Maafkan aku Ana, maafkan aku!" Robyn berlutut disisi jembatan dan menunduk, dia sangat menyesali perbuatanya dan pada saat itu?
"Cuutttt!" terdengar teriakan seorang pria dan pada saat itu, suasana terdengar ramai.
Ya saat itu sedang diadakan syuting film diatas jembatan Royal Gorge Bridge and Park.
Orang-orang mulai tampak sibuk sedangkan tubuh gadis yang terjun bebas kebawah sana mulai dinaikkan keatas menggunakan sebuah alat yang sudah tersedia.
Gadis yang memerankan sebagai Ana adalah Ivy Brown. Dia adalah artis terkenal yang ada dikota itu.
Karena akting hebat yang dimainkannya, Ivy sudah banyak mendapat penghargaan dan piala Oscar tapi semua itu tidak luput dari hasil kerja kerasnya selama terjun kedunia intertain.
Ivy Brown, seorang pendatang dikota itu dan mengadu nasibnya didunia entertaintment, dia berada dikota itu bersama dengan adik perempuannya.
Dia bisa berada dikota itu karena pergi dari rumah, dia melakukan hal demikian karena kedua orang tuanya menentang keinginannya untuk menjadi artis.
Ivy berusaha dan bekerja keras, dia ingin menunjukkan kepada keluarganya jika dia bisa mencapai impiannya dan berkat kerja kerasnya, dia bisa menjadi artis terkenal seperti saat ini.
Setelah naik keatas jembatan, managernya menghampirinya dan memberikan baju hangat untuknya.
"Kerja bagus Ivy." puji sutradara yang sedang berdiri tidak jauh darinya, dia benar-benar puas adengan akting yang dimainkan oleh Ivy dan dia tidak salah memilih Ivy untuk menjadi peran utama dalam film yang sedang digarapnya.
"Terima kasih." Jawab Ivy dengan senyum diwajahnya.
Ivy berjalan kesebuah kursi dan duduk disana sedangkan managernya memberikan minuman hangat untuknya.
"Ivy, apa malam ini kau punya waktu?" pria yang berperan sebagai Robyn menghampirinya dan berdiri didepannya. Pria itu juga aktor ternama dan lawan mainnya difilm yang sedang mereka bintangi.
"Sory George, aku sibuk." tolak Ivy.
"Ayolah, bagaimana jika malam ini kita main ke Bar untuk merayakan keberhasilan kita dalam memerankan peran yang kita mainkan dalam film ini." ajak George.
Ivy tersenyum dan bangkit berdiri dan sebelum dia melangkah pergi, Ivy menyentuh bahu George dan berkata:
"Maaf, aku tidak bisa." dan setelah itu, Ivy berjalan kearah sutradara untuk membicarakan peran yang harus dia mainkan selanjutnya.
George mengepalkan tangannya dengan erat, sedari dulu memang Ivy terkenal dingin dan cuek terhadap pria, bahkan Ivy tidak terlihat jalan dengan pria manapun.
Dia sudah berusaha mendekati Ivy tapi Ivy selalu menolak dan hal itu membuatnya marah, apakah dia begitu buruk?
Padahal banyak yang mau dengan artis terkenal sepertinya tapi hal itu sungguh tidak berlaku untuk Ivy, sepertinya dia harus mencari cara lain untuk mendapatkan Ivy Brown.
Pada saat itu, seseorang melihat kearah George dengan seringgai jahat menghiasi wajahnya, sepertinya dia bisa memanfaatkan situasi ini dengan baik.
Setelah selesai syuting, Ivy pulang kerumahnya karena tidak ada pekerjaan lagi yang harus dia kerjakan hari ini.
Dia lebih memilih pulang untuk menemani adik perempuannya Kely Brown yang baru berusia lima belas tahun.
Adiknya ikut dengannya pindah kekota itu karena kedua orang tua mereka selalu sibuk dengan pekerjaan mereka dan tidak pernah meluangkan waktu untuk mereka.
Kely selalu merasa kesepian dirumah dan pada saat kakaknya memutuskan untuk mengejar impiannya di negeri Paman Sam, Kely lebih mengikuti kakaknya dan bersekolah disana.
Pada mulanya mereka adalah warga negara Canada, Ivy memutuskan memulai karirnya di Colorado karena kedua orang tua yang selalu menentang impiannya.
Mereka tinggal disebuah rumah dan rumah itu Ivy beli dengan hasil jerih payahnya selama dia menjadi artis.
Rumah yang dia beli lumayan besar dan nyaman untuk mereka berdua, disaat usianya menginjak dua puluh satu tahun, Ivy memutuskan untuk mengejar impiannya dan datang ke Colorado.
Selama empat tahun dia bekerja keras didunia entertaintment akhirnya dia bisa menikmati hasil jerih payahnya setelah empat tahun berjuang, pahit manis audisi telah dia lewati bahkan sebelum mendapat peran utama, dia hanya seorang figuran yang ada di belakang layar tapi dia tidak berputus asa demi mencapai impiannya.
Usahanya tidak sia-sia saat drama pertama yang dia mainkan begitu sukses, tawaran demi tawaran mulai berdatangan dan tentu saja Ivy sangat bangga.
Tapi dibalik kesuksesannya, banyak yang ingin menjatuhkannya tapi banyak juga yang menyukainya.
Ivy menghindari setiap pria yang ingin dekat dengannya bahkan dia menolak tawaran seorang sutradara yang memintanya menjadi istri keduanya padahal dia ditawarkan akan selalu mendapat peran utama selama Ivy mau menjadi simpanan sutradara itu.
Ivy sangat tahu, dunia entertaintment Sangat keras tapi dia tidak mau menjadi jal*ng yang menjual tubuhnya demi sebuah kesuksesan.
Dia juga tidak menjalin hubungan dengan pria yang ingin dekat dengannya karena dia tidak mau ada skandal yang bisa membuat adiknya tidak nyaman dan dikejar paparazi.
Ivy memutuskan akan menjalin hubungan serius dengan seorang pria saat adiknya sudah menyelesaikan study belajarnya.
Saat itu, Ivy telah tiba dirumahnya, dia segera turun dari mobil sportnya dan segera masuk kedalam rumahnya sambil memutar kunci mobil dijari telunjuknya.
"Kely, kakak pulang." Ivy masuk kedalam dan melihat adiknya sedang duduk disofa dan tampak sedang menonton televisi.
"Kak Ivy, tadi mommy menelphone dan meminta kita untuk pulang kerumah."
"Oh ya? Ada apa? Tumben mommy meminta kita pulang? Biasanya selalu sibuk dengan pekerjaannya."
"Tidak tahu, kata mommy dia ingin membicarakan hal serius dengan kak Ivy."
Ivy meletakkan tasnya dan berjalan mendekati adiknya, dia segera menjatuhkan diri diatas sofa dan duduk disamping adiknya.
"Ck, hal serius apa yang ingin mommy bicarakan? Palingan meminta kita pulang dan melarangku terjun lebih jauh dalam dunia intertain!"
"Kak Ivy coba hubungi saja." saran adiknya.
"Oke baiklah, aku akan menghubungi mommy tapi kakak mau mandi dulu. Apa kau sudah makan Kely?"
"Sudak kak."
"Bagaimana dengan sekolahmu?"
"Seperti biasa kak." jawab adiknya.
"Baiklah jika begitu, aku mau mandi dulu ya."
Kely mengangguk sedangkan Ivy mengusap kepala adiknya dengan senyum diwajahnya, dia segera bangkit berdiri dan berjalan menuju kamarnya untuk membersihkan diri dan setelah selesai, Ivy duduk disisi ranjang untuk menghubungi ibunya.
"Aku dengar Kely bilang mommy mencariku, ada hal penting apa yang ingin mommy bicarakan denganku?" tanyanya saat ibunya sudah menjawab panggilan darinya.
"Ivy, bisakah dua hari lagi kau pulang?" pinta ibunya.
"Kenapa begitu mendadak?" tanya Ivy curiga.
Selama empat tahun dia pergi dari rumah tapi belum pernah ibunya memintanya untuk pulang apalagi tiba-tiba seperti ini. Entah mengapa dia jadi curiga dengan permintaan ayah dan ibunya.
"Jangan banyak bertanya Ivy! Aku dan daddymu sudah memutuskan akan menikahkan kau dengan seorang rekan bisnis kami jadi segeralah pulang dan berhenti dari dunia entertainment!" ucap ibunya.
Ivy terbelalak Kaget? Menikahkan dirinya dengan rekan bisnis? Pasti ayah dan ibunya melakukan hal itu untuk memajukan perusahaan mereka.
Ayah dan ibunya hanya memikirkan perusahaan mereka saja tanpa memikirkan perasaannya sama sekali.
"Aku tidak mau!" tolaknya.
"Kau tidak bisa menolak Ivy karena kami sudah setuju akan menikahkanmu dengannya!"
"Jangan berharap aku akan pulang mom! Lagi pula aku sibuk karena aku harus syuting film jadi sebaiknya mommy dan daddy membatalkan pernikahanku dengan rekan bisnis kalian!"
Seperti yang dia duga, pasti ada yang diinginkan oleh kedua orang tuanya dan sungguh dia tidak menyangka, jika kedua orang tuanya ingin menikahkan dirinya dengan rekan bisnisnya. Apa yang dipikirkan oleh kedua orang tuanya hanya bisnis mereka saja? Itulah sebabnya, Kely lebih memilih ikut dengannya karena kedua orang tuanya tidak pernah memperdulikan mereka.
"Ivy dengarkan permintaan kami sekali ini saja." pinta ibunya.
"Tidak! Kalian hanya memikirkan bisnis kalian saja tanpa memikirkan perasaanku!" setelah berkata demikian Ivy mematikan ponselnya dan melemparkan ponselnya keatas ranjang.
"Ivy!" ibunya berteriak dari seberang sana dan tampak sangat marah karena putrinya tidak mau menikah dengan rekan bisnisnya.
Sekarang apa yang harus dia katakan karena saat ini, pria yang akan dijodohkan dengan putrinya sedang berada diluar dan sedang berbicara dengan suaminya.
Marlyn Brown segera keluar dari kamarnya untuk menghampiri rekan bisnisnya yang sudah menunggu bersama dengan suaminya.
"Bagaimana Marlyn, apa Ivy akan pulang?" Josep Brown bertanya kepada istrinya sedangkan seorang pria menatap kearahnya dengan tajam.
Marlyn tampak gugup, entah apa yang harus dia katakan tapi dia harap rekan bisnis mereka tidak marah dan tersinggung.
"Maafkan, maafkan putriku. Dia bilang sedang sibuk syuting jadi tidak bisa kembali dalam waktu singkat." ucap Marlyn kepada rekan bisnisnya yang tampak diam saja.
Pria itu hanya menatap mereka dengan tatapan tajam dan dinginnya, tidak ada sedikitpun senyum diwajahnya sampai membuat Josep dan Marlyn menelan ludahnya dengan kasar.
"Jadi putrimu menolakku?" tanya pria itu dengan suara dingin dan datarnya.
"Tidak, tidak begitu tuan. Dia hanya sibuk saja." sangkal Marlyn dengan cepat.
Jangan sampai membuat pria itu tersinggung dan marah jika tidak maka habislah mereka!
Mereka akan langsung bangkrut dan usaha yang mereka bangun dengan susah payah akan langsung gulung tikar.
Siapa yang tidak mengenal pria itu? Jika dia sudah tidak suka maka dia akan menghancurkan orang itu tanpa ragu bahkan pria itu sendiri yang meminta kepada Josep Brown untuk dijodohkan dengan Ivy Brown.
"Baiklah jika begitu." pria itu segera bangkit berdiri sedangkan matanya masih menatap Josep dan istrinya dengan tajam.
"Tuan jangan marah, kami akan membujuknya." pinta Marlyn Brown.
"Tidak perlu!" pria itu berkata demikian dan langsung melangkah pergi.
Beraninya Ivy Brown menolaknya?! Dia akan menemui wanita itu dan mendapatkannya menggunakan caranya sendiri! Sepertinya Ivy tidak bisa dia dapatkan dengan cara baik-baik dan sepertinya dia akan menggunakan caranya dan dia yakin Ivy akan menjadi miliknya.
Setelah kepergian pria itu, Josep dan Marlyn tampak ketakutan karena mereka telah membuat pria itu marah.
Sepertinya mereka harus membujuk putri mereka lagi untuk segera pulang dan berhenti dari pekerjaannya saat ini dan mereka berharap pria itu tidak menghancurkan perusahaan mereka.
Tapi sungguh Ivy Brown tidak tahu siapa yang telah ditolaknya dan lagi pula, dia memang belum mau menikah tapi pria itu tidak akan melepaskannya dengan mudah karena apa yang dia inginkan akan dia dapatkan apapun caranya.
Langit kota Colorado begitu cerah hari ini, Ivy tampak sedang membaca naskah yang sedang dipegangnya.
Tentu saja dia akan kembali memperlihatkan kemampuannya didepan kamera dan dia akan melakukan yang terbaik.
Saat Ivy sedang serius membaca naskah, George berjalan kearahnya dan duduk disampingnya.
"Ivy."
Ivy hanya menatap George sejenak tapi kemudian dia kembali membaca naskah yang dipegangnya dan mengabaikan George.
"Ivy, kenapa sikapmu begitu terhadapku?" George mulai kesal karena Ivy mengabaikannya.
"George, aku sedang membaca naskah ini, bisakah nanti saja kita berbicara?!" Ivy memalingkan matanya dari naskahnya dan menatap George dengan tajam.
"Maaf Ivy, ada hal penting yang ingin aku bicarakan padamu jadi bisa minta waktumu sebentar saja?" pinta George.
"Katakan." jawab Ivy dengan malas.
"Ivy." George mulai memegangi tangan Ivy sedangkan Ivy menatap George dengan penuh tanda tanya, mau apa?
"Lepaskan George, ini lokasi syuting, jangan sampai ada yang melihat dan jadi salah paham!" Ivy menarik tangannya dari genggaman George.
George tampak kecewa dan kesal tapi memang disana sedang banyak orang dan mungkin Ivy jadi tidak nyaman.
"Baiklah Ivy, setelah syuting, bisakah kita berbicara berdua? Aku sungguh ingin membicarakan hal serius denganmu." pinta George.
"Baiklah." jawab Ivy dengan senyum diwajahnya.
"Jika begitu aku akan menunggumu diparkiran."
Ivy mengangguk sedangkan George tampak begitu senang, setidaknya Ivy menyetujui permintaannya dan mau berbicara dengannya.
Pada saat itu, sutradara memanggil mereka karena mereka harus melakukan akting mereka dimana Ivy harus berperan sebagai Ana kembali dimana dia harus terbaring dirumah sakit dengan kondisi mengenaskan dimana dia Selamat dan jatuh keatas sungai Arkansas sewaktu dia melompat dari atas jembatan Royal Gorge Bridge and Park.
Ivy mulai bersiap-siap untuk memulai akting mereka begitu juga dengan George, dia merasa sudah tidak sabar agar pekerjaan mereka cepat selesai karena dia sudah tidak sabar ingin berbicara dengan Ivy.
Saat memulai aktingnya, Ivy bersikap profesional bahkan dia tidak perlu banyak mengulang adegan yang dia mainkan, jika dia sedang berakting maka dia akan masuk kedalam peran yang dia mainkan bahkan saat dia sedang menjadi Ana yang terbaring tidak berdaya, dia bisa memerankannya dengan baik.
Dia melakukan aktingnya dengan baik dan tanpa merasa lelah karena dia sangat mencintai pekerjaannya.
Syuting yang dijalankannya berakhir saat jam sudah menunjukkan pukul enam sore. Ivy berada diruang ganti saat managernya masuk kedalam ruangannya.
"Ivy, dua hari lagi kau harus menghadiri sebuah acara pesta jam tujuh malam." ucap managernya.
"Apakah aku harus datang kesana?" tanyanya sambil membersihkan make up yang ada diwajahnya.
"Tentu Ivy, ini undangan langsung dari seseorang dan kau harus datang! Disana banyak pengusaha dan ini akan jadi kesempatan bagus untukmu." jawab managernya.
"Hmm." Ivy hanya menjawab dengan malas.
Banyak pengusaha? Jujur saja dia tidak perduli dengan para pengusaha itu karena dia bukan seorang penjilat. Tapi dia akan menghadiri acara itu demi reputasinya.
"Nanti kita akan pergi bersama."
"Tentu, apa pekerjaanku setelah ini?"
"Satu jam lagi kau harus menghadiri sebuah Reality Show disebuah stasiun televisi."
Ivy tampak berpikir sejenak, satu jam lagi? Dia masih punya waktu dan sepertinya dia harus menemui George dan mungkin saja pria itu sudah menunggunya.
"Aku mau keluar sebentar." Ivy bangkit berdiri.
"Kau mau kemana?" tanya managernya.
"Aku ingin bertemu dengan George sebentar Chloe."
"Segeralah kembali Ivy karena kita tidak boleh terlambat." Chloe mengingatkan.
"Pasti, aku tidak akan lama."
Chloe mengangguk sedangkan Ivy keluar dari ruangannya, saat dia keluar seseorang melihatnya dari kejauhan dan mata orang itu memandangnya dengan penuh kebencian.
Bahkan orang itu mengikuti langkahnya secara diam-diam menuju parkiran yang ada ditempat itu dan Ivy tidak tahu sama sekali.
Diparkiran, tampak George bersandar dibadan mobilnya dan menghisap rokoknya, dia sudah menunggu Ivy sedari tadi.
Ivy melihat sekelilingnya, dia khawatir ada paparazi yang mengikutinya, jangan sampai pertemuan ini menjadi skandal nantinya.
Begitu melihatnya George tampak senang, dia membuang puntung rokoknya kebawah dan menginjaknya dan setelah itu, dia tersenyum dengan menawan kearah Ivy.
"Maaf George membuatmu menunggu." ucap Ivy basa basi.
"Tidak apa-apa Ivy, aku juga baru tiba." jawab George sedikit berdusta.
"Ada hal penting apa yang ingin kau bicarakan George?"
"Ivy, bagaimana jika kita bicarakan ditempat lain?"
"Maaf George, aku tidak punya banyak waktu karena setelah ini aku ada pekerjaan jadi katakan padaku, hal penting apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Ivy tanpa basa basi.
"Oke baiklah, Ivy?" George mendekati Ivy yang berdiri tidak jauh darinya dan memegangi tangannya.
"Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku menyukaimu sejak dulu." ucap George.
Ivy terbelalak kaget tapi kemudian, dia menarik tangannya dari pegangan tangan George.
"Maaf George, aku?"
"Kenapa?" George menyela ucapan Ivy karena dia tidak mau ada penolakan.
"George, aku belum mau menjalani hubungan dengan siapapun karena aku masih ingin fokus dengan karirku saat ini."
"Tapi kita bisa menjalin hubungan tanpa mempengaruhi karir kita!" George tidak terima ditolak oleh Ivy.
"George, bukan itu masalahnya."
"Lalu?"
"Aku benar-benar ingin fokus dengan karirku dan belum mau menjalin hubungan dengan siapapun karena aku tidak mau ada skandal diantara kita nanti yang membuat adikku terlibat."
"Memangnya apa hubungannya dengan adikmu?" George menatap Ivy dengan penuh tanda tanya.
"Kau tahu? Jika kita berpacaran dan tiba-tiba membuat skandal, maka para paparazi akan melakukan apapun untuk mendapatkan berita tentang kita dan bisa saja mereka mendatangi adikku untuk mendapatkan berita yang mereka mau jadi aku tidak ingin adikku terganggu dengan skandal yang kita buat nanti karena dia sedang fokus dengan studynya." jelas Ivy panjang lebar.
"Kita bisa pacaran diam-diam." tanpa Ivy duga, George menariknya dan memeluknya. Ivy sangat kaget dan segera mendorong tubuh George dengan cepat.
"George, bagaimana jika ada paparazi!" Ivy langsung melihat sekitarnya.
"Jangan khawatir Ivy, disini sepi." George kembali memegangi tangan Ivy tapi Ivy langsung menepis pegangan tangan George.
"Maaf George, aku tidak bisa membalas perasaanmu." ucap Ivy sambil memundurkan langkahnya.
George tampak kecewa, padahal dia berharap Ivy menerima pernyataan cintanya tapi ternyata? Dia tidak terima!
"Kenapa Ivy? Apa kekuranganku sampai kau menolakku?"
"Tidak ada George, kau tidak kurang apa-apa! Kau tampan, kau juga seorang aktor terkenal dan juga banyak uang tapi?" Ivy memeluk lengannya dan memalingkan wajahnya.
"Apa?" George mulai tidak sabar.
"Maaf George, aku hanya menganggapmu sebagai sahabatku saja tidak lebih. Aku tidak punya perasaan denganmu jadi maaf." jawab Ivy dengan jujur.
Dia tidak mau membuat George berharap padanya tapi dia tidak tahu, penolakannya telah membuat perasaan George terluka dan saat itu George sedang mengepalkan kedua tangannya.
"Ivy apa aku begitu buruk dimatamu?" George benar-benar tidak terima, apa kekurangan yang ada pada dirinya sampai Ivy menolak cintanya?
"Tidak George, kau begitu sempurna tapi maaf." Ivy masih membuang pandangannya dan tidak mau menatap George.
"Ivy, beri aku kesempatan." George memegangi kedua bahu Ivy.
"Maaf George, aku tidak mau membuatmu berharap padaku jadi maaf." Ivy masih menolak karena dia memang tidak punya perasaan dengan George.
George benar-benar kesal, dia memegangi dagu Ivy hendak mencium bibirnya tapi pada saat itu, Ivy mendorong tubuh George dengan sekuat tenaga dan tampak marah.
"Apa yang ingin kau lakukan?"
"Jadilah milikku Ivy!"
"Kau sudah gila George! Lebih baik aku pergi karena aku ada pekerjaan!"
Ivy melangkah pergi sedangkan George berusaha mencegah Ivy tapi Ivy tidak perduli dan pergi meninggalkan tempat itu.
George tampak marah dan frustasi, tak henti-hentinya dia memaki bahkan dia menendang ban mobilnya untuk menenangkan emosinya.
Tapi ini adalah hal yang sangat menguntungkan bagi seseorang yang mendengar pembicaraan mereka dari jauh. Seringgai jahat menghiasi wajah orang itu karena ini adalah keuntungan besar baginya untuk menyingkirkan Ivy Brown.
Orang itu masih disana sambil menggenggam ponselnya dan pada saat George membawa mobilnya pergi, orang itu juga masuk kedalam mobilnya dan mengikuti George karena kesempatan bagus seperti ini tidak boleh dilewatkan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!