NovelToon NovelToon

Pesona Om Aldrick

Satu

Violita turun dari mobil dengan wajah berminyak dan rambut kusut. 5 Jam perjalanan lewat jalur darat membuat tubuhnya terasa remuk.

Amira sahabatnya sibuk menurunkan barang bawaan mereka, Pak Joko tukang kebun di rumah Om Aldrick sigap mengangkati semua perlengkapan itu.

"Pak Yanto istirahat aja dulu hari ini nanti capek. besok aja kalo mau pulang lagi. ini juga uda sore"

Amira berbicara pada sopir keluarganya.

"Bapak langsung pulang neng. Besok Tuan ada pertemuan di luar kota jadi bapak harus standbye"

"Minimal istirahat bentar lah pak"

Pak Yanto menganggukkan kepalanya.

"Amira aku capek banget"

Keluh Violita dengan wajah kuyu dan mata yang hampir terpejam. Amira tergelak melihat tampang kusut sahabatnya.

"Jelek banget kamu Ta, ya ampun muka kamu berminyak gitu. cukup buat goreng pisang saking banyaknya"

"Bodo, buruan mana kamarnya aku cuma mau tidur aku capek badan aku remuk"

Violita menutup mulutnya saat menguap. ia benar-benar diserang kantuk.

"Bik, Om Aldricknya ada?"

Tanya Amira saat memasuki rumah milik adik ibunya tersebut. rumah sederhana khas pedesaan namun asri.

Om Aldrick adik dari ibunya Amira tinggal di sebuah desa, rumahnya berada di perkebunan teh yang jauh dari rumah penduduk. Om Aldrick memiliki asisten rumah tangga yang datang hanya di pagi hari sampai sore. dan seorang tukang kebun yang merawat halaman rumahnya.

"Tuan sedang mengawasi para pekerja non tadi tuan sudah berpesan pada bibi supaya melayani kebutuhan non Amira"

"Oh yaudah,sahabat aku uda kecapean bik. anterin ke kamar ya?"

"Ayo non bibi antar"

Bi Minah melangkah menuntun dua gadis itu menuju sebuah kamar. tidak terlalu luas namun tampak rapi dan nyaman. ada sebuah ranjang berukuran besar dan 2 lemari. sepertinya baru disiapkan ketika Amira dan Violita mengabarkan untuk datang.

Tanpa bicara lagi Violita langsung merebahkan tubuhnya di ranjang.

"Nggak mau mandi dulu ta? ikh jorok kamu"

Amira menggoyang-goyangkan tubuh Violita. namun gadis itu tak menggubris. ini perjalan pertamanya yang memakan waktu berjam-jam dengan mengendarai mobil.

"Bibi permisi non. kalau mau makan semua sudah siap di meja makan"

Bi Minah menundukkan wajahnya.

"Iya bi makasih ya."

Amira tersenyum ramah.

*****

Violita menggosok rambutnya yang basah dengan handuk. Gadis itu melirik jam di dinding. waktu sudah menunjukkan angka 17.50 menit. Sudah hampir maghrib namun hari masih cukup terang meski mentari di ufuk sudah mulai beranjak meninggalkan cahaya kemilau.

Sebelumnya setelah tertidur hampir 2 jam Violita terbangun dan tidak melihat keberadaan Amira. Mungkin sedang keluar hingga Violita memutuskan untuk mandi.

setelah rambutnya cukup kering Violita berjalan menuju jendela yang menghadap ke sebuah kolam ikan yang dikelilingi bunga-bunga.

Mata Violita berhenti pada sosok tinggi yang sedang menghadap ke kolam dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam kantong celana hitam selutut dengan kaos yang juga berwarna sama. Violita hanya dapat melihat punggungnya karena posisi laki-laki itu berdiri membelakangi.

Dilihat dari posturnya laki-laki itu nampak gagah. Violita penasaran ingin melihat wajahnya. Seolah mampu merasakan ada yang mengamatinya tiba-tiba laki-laki itu berbalik menghadap kepada Violita.

Gadis itu tersenyum kaku dengan pergerakan yang tiba-tiba itu. Jantung Violita berdetak kencang saat melihat tatapannya yang terasa menusuk dengan ekspresi tak bersahabat. tak ada senyum ataupun sapaan, namun

Violita tak bisa mengelak laki-laki itu sungguh tampan. Alis yang hitam dengan hidung mancung dan rahang yang kokoh. nampak misterius namun tak menyurutkan pesonanya.

Laki-laki itu membuang muka kemudian berjalan masuk ke dalam rumahnya.

"Uda bangun Ta"

Amira yang masuk ke kamar langsung menyapa sahabatnya saat melihat gadis itu sedang terpaku di dekat jendela.

"Aku masih tidur"

Jawab Violita setelah mereda dari keterkejutannya. Amira terkekeh mendengar jawaban sewot sahabatnya.

"Aku mandi dulu yah. kamu uda mandi kan?"

"Uda dong. nggak lihat kecantikan aku uda paripurna gini?"

Amira mendengus mendengar ucapan Violita yang sangat percaya diri itu.

"Cantik banget si enggak, tapi seenggaknya uda nggak ada lagi minyak tu di muka"

Amira segera berlari ke kamar mandi sambil tergelak saat dilihatnya Violita akan melemparkan handuk padanya

****

"Kamu ngga bilang ajak teman kemari"

Suara laki-laki yang Violita lihat sore itu terdengar dingin. mereka bertiga sedang menikmati makan malam.

"Aku uda bilang kok Om kalo aku sama teman"

"Tapi nggak bilang kalau teman kamu itu perempuan"

Masih dengan nada yang sama, datar dan dingin dengan ekspresi kakunya. jujur Violita sedikit tersinggung dengan ucapan laki-laki itu.

"Masa sich om, kayaknya aku uda bilang dech. lagian Violita anak baik kok. nggak rese orangnya. cuma kalo tidur suka ngorok itu aja"

Violita mendelik pada Amira.

"Fitnah siapa yang ngorok sich"

Bisik Violita dengan tatapan membunuh

"Kamu mana nyadar Ta, kamu lagi tidur."

Violita semakin melotot,

"Oh iya kalian belum kenalan. kenalin Om ini Violita sahabat aku, Ta ini Om Aldrick om aku sekaligus pemilik rumah dan perkebunan tempat kita magang nanti"

"Violita tersenyum manis"

"Hallo om, salam kenal Aku Violita"

Om Aldrick menatap tajam pada Violita, tanpa menjawab ia kemudian kembali fokus pada makanannya. Amira tersenyum pada Violita yang langsung menatap penuh tanya. Jika saja tempat ini bukan berada di pedesaan yang jauh atau magang ini begitu penting untuk kuliahnya Violita sangat ingin pergi meninggalkan tempat itu. sikap Om Aldrick melukai harga dirinya.

"Om duluan, Ingatkan teman kamu untuk menjaga sikap selama di sini"

Laki-laki itu meninggalkan meja makan.

"Om kamu kenapa gitu sich sama aku"

Violita langsung menunjukkan wajah tidak suka pada Amira.

"Om aku emang kayak gitu Ta. aslinya baik kok"

Amira tersenyum meyakinkan Violita bahwa semua akan baik-baik aja.

"Kayaknya nggak suka banget sama aku ra, kayak mau nelan tau nggak. Kalo tau Om kamu kayak gini mending aku nggak usah ikut kamu"

lagi-lagi Violita menggerutu.

"Uda dong ta, uda kejadian ini"

Dengan cuek Amira melanjutkan maknnya yang tinggal tersisah sedikit.

"Om aku nggak doyan manusia kok tenang aja. dia cuma nggak suka sama perempuan aja. setiap wanita emang dijutekin, sama keluarga aja dia nggak ramah. Tapi itu tadi aslinya om Aldrick baik kok,dia emang tertutup sich"

"Yaudalah mau gimana lagi. mau batal magang di sini juga uda nggak bisa"

Ucap Violita dengan lesu.

"Tapi ra, Om Aldrick ganteng banget, aku suka"

Ucap Violita lagi dengan bibir manyun. Amira terbelalak mendengar ucapan Violita.

"Biasa aja nggak usah melotot matanya ra. Aku masih normal jadi tau mana yang ganteng mana yang enggak. yah walaupun agak sadis gitu tampangnya."

"Ckckck. mending jauhin dech fikiran itu. sebelum kecewa"

Kedua gadis itu membereskan meja makan dan mencuci piring kotor.

setelah itu menuju teras rumah untuk melanjutkan obrolan. hari masih terlalu petang untuk tidur.

"Om Aldrick belum menikah kan Ra"

Violita melanjutkan obrolan yang sempat terjeda

"Om Aldrick duda"

Bisik Amira, seolah hal itu aib yang tidak boleh diketahui oleh siapapun.

"Cerai atau ditinggal mati?"

"Kejam amat si ta, kayak ayam aja mati. meninggal kalau manusia mah"

Amira memukul kening Violita pelan,

"Iya-iya maaf. kamu belum jawab pertanyaan aku"

Violita terkekeh.

"Cerai, Uda ah jangan ngomongin om Aldrick. dia paling nggak suka diomongin. apalagi terkait masalalu dia"

Violita akan menjawab namun mulutnya belum berhasil mengeluarkan kalimat Karen sebuah suara menjeda obrolan dua gadis itu.

"Saya dan kehidupn pribadi saya bukan bagian dari tugas kuliah kalian jadi jangan pernah lancang untuk bertanya tentang diri saya"

Tatapan tajam Om Aldrick yang berdiri di dekat pintu membekukan tubuh Violita. bibirnya tercekat dengan wajah pucat

"Amira ayo masuk.ini desa, bahaya di luar malam-malam"

Om Aldrick berbalik dan masuk ke rumah tanpa mendengar jawaban.

"Ayok ta masuk"

"Aku gemeteran Ra, Om kamu serem tapi tetep ganteng"

Amira menepuk keningnya. tak habis fikir saat suasana seperti ini Violita masih membahas kegantengan om nya.

Dua

Violita terbangun saat mendengar ayam berkokok. kehidupan di pedesaan sangat damai dengan alunan suara alam. Mata dengan bulu lentik itu mengerjap, sejenak terdiam untuk mengumpulkan nyawa sebelum menuju kamar mandi.

Ia mengambil ponselnya untuk melihat jam, angka 5 tertera di layar ponsel. masih sangat pagi untuk memulai aktivitas. namun matanya sudah enggan untuk kembali terpejam. Violita menoleh ke arah Amira. gadis itu masih setia dengan mimpinya.

Violita memutuskan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

"Ra bangun uda pagi nich"

Sambil menggosok rambutnya dengan handuk Violita membangunkan sahabatnya.

"Bentar lagi Ta, aku masih ngantuk banget"

Amira menjawab tanpa membuka mata.

"Ra, sarapan disiapkan bik Minah apa kita masak sendiri"

"Berisik banget sich Ta, masih pagi buta uda mikirin sarapan"

Amira terpaksa bangun dan menyandarkan tububnya di ranjang. matanya masih sulit terbuka.

"Ra kita numpang di sini. seenggaknya kita siapin sarapan kek buat om Aldrick. Jadi Om Aldrick tau setidaknya kita cukup tau diri"

Violita menyisir rambutnya kemudia memakai bedak dan lipstik tipis.

"Terserah kamu Ta, kalo mau masak silahkan. kita ke perkebunan juga jam 8 artinya aku masih bisa tidur 1 jam lagi"

Amira kembali merebahkan dirinya untuk bercumbu dengan lelap,Violita menggeleng pasrah.

Gadis itu berjalan menuju dapur, ia memeriksa persediaan bahan makanan di lemari Es. Violita sedikit berfikir akan memasak apa. Ia tidak tau kebiasaan Om Aldrick. untuk bertanya rasanya juga takut.

"Apa yang kamu lakukan di dapur saya sepagi ini" Violita terlonjak kaget mendengar suara yang tiba-tiba. ia membalikkan badannya, melihat Om Aldrick dengan penampilan santai namun cukup rapi.

"Ehmm mau bikin sarapan Om, Om Aldrick mau sarapan apa?"

Ucap Violita dengan jantung yang bergetar hebat.

"Tidak usah repot, silahkan masak untuk kalian sendiri"

Om Aldrick berjalan menuju lemari es kemudian mengambil sebuah Apel. Laki-laki itu juga menuangkan air hangat ke dalam gelas. setelah itu berjalan meninggalkan Violita yang masih terpaku.

"Lama-lama jadi es batu, dingin banget"

Violita mencebik. Tadinya ia ingin mengambil hati Om Aldrick dengan membuatkan sarapan. nyatanya belum memulai sudah di tolak

Violita dengan tidak bersemangat menuju kamarnya, Gadis itu berfikir untuk kembali tidur saja. hilang sudah semangatnya setelah mendapatkan penolakan.

langkahnya terhenti saat melihat Om Aldrick berdiri menghadap jendela yang terbuka. sepertinya ia sedang menikmati matahari yang perlahan terbit.

"Om cuma sarapan buah aja ya"

Violita memberanikan diri untuk mendekat dan mengajak Om Aldrick berbicara. Namun jangan kan menjawab, menoleh pun tidak. Violita menggerutu di dalam hati akan sikap Om sahabatnya itu.

"Om mau ke mana?"

Violita bertanya saat Om Aldrick bergerak membuka pintu, Laki-laki itu menoleh sekilas dan kembali berlalu tanpa menjawab.

"Ampun aku dicuekin mulu. Tapi makin penasaran"

Violita memanyunkan bibirnya.

****

Jam 8 tepat Violita dan Amira tiba diperkebunan teh milik Om Aldrick. Selain memiliki perkebunan teh puluhan hektar dengan ratusan pekerja yang merupakan penduduk lokal Om Aldrick juga mengembangkan pertanian sayuran organik.

Dengan Jeans berwarna pudar dan sedikit sobekan di dengkul dan kaos press body berwarna senada Ditambah rambut yang dikuncir kuda sebenarnya Violita terlihat manis. Namun entah apa yang difikirkan Laki-laki dingin itu hingga ia menatap Violita dengan tajam dan sedikit sinis.

"Ini memang perkebunan. sesekali kalian memang harus turun ke lapangan. tapi tetap saja fokus kalian di kantor mempelajari pengelolaan perkebunan ini. Jadi saya harap berpakaian lah yang pantas. tidak perlu formal yang penting rapi"

Violita menghela nafas perlahan. lagi-lagi dirinya melakukan kesalahan yang membuat Om Aldrick semakin tidak menyukai dirinya.

"Maaf Om, besok akan saya perbaiki"

Laki-laki itu tak menjawab, ia malah mengalihkan pandangannya ke arah Amira.

"Amira, selama disini pastikan kalian fokus belajar dan jaga sikap. Tanyakan apa yang memang kalian perlukan untuk materi perkuliahan kalian"

Om Aldrick mempersilahkan Violita dan Amira untuk keluar dan memulai pekerjaannya. Untuk dua minggu pertama dua gadis itu akan fokus mempelajari tentang pemasaran Produk dua minggu kemudian baru pindah divisi begitupun selanjutnya. Hingga tiga bulan kemudian mereka berharap sudah menguasai pengelolaan perkebunan dari setiap divisi.

"Duh Ra, aku dapat kutukan apa ya. Kayaknya Om Aldrick sebel banget sama aku. aku tu salah mulu di mata dia. jangan gitu dong bang, dedek jadi sedih"

Amira menggeleng-gelengkan kepala mendengar Violita yang tak henti menggerutu.

"Kan uda aku bilang jangan pake baju itu Ta, kamu sich ngeyel"

"Tadinya aku fikir kita mau bantuin metik teh Ra"

Amira tak bisa menahan tawanya mendengar ucapan ngawur sahabatnya.

"Bisa nggak sich Ta sekali-sekali otaknya di ajak berfikir waras.Ngawur aja dech bisanya"

Amira menoyor kepala Violita pelan.

"Sebenarnya Om kamu itu kenapa sich Ra, sejak awal sama aku kayak lihat musuh, di sini juga nggak ada pegawai cewek"

"Nggak usah nanya soal pribadinya Om aku Ta, nanti kena semprot kayak semalam mau?"

Violita menggelengkan kepalanya dengan cepat. ia tidak mau kejadian menakutkan semalam terulang lagi.

Amira dan Violita tiba diruangan Kepala divisi yang akan membimbing mereka. seorang lelaki yang juga tampan dengan wajah ramah yang bersahabat.

"Selamat pagi pak" sapa dua gadis itu sambil membungkukkan badan.

"Selamat pagi, jangan panggil pak ya, panggil kakak saja biar lebih akrab"

Lelaki yang bernama Raka itu tersenyum tulus.

"Oh baiklah kak, sebelumnya perkenalkan saya Amira dan ini sahabat saya Violita yang akan magang di sini selama 3 bulan ke depan.mohon bimbingannya"

"Ya, Kakak sudah diberitahu oleh pak Aldrick tentang kalian. kenalkan nama kakak Raka. Untuk hari ini kebetulan waktunya meyuplai sayuran organik ke supermarket-supermarket di kota. sekarang mari kita lihat kesiapan nya di gudang bagian pengemasan"

Raka memberi kode untuk mengikutinya menuju gudang pengemasan produk.

"Biasanya berapa minggu sekali kak menyuplai produk nya?" Tanya Amira

"Tergantung permintaan dari pihak supermarket tapi biasanya 3-4 hari sekali"

"ada berapa supermarket kak?"

"Kalo sayur Organik karena tidak bertahan terlalu lama jadi kita cuma bisa mengisi Supermarket di kota B ada sekitar 15 supermarket yang bekerja sama dengan kita, sementara untuk teh lumayan luas pemasarannya. hampir seluruh kota di Pulau S."

mereka tiba di gudang pengemasan. berbagai jenis sayuran organik sudah dikemas dengan rapi dan siap dikirim.

"Banyak juga ya kak. Eh Kak Om Aldrick judes nggak sama kakak?"

Raka mengernyitkan keningnya mendengar pertanyaan Violita yang menurutnya cukup aneh.

"Judes? Enggak kok. hanya saja pak Aldrick memang tegas dan tidak banyak bicara. tapi sangat baik dan care pada pegawainya."

Amira menyikut lengan Violita.

"Ta uda dibilangin jangan nanya yang bersifat pribadi. heran dech nggak kapok apa dimarahin om Aldrick"

"Biarin lah Ra, semakin dia kesel sama aku semakin melekat diingatannya tentang aku. lama-lama jatuh cinta, kami menikah, terus aku jadi tante kamu. harus nurut sama tante ya keponakan aku yang manis"

Amira kaget mendengar celotehan Violita yang absurd hingga membuatnya hanya menganga tak mampu mengucapkan kata-kata.

Tiga

Pukul 4 sore Violita dan Amira tiba di rumah, hari ini cukup melelahkan, Mengecek pengiriman sesuai data lumayan menguras tenaga.

"Aku mau berendam air hangat Ra, badan aku pegel semua"

"di kamar mandi dekat dapur ya, aku pake kamar mandi yang ini"

Amira menunjuk kamar mandi yang ada di dalam kamar tersebut.

"Iya, harus ngalah ya secara sama keponakan pemilik rumah"

"Bagus dech kalo tau diri"

Amira terkikik dan langsung lari ke kamar mandi saat melihat Violita yang sedang bersiap akan menjambak rambutnya.

Dengan langkah gontai dan mata sendu menahan kantuk Violita berjalan menuju Kamar mandi yang ada di dapur. Gadis itu sama sekali tidak mempedulikan sekitarnya. yang ada dalam fikirannya adalah merelaks kan tubuhnya dengan berendam air hangat karena Untuk tidur rasanya tanggung karena hari sudah beranjak petang.

beruntung meski di pedesaan dan rumah Om Aldrick cukup sederhana namun fasilitasnya lengkap. Dengan 2 kamar tidur yang masing-masing memiliki kamar mandi yang dilengkapi shower dan bathtub serta kamar mandi di dapur yang juga memiliki fasilitas seperti kamar mandi lainnya.

Setelah selesai mengisi bathtub dengan air hangat dan sabun cair Violita melepaskan pakainnya dan masuk ke dalam bathtub yang sudah dipenuhi busa.

Rasanya sungguh menenangkan, Violita memejamkan matanya menikmati sensasi air hangat yang mengenai kulitnya serta wangi sabun yang memanjakan hidungnya. Hingga tanpa sadar gadis itu terlelap.

****

Aldrick yang hari ini pulang lebih awal segera masuk ke dalam kamarnya. Ia harus menghindari Sahabat keponakannya yang sejak awal cukup mengganggu dirinya. Aldrick memutuskan untuk meminimalisir interaksi dirinya dengan gadis itu.

Aldrick menghempaskan tubuhnya di sofa yang terletak di kamar itu, untuk sekedar menghilangkan penat sejenak sebelum membersihkan tubuhnya.

Aldrick membuka Smartphonenya. Mengecek email untuk memastikan semuanya berjalan lancar dan tidak ada kendala apapun.

Setelah 15 menit berlalu Aldrick memutuskan untuk membersihkan tubuhnya. Laki-laki itu melangkah masuk ke dalam kamar mandi dan melepaskan pakaian yang melekat ditubuhnya, Ia menuju shower dan mulai menghidupkan keran.

Rasa segar mengaliri seluruh tubuhnya saat butiran air mulai menyusuri setiap lekuk tubuh kekar milik Aldrick namun Tiba-tiba mata Aldrick terbelalak saat mendapati sesuatu yang janggal di kamar mandi miliknya, ia dapat melihat seorang gadis yang tak lain adalah Violita meringkuk tengah tertidur di bathtub lebih parah lagi sudah tidak ada lagi busa yang menutupi tubuh gadis itu hingga semua tampak jelas di mata Aldrick. Pria itu membuang mukanya dan segera menyelesaikan mandinya.

'Brengs*k!!'

Aldrick mengumpat menahan kemarahan yang memenuhi hatinya. Ia segera keluar dan menutup pintu kamar mandi itu dengan kencang, berharap gadis yang dirasanya tak tau malu itu terbangun.

Benar saja Violita terkejut dan terbangun dari tidurnya saat mendengar suada hempasan pintu yang sangat kuat.

'Astaga kenapa bisa ketiduran'

Violita bergegas menyelesaikan mandinya. Ia membungkus kepalanya dengan handuk dan memakai kimono untuk menutupi tubuhnya.

Saat membuka pintu kamar mandi Violita mengernyit bingung, Yang tampak bukanlah dapur melainkan sebuah kamar.

"Perasaan dapurnya nggak kayak gini. kapan berubahnya?"

Violita mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan itu. gadis itu terlonjak kaget saat melihat Aldrick duduk di sofa dengan tatapan tajam penuh kemarahan.

"Om ngapain di sini?"

"Kamu yang ngapain di sini, ini kamar saya dan kamu sungguh lancang telah memakai kamar mandi saya tanpa sepengetahuan saya."

"Apa?!! ma-maaf om aku nggak sengaja aku kira ini kamar mandi dapur"

Violita mengutuki dirinya sendiri, ia merasa benar-benar bodoh bisa salah masuk kamar mandi.

"Cepat keluar!"

Violita berjalan tergesa menuju pintu dan keluar kamar itu dengan setengah berlari. Ia merasa sangat takut sekaligus malu.

Violita tak habis fikir kenapa bisa sebodoh ini. mungkin karena terlalu lelah seluruh akal sehatnya tengah melanglang buana hingga tidak menyadari bahwa ia berjalan ke arah yang salah, bukan menuju dapur melainkan kamar om Aldrick. Violita merutuki dirinya yang tidak menyadari kesalahannya itu.

"Lama banget Ta berendam nya. jangan-jangan ketiduran ya?"

Ucap Amira yang sedang asyik memainkan ponselnya.

"Iya aku ketiduran"

Jawab Violita dengan nada datar. ia kemudian menelungkupkan wajahnya ke bantal dan berteriak sambil memukul-mukul bantal tersebut

Amira melotot heran melihat kelakuan sahabatnya.

"Kamu kenapa Ta?"

Amira menggoyang-goyangkan tubuh sahabatnya. Violita mengangkat wajahnya yang memerah. ia menatap ke arah amira dengan bibir mencebik memohon belas kasihan.

"Aku malu Ra, huaaa aku bodoh banget"

Amira mngangkat alisnya, seolah meminta penjelasan lebih lanjut

"Bodoh banget aku Ra, aku bukan berendam di kamar mandi dapur tapi di kamar Om Aldrick. Huhuhu"

Violita menutup wajahnyanya kembali dengan bantal

"Ha?!! Kok bisa?"

"Aku ngga tau Ra, tau-tau aku terbangun pas dengar suara pintu dibanting. yaudah aku bilas, eh pas keluar kamar mandi bukannya di dapur malah kamarnya Om Aldrick"

"Ya ampun aneh banget kamu tuh. arah dapur sama kamar Om Aldrick aja uda beda masa bisa salah"

"Eh tunggu Ra, tadi pas aku keluar kamar mandi Om Aldrick uda duduk di sofa, mukanya marah banget, Om Aldrick pakai Kimono dan rambutnya basah. itu artinya.... huaaaaa aku bodoh! aku malu"

"Apaan sich ta aku nggak ngerti"

"Artinya Om Aldrick uda masuk ke kamar mandi itu, dia uda mandi dan... dan... Pas aku bangun busa di bathtub uda ilang itu artinya Om Aldrick uda lihat semuanya"

Saking kesal dan malu Violita mengeluarkan air mata. tak henti ia memaki dirinya sendiri atas kebodohannya.

Amira bingung harus bicara apa, di satu sisi ia kasihan atas kejadian naas sahabatnya. namun di sisi lain dirinya ingin tertawa atas apa yang menimpa Violita tersebut.

Sementara Aldrick masih mengepalkan tangannya dengan kuat, ia masih marah atas kelakuan Violita yang sangat lancang memakai kamar mandi miliknya. Gadis itu terlalu berani.

Aldrick terlihat mengotak atik ponselnya dan melakukan panggilan pada sebuah nomor.

"Setelah membersihkan kamar kenapa tidak dikunci kembali" Suara Aldrick terdengar menakutkan.

"Ma-maaf Tuan, tadi saya buru-buru karena ada telfon dari rumah bahwa anak saya di bawa ke rumah sakit karnea jatuh dati motor"

Suara bik Minah terbata antara takut akan kemarahan majikannya dan perasaan sedih karena anaknya masih dalam kondisi kritis.

Kemarahan yang memuncak di kepala Aldrick seketika menghilang mendengar musibah yang di alami bik Minah.

"Sekarang bagaimana kondisi anak bik Minah?"

Nada suara Aldrick sedikit melembut"

"Masih kritis tuan"

Bik Minah akhirnya terisak. tak mampu menahan beban berat yang sedang ia rasakan.

"Sebaiknya pindahkan ke rumah sakit di kota. Asisten saya akan segera ke sana untuk mengurusi semua nya"

"Terimakasih tuan, anda sungguh baik sekali. semoga Tuhan membalas semua kebaikan tuan" Bik Minah semakin terisak ia sangat bersyukur memiliki majikan yang

baik hati seperti malaikat, meski sang majikan tampak judes dan irit bicara.

Tanpa menjawab Aldrick mematikan telfonnya. ia segera menghubungi asistennya untuk mengurus semua keperluan kepindahan anak bik Minah ke rumah sakit di kota.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!