Bel istirahat pun berbunyi mereka pun berhamburan keluar dari kelas masing-masing dan mereka akan ke kantin sebagian besar dari siswa atau siswi. Mario, Kevin dan Juan selalu menjadi pusat perhatian kaum hawa dikarenakan pesona mereka yang begitu sangat tinggi sekali atau begitu besar sekali menarik perhatiannya. Tidak cuma hanya ganteng dan penampilan mereka yang sangat modis itu yang membuat mereka mengila-gilai 3 cowok ganteng ini. Kadang kala mereka menikmati kepopuleran tersebut terutama Mario geng atau ketua geng mereka. Mereka memutuskan untuk duduk di depan kelas mereka mengangkat satu kaki ke bagian paha kiri dan kaki kiri pun menanjak ke bawah. Mereka membiarkan berlalu lalang orang-orang yang ada di lapangan atau arah ke kantin. Vita melintas tak jauh dari langkah mereka. Mario hanya bisa diam saja dan tak ada saling sapa satu sama lain lagi karena hubungan mereka sudah tidak ada terjalin kembali.
"Lo udah putus ya sama Vita?" Kevin melihat ketika Mario tak membuka chatting-an lagi biasanya ketika waktu masih pacaran dengan Vita bucinnya bukan main.
Tebersitlah pertanyaan di benaknya.
"Iya gue udah putus sama dia, gue yang putusin dia karena dia selingkuh sama cowok yang lain, gue pikir dia cewek setia ternyata dia selingkuh. Dan kita juga sering berantem banget makanya mungkin kita nggak cocok aja gitu buat pacaran."
"Perasaan enggak deh mungkin karena lo aja kali yang terlalu berlebihan berfikir. Kalau menurut gue sih kurang apalagi udah cantik, tajir bahkan hits banget di sekolahnya ini. Emang mau kayak gimana sih Mario bos yang paling ganteng di geng kita?" Tepuk Kevin dibahu Mario.
"Ya gue pengen cari yang lebih daripada si Vita. Ngomongin hal yang gak penting banget soal mantan."
Tania, Sekar dan Giska mereka baru saja keluar dari kantin dan ingin menuju ke kelas. Mereka tiga serangkai yang selalu saja dibully karena penampilan mereka yang sangat jadul dan sangat tidak kekinian sekali bahkan mereka ketika ke kantin itu pun di saat kantin sepi dan di saat semua orang sudah balik ke kelas. Awalnya mungkin mereka merasa minder dan tidak percaya diri yang sangat tinggi tapi karena mereka ada temannya untuk barang-barang bersama maka mereka bisa mencoba untuk menaikkan kepercayaan diri mereka walaupun banyak sekali yang masih membully mereka.
Berawal dari sebuah candaan dari mereka berdua tercetuslah salah satu diantara mereka yaitu dari Kevin, seseorang atau seorang perempuan di depan mereka bersama 3 sahabatnya juga. "Lo berani gak buat deketin cewek kalau berani sih bagus?" Ucapnya seperti itu yang membuat Mario seakan tertantang dengan ucapan Kevin.
"Maksud lo apaan gue nggak ngerti sama sekali."
"Lo bisa nggak deketin cewek yang ada di tengah itu. Dia Tania cewek cupu dan cewek biasa aja yang mungkin bukan tipe lo banget enggak, tapi gue pengen nantangin apakah lo bisa jadi pacar dia atau lo jadiin dia pacar lo? Gimana lo berani nggak buat jadiin taruhan ini."
"Loh kok jadi tiba-tiba taruhan sih gimana sih?" Mario seakan bingung dengan ucapan Kevin.
"Ya gue cuma pengen tau aja apakah lo bisa deketin cewek kutu buku dan cewek sederhana itu?"
"Buat terima tantangan gue? Apapun yang gue mau pulang harus turutin dan begitupun sebaliknya apapun yang lo mau gue bakalan kasih ke lo? Juan deh yang jadi saksinya diantara kita? Aku mau juga?" Pertanyaan itu ia lempar kembali kepada Juan.
"Kenapa lo tiba-tiba ngomong kayak gini padahal nggak ada angin nggak ada hujan semuanya bakalan biasa-biasa aja kok?"
"Penasaran aja sama cewek orang yang bukan pada cupu nah gue pengen cowok populer kaya itu apakah bisa ngedapetin cewek cupu kayak dia atau malah lo kalah sama perempuan kayak gitu?"
Karena gengsi Mario pun mengiyakan taruhan dari Kevin dan menyetujuinya. "Oke deh kalau gitu gue terima tantangan lo!"
"Oke deh kalau gitu, deal ya!" Mereka pun bersalaman dan Juan sebagai saksi di antara mereka berdua.
***
Tania merasa kalau misalkan geng Mario sedang memperhatikannya ketika tadi melintas di depan mereka menuju ke kelas. Namun ia tak mau merasa kepedean terlebih dahulu mungkin saja mereka menghadap ke depan bukan menghadap ke arahnya dia merasa sama sekali tak percaya diri padahal ngapain juga mereka dan nggak akan pernah mungkin juga geng Mario memperhatikan mereka bertiga karena siapa sih mereka bertiga. "Pikirnya seperti itu.
"Woi lo ngapain diem aja dari tadi?"
"Kalian ngerasa nggak sih kalau misalkan geng Mario itu ngeliatin kita dari tadi pas kita balik dari kantin terus kita menuju ke kelas?"
"Kayaknya iya sih tapi gue nggak mau kepedean juga mana mungkin sih geng Mario ngeliatin kita yang cukup begini mereka kan ganteng-ganteng?" Masuk akal juga ucapan dari Sekar yang menyadarkan pikiran berlebihan Tania.
***
Akhirnya pulang sekolah pun tiba, Kevin mengulang kembali ucapan ketika jam istirahat tadi. Tentang sebuah taruhan! "Jadi gimana jadi nggak buat bikin taruhan ini? Gue janji deh apapun yang lo mau nggak bisa dapetinnya! Tapi kalau misalkan lo gagal apapun yang gue mau gue bakalan ngedapetin apa yang gue pengen dari gimana apakah lo bersedia?"
"Iya gue bersedia."
Kevin menunjukkan Tania yang hampir keluar dari gerbang. "Maksud lo apa gue nggak ngerti deh?"
"Lo bisa mulai dari sekarang taruhan itu selama dalam waktu 1 bulan harus bisa dapetin hatinya dan ketika dia udah jatuh cinta lo harus putusin dia!"
"Kalau udah gue putusin terus gimana? Gue sama sekali nggak ngerti deh maksud taruhan lo tuh kayak gimana cara mainnya?"
"Maksud gue adalah ketika sudah 30 hari dia udah jatuh cinta lo harus putusin dia. Dan ketika lo putusin dia lo jangan sampai jatuh cinta kalau misalkan lo jatuh cinta itu tandanya lo harus kasih apapun yang gue mau dan tandanya lo kalah. Ngerti kan maksud gue apa?"
"Oke gue jamin gue bakalan nggak jatuh cinta. Dan lo siap-siap aja lo harus kasih apapun yang gue mau."
"Oke." Kevin pun mengangguk. Yakin sekali kalau misalkan Mario akan gagal karena ketua geng nya kali ini itu merupakan cowok bucin jadi di sekolahan itu akan diterima oleh Mario prediksinya seperti itu.
Karena ini adalah hari pertama untuk memulai taruhan itu Mario pun memanggil Tania untuk pulang bareng hari Ini pertama kalinya.
Kira-kira Tania bakalan mau ya buat pulang bareng sama Mario? Jangan lupa buka di bab selanjutnya ya!
Mario pun langsung saja mengejar Tania di depan pintu gerbang. Tania terkejut sekali dengan kehadiran Mario ketua geng yang selama ini sangat populer di sekolah. "Lo pulang ya? Mau bareng enggak sama gue soalnya kebetulan motor gue nggak ada tumpangan?" Ia begitu grogi sekali ketika mengajak Tania padahal biasa saja.
"Maksud lo apa sih gue nggak ngerti sama sekali? Nggak salah nih ngajakin pulang bareng? Sepertinya lo salah orang gue duluan ya." Sahutnya yang menggeleng kepala seakan-akan Mario sedang bercanda. Tapi Mario tidak menyerah begitu saja ia pun mengajar Tania agar targetnya kali ini mengikuti kemauannya.
"Enggak kok gue gak bercanda gue serius, takut lo balik sama gue!" Dia menaikkan alisnya sedikit naik ke atas karena tak ada maksud apa-apa dan Tania pun mungkin menganggap itu adalah hal biasa dan karena bisa saja Mario berubah menjadi orang yang baik itulah pikiran saat ini di benak Tania.
"Ya udah deh gue mau pulang sama lo, tapi pas udah sampai langsung aja ya pulang." Dengan berpikir singkat Tania pun mengiyakan ajakan pulang bareng dengan Mario.
Mario pun senang sekali ketika mendengar sahutan dari Tania ya ini adalah awal untuk membuktikan kalau misalkan cewek cupu seperti Tania bisa dikelabui dan ia akan menang dari taruhan bersamanya. "Kayak gue dipikirnya gue nggak bisa apa untuk dapetin cewek cupu kayak gini gue bisa lah gue mah apapun bisa." Batinnya seperti itu.
Hampir kaum hawa yang ada di sekolahan pertemuan dengan cowok ganteng di sekolah mereka bisa bareng sama cewek seperti Tania. Sama sekali tak ada yang menyangka dan ini adalah kejadian nyata seperti gerhana bulan yang hanya datang beberapa tahun atau puluhan tahun kemudian. Bisik-bisik diantara mereka adalah hal yang sangat wajar karena ini adalah geng sekolah cowok tampan yang biasa pacaran sama cewek cantik yang sederajat dengan penampilannya itu yang membuat mereka tercengang. Apalagi seperti yang mereka tahu Mario sama sekali cowok yang pemilih dengan cewek yang cantik rata-rata yang jadi pacarnya adalah cewek-cewek cantik modis dan cewek-cewek yang yang sepadan di hadapannya atau di sampingnya. Awalnya Tania merasa risih tapi karena mungkin ia tidak berpikiran negatif tentang Mario apapun yang dilakukan nantinya kedepan ia santainya langsung saja naik ke motornya.
"Udah siap?" Motor pun dijalankan ketika Tania sudah menjawab siap.
"Nggak tadi mereka ngeliatin kita kayak gitu banget padahal mah pulang sekolah biasa aja ya boncengan."
"Ya iyalah gue kan pulang sama geng sekolah yang paling ganteng ya jelas mereka kayak kaget gitu sama cewek cupu kayak gue!"
"Lo gak usah kaku-kaku banget sama gue lo pasti kaget banget kan kalau misalkan gue ngajakin lo pulang bareng?" Ucap Mario yang mengendarai motornya.
"Tapi kenapa ya lo ngajakin gue pulang bareng padahal lo kan populer di sekolah?" Yes pertanyaan yang sangat bagus, ini adalah pertanyaan yang sangat wajar yang dilontarkan oleh Tania kepada Mario kenapa tiba-tiba bisa ngajakin pulang bareng padahal nggak ada angin nggak ada hujan mereka tidak pernah saling sapa satu sama lain bahkan melempar senyum satu sama lain aja tidak.
"Ya enggak papa gue pengen berubah aja menjadi yang lebih baik gue pengen belajar dan gue pengen lulus dengan yang orang tua gue harapkan sebentar lagi kan kita bakalan semester 2 gitu jadi gue pengen belajar dan kebetulan lo juga pintar mungkin aja kita bisa belajar bareng."
"Bener juga sih." Jawaban yang sangat singkat tapi mendominankan segalanya.
"Oh ya kapan-kapan gue boleh nggak ke rumah lo nanti? Soalnya gue pengen belajar aja gitu di rumah lo atau misalkan lo ke rumah gue aja buat belajar eh ngajarin gue maksudnya?"
"Boleh kok."
"Lo jangan sungkan-sungkan aja sama gue!"
"Tumben banget sih dia kayak gini!" Di dalam memori Tania bahwa Mario itu adalah sosok yang sangat cool tapi kenapa bisa seramah ini? Dan kenapa bisa saat ini kalau diajak ngobrol dan baru ia ketahui sekarang.
"Ini belok mana ya habis ini keasikan ngobrol nih kita jadi lupa deh rumah lo."
"Habis ini belok kanan terus berhenti di depan aja ya soalnya kalau misalkan masuk ke dalam rumah takutnya lo kaget dengan keadaan rumah gue."
"Kenapa jadi gue kaget emang rumah lo berhantu?"
"Rumah gue biasa aja dan sangat sederhana dan mungkin lo baru pertama kali melihat rumah yang paling biasa banget daripada rumah-rumah yang lo lihat selama ini." Bukannya untuk merendah tapi ini memang kenyataannya dan faktanya.
***
Sampailah di depan rumah Tania ia pun melepas helm yang sengaja Mario bawa dari rumah. "Oh ini rumah lo ya?"
"Iya ini rumah gue kenapa? Maaf ya kecil?"
"Ya nggak papa kok santai aja."
"Makasih banyak ya udah nganterin sampai rumah."
"Sama-sama." Sahut Mario. Melihat rumahnya saja ia begitu tak ingin menjadikannya sebagai pacarnya. Padahal yang dilihat bukan dari bentuk rumahnya atau semewah rumahnya tapi dari kepribadian dari orang tersebut. Penilaian Mario sungguhlah pilih-pilih bahkan untuk mengenal seseorang harus dari rumahnya dan penampilan seseorang tersebut sungguh egois dan tak masuk akal bukan? Bahkan ketika mengenal Vita pun Mario menilai dari sana makanya hubungan mereka waktu itu langgeng tapi sekarang malah bubar gitu aja dan Mario tidak belajar dari kegagalan yang kemarin bahwa cinta tidak berdasarkan dari rumah atau penampilan tapi cinta berdasarkan dari sesuatu hal yang mungkin tidak dilihat dari sudut pandangnya.
"Gue sama sekali nggak nyangka bisa pulang bareng sama Mario cowok geng sekolah yang selama ini gue kagumi." Batinnya dalam hati ternyata Mario tidak angkuh itu bahkan ketika tadi di motor mereka berbicara dengan bahasa-bahasa yang mungkin tidak disangka sebelumnya. Namun Vania tidak berbangga hati bisa saja ini hanya kebetulan dan hanya perubahan dari Mario itu sendiri selama ini yang dikenal sebagai cowok arogan dan hanya memilih milih teman. Ia pun masuk ke dalam rumah mengucapkan salam terlebih dahulu dan melepas sepatu dan kaos kaki menaruhnya ke pinggiran pintu atau di samping jendela. Ia pun masuk ke dalam rumah mengucapkan salam terlebih dahulu dan melepas sepatu dan kaos kaki menaruhnya ke pinggiran pintu atau di samping jendela.
"Kenapa kok wajahnya kayak senang banget gitu? Tadi mama kaya nggak denger suara motor udah? Siapa yang nganterin?" Tania terdiam sejenak ia tak mau mengatakan kalau misalkan ini diantar sama cowok bisa-bisa mama salah sangka.
"Enggak mah cuma teman. Mah aku masuk dulu ya ke kamar buat ganti baju udah gerah banget nih."
Kira-kira Tania cerita nggak ya sama kedua temannya atau sahabatnya? Mereka bakalan kaget dengan apa yang tanya ceritakan? Jangan lupa mampir di bab selanjutnya ya!
"Gue yakin banget kalo misalkan Tania itu senang banget gue jemput, soalnya kan biasanya cewek itu kayak gitu suka gengsi padahal senang banget kumpul sama cowok apalagi cowok yang ngejemput keren kayak gue gini." Mario dengan pedenya merapikan bajunya di depan cermin untuk menjemput Tania demi misi mengalahkan tantangan dari Kevin.
Kali ini ia berangkat jauh lebih awal karena sebelumnya ia harus menjemput Tania terlebih dahulu baru mereka berangkat bareng-bareng ke sekolah.
Sampai di meja makan ia pun langsung saja pergi begitu saja tanpa bersalaman sama sekali padahal kedua orang tuanya pun duduk di meja makan. Ini adalah kebiasaan yang tidak baik yang patut dicontoh. "Kamu nggak salaman dulu sama papah?"
"Udah telat nih mah aku berangkat dulu ya." Mama hanya bisa menggeleng dengan sikap anaknya yang tidak sopan seperti ini dan papah juga sudah enggan sekali menasehatinya karena hampir setiap hari terjadi dan terjadi lagi.
Suara motor terdengar dari luar Tania pun melirik gorden jendela ternyata orang yang ada di luar adalah Mario. Terkejut sekali kenapa tiba-tiba Mario di depan rumah padahal ia sama sekali tak menyuruhnya untuk minta jemput. Rupanya mama sudah membukakan pintu untuk Mario dan menyuruhnya untuk masuk ke dalam rumah untuk menunggu Tania. "Silahkan duduk Tania lagi di kamar buat siap-siap." Mario pun duduk di ruang tamu menunggu Tania.
Tania mengambil tasnya lalu keluar dari kamar membuka pintu gagang kamar tersebut. "Kok bisa ada di sini sih nggak kasih tahu dulu jemput?"
"Gimana mau kasih tahu gue aja enggak punya nomor lo? Bener kan gue enggak punya nomor?"
"Ya udah yuk berangkat. Mah berangkat dulu ya mah." Tania selalu diajarkan untuk bertatakrama kepada orang tuanya bahkan siapapun yang lebih tua darinya agar sopan santun ini terus dilestarikan kepada siapapun dan generasi selanjutnya dan ketika nanti ia menikah ia tidak canggung lagi untuk menjalankan sopan santun kepada orang tua dan hormat kepada orang tua yang telah melahirkan. Mario sama sekali tak pernah bersalaman kepada orang tuanya bahkan ketika mereka berdampingan atau bersebelahan sama sekali tak ada kebiasaan seperti ini padahal kebiasaan tersebut adalah kebiasaan yang sangat sederhana tapi makna yang sangat luar biasa Untuk dijalankan yang sangat jarang sekali untuk dilakukan di generasi sekarang ini.
"Ya udah ya tante kita berangkat dulu assalamua'laikum." Mama Tania mengantarkannya ke depan halaman.
***
Pagi ini begitu cerah sekali dan udara pun juga begitu sejuk sekali untuk dinikmati. "Kalau diam aja sih dari tadi nggak ngomong apa-apa emang gue patung apa di diemin?"
"Nggak kok nggak papa, gue cuma bingung aja kenapa sih cowok sekarang lo mau berteman sama gua yang cupu kayak gini?"
"Apaan sih nggak jelas banget nanya!" Lain dimulut lain dihati, kalau bukan urusan taruhan nggak akan pernah mungkin juga bisa ngejemput jauh-jauh dari sini.
"Sorry banget ya gue nggak kasih tahu lo dulu buat ke rumah lo soalnya gue kan enggak punya nomor lo."
"Iya nggak papa kok, kayaknya berhenti di sini aja deh enggak usah di depan pintu gerbang sekolah soalnya nggak enak aja sama temen-temen yang lain takutnya mereka salah sangka sama kita."
"Loh kenapa emang urusan mereka ini kan kita yang ngejalanin?"
"Ya udah lo ikutin aja gue ya gue nggak peduli mau mereka ngatain kek apa kek gue nggak peduli." Sahut Mario yang begitu santai sekali menanggapi ajakan dari Tania.
Ketika motor masuk kedalam pintu gerbang sekolah semua orang pasang mata tergigit sekali dengan kehadiran mereka berdua yang berangkat ke sekolah bareng di pagi hari ini. Mereka berbisik untuk menceritakan gosip yang sangat hangat untuk diperbincangkan. "Kok bisa ya mereka sedekat itu sekarang bukannya Mario itu ganteng banget apa gara-gara dia putus terus berubah jadi kayak gitu seleranya rendah banget sih beda banget sama cewek yang kemarin putus itu."
"Iya yah kok jadi kayak turun kamar gitu sih dia mau banget sama cewek cupu modern Tania."
Tania pun hanya bisa menjadi pendengar ia tak mau menggubris ucapan-ucapan mereka. "Ya udah kalau kayak gitu gue masuk dulu ya."
"Loh kok nggak bareng sama gue sih bentar dulu gue taruh dulu di parkiran. Lo bisa tunggu di sana di dekat pohonnya." Dia pun mengangguk menunggu di bawah pohon.
Jantung Tania berdegup lebih kencang sekali ia akan malu ketika motor Mario masuk ke dalam pintu gerbang sekolah bahkan pasti ada cibiran-cibiran dari kaum hawa yang ngata-ngatain dan tambah dibully pula. Menurutnya mereka berdua tuh beda kasta dan nggak akan pernah sama.
***
Kevin dan Juan melihat Mario yang sudah berani menjemput Tania ternyata misi itu dilaksanakan dan tak main-main oleh Mario sendiri. "Berani juga ya Mario buat ngedeketin si cewek cupu itu."
"Ya iyalah dia berani dia mah ngelakuin apapun berani. Lo aja yang nantangin aku yakin dia bakalan dapetin Tania dengan cepat."
"Buset udah maju aja nih 1 langkah. Berani juga ya lo jemput dia ke rumahnya!" Kevin bangga dengan sikap Mario yang gentleman banget padahal selama ini pilihan Mario kepada cewek-cewek cantik dan sekarang sedikit berbeda perempuan cupu sederhana yang ditantangnya untuk mendekatinya dan sebagai hadiahnya apapun yang diinginkan oleh Mario maka ia akan memberikannya.
"Ya iyalah gue berani cuma tantangan kecil kayak gitu doang apalagi cuma 30 hari gampang lah buat gue dapatnya apa yang lo mau termasuk lo harus ingat ya janji lo kemarin?"
"Tenang aja gue bakalan kasih apapun yang lo mau tapi kalau misalkan dalam waktu 30 hari lo nggak berhasil siap-siap lo harus kasih apapun yang gue mau."
Sampai di kelas tidak sampai di sana saja ceritanya, Sekar dan Giska pun sekali dan mereka ka-bar tanya langsung kepada Tania. "Kok bisa sih kemarin itu bareng sama Mario? Dan sekarang lo berangkat bareng sama dia lo pakai dukun siapa sih kok manjur banget?"
"Apaan sih? Siapa juga yang pakai dukun?" Tania menaruh tasnya lalu ia duduk di bangkunya.
"Mana gue tahu dia yang ngajakin gue pulang bareng kemarin dan sekarang yang lagi tadi tiba-tiba ada di rumah gue di depan rumah gue ngajakin gue buat berangkat bareng ya udah gue mau aja. Dia pengen berubah katanya menjadi yang lebih baik ya udah deh gue mau aja jadi teman dia kan kita satu sekolah juga nggak boleh berpikiran yang aneh-aneh." Sepositif itu Tania berpikir. Berbeda dengan kedua temannya yang menganggap aneh dan langka karena selama ini seperti mereka tahu Mario tidak pernah bersikap seperti ini dengan cewek-cewek cupu atau orang-orang yang tidak selevel dengannya.
"Awas lo dia mainin lo doang dan bikin mau taruhan bisa-bisa lu sakit hati tau nggak sih deket sama dia. Gue nggak yakin aja kalau misalkan dia tuh beneran mau berteman sama lo pasti ada apa-apanya deh gue yakin banget."
"Iya Tan gue kayaknya ngerasa dia tuh nggak beneran terus temenan sama lo deh tuh harus hati-hati ya sama dia mana mungkin sih cowok kaya dan cowok populer kayak gitu mau berteman sama kita yang cupu begini."
"Iya gue tahu kok makasih ya kalian udah peduli banget sama gue selama ini gue tambah sayang deh sama kalian."
"Semoga aja lo nggak jatuh cinta ya sama dia. Gue nggak akan biarin dia nyakitin lo sahabat gue. Sampai dia nyakitin loh gue bakalan ngelakuin apapun buat bikin dia sakit hati balik."
"Em, ya ampun gue terhura deh!"
"Gue serius gue nggak bercanda!" Sahutnya terima mendengar Tania menanggapinya dengan begitu santai sekali.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!