NovelToon NovelToon

Luka Hati Bunga

1 ( Bunga )

Seperti namanya, Bunga memang gadis yang cantik. Kecantikan yang alami bukan karena polesan. Namun sayang Bunga tak bisa mengekspos kecantikannya itu. Selain karena ketiadaan uang untuk membeli make up yang bisa menunjang kecantikannya, Bunga memang gadis yang tak pandai berdandan.

Penampilannya memang terkesan urakan.

Setiap hari Bunga hanya mengenakan baju casual berupa T-shirt lengan pendek dan celana panjang. Bunga memiliki rambut panjang yang indah. Namun karena jarang disisir dan sengaja dibiarkan tergerai, kadang digulung sembarangan, membuat mahkota kepalanya itu terlihat kusut. Sebuah topi yang juga kadang lusuh, nangkring di atas kepalanya menjadi pelengkap penampilan Bunga. Out fit yang Bunga kenakan itu lah yang membuatnya jauh dari kata menarik.

Penampilan Bunga berbanding terbalik dengan saudari tirinya yang bernama Melati. Konon katanya Melati adalah anak ayah Bunga dari istri yang lain.

Usia Melati dan Bunga hanya terpaut tiga bulan saja. Itu karena saat Bunga berada dalam kandungan ibunya yang bernama Sonia, ayah Bunga yang bernama Johan menikahi wanita selingkuhannya bernama Alin.

Saat pernikahan Johan dan Alin terjadi Sonia sedang hamil lima bulan, sedangkan Alin hamil dua bulan.

Karena sakit hati dan kecewa atas penghianatan suaminya, Sonia pun jatuh sakit lalu meninggal dunia dua hari setelah melahirkan Bunga.

Sebulan lebih bayi kecil yang dilahirkan Sonia dibiarkan terlantar di Rumah Sakit. Beruntung, dokter Maya yang membantu persalinan Sonia mau mengurus bayinya. Dan kemudian dokter baik hati itu memberi nama Bunga untuk bayi Sonia.

Dokter Maya sangat menyayangi Bunga. Jika tidak terikat peraturan Rumah Sakit, rasanya dokter Maya ingin membawa Bunga tinggal bersamanya.

Saat usia Bunga empat puluh tiga hari, Johan datang ke Rumah Sakit. Johan bermaksud menjemput Bunga untuk dibawa pulang ke rumah. Dokter Maya yang merawat Bunga pun menanyakan alasan Johan memaksa membawa Bunga pergi setelah sebulan lebih menelantarkannya di Rumah Sakit.

Alasan yang dilontarkan Johan sangat menyakitkan untuk didengar. Ayah Bunga beralasan, warisan ibu Bunga hanya bisa dinikmati jika Bunga tinggal bersamanya.

Dokter Maya tak bisa berbuat apa-apa saat itu, dan hanya bisa memandangi kepergian Bunga dengan perasaan sedih luar biasa.

Selama bertahun-tahun Bunga dibesarkan dalam lingkungan yang tak sehat karena tak seorang pun menginginkan kehadirannya. Meski pun Bunga ada dalam pengawasan ayahnya, tapi hidupnya sama sekali tak bahagia.

Johan sangat berbeda membagi kasih sayang pada kedua putrinya itu. Johan sangat memanjakan Melati dengan harta kekayaan milik Bunga yang diwariskan almarhumah Sonia. Tapi Johan akan bersikap pelit dan mempersulit pengeluaran jika itu berkaitan dengan Bunga.

Ibu tiri Bunga yang bernama Alin, juga wanita yang sangat serakah. Dia menguasai harta milik Bunga dan menggunakannya untuk kesenangan pribadi.

Jadi, meskipun kaya raya karena warisan ibu kandungnya, tapi Bunga tak pernah bisa menikmati kekayaan yang memang miliknya itu sejak lahir hingga dewasa.

\=\=\=\=\=

Siang itu Bunga sedang berjalan di atas trotoar sambil memainkan kayu yang ada di genggaman tangannya. Bunga terkejut saat sebuah mobil tiba-tiba berhenti tepat di sampingnya.

" Bunga. Kamu Bunga kan ...?" sapa seorang wanita cantik dari dalam mobil.

" Iya. Maaf, Ibu ini siapa ya. Kok bisa kenal sama Saya ...?" tanya Bunga heran.

" Saya Sandra, adik kembar Ibumu Bunga ...," sahut wanita itu dengan mata berkaca-kaca.

Kemudian Sandra turun dari mobil lalu segera memeluk Bunga. Bunga pun hanya diam mematung dalam pelukan Sandra. Ada perasaan nyaman yang aneh yang membuat Bunga betah berada di dalam pelukan wanita itu.

Beberapa saat kemudian Sandra mengurai pelukannya lalu mengamati penampilan Bunga dari atas kepala hingga ujung kaki. Kening Sandra berkerut seolah memperlihatkan kemarahan di wajahnya.

" Jadi ini yang Johan lakukan padamu dan Ibumu ...?!" tanya Sandra.

" Maaf Bu. Saya ga kenal sama Ibu, jadi tolong jangan sok tau. Apalagi ngaku-ngaku kenal sama Ayah dan Ibu Saya !" kata Bunga dengan nada suara agak tinggi hingga membuat Sandra tertegun.

Setelahnya Bunga berlari cepat meninggalkan Sandra yang masih terkejut karena baru saja 'dibentak' oleh gadis yang dia akui sebagai keponakannya itu.

Sandra melepas kepergian Bunga dalam diam. Dia sengaja tak mengejar Bunga karena ingin memberi ruang pada gadis itu agar bisa menerimanya nanti.

Tak lama kemudian Sandra kembali masuk ke dalam mobil lalu bergegas meninggalkan tempat itu.

Sementara itu Bunga masih terus berlari tanpa sekali pun menoleh. Setelah lelah berlari, akhirnya Bunga berhenti di sebuah tanah kosong. la melangkah ke sebuah pohon yang tak jauh dari trotoar lalu duduk di sana.

Bunga nampak menyandarkan tubuhnya ke batang pohon sambil memejamkan mata. Bunga pun teringat pelukan hangat yang baru saja diterimanya dari Sandra. Bunga meraba kedua lengannya, mencoba meresapi hangat yang tersisa di sana.

Sesaat kemudian Bunga menutup wajahnya lalu menangis. Saat itu Bunga tak tahu untuk apa dia menangis dan kenapa.

Setelah puas menangis, Bunga pun bangkit berdiri lalu bergegas meninggalkan tempat itu.

\=\=\=\=\=

Setengah jam kemudian Bunga tiba di halaman rumah milik almarhumah ibu kandungnya. Setelah menutup pintu gerbang, Bunga pun melangkah ke dalam rumah melalui pintu samping. Bunga memang selalu lewat pintu samping karena pintu utama terlarang untuknya. Alin lah yang membuat peraturan itu dan Bunga hanya mengikuti.

Belum sempurna langkah Bunga memasuki rumah, tiba-tiba suara klakson mobil yang saling bersahutan terdengar memekakkan telinga. Bunga tahu itu adalah suara mobil teman Melati. Bunga pun menyingkir lalu bersembunyi di balik pintu.

Dari balik pintu Bunga mencoba mencari tahu kegaduhan apa lagi yang akan dibuat oleh Melati dan teman-temannya kali ini.

Melati yang setengah mabuk pun turun dari mobil diantar pacarnya. Pakaiannya terlihat acak-acakan dan tubuhnya sempoyongan. Sesaat setelah kaki Melati berhasil menjejak lantai, mobil teman Melati pun segera melaju meninggalkan tempat itu diiringi lambaian tangan Melati.

Dengan tubuh sempoyongan, Melati berbalik lalu melangkah menuju pintu. Setelahnya Melati menggedor pintu rumah sambil berteriak memanggil asisten rumah tangga.

" Mbookk ..., buka pintunya cepetan ...!" kata Melati lantang.

Tapi bukan Mbok Min yang keluar, melainkan Johan.

" Eh Papa. Kok ada di rumah jam segini ...?!" tanya Melati sambil berusaha berdiri tegak.

Melihat Melati dengan penampilan kusut dan tubuh sempoyongan membuat Johan murka lalu melayangkan tamparan keras di wajah gadis itu.

" Plaaakk ...!"

Akibat tamparan Johan, Melati pun terpelanting jatuh ke lantai. Melati masih berusaha mencerna apa yang terjadi dan bahkan belum sempat mengaduh saat Johan menarik rambutnya dengan kasar. Ya, Johan menjambak rambut Melati lalu menariknya ke dalam rumah. Melati pun meraung kesakitan karena mendapat perlakuan tak biasa dari sang papa.

" Aduuhh ... sakiitt. Ampun Paaa ...," rintih Melati sambil menangis.

Johan mengabaikan rengekan Melati dan terus menarik rambut gadis itu hingga ke ruang tamu. Bisa dibayangkan sakit yang dirasakan Melati saat itu mengingat jarak teras rumah ke ruang tamu cukup jauh. Apalagi semua ruangan di dalam rumah itu berukuran lumayan besar.

Rasa sakit dipipi ditambah jambakan sang papa pada rambutnya, membuat Melati tersadar seketika dari mabuknya. Dia mencoba mendongakkan wajahnya untuk bertanya kenapa sang papa memukulnya.

Namun belum sempat Melati bertanya, Johan mulai memukulinya tanpa rasa iba dan tanpa sepatah kata pun. Jerit kesakitan bercampur tangis pun membahana di ruangan itu. Kulit Melati yang putih bersih kini berubah menjadi lebam kebiruan akibat pukulan Johan yang membabi buta.

Setelah puas memukuli Melati, Johan masuk ke kamar sambil membanting pintu. Di dalam kamarnya, Johan kembali mengamuk dan menghancurkan isi kamar. Suara benda berjatuhan yang terdengar ke seantero rumah membuat semua orang membeku ketakutan.

Bunga yang masih sembunyi di balik pintu pun nampak berdiri dengan tubuh gemetar. Bunga sangat takut karena baru kali ini menyaksikan kemarahan Johan. Bunga merasa baru saja melihat monster menyeramkan yang selama ini sembunyi di dalam tubuh Johan.

Bunga pun tersentak saat sebuah tangan menepuk bahunya. Bunga menoleh dan menghela nafas lega saat melihat Mbok Min berdiri cemas di belakangnya.

" Mbookkk ...," panggil Bunga lirih sambil menghambur ke pelukan Mbok Min.

" Iya Mbak. Tenang ya, ada Mbok di sini," kata mbok Min sambil mengusap punggung Bunga yang gemetar ketakutan itu dengan lembut.

" A ... Aku baru liat dia semarah itu Mbok. Serem dan menakutkan sekali ...," kata Bunga.

Mbok Min mengangguk tanpa bicara apa pun lagi. Dia senang karena bukan Bunga yang menjadi sasaran kemarahan tuannya.

Sebelumnya mbok Min dibuat terkejut melihat kemarahan Johan. Dia cemas sekaligus bingung. Apalagi saat melihat Bunga sembunyi di balik pintu dengan tubuh gemetar.

Meski pun hubungan Bunga dan Melati tidak baik, namun mbok Min yakin Bunga sangat terpukul menyaksikan Johan memukuli adik tirinya itu dengan cara yang brutal.

\=\=\=\=\=

2 ( Terbongkar Dan Terusir )

Sambil memeluk Bunga, Mbok Min membawanya menjauh dari balik pintu. Setelah mendudukkan Bunga di kursi ruang makan, Mbok Min pun menyodorkan segelas air kepada Bunga. Gadis itu sigap menyambutnya lalu meneguk isinya hingga tandas.

"Mbak Bunga gapapa kan ?" tanya Mbok Min cemas sambil mengusap keringat di wajah Bunga dengan ujung bajunya.

"A-Aku gapapa Mbok. Aku cuma kaget aja. Seumur hidupku, baru kali ini Aku ngeliat dia marah sampe kaya orang gila sama Anak kesayangannya itu," sahut Bunga sambil tersenyum kecut.

"Iya Mbak. Saya juga baru kali ini ngeliat Tuan Johan marah kaya gitu. Hiiiyy ... serem," kata mbok Min sambil bergidik namun justru membuat Bunga tertawa.

Tiba-tiba terdengar suara deru mobil memasuki halaman rumah. Bunga dan mbok Min saling menatap sejenak karena tahu siapa yang datang. Setelah menghela nafas panjang, Bunga pun bangkit dari duduknya lalu bergegas masuk ke kamarnya.

Mbok Min hanya bisa membisu melihat Bunga pergi dengan wajah tegang.

"Wong Ratu kok malah takut sama selir," gerutu mbok Min dalam hati sambil melangkah keluar rumah untuk menyambut Alin.

Ketika Alin membuka pintu, ia terkejut mendapati Melati sedang menangis dengan tubuh babak belur di ruang tamu. Alin pun bergegas menghampiri Melati sambil menjerit histeris.

" Mel..., Kamu kenapa Sayang ?. Siapa yang bikin Kamu kaya gini Meeell ...?!" tanya Alin histeris sambil mengamati luka Melati.

Melati hanya membisu karena tak berani menjawab. Isak tangisnya membahana di seluruh ruangan hingga membuat Alin marah.

" Aku yang bikin Dia kaya gitu !" kata Johan tiba-tiba.

Ucapan Johan membuat Alin terkejut. Dia menoleh kearah Johan sambil menatapnya marah.

" Kamu tuh jahat banget sih ...!, Melati kan anak Kamu, perempuan lagi, kok bisa-bisanya Kamu pukulin dia sampe kaya gini ...?! jerit Alin marah.

" Kamu yakin dia itu anak Aku ?. Bukannya Melati itu Anakmu dan selingkuhanmu si Robert bajingan itu ?!" tanya Johan lantang.

" Apa maksudmu ?, Melati ini Anak Kamu Johan, darah dagingmu ...!" jerit Alin marah sambil berusaha menggapai Johan.

Namun sayang upaya Alin untuk menyentuh Johan gagal. Johan justru berbalik lalu mencekal lengannya dan menyeretnya dengan kasar ke kamar mereka.

Tiba di kamar Johan menghempas tubuh Alin ke lantai dengan kasar. Alin pun menjerit kesakitan dan mulai menangis. Johan kembali memukul, mencabik dan menendang Alin yang menangis tak berdaya itu.

"Sakit Sayang, hentikan !. Kamu nih kenapa sih ?. Kenapa baru sekarang Kamu ga percaya kalo Melati Anakmu setelah Kita bersama belasan tahun. Melati itu Anakmu, Anak kandungmu Johan !" kata Alin sambil menangis.

" Jangan coba-coba membohongiku ja**ng sia*an. Aku tau Melati bukan Anakku ...!" kata Johan marah sambil mencekik leher Alin dan menekannya dengan kuat.

Alin gelagapan hampir kehabisan nafas. Kemudian Johan melepaskan cekikannya lalu melempar foto-foto lawas ke wajah Alin.

Foto yang lebih dari lima lembar itu pun berjatuhan di lantai. Alin segera meraihnya dan terkejut setelah mengetahui foto yang selama ini dia sembunyikan telah ditemukan Johan.

Tampak dalam foto Alin tengah memeluk mesra seorang pria bernama Robert, yang merupakan rival lama Johan. Ada juga foto Alin yang tanpa busana sedang duduk di atas pangkuan Robert, dengan tangan Robert tengah mengelus perut Alin yang hamil besar.

" Ini..., Kamu dapet dari mana?. Sayang ini editan, Aku ga ngelakuin ...," suara Alin terputus saat sebuah tamparan keras mendarat di pipinya hingga membuatnya jatuh tersungkur.

" Plaaakkk ...!"

" Dasar pe***ur, Kau bohongi Aku selama ini. Kau titipkan Anak haram mu untuk Kupelihara dan Kubiayai di rumah ini. Ba**s*t rendahan. Pergi lah ke neraka ...!" maki Johan sambil melemparkan vas bunga yang ada di meja rias hingga hancur berkeping-keping.

Alin kembali menjerit karena serpihan vas bunga mengenai kulit wajah dan lengannya hingga luka dan berdarah.

" Sayang itu semua bohong, dengerin Aku dulu, tolong jangan marah...," pinta Alin lirih.

" Kau masih mau membodohi Aku ?. Kemari Kau, lihat wajah mu yang menjijikkan itu !" kata Johan marah sambil menjambak rambut Alin dan membawanya kedepan cermin besar di kamar itu.

Alin merintih. Di depan cermin besar itu dia dapat melihat pantulan dirinya. Baju yang dikenakan Alin sobek disana sini akibat dicabik Johan tadi. Rambut yang baru saja ditata di salon mahal itu kini terlihat acak-acakan. Wajahnya lebam, bibir pecah dan berdarah. Alin pun menangis melihat pantulan dirinya yang sangat menyedihkan.

" Sekarang, enyah Kau dari rumah ini. Bawa juga anak harammu itu !. Bukankah Robert sudah bebas dari penjara, berkumpul lah Kalian dengan bajingan itu, dasar sampah !" kata Johan sambil mengeluarkan beberapa lembar pakaian Alin dari lemari besar di kamar itu.

" Jangan..., jangan usir Aku. Maafin Aku Johan. Aku cinta sama Kamu, Aku sudah berkorban banyak untuk bisa bersamamu...," kata Alin sambil memegangi kaki Johan.

" Berkorban apa yang Kau maksud. Aku yang bodoh karena mau berkorban banyak untuk wanita ja*ang sepertimu Alin. Pergi !. Aku muak melihatmu ...!" teriak Johan marah.

Alin yang tahu tak akan bisa membujuk Johan saat itu pun memilih pergi. Dengan tubuh gemetar Alin mulai mengemasi pakaiannya. Saat ia hendak mengambil kotak perhiasannya di lemari, Johan mencegahnya.

" Jangan bawa hartaku sepeser pun Alin !. Tinggalkan perhiasan itu karena Kau tak layak memakainya. Ingat, Kau hanya gembel saat masuk ke rumah ini, jadi kembalilah menjadi gembel tanpa uang dan tanpa apapun ...!" kata Johan lagi dengan sinis.

Alin mematung tak percaya. Dia tak menyangka Johan akan mengusirnya pergi tanpa membawa uang sepeser pun. Namun karena takut, Alin pun bergegas keluar kamar sambil membawa beberapa pakaian yang memang dilempar Johan ke lantai tadi.

Diluar kamar Melati nampak berdiri menyambut sang mama dengan tatapan nanar. Nampaknya Melati benar-benar shock mengetahui dirinya bukan lah anak kandung Johan.

" Ayo Mel, kita pergi dari sini ...," ajak Alin sambil berusaha menggamit tangan Melati.

" Aku ga mau Ma, Aku mau disini ...!" sahut Melati sambil menepis tangan sang mama drngan kasar.

"Melati ...!" panggil Alin sambil melotot.

"Jadi bener yang dibilang Papa tadi ?. Aku ini cuma anak haram yang lahir karena perselingkuhan Mama dengan pria lain ...?!" tanya Melati histeris.

" Jangan bikin Mama marah Mel, sekarang ikut Mama !" kata Alin tegas sambil menyeret Melati keluar dari rumah yang selama ini mereka tempati.

Jerit tangis Melati terdengar membahana di seantero rumah. Bahkan Melati memanggil semua orang dan meminta mereka membantunya lepas dari cekalan sang mama.

Tapi siapa yang akan membantunya ?. Bukan kah selama ini Melati selalu menganggap semua orang di rumah itu, termasuk Bunga dan mbok Min, sebagai sampah yang tak layak berada di dekatnya ?.

Jadi kini Melati menuai ucapannya sendiri yang tak ingin didekati oleh Bunga dan Mbok Min.

\=\=\=\=\=

Beberapa jam setelah kepergian Alin dan Melati.

Johan masih mengurung diri di kamar sambil terus menutupi wajahnya dengan telapak tangan. Johan nampak sangat terpukul. Dia merasa Tuhan sedang menghukumnya dengan memperlihatkan siapa Alin sebenarnya.

Johan ingat bagaimana dia bisa mengenal Alin, terpikat padanya lalu menikahinya meski pun saat itu dia telah memiliki Sonia.

Kemudian Johan juga teringat dengan pengorbanan Sonia yang rela meninggalkan keluarganya hanya demi dirinya. Tapi sayang, cinta dan ketulusan Sonia justru dibalas pengkhianatan oleh Johan yang tergoda dengan pesona Alin dan memilih meninggalkan Sonia dulu.

Kini Johan hanya bisa menyesali diri sambil meratapi kebodohannya.

\=\=\=\=\=

Di saat yang sama di luar rumah.

Alin dan Melati tampak sedang menyusuri jalan tanpa arah tujuan. Mereka masih tak menyangka jika kini mereka terlunta-lunta di jalan dan sangat menderita.

Sebelumnya mereka sudah berusaha mendatangi rumah teman dan kerabat untuk minta bantuan. Tapi sayang, tak seorang pun diantara mereka bersedia membantu. Bahkan keduanya diusir layaknya pengemis.

Alin dan Melati kembali mengingat kesombongan mereka selama ini. Alin selalu mengatakan pada semua orang bahwa suatu saat dia akan mendepak Bunga keluar dari rumah. Tapi situasi berbalik, kini dia dan anaknya lah yang diusir dari rumah besar itu.

Sedangkan Melati nampak mengusap matanya yang basah itu berkali-kali saat teringat betapa seringnya dia meremehkan Bunga dan mengatainya pengemis. Padahal sekarang justru dirinya lah yang mirip pengemis.

Diam-diam Melati melirik kearah sang mama dan membencinya karena telah membuat hidupnya hancur lebur. Dan tiap kali Alin menatapnya, Melati akan langsung membuang pandangannya kearah lain sambil mendengus kesal.

\=\=\=\=\=

3 ( Menyesal )

Terusirnya Alin dan Melati dari rumah itu tidak membawa banyak perubahan. Suasana tetap sama karena hubungan Bunga dan Johan juga tetap dingin tak seperti hubungan anak dan ayah pada umumnya.

" Dimana dia ?" tanya Johan pada Mbok Min.

Selama ini Johan memang hampir tak pernah menyebut nama 'Bunga'. Johan selalu memanggil sang anak dengan sebutan 'dia' atau 'Anak itu'.

" Ada di samping Tuan, lagi sarapan," jawab Mbok Min sambil menuang air putih ke dalam gelas Johan.

Sejak kecil bahkan sejak dibawa pulang ke rumah itu Bunga memang dilarang Alin makan di meja utama. Biasanya Bunga memilih meja kecil dekat pintu samping untuk tempat dia makan setiap harinya. Dan sudah dilakukannya sejak kecil hingga dewasa selama bertahun-tahun.

" Panggil dia sekarang ...," kata Johan tiba-tiba.

" Baik Tuan...," jawab Mbok Min dengan hormat.

Mbok Min berjalan cepat ke pintu samping. Saat itu Bunga baru saja selesai sarapan dan akan membawa piring bekas makannya ke dapur.

" Mbak Bunga, dipanggil Tuan, sekarang...," kata Mbok Min sambil meraih piring di tangan Bunga.

" Hmmm..., akhirnya dia ingat juga kalo ada orang lain di rumah ini selain keluarga tercintanya itu ...," kata Bunga sinis.

Kemudian Bunga menghampiri ayahnya yang sedang menikmati makan paginya di ruang makan. Bukannya menyapa, Bunga justru diam menunggu dengan posisi berdiri mematung tak jauh dari meja makan. Johan yang mengetahui kehadiran Bunga juga diam menunggu Bunga mulai bicara. Namun sayang, setelah beberapa saat menunggu tak satu pun dari keduanya mau mengalah dan membuka pembicaraan.

Setelah hampir sepuluh menit tak ada yang mau bicara, akhirnya Johan mengalah.

" Mulai sekarang Kamu makan disini. Jangan lupa, Kamu juga bisa pindah ke salah satu kamar yang ada di rumah ini. Kamu bisa pilih kamar sendiri nanti. Minta pelayan membantumu ...," kata Johan tanpa menatap Bunga.

Setelah merapikan dasinya, Johan mulai beranjak meninggalkan meja makan tanpa memberi kesempatan Bunga untuk bicara. Mengetahui sang ayah menyudahi pembicaraan sepihak itu, Bunga pun hanya diam tak menjawab.

Beberapa langkah dari ruang makan Johan berhenti lalu berbalik karena tak mendengar suara Bunga yang menjawab titahnya tadi.

" Kamu dengar apa yang Saya bilang tadi ?" tanya Johan.

" Iya, tapi saya ga akan pindah. Saya akan tinggal di tempat biasanya," sahut Bunga datar.

" Sebenarnya apa maumu...?" kata Johan sambil menatap Bunga dengan tajam.

Lagi-lagi Bunga hanya membisu tanpa sekali pun menatap sang ayah.

" Aku ini Ayahmu, jadi Kau harus mengikuti perintahku...!" kata Johan dengan tegas.

" Apa Anda baru menyadarinya sekarang...?" tanya Bunga dengan suara bergetar dan masih tanpa menatap kearah Johan.

Johan terhenyak mendengar jawaban Bunga. Untuk sejenak pria itu mematung sambil menatap Bunga. Setelah menghela nafas panjang, Johan pun meninggalkan Bunga begitu saja.

Setelah Johan tak terlihat lagi, Bunga pun menyeret langkahnya menuju ke kamar yang selama belasan tahun ia tempati seorang diri. Kamar itu tak layak untuknya karena lebih mirip gudang daripada kamar. Bunga memandangi seisi kamar sambil tersenyum getir.

Bunga tak ingat kapan persisnya dia tinggal di sana. Kamar yang kecil dan lusuh, bahkan kamar pelayan lebih baik dari kamar Bunga. Ada kasur tipis beralas tikar yang biasa Bunga gunakan untuk tidur, lemari plastik satu pintu untuk menyimpan pakaiannya yang tak seberapa jumlahnya, juga satu set meja kursi yang sudah usang.

Bunga melangkah mendekati meja, dan menatap foto almarhumah ibunya yang terbingkai cantik. Bunga ingat bagaimana ia berusaha mendapatkannya dulu. Karena penasaran, Bunga pun bertanya pada sang ayah seperti apa wajah sang ibu. Saat itu ayahnya sempat terdiam beberapa saat, lalu berkata.

" Cari lah di gudang, Aku taruh di sana. Itu kan barang usang, wajar kalo Aku tak memerlukannya lagi ...," sahut Johan ketus.

Ucapan Johan membuat hati Bunga terluka. Dia sakit hati dan tak mengerti mengapa Johan sangat membenci ibunya.

Dan Bunga pun menangis saat berhasil menemukan foto itu di tumpukan barang tak layak pakai di gudang. Hatinya sakit bukan kepalang saat melihat foto pernikahan ibunya dengan Johan justru ada di bagian bawah seolah sengaja ditimbun dengan barang lain agar terlupakan. Terlihat jelas raut bahagia di wajah keduanya saat itu. Tapi Bunga tak peduli, ia hanya membawa foto ibunya yang sedang tersenyum manis sambil memegangi perutnya yang sedikit membuncit.

Kini Bunga memeluk foto itu lagi dengan erat. Air mata pun jatuh dipipinya yang pucat.

" Ibu ...," panggil Bunga lirih.

Tiba-tiba salah seorang asisten rumah tangga mengetuk pintu kamar.

" Mbak Bunga..., tadi Tuan menyuruh saya membantu Mbak Bunga membereskan kamar baru buat Mbak Bunga. Sekarang kamarnya udah siap Mbak ...," kata pelayan bernama Encum itu sambil mengetuk pintu kamar Bunga.

Bunga membuka pintu kamarnya. Tampak bi Encum yang sedang berdiri menunggu.

" Ga usah, biar saya sendiri yang bereskan. Bibi lanjutin aja kerjaan Bibi...," jawab Bunga.

" Tapi Mbak, nanti saya dimarahin Tuan...," kata Bi Encum.

" Saya yang tanggung jawab," kata Bunga.

Bi Encum pun mengangguk dan meninggalkan Bunga sendiri.

\=\=\=\=\=

Malam harinya Johan pulang ke rumah dengan perasaan galau. Hal pertama yang ia lakukan adalah berkeliling di lantai atas untuk mencari keberadaan Bunga. Saat tak menemukan Bunga, Johan pun memanggil Mbok Min yang sedang menyiapkan makan malam.

" Dimana dia ?!" tanya Johan marah.

" Ada di kamarnya Tuan," jawab Mbok Min dengan perasaan kawatir.

" Kenapa dia belum pindah juga ?!" tanya Johan.

" Saya ga tau Tuan. Mungkin ...," ucapan mbok Min terputus karena Johan memotong cepat.

"Ikut Saya ...!" kata Johan sambil melangkah ke kamar Bunga.

Mbok Min nampak mengekor di belakangnya dengan cemas. Tiba di depan kamar Bunga, Johan memberi isyarat agar Mbok Min mengetuk pintu kamar Bunga.

"Tok tok tok ...,"

" Mbak Bunga..., dicari Tuan !" panggil Mbok Min.

Pintu baru terbuka setengah, tapi Johan sudah mendorongnya dengan kasar hingga berhasil masuk ke dalam kamar Bunga.

" Kamu...," ucapan Johan terputus saat ia menyadari kondisi kamar Bunga.

Emosi yang hampir meledak tadi seketika sirna saat ia memperhatikan kamar Bunga dengan teliti.

Johan nampak melongo melihat kondisi kamar Bunga. Bagaimana Bunga sang pewaris harta itu tidur di kamar yang mirip dengan kandang hewan. Melihatnya membuat Johan shock, ia merasa telah lalai memperhatikan keperluan Bunga. Johan juga menyesal telah memanjakan Melati yang bukan putri kandungnya itu dengan limpahan materi dan kasih sayang yang berlebihan, padahal di bawah atap yang sama Anak kandungnya justru hidup seperti budak.

Johan pun menatap Bunga yang menunduk itu dengan tatapan lembut.

" Pindah dari sini sekarang juga ...," kata Johan lirih.

Setelah mengatakan kalimat itu Johan melangkah keluar kamar dengan gontai.

Bunga hanya membisu sambil menatap punggung sang ayah yang menjauh. Pelan namun pasti, Bunga menutup pintu kamar lalu menguncinya seolah tak ingin memberi kesempatan pada Johan untuk masuk lagi walau hanya sekedar berdiri di ambang pintu kamarnya.

Di ruang kerjanya Johan nampak berdiri di dekat jendela dengan tubuh gemetar seolah baru saja menyaksikan film terhorror di sepanjang hidupnya.

"Kenapa ?. Kenapa Aku ga tau apa-apa selama ini. Bahkan Aku membiarkan Anak kandungku diperlakukan buruk oleh si ja*ang dan Anak haramnya itu ...," gumam Johan dengan nada menyesal.

Namun penyesalan Johan nampaknya tak berarti lagi karena luka hati Bunga sudah terlanjur menebal dan berkarat. Dan Johan sadar akan sulit menyembuhkan luka itu nanti.

\=\=\=\=\=

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!