Selamat datang di novel kedua author. Jangan lupa klik ❤ untuk favorit novel ini agar selalu dapat notifikasi saat update. Semoga suka dengan kisah di novel ini. Terima kasih...
Seperti bintang di langit, tidak akan selalu tampak namun pasti selalu ada. Seperti itulah aku yang akan selalu ada untukmu.
🌷Happy Reading🌷
Pukul setengah sembilan malam dan Angel baru saja menyelesaikan pekerjaan di kantor. Gadis itu menghela napas singkat sebelum akhirnya meraih tas tangan berwarna hitam miliknya lalu keluar dari ruang kerjanya.
Gedung itu sudah tampak sepi. Hanya menyisakan beberapa orang karyawan yang mungkin saja sedang lembur karena dikejar oleh deadline.
"Baru mau pulang Njel?" tanya Kim yang berpapasan dengan Angel di lobi perusahaan.
"Iya, Kim. Lembur sebentar tadi," jawab Angel singkat.
Kim adalah pria keturunan Korea yang menjabat sebagai manajer pemasaran di perusahaan IT milik keluarga Angel. Umurnya yang lebih tua dan memang hubungan pertemanan pria itu yang cukup akrab dengan Angel membuat mereka bersikap tidak formal saat hanya sedang berdua saja. Tentu saja Angel yang meminta hal itu setelah mendesak Kim.
Kim melirik jam yang bertengger di tangan kirinya. "Sebentar ya. Sudah dua setengah jam sejak jam kerja berakhir, Angel."
Angel hanya tersenyum kecil. "Syukur-syukur tak pulang jam dua belas malam. Kau juga lembur buat apa sok berkomentar?" ujar Angel membalikkan situasi.
Kim menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Pria berkulit putih bersih bak oppa-oppa Korea itu tersenyum kikuk. "Iya juga sih. Kau mau pulang kan? Mau sekalian kuantar pulang?" tanya Kim mengalihkan pembicaraan.
Angel mengeluarkan sebuah kunci dari saku blazer yang dia kenakan. "Sayangnya aku bawa mobil, Kim. Tapi terima kasih atas tawaranmu."
Kim hanya membalas dengan senyuman tipis di bibirnya. "Baiklah kalau begitu. Tapi ini sudah malam. Hati-hatilah di jalan."
"Kau juga. Terima kasih sudah bekerja dengan baik bahkan sampai lembur, mr.Kim."
Kim mencebikkan bibirnya. "Tak usah sok formal begitu. Lagi pula aku bekerja lembur kan dibayar oleh perusahaan."
Angel terkekeh pelan lalu beranjak menuju parkiran mobil. "Aku duluan," ujar Angel sembari melambai singkat pada Kim dengan membuka kaca mobilnya.
"Ya, hati-hati."
Mobil Angel perlahan melaju meninggalkan area perusahaan. Gedung-gedung bertingkat dan kemerlap lampu-lampu di jalan menemani Angel di sepanjang perjalanan.
Namun belum sampai setengah perjalanan menuju rumahnya, Angel terpaksa harus memutar arah dan mencari jalan alternatif lain karena perbaikan jalan. Kini jalanan yang dia lalui jauh lebih sepi dan gelap dibanding dengan jalan utama.
"Kenapa aku tiba-tiba merinding ya?" Angel bermonolog. Matanya menatap tajam ke arah depan namun sesekali tampak menengok ke samping kanan dan kiri.
Angel menginjak rem sampai kandas saat sesosok makhluk tiba-tiba muncul di depan mobilnya. Untung saja gadis itu tidak mengemudi dengan kencang jadi mobil bisa dengan cepat dia hentikan.
"Ya Tuhan... Apa aku baru saja menabrak sesuatu? Manusia atau hantu ya?"
Angel menoyor jidatnya sendiri. "Sadarlah Angel. Kalau hantu mana mungkin bisa kau tabrak. Itu artinya aku menabrak manusia?" jerit Angel secara refleks.
Dengan tangan yang bergetar, Angel membuka pintu mobilnya. Dia takut telah menyebabkan seseorang terluka, apalagi kalau parah dan sampai... Hah Angel bahkan tidak mau memikirkannya. Perlahan-lahan Angel mendekati sosok yang sudah terkapar tersebut.
Belum selesai keterkejutan yang dia alami, Angel kembali terperanjat kaget saat tiga orang pria menyergap dan mengerubungi dirinya. Dan yang lebih anehnya lagi, pria yang dia pikir sempat dia tabrak tadi mendadak berdiri. Mereka semua memakai topeng sehingga Angel tidak dapat mengenali satu wajah pun.
"Oh motif lama? Kalian kampungan sekali. Kalau mau jadi penjahat, jadilah penjahat yang modern," kata Angel selantang mungkin. Gadis itu berusaha untuk membuang rasa takut dalam dirinya. Dia tidak mau kelihatan lemah di hadapan para penjahat yang sedang menjadikan dirinya sebagai target.
"Wah wah. Gadis ini berani juga ternyata, Bos," ujar salah seorang penjahat pada pria yang tadi berpura-pura acting kena tabrak. Bisa Angel tebak kalau dia adalah kepala komplotan tersebut.
Pria itu mendekat. Tangannya yang kasar meraih dagu Angel. Membuat mata Angel menatap mata yang penuh akan kebengisan itu. Secepat kilat Angel menepis kasar tangan pria itu dari wajahnya.
"Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu itu!"
Pria itu tertawa setelah sempat merasa terkejut karena gadis yang berada di hadapan mereka seperti tidak merasa terintimidasi. Namun senyum licik tak kasat mata tercipta di wajahnya saat rupanya matanya menangkap tangan Angel sedikit bergetar karena merasa takut.
"Awalnya kami hanya ingin merampas tas, mobil dan barang-barang berharga yang ada di dalam mobilmu. Tapi sepertinya gadis kecil ini sangat berani melawanku. Ingin rasanya aku semakin meng*erayangi tubuhnya dengan tanganku yang katanya kotor ini!"
Pria itu menarik paksa tubuh Angel. Membuat gadis itu nyaris kehilangan keseimbangan sampai akhirnya mendarat dalam pelukan pria bertubuh kekar juga tinggi yang memiliki bau badan tak sedap. "Sepertinya gadis ini masih peraw*n guys. Karena dia peka sekali terhadap rangsangan. Lihat saja, dia sudah menggeliat seperti ular karena ingin merasa lebih! Apa kalian mau mencicipi juga?"
Pria itu berkata dengan begitu menjijikkan saat Angel berontak dalam pelukannya. Rekan-rekan penjahat itu bertepuk tangan riuh dan tampak begitu girang mendapat bonus gadis cantik sebagai penutup malam ini.
"Kami mau dong, Bos."
"Cepat hajar, Bos. Kita gantian kalau Bos sudah puas."
Angel merasa sangat dilecehkan sebagai seorang wanita. Tangannya yang tadi sempat bergetar kini mengepal dengan begitu erat. Dengan sekuat tenaga dia memijak kaki sang kepala komplotan. Tak cukup sampai di situ saja, cepat-cepat Angel menendang bagian selangk*ngan pria itu.
Pria itu meringis kesakitan. Angel tersenyum puas. "Rasakan kau! Sudah jahat, bau, masih coba-coba mendekati aku? Pergi saja kau ke neraka!" teriak Angel.
Gadis itu segera berlari menuju pintu kemudi mobil namun sayangnya dia kalah cepat. Salah seorang penjahat lainnya menangkap pergelangan tangannya.
"Gadis brengs*k!" umpat pria yang tadi dia tendang.
"Ikat dia. Kita habisi dia bersama," lanjut pria itu lagi.
Mata Angel membulat. Dia rasakan cengkraman semakin erat di lengannya. Tubuhnya masih berusaha berontak namun sepertinya usahanya sia-sia karena penjahat lainnya malah mengerubungi mereka.
Seutas tali telah berhasil membuat pergerakan tangan Angel semakin terbatas. Ketakutan itu semakin nyata terasa saat tubuhnya dihempaskan ke sisi jalan. Menyentuh rerumputan dingin yang basah karena tadi sempat diguyur hujan.
Angel memejamkan pasrah kedua matanya. Perlawanan dan keberanian yang tadi dia miliki hilang tak berbekas. Angel hanya bisa berdoa, berharap ada keajaiban.
Lima detik... Dua puluh detik... Tiga puluh detik... Angel tak merasakan sentuhan kasar apapun. Dengan perlahan gadis itu membuka matanya.
Para penjahat itu rupanya sudah baku hantam dengan pria yang entah datang dari mana. Gerakan pria itu begitu gesit. Memukul, menendang, memelintir tubuh para penjahat bergantian.
"Si*l! Kenapa kau ikut campur?" kata salah seorang penjahat begitu marah.
Namun pria tersebut tak menjawab dan semakin gencar menyerang mereka. Setelah ke empat penjahat mulai lumpuh, pria itu berlari mendekati Angel.
Tangan kekar nan dingin milik pria itu menyentuh pergelangan tangan Angel. Membuka ikatan yang tadi membelit kedua tangannya.
"Terima kasih," ujar Angel sambil berdiri. Kakinya sedikit bergetar sementara tangannya kebas akibat lilitan itu. Matanya menelisik sosok pria tersebut. Namun nihil, dia tak bisa melihat wajahnya.
"Awas!" teriak Angel saat seorang pria kembali ingin menyerang dari belakang.
Pria itu berbalik, menatap nyalang para penjahat yang membuat dia muak. Lalu menyerang balik pria yang hendak mencelakainya. Kali ini dia tak akan memberi ampun.
Angel berdiri mematung menyaksikan pertarungan sengit di hadapannya. Empat orang penjahat yang tadi sempat ingin merampas tas juga mobil miliknya kini diserang habis-habisan oleh seorang pria. Pria itu memakai pakaian serba hitam, topi dan masker wajah yang juga berwarna hitam.
"Arrghhh..." Teriakan salah seorang penjahat yang baru saja mendapatkan pelintiran begitu kuat di tangannya membuat Angel mengalihkan pandang.
Angel sedikit meringis. Gadis itu berpikir mungkin tulang pria itu sudah lepas dari persendiannya atau mungkin patah karena dililit begitu keras oleh sang pria.
"Hi Angel."
Suara berat itu menyapa gendang telinga Angel saat ke empat musuh telah berhasil dia taklukkan. Mereka terkapar tak berdaya di atas aspal.
"Jadilah malaikat yang baik dalam hidupku, jangan menjadi malaikat kematian," ujarnya lagi kemudian.
"Si-siapa kau?" tanya Angel dengan napas tercekat. Gadis itu merasakan jantungnya berdetak lebih cepat saat mendengar suara bariton tersebut.
"Be a good Angel, not Angel of death."
Bukannya menjawab pertanyaan Angel, kalimat itulah yang keluar dari bibir pria misterius yang menyelamatkan Angel malam itu sebelum akhirnya pria itu menghilang ditelan malam. Gerakannya begitu cepat membuat Angel bahkan tak tahu ke arah mana pria itu pergi.
"Apa itu kau peneror? Ahh sialan. Mengapa aku jadi kembali penasaran?" rutuk Angel bermonolog. Sadar dia berhenti di jalanan yang cukup sepi, gadis itu cepat-cepat masuk kembali ke dalam mobil. Berkendara di tengah gelapnya malam bersama bayang-bayang dalam kepalanya.
--- TBC ---
Senyum itu hanyalah topeng untuk menutupi luka yang menganga di dalam hati. Karena saat kau menunjukkan pada dunia hatimu yang hancur, mereka mungkin saja akan menghancurkan lebih parah lagi.
🌷Happy Reading🌷
Begitu Angel masuk ke dalam kamar, dia hanya sibuk mondar-mandir di balkon kamarnya. Pikirannya masih saja tertuju pada sosok pria yang sudah menjadi penyelamat baginya malam itu.
Kenapa aku merasa pria itu memang pengirim surat dan paket selama ini? Kalau itu dia, kenapa dia muncul lagi setelah sekian lama tak mengirim surat lagi? Kemana saja dia selama ini?
Begitu banyak pertanyaan yang muncul dalam benak Angel. Tapi tak satu pun titik terang dia dapatkan.
"Princess, kau sudah tidur? tanya suara dari depan pintu diiringi ketukan kecil.
Jarak balkon yang memang lumayan jauh dari pintu kamar disertai rintik hujan membuat Angel tak mendengar suara panggilan kakeknya. Hingga akhirnya pria paruh baya itu putuskan untuk membuka perlahan pintu kamar cucunya.
"Kau sedang apa, Princess?" tanya sang kakek.
Angel tersentak kaget karena sejak tadi pikirannya sedang melayang jauh. Gadis itu sontak melihat ke belakang dan mendapati ternyata kakeknya sudah berdiri di belakang.
Xavier Baldwin, pria berusia tujuh puluh lima tahun merupakan kakek sekaligus pendiri XB Corp. XB Corp adalah perusahaan yang bergerak di bidang IT dan cukup diakui dalam bidang tersebut. Kini tentu saja tuan Xavier sudah tidak lagi aktif di perusahaan, digantikan oleh ayah Angel.
Angel lalu tersenyum kecil. "Kakek," panggilnya singkat.
"Tumben sekali masuk ke kamar Angel tidak ketuk pintu dulu?"
Tuan Xavier membalas senyum cucunya. "Bukan kakek yang tak mengetuk pintu, tapi kau yang tak dengar. Memangnya sedang memikirkan apa sih sampai sibuk mondar-mandir saja dan tak fokus?"
Angel menggeleng pelan. "Bukan apa-apa, Kek."
"Yakin?"
"Iya, Kakek. Kenapa Kakek menjadi bawel begini sih?" tanya Angel sembari mengerucutkan bibirnya. Hanya pada kakeknya saja Angel bisa menunjukkan sisi manja seperti ini yang ada dalam dirinya.
"Karena kakek sayang padamu. Kakek tidak ingin kau merasa terluka sendiri, Angel."
Tuan Xavier meraih tangan cucunya. Tangannya tergerak untuk membelai lembut kepala Angel.
Perasaan hangat seketika menyelimuti Angel. Perasaan yang tidak pernah dapat dia rasakan dari orang tua kandungnya lagi. Bibir Angel terangkat sedikit, tersenyum kecil sebagai balasan atas perkataan sang kakek.
"Aku tahu itu. Kakek adalah orang yang paling sayang padaku di dunia ini. Kakek memang yang terbaik," ujar Angel sambil mengangkat jempol kanannya. Senyuman tak luput dari wajahnya. Namun di balik senyuman itu, tuan Xavier dapat membaca isi hati cucunya.
"Kau bisa saja memuji kakek. Katakan apa kau ingin sesuatu?"
"Hahaha. Kakek... Angel sudah berubah. Angel kan bukan anak kecil lagi yang memuji kakek saat mau sesuatu saja. Angel sudah dewasa dan menjadi orang dewasa itu sulit ya," kata Angel sambil menerawang.
"Saat dewasa baru aku merasakan kehilangan kasih sayang orang tua, bahkan dibenci oleh orang tua sendiri."
Tuan Xavier menangkup wajah cucunya. Matanya memancarkan kasih sayang yang teramat dalam kepada sang cucu. "Mereka sayang padamu, Angel. Mereka hanya butuh waktu untuk menerima kenyataan kalau Felix meninggal kecelakaan karena takdir dan bukan karenamu."
"Tidak, Kek." Angel menjawab cepat.
"Mereka tidak sayang lagi padaku. Kasih sayang mereka sudah mati untukku saat kak Felix pergi untuk selamanya. Bagi mereka aku hanya pembawa sial yang menyebabkan anak kesayangan sekaligus pewaris mereka meninggal. Aku..." Angel tercekat. Setiap kali pembicaraan tentang hal ini terjadi, ingatan malam itu pun kembali berlarian dalam benaknya. Perasaan bersalah, sedih, dan trauma selalu saja menghantui.
Angel memeluk dirinya sendiri. Dia menggigit bibir bagian bawahnya untuk mengurangi rasa sakit yang bersarang di dadanya.
Tuan Xavier merasa begitu prihatin melihat keadaan cucunya. Ternyata luka itu masih begitu membekas di hati semua orang. Luka karena kehilangan orang terkasih dalam keluarga mereka. Luka karena kehilangan Felix Baldwin yang adalah saudara satu-satunya Angel sebelum Tuhan menjemput kembali pria itu dua tahun yang lalu.
"Ada kakek di sini. Ada kakek. Kau tidak sendiri. Kakek sayang padamu." Tuan Xavier merengkuh tubuh Angel lalu menepuk-nepuk pelan punggung cucunya.
"Aku yang salah, Kek. Andai saja hari itu aku tidak marah dan mengancam untuk memutuskan pertunangan juga membatalkan pernikahan maka semua ini tak akan terjadi. Kak Lucas tidak akan mabuk-mabukan bersama kak Felix. Mereka tidak akan pergi untuk selamanya."
Tubuh Angel bergetar hebat. Tangisnya pun pecah. Terdengar begitu pilu dan menyayat hati. Kilasan itu terlihat semakin jelas dalam ingatannya. Seperti memaksa Angel untuk merasakan kembali rasa sakit yang begitu dalam.
Kehilangan calon suami, kehilangan kakak kandung dan dibenci juga disalahkan oleh orang tua sendiri. Kehidupan apa yang dia jalani ini? Mengapa begitu banyak cobaan yang dia hadapi sampai rasanya dulu dia ingin mati saja.
"Ssttt, Angel. Surga akan bersedih melihat salah satu malaikatnya menangis terus. Sudah ya Sayang," bujuk tuan Xavier.
"Jodoh, maut, rezeki, semua sudah diatur oleh Tuhan. Tak peduli bagaimana manusia merencanakan, kalau Tuhan sudah berkehendak lalu kita bisa apa?"
Jeda sejenak. Tuan Xavier masih menepuk-nepuk punggung cucunya. Tangis Angel pun semakin reda.
"Jangan menyalahkan dirimu sendiri. Semua ini memang sudah jalan dariNya. Kalau memang kita harus memakai logika dan alasan seperti yang tadi kau sebutkan, mari kita coba ulik kembali."
Tuan Xavier melonggarkan pelukan mereka lalu menatap Angel yang berlinang air mata. "Bukannya kakek ingin menyalahkan orang yang telah meninggal atau mengungkit kesalahan mereka. Tapi kau marah pada Lucas karena dia ketahuan main judi lagi, bahkan dengan uang yang dia pinjam darimu. Jadi wajar sebagai calon istrinya kalau kau marah. Wajar jika kau ingin dia berubah sebelum kalian menikah. Walaupun kakek sedikit tidak setuju dengan caramu yang mengancam akan memutuskan pertunangan dan membatalkan pernikahan."
Tuan Xavier menghapus air mata di pipi cucunya dengan kedua ibu jari. "Dan Lucas bukanlah anak-anak lagi. Dia seharusnya bisa bersikap lebih dewasa dalam menghadapi masalah dan bukan dengan mabuk-mabukan. Seharusnya dia menunjukkan keseriusan padamu dengan bersikap lebih baik lagi. Belum lagi dia memaksakan diri untuk menyetir padahal dalam keadaan mabuk. Intinya kalau memang harus memakai logika kita sebagai manusia, itu artinya kalian sama-sama salah. Bahkan kakek bisa katakan kalau kesalahan yang diperbuat oleh Lucas lebih banyak dalam memicu kecelakaan yang terjadi. Tapi siapa kita yang bisa menjengkali sang pemilik kehidupan dengan logika kita?"
Tuan Xavier menghela napas. "Maksud kakek, berhentilah merasa bersalah atas sesuatu yang berada di luar kapasitasmu. Maut itu bukanlah sesuatu yang bisa kita maknai dengan nalar sebagai manusia."
"Lepaskan luka masa lalumu. Mungkin dengan begitu orang tuamu juga akan melepaskan kepahitan tak berdasar yang berada dalam hati mereka. The art of letting go."
Angel hanya diam seraya mencerna semua perkataan kakeknya. "Tidurlah. Jangan pikirkan apapun lagi dan berhenti menyalahkan diri sendiri. Kau pantas bahagia. Benar-benar bahagia bukan sekedar pura-pura bahagia dan juga pura-pura tangguh. Kakek sayang padamu."
"Terima kasih, Kek. Angel juga sayang sekali pada Kakek," balas Angel sedikit terlambat karena dia terlalu sibuk mencerna setiap kata yang diucapkan oleh sang kakek.
Tuan Xavier yang sudah hampir mencapai daun pintu lantas berbalik dan tersenyum. "Good night, my little Angel," ucapnya pelan yang mungkin saja tak lagi bisa didengar oleh Angel.
--- TBC ---
Dunia tak berpihak padaku semenjak kau pergi. Lalu untuk apa aku tetap di sini?
🌷Happy Reading🌷
Brak. Suara hantaman yang begitu keras terdengar saat sebuah mobil yang melaju kencang lepas kendali lalu menabrak trotoar. Tiang listrik juga menjadi sasaran mobil itu hingga kap depan mobil terbuka dan asap mengepul.
Angel yang baru saja pulang dari mini market dekat rumah tersentak kaget. Namun keterkejutan dalam dirinya berubah menjadi kepanikan saat matanya menyipit lalu mendapati plat mobil yang baru mengalami kecelakaan sama dengan plat mobil milik Lucas.
"Kak Lucas..." teriaknya spontan.
Angel berlari mendekati lokasi kejadian yang hanya kurang lebih sepuluh meter dari tempatnya tadi berdiri. Tubuhnya menabrak beberapa orang yang mulai tampak mengerubungi lokasi tersebut.
"Kak Lucas..." Angel menjerit begitu mendapati tubuh Lucas yang ternyata sudah terpental ke luar.
Kaki Angel seketika bagai agar-agar yang tak memiliki kekuatan bahkan untuk menahan bobot tubuhnya sendiri. Tubuh Angel luruh ke aspal yang sudah beralaskan darah segar. Serpihan-serpihan kaca mobil yang berserakan dimana-mana bisa saja melukai tubuh Angel, namun gadis itu seakan tak peduli. Matanya hanya fokus menatap Lucas yang tengah bernapas terputus-putus.
Jantung Angel seperti berhenti berdetak melihat pemandangan itu. Lucas, prianya, terkapar bersimbah darah dengan luka di sekujur tubuhnya. Wajahnya hampir tak terlihat karena tertutup darah dan luka. Hanya napas pria itu yang terputus-putus terdengar.
Angel tercekat. Otaknya yang tiba-tiba saja blank membuat dia memukul kepalanya. "Panggil ambulans. Tolong panggil ambulans!" teriaknya seperti orang kesetanan.
"Sudah, Nona." Sayup-sayup Angel mendengar respon salah satu orang di dalam kerumunan.
"Kak Lucas, kumohon bertahanlah." Angel meraih tangan Lucas.
Mata Lucas menatap Angel. "Ma-maaf," ujarnya terbata-bata.
Angel menggeleng kuat. "Tidak. Jangan katakan apapun sekarang, Kak. Bertahanlah. Gunakan sisa tenaga yang kau miliki untuk bertahan. Kumohon bertahanlah." Angel menggenggam erat tangan Lucas.
"Siapa pun yang bekerja di bidang medis, tolong berikan pertolongan pertama. Tolong selamatkan pria ini. Aku mohon."
Angel menatap sekitar, namun kerumunan orang tersebut hanya menggeleng. Itu artinya tak satu pun dari mereka yang bekerja di bidang medis.
"Su-sudahlah," ujar Lucas lagi. Pria itu sudah terlihat pasrah. Suaranya semakin melemah pun napasnya semakin terputus-putus.
"Kau yang sudahlah diam saja. Jangan banyak bicara. Simpan sisa tenagamu untuk bertahan. Dengarkan aku sekali ini saja." Angel tanpa sadar meninggikan suaranya. Jiwanya begitu kalut. Tak banyak yang bisa dia lakukan di saat pria yang dia cintai kini sedang bertarung antara hidup dan mati.
Suara ambulans mulai terdengar mendekat. Angel dapat sedikit menarik napas lega karena dia pikir Lucas akan segera diselamatkan.
Namun nyatanya takdir berkata lain. Seperti ingin mengejek Angel yang masih berharap Lucas bisa diselamatkan walau keadaan yang dia alami sudah separah itu.
Napas Lucas terdengar semakin berat. Pria itu sudah sangat kesusahan untuk bernapas. "A-a-aku men-men-cintai-mu."
Angel tak dapat lagi membendung air mata yang sejak tadi dia tahan. Tangisnya pun pecah begitu mendengar ungkapan cinta dari sang kekasih di saat pria itu tengah meregang nyawa.
"Tidak... Jangan pergi. Kumohon jangan. Jangan tinggalkan aku." Angel berteriak histeris dengan air mata yang berhamburan di kedua sudut matanya.
Derap langkah petugas rumah sakit terdengar turun dari ambulans. Dan di saat itu pulalah Lucas pergi setelah mengucapkan kata terakhirnya.
"Berbahagialah," ujarnya dalam satu tarikan napas.
"Tidak. Jangan pergi. Bagaimana aku harua bahagia lagi kalau kau pergi di depan mataku seperti ini. Bernapaslah, Lucas!" Angel kembali menjerit histeris. Dia bahkan melupakan embel-embel Kak yang selalu dia sebutkan karena Lucas memang lebih tua darinya.
"Mohon Nona tenang dulu sebentar." Seorang petugas medis berusaha menenangkan Angel. Sementara dua orang lainnya memeriksa keadaan Lucas.
Keduanya saling tatap begitu tak mendapati denyut nadi dan hembusan napas dari Lucas lagi. "Kami mohon maaf, korban..."
Belum selesai petugas medis dengan kalimatnya, Angel kembali menjerit histeris. "Tidak! Jangan pergi. Aku tidak mau ditinggal seperti ini. Lucas bangunlah!"
"Pak, di kursi penumpang ternyata masih ada satu lagi korban."
Salah satu orang dari kerumunan ternyata melihat satu orang lagi pria yang tergeletak tak berdaya di bagian bawah mobil. Sontak Angel yang jiwanya sedang terguncang menoleh ke samping. Matanya nyaris melompat keluar saat petugas medis berhasil mengeluarkan pria yang dimaksud.
"Kak Felix..." Suara Angel yang mulai serak karena sejak tadi dia pakai untuk menjerit dan teriak semakin hilang.
"Kakak..." Angel beralih fokus menatap kakaknya.
Pria itu tak bergeming. Angel semakin kalut saat mata kakaknya terpejam erat dan tubuhnya sudah terbujur kaku.
Kembali Angel melihat gelengan dan raut wajah prihatin dari petugas medis. Tangis Angel kembali pecah. Dia meraung meratapi kepergian dua pria terkasih dalam hidupnya.
"Tidak!! Kak Felix kak Lucas kalian tidak boleh pergi! Jangan pergi tinggalkan aku seperti ini... Kumohon bangunlah."
Angel semakin menggila sambil memukuli dadanya yang terasa begitu sesak. Dia sulit bernapas melihat kenyataan mengejutkan yang digoreskan oleh takdir untuknya.
"Tidak! Jangan! Bagaimana aku akan hidup? Jangan pergi!!"
Angel menjerit dengan keras lalu tubuhnya tersentak. Napasnya terengah-engah sementara peluh membasahi dahinya.
Ternyata hanya mimpi. Ya tentu saja hanya mimpi karena kedua orang yang ada di mimpi itu memang sudah tiada. Mana mungkin orang meninggal sebanyak dua kali. Namun mimpi itu terlihat begitu nyata. Karena memang seperti itulah yang terjadi dua tahun yang lalu.
Angel menyalakan kembali lampu tidurnya. Membiarkan sedikit cahaya menerangi kamarnya yang gelap gulita. Kemudian tangannya mengusap peluh di dahinya. Tanpa terasa air mata merembes di kedua sudut matanya. "Aku rindu... Dunia tidak pernah berpihak padaku setelah kalian pergi."
Angel mencoba mengatur kembali emosi dalam dirinya. Lalu diraihnya botol air mineral dari atas nakas. Meneguk air perlahan membuat perasaannya sedikit lebih tenang.
Suara notifikasi dari ponselnya membuat Angel mengambil benda pipih tersebut dan memeriksanya.
Minum susu hangat dan dengarkan lagu pengantar tidur.
Angel mengernyit membaca pesan dari nomor tak dikenal. Tapi dari cara mengetiknya, Angel seperti kenal dengan orang ini. Orang yang memberi perhatian namun menunjukkan dengan cara memerintah.
"Pria misterius?"
Angel memastikan sekali lagi. Matanya menyipit melihat kode negara yang berada paling depan. Dan mata gadis itu membulat sempurna saat meyakini bahwa kode negara kali ini adalah kode negara tempat Angel tinggal. Belum pernah seperti ini sebelumnya. Pria itu selalu memakai nomor internasional.
Oh bagaimana Angel bisa begitu yakin kalau itu adalah pria? Bagaimana kalau ternyata dia adalah wanita yang memiliki selera s*x berbeda dan terobsesi pada Angel? Angel seringkali bergidik ngeri membayangkan siapa sosok di balik pria itu. Otaknya kadang berimajinasi kelewat batas. Tapi Angel akan lebih senang kalau dia benar seorang pria. Paling tidak itu masih bisa dikatakan... normal?
Gorden kamar Angel yang sedikit terbuka membuat gadis itu beranjak untuk menariknya. Tatapan mata gadis itu tertuju pada sebuah mobil yang berhenti tepat di depan rumahnya. Namun tak lama kemudian mobil itu melaju dengan kecepatan sedang.
"Ahh hidup yang tak pernah tenang. Diteror oleh mimpi dan peneror misterius membuat adrenalinku selalu diuji. Apa si orang misterius itu sedang ada di negara ini ya? Apa benar yang tadi menolongku dari para penjahat adalah orangnya?"
--- TBC ---
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!