Hujan deras masih menguyur membasahi bumi bertuah desa Sejangat, Airnya nampak menggenangi tanah dan jalan-jalan yang di lewati gadis manis berambut panjang berseragam putih abu-abu. Gadis itu menghela nafas panjang, payung di tangan nya bergerak-gerak ditiup angin pagi yang dingin, ia melompat ke sana kemari mencari jalan yang tidak di genangi air. Tas yang di peluknya erat-erat agar tidak basah, ia harus tampak bersih dan rapi kalau sampai di sekolah nanti fikir nya. Maklum hari ini adalah hari pertama ia masuk ke SMAN 1 Bukit Batu yang terkenal itu. Sekolah yang banyak di minati anak-anak yang lulusan SMP, MTS dan Sederajat dengan nya. Beruntung ia di terima di sekolah itu, otaknya lumayan encer. Banyak teman-temannya kecewa karena tidak diterima di SMA yang terbaik di desa bertuah itu.
*****
"Akhirnya aku sampai juga" Batin nya. Ia meletakan payungnya di antara payung-payung teman-teman yang berjejer di koridor sekolah. Maklum kalau musim hujan seperti ini di depan sekolah itu jadi tempat pameran payung.
"Kamu baru nyampe ya" Tegur seseorang dari belakang. Gadis manis itu menoleh.
"Iya" Jawabnya singkat sambil mengibas-ngibas baju dan roknya. Setelah tahu siapa yang menegurnya Yuli sahabatnya.
"Kamu? Sama?" Jawab gadis sedikit gendut yang menegurnya tadi. Ia teman baik, yah yang paling baik karena dari SD sampai sekarang ia tetap dekat dengan Diya....Iya....Diya Nuraniza nama panjang gadis manis yang suka tersenyum itu.
"Sepertinya kita satu kelas lagi deh Diy"
"Emangnya kenapa? Kamu gak suka kalau kita satu kelas?" Diya berjalan meninggalkan temannya.
"Bukan begitu Diy, kok kamu pagi-pagi gini udah cetus gitu sih" Ujar Yuli.
"Tentu saja aku senang satu kelas, apa lagi satu bangku, yah.....Bisa nyontek dong" Tambah Yuli lagi sambari nyengir.
"Bisa nya kamu gitu sih Yul, kenapa gak mandiri"
"Yah.....Kamu tau kan gimana aku Diy! Eh kita udah nyampe nih kelas kita"
Diya berhenti di salah satu kelas yang bertuliskan di depannya 1A. Kedua nya saling pandang
"Yuk kita milih bangku" Mereka berdua langsung berlari masuk ke dalam kelas mereka tidak peduli murid-murid baru yang lain pada melihat mereka (cuek aja deh).
*****
Bel istirahat berbunyi, semua murid-murid dari kelas satu sampai kelas tiga keluar dari kelasnya masih-masing, tidak boleh satu pun ada di dalam kelas. Begitu kata ketua OSIS memberi peraturan sebelum mereka masuk tadi pagi.
"Kita ke kantin aja Diy, aku lapar ni" ujar Yuli mengikuti Diya keluar dari kelasnya.
"Aku yang traktir gimana?" kata Yuli lagi.
"Siapa takut" Diya tersenyum
"Ayo" Tambahnya lagi.
Gerimis turun lagi, halaman sekolah di genangi air.
"Tu lihat gimana kita ke kantin. Udah hujan, ngantri lagi. Belum apa-apa waktu istirahat udah habis" Diya memeluk buku yang dibawanya tadi dari kelas.
"Kan ada payung" Yuli menyodorkan payung di depan gadis itu. Diya tersenyum.
"Yuk" Mereka pun sama-sama melangkah menuju kantin yang ada di seberang sekolah, tidak jauh memang tapi kalau musim hujan seperti ini tidak pakai payung pasti basah.
"Kenapa sih kepala sekolah gak satukan aja kantin sama sekolah? Kalau musim hujan kayak gini gak repot kan?" Kata Yuli.
"Iya, sengaja kepala sekolah gak disatukan kantinnya"
"Kenapa emangnya?"
"Abisnya kamu yang nomor satu nongkrong disitu"
"Yah.....Kamu ngeledekin aku ya"
Brak....Diya terjatuh...
Yuli terkejut melihat Diya jatuh tersungkur di tanah. Begitu pun Diya kagetnya setengah mati, bila di rasakan hentaman seseorang dari belakang yang membuat dirinya jatuh tersungkur.
"Maaf....Maaf ya aku gak sengaja" Ujang seorang pemuda membantu Diya bangkit.
"Kamu gak apa-apa kan?" Tanya nya lagi. Wajahnya yang ganteng berubah pias melihat gadis yang di tabrak nya itu nyengir menahan sakit.
"Gak apa-apa, gak apa-apa. Kamu lihat tu Diya lagi sakit" Yuli marah.
"Emang nya mata mu taruk di dengkul apa? orang segede ini gak lihat" Kata Yuli lagi masih dengan marahnya.
"Iya, aku benar-benar gak sengaja, maaf ya" Kata pemuda itu lagi merasa bersalah. Melihat kejadian itu spontan saja murid-murid yang lain menyorak mereka.
"Adegan aksi gratis woy" Ujar salah satu murid.
"Berapa ekor belalang yang di tangkap? bagi-bagi dong hahaha" Kata murid itu lagi serentak membuat semua murid yang ada si situ tertawa mengejek. Malu, marah, sakit hati, mau nangis itu yang di rasakan Diya saat itu. Bajunya kotor, lutut serta sikunya memar dan berdarah. Yuli mengajak sahabatnya berteduh di koridor sekolah.
"Sakit Diya?" tanya Yuli kasihan
"Gak enak, ya sakit lah" Jawab Diya ketus. Pemuda tampan tadi mendekati mereka menyerahkan payung yang sempat terlempar saat ia menabrak gadis itu.
"Aku minta maaf ya, aku benar-benar gak sengaja. Suer...." Kata pemuda itu memohon.
"Enak aja minta maaf, ni obatin dong luka Diya" Yuli berlaga galak.
"Iya, pasti, pasti aku obatin" Kata pemuda itu nyengir.
"Udah-udah aku gak apa-apa kok" Diya menyelutuk.
"Apanya yang gak apa-apa? Tu lihat lutut mu memar dan berdarah, siku mu juga" Kata Yuli.
"Aku udah baikan kok" Kata Diya melotot Yuli yang masih kesal.
"Kamu..." Cepat-cepat Diya menutup mulut sahabatnya.
"Aku gak apa-apa kok kak, terima kasih" Ujar Diya gak mau memperpanjang masalah yang sepele ini. Apa lagi anak-anak yang lain lagi ramai di situ.
"Bener? Tapi kayaknya luka mu harus di bersihkan, kalau gak nanti bisa infeksi"
"Iya...Iya...Bener...Bener..." Yuli mencampuri. Diya mencubit Yuli sahabatnya hanya nyengir menahan sakit.
"Ayo kita ke ruang UKS" Ajak pemuda itu.
"Gak usah deh kak....Beneran" Gadis itu mengelak walau lututnya terasa perih sekali.
"Entar di bilang aku gak bertanggung jawab lagi, Karena ku, kamu kator dan terluka seperti ini, Ayolah!"
"Tapi kak...."
"Ayo deh Diy...Dia udah ngaku kok dan mau ngobatin lagi" Kata Yuli menyempali.
"Buruan deh" Yuli mendorong Diya, agar mengikuti pemuda tampan itu, Gadis itu tampak keberatan.
"Gak usah deh Yul......Malu kan" Yuli tidak peduli dengan sikap sahabatnya yang sok gak mau alias keberatan itu. Gadis yang doyan makan itu terus menarik tangan sahabatnya sampai di depan kantor ruang guru.
*****
Ferdi berhenti sejenak,
"Kalian tunggu disini sebentar, aku minta izin dulu kepada guru piket" Katanya langsung masuk ke dalam. Tak lama kemudian ia pun menyuruh kedua gadis itu masuk.
"Lukanya gak parah kan?" Tanya guru piket itu kepada Diya.
"Gak kok buk, cuma tergores" Jawab Diya hormat.
"Langsung aja ke ruang UKS ya"
"Terima kasih buk"
"Lain kali kamu hati-hati dong Fer, masak anak segede itu gak lihat" Kata guru itu lagi
"Maaf buk...Saya benar-benar gak sengaja, mau buru-buru ke kantin takut basah, yah.....Kejadian deh" Jelas ketua OSIS itu nyegir. Buk Sofi hanya tersenyum.
"Y udah kamu harus bertanggung jawab atas kesembuhan anak itu" Kata ibu guru itu lagi.
"Ya buk saya janji akan merawat luka nya sampai sembuh" Mantap pemuda ganteng itu berkata.
"Bagus, ibu percaya itu. sekarang kamu boleh pergi!" Tegas buk Sofi berkata.
"Permisi buk, saya ke UKS dulu"
"ya...Silahkan" Buk Sofi tersenyum memandang punggung murid didiknya yang terkenal ganteng dan pinter itu.
"Seandainya aku masih sebaya dengan nya" Fikir ibu yang masih perawan itu.
"Ah....Kenapa aku berpikir seperti itu" Ia sadar
"Bodoh" Bu Sofi tersenyum sendiri.
*****
Ferdi mengetuk pintu UKS yang tertutup rapat. Yuli membukanya.
"Gimana? Sudah di obati?" Tanya nya langsung masuk keruangan itu.
"Belum, kotak P3K nya terkunci kak" Jawab Yuli duduk di samping Diya yang hanya diam.
"Sebentar ya" Ferdi keluar sebentar lalu masuk lagi.
"Nih..." Kata pemuda tampan itu menyerahkan alkohol dan obat merah kepada Diya.
"Biar aku saja kak" Cepat Yuli menyambut dari tangan pemuda yang banyak di minati gadis-gadis di sekolah itu.
"Saya Ferdi....Ferdiansyah. Panggil saja Ferdi" Pemuda itu memperkenalkan diri.
"Saya Yuli...Yuliansari" Yuli tersenyum genit saat bersalaman dengan ketua OSIS itu.
"Kalau kamu?" Tanya Ferdi kepada Diya yang dari tadi hanya diam.
"Diya" Cepat Yuli menjawab
"Iya...Dia, masa nanyain kamu lagi sih" Ferdi sedikit kesal.
"Iya...Diya...Ini namanya Diya...Diya Nuraniza....Paham?" Jelas Yuli balik kesal.
"Oh...Sorry ya...Aku gak ngerti tadi" Cowok macho itu tersenyum menyalahkan dirinya yang kurang nangkap.
"Aduh...Kok kamu kasar begitu sih Yul"
"Eh...Sorry Diy...Aku gak sengaja. Sakit?" Tanya nya terus mengobati luka gadis itu.
"Gak enak, ya sakit lah" Diya kesal.
"Pelan-pelan dong Yul, perih ni" Tambahnya lagi merintih menahan perih saat Yuli mengoleskan alkohol di sikunya.
"Biar aku saja" Ferdi menimpali.
"Gak usah deh kak, bentar lagi juga selesai" Cepat Diya menjawab.
"Gak enak sih, masa baru kenal udah berani-beraninya" Tambah gadis itu lagi sungkan.
"Gak apa-apa kok, mari Yul"
"Asyik...Enak ni di obatin sama cowok handsome. Kaya di sinetron aja ya"
"Hus..." Diya melotot memandang sahabatnya yang langsung diam.
"Sorry" Yuli nyengir kaya kuda Nil. Diya agak sungkan saat pemuda itu mulai mengobati luka nya.
"Pelan-pelan dong kak...Perih" Diya meringis.
"Sorry" Ferdi melanjutkan kerjanya. Ia sangat paham mengobati dan membaluti luka dengan benar. Maklum ibunya adalah salah satu doktor yang terkenal di kota Sungai Pakning. Mana mungkin anak seorang doktor tidak paham hal yang begituan.
"Selesai" Ferdi menyimpan kembali obat-obat yang di pakainya tadi.
"Kamu bisa jalan?" Tanya pemuda yang duduk di kelas tiga IPA itu. Diya coba berdiri tapi duduk lagi.
"Masih sakit?" Pemuda itu membantu.
"Ayo aku antar pulang aja. Kaya nya luka di lutut mu akan terasa sakit jika di paksakan berdiri" Tambahnya lagi.
"Gak usah deh kak, tanggung nih, sebentar lagi juga mau pulang kan" Diya keberatan.
"Benar kamu bisa?" Yakin Ferdi lagi. Diya mengangguk sedangkan Yuli cuma tersenyum sendiri. Ferdi menghela nafas panjang.
"Ya udah aku ke kelas dulu ya" Lagi-lagi Diya mengangguk.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!