NovelToon NovelToon

Engkaulah Taqdirku.

Engkaulah Taqdirku. 1

 " Mas,. Mas Adlan, mohon doanya , Mas!!"

" Ada apa, Fathan?"

Ibrahim Adlan Fanani, baru membuka mata karna dering telfhon yang meraung-raung di pendengarannya. Baru satu jam ia terlelap, namun tidurnya sudah terganggu dengan panggilan di ponselnya. Besar keinginannya untuk mengabaikan, tapi nampaknya si penelfhon memaksa.

Tanpa melihat siapa yang telah mengganggu kenikmatan tidurnya di tengah malam begini, pemuda tampan itu segera menjawab panggilan telfhon itu dan mendapati suara adik sepupunya yang berkata dengan nada memburu.

" Mas Irfan Zidni, meninggal mas!" suara Fathan terdengar bergetar.

" A..apa?!" Bukan hanya kaget, Ibrahim Adlan segera duduk tegak di atas kasur empuknya. Hilang segera kantuk yang masih dirasakan, bahkan sepasang matanya yang masih setengah terpejam, kini terbuka dengan sempurna.

" Jangan bercanda, Fathan!"

" Ini benar, mas!" suara Fathan dengan terisak.

" Gak, gak mungkin." pemuda tampan itu menggeleng-gelengkan kepalanya bergumam, tak percaya dengan apa yang didengar.

" Kemarin, Mas Irfan kecelakaan, dia koma. Dan satu jam yang lalu, dokter menyatakan kalau dia sudah meninggal dunia." Fathan menjelaskan dengan suara serak, sesekali menahan isak.

" Inna lillaahi" Ibrahim Adlan mengusap wajahnya, dadanya terasa sesak kini.

" Doakan mas Irfan ya, mas, semoga Allah melancarkan jalannya," sejenak Fathan menghela nafas " saya cuma mau mengabarkan ini Mas!"

dan Fathan menutup telfhonnya begitu saja

kenapa kau pergi mas irfan? kau sudah janji padaku untuk menjaganya, untuk selalu membahagiakannya.

baru satu minggu mas, baru satu minggu kau mengucapkan janjimu, kenapa kau malah pergi?, kenapa kau meninggalkannya, kenapa mas??, bagaimana dia tanpamu mas?

Ibrahim Adlan menghela nafasnya kuat-kuat, mengerjapkan matanya berkali-kali, agar air yang mengambang di sepasang netra hitam pekatnya itu

tidak terjatuh.

Ini adalah kejutan kedua yang di berikan oleh Irfan Zidni pada Ibrahim Adlan, berupa berita kematiannya

setelah kejutan pertama, ketika kakak sepupunya itu

tiba-tiba menghampiri, saat dia baru selesai memberikan kuliah umum di sebuah perguruan tinggi ilmu Al-Qur'an di jakarta, sebagai tugas pertamanya setelah ia menamatkan pendidikannya

di Ummul-Quro, Makkah.

" Mas Irfan!?" tentu saja Ibrahim Adlan kaget, ketika tiba-tiba lelaki berwajah tampan berpostur tinggi tegap itu duduk begitu saja di depannya yang sedang menikmati makan siang.

" Ini beneran Mas Irfan Zidni?"

" Ckk, tentu saja. Memang kau punya kakak tampan yang lain selain aku dek?"

Irfan Zidni menjawab bercanda, seperti kebiasaannya selama ini bila keduanya bertemu.

Tapi apa yang di katakannya itu memang benar, Ibrahim Adlan itu memang hanya punya kakak sepupu laki-laki Irfan saja. karna Adlan itu adlah putra sulung dari pasangan Kyai Haji Umar Fanani dan Nyai Mabruroh.

Dan Irfan Zidni adalah putra dari Nyai Masturoh, kakak, Nyai Mabruroh. Ayah Irfan meninggal saat usianya baru 3 tahun. Nyai masturoh lalu menikah lagi tiga tahun kemudian dengan Kyai Faqih Zayyad dan memiliki putra Fathan Abdillah.

Sedangkan saudara sepupu Ibrahim Adlan yang dari jalur Aba-nya, semua berstatus adik padanya, karna memang Kyai Umar Fanani adalah sulung dari tiga bersaudara. Jadi Irfan Zidni memang kakak sepupu satu-satunya bagi Ibrahim Adlan.

Dan soal tampan, itupun benar. Irfan Zidni juga berwajah tampan. Sebelas-Dua belas dengan Ibrahim Adlan yang sangat tampan.

" Iya.benar." Adlan terkekeh "Jadi ada apa, tiba-tiba kakak tampanku ini ada disini, apa ada urusan bisnis?"

" Tidak, aku kesini memang untuk menemuimu," sahutnya dengan senyum.

Ibrahim Adlan mengernyitkan dahinya .

menemuiku, jauh-jauh begini, batinnya

"Tapi dari mana kau tau aku disini, Mas?"

"Kau lupa ya, kalau kakakmu ini seorang pebisnis sukses yang punya koneksi dimana-mana?"

Irfan sedikit menyombongkan diri. Tapi itu benar, dia memang seorang pengusaha muda yang sukses, mengikuti jejak almarhum ayahnya.

" Iya aku tau, tapi ini duniaku, Mas, bukan lingkaran dunia bisnismu" sahut Adlan dia masih heran dengan sepupunya itu yang tau-tau menemukan keberadaannya, bahwa saat ini ia tidak sedang berada di Arab Saudi tempatnya menimba ilmu selama ini.

" Aku tau dari bibi, kalau selama tiga hari kau ada tugas di Jakarta. Aku lalu menyusulmu kesini, cukup sulit juga untuk menemuimu, mereka tak percaya kalau aku ini saudaramu, mungkin karna aku tidak ada tampang putra kyai sepertimu ya?" Irfan tergelak. Keduanya memang punya latar belakang kehidupan yang berbeda, namun sangat akrab sebagai saudara.

Kini Ibrahim Adlan mengangguk faham. ia memang memberitaukan umminya, kalau ada tugas di jakarta. Namun, ia tak dapat mampir kerumahnya di pamekasan karna waktu yang sangat singkat, dan banyaknya tugas-tugas lain yang sudah menunggu dalam waktu dekat.

"Jadi, setelah ini kau akan terbang lagi ke Arab?"

"Iya, Mas"

"Kapan akan pulang ke Madura, betah sekali kau di negri orang, sudah hampir tiga tahun tak pulang-pulang, seperti bang toyib."

Irfan terkekeh sendiri dengan ucapannya yang seperti kalimat salah satu lagu dangdut.

"Aku disana belajar, Mas. Bukan jadi TKI" Adlan menjawab sedikit kesal dengan ledekan kakaknya itu.

" Tapi kau sudah lulus 'kan?"

" Iya, tapi aku masih ada tugas pengabdian selama kurang lebih dua tahun."

"Selama itu?"

"Hitung-hitung mengamalkan ilmu, Mas!"

"Kau punya ribuan santri, amalkan ilmu-mu pada mereka saja!"

Adlan senyum sambil mengangguk "Akan ada waktunya juga, Mas " sahutnya.

"Mas bersama istri?" tanya Adlan kemudian.

"Aku sendirian."

" Pergi sejauh ini, tapi istri gak di ajak."

" Biar aku masih terlihat single, dek"

Irfan menjawab seenaknya. Adlan menatapnya tak suka. Irfan segera tertawa renyah.

"Istriku, adalah satu-satunya wanitaku, kehadirannya tak bisa di gantikan oleh siapapun," ujarnya dalam.

Ibrahim Adlan tersenyum dan menunduk. Dalam hati, ia sangat senang dengan ucapan kakaknya itu tentang perasaannya pada istrinya.

" Aku tak mengajaknya kali ini karna aku ada hal pribadi denganmu dek!"

Irfan Zidni lalu merubah posisi duduknya yang semula santai menjadi lebih tegak. Dari gelagatnya ini, Ibrahim Adlan dapat merasa kalau apa yang akan di sampaikannya adalah hal yang sangat serius.

" Aku akan menjaga permata yang kau titipkan padaku dengan segenap kemampuanku. Seperti waktu lebih dari dua tahun yang sudah terlewat ini,

Hanya dia pusat rotasiku, dan akan tetap selalu begitu, selamanya." Irfan Zidni menatap sepupunya itu, dalam. ketulusan dan kesungguhan terpancar jelas dalam sorot matanya.

"Apa maksud Mas Irfan?" Adlan merasa perasaannya berdesir dengan ucapan irfan itu.

" Berawal dari sebuah mimpi dik, mimpi yang sama yang sudah tiga kali datang berturut-turut dalam masa setahun ini!"

" Mimpi apa?"

" Dalam mimpiku, kau menghampiriku bersama istriku, kau menyerahkan tangannya padaku, sambil berkata: ini permataku Mas, permata yang sangat berharga, jaga dia, hormati dengan sebenar-benarnya!. Lalu kau pergi, menuju arah cahaya."

Ibrahim Adlan mengalihkan pandangan, menghindari tatapan mata Irfan Zidni yang terarah padanya. perasaanya bergetar mendengar penuturan Irfan tentang mimpinya.

Itu bukan mimpi, tapi itu adalah fakta. Lalu kenapa bisa begitu, tentu tuhan yang berperan di atas semuanya.

maha suci engkau ya rabb, kau tak mengabaikan perasaanku, kau mendengar doa-doaku, dan kau menyampaikannya dengan utuh pada mas irfan, maha suci engkau ya rabb..

Ibrahim Adlan menyenandungkan pujian dalam hatinya.

" Kenapa kau tak pernah mengatakannya padaku?"

" Tuhan sudah menakdirkannya untukmu, Mas." sahut Adlan.

"Tapi, aku tidak tau sekarang, aku harus minta maaf, atau ..."

"Tidak perlu minta maaf, Mas" putus Adlan dengan cepat. " Tak ada yang perlu di maafkan, Mas lakukan saja seperti apa yang aku minta dalam mimpimu!"

Ibrahim Adlan menatap Irfan dengan seksama, menunjukkan kesungguhan dalam ucapannya.

"Hanya itu?"

" Iya, hanya itu."

"Baiklah, aku berjanji padamu, akan menjaganya dan membahagiakan Najwa selamanya. Tapi,.." Irfan sejenak menjeda kalimatnya dan menatap adiknya itu dengan tatapan sendu. "jika tiba waktuku harus meninggalkannya lebih dulu, kau harus ambil kembali permatamu, dan menjaganya sendiri untukmu!"

" Apa maksudmu, Mas?" Adlan menatap penuh selidik.

"Jangan berpikir aku akan meninggalkannya, bahkan sekalipun kau yang datang untuk memintanya, aku tidak akan melepaskannya. Hanya maut yang akan memisahkan aku darinya" ujar Irfan mantap.

"Bagus, hanya itu yang ingin ku dengar." Ibrahim Adlan menepuk lembut pundak kakaknya dengan senyum.

Pertemuannya dengan Irfan Zidni seminggu yang lalu ketika dirinya masih ada di jakarta, terputar kembali dalam ingatannya.

Jadi saat itu kau hanya berpamitan padaku, Mas , dan sekarang kau benar-benar pergi meninggalkannya.

Ya Allahh.

Kembali Ibrahim Adlan mengusap wajahnya, dimana sudah terdapat titik bening di sana.

Engkaulah Taqdirku 2 Pesantren Al Bustan. 2 tahun kemudian.

Aisha menghentikan langkah di depan kamar kedua orang tuanya yang pintunya terbuka sedikit. tangannya terangkat hendak mengetuk dan mulutnya terbuka hendak mengucap salam.

Namun secara bersamaan terhenti begitu saja begitu terdengar ucapan Kyai Faqih Zayyad, aba-nya.

" Aku punya rencana untuk menjodohkan Aisha dengan keponakanmu, ummi!"

Aisha segera merapatkan tubuhnya ke dinding dan memasang telinganya baik-baik, mendengar itu.

" Siapa aba?" terdengar tanya Nyai Masturoh, istri Kyai Faqih.

" Ibrahim Adlan."

Mendengar nama itu yang di sebut, Aisha segera meraba dadanya merasakan detak jantungnya yang berpacu kian kuat,dan perasaan bahagia menelusup begitu saja tanpa dapat di cegah, rata memenuhi setiap ruang dalam perasaannya.

" Bagaimana menurutmu, mi?" Kyai Faqih meminta pendapat pada istrinya.

" Saya sangat setuju aba, Rasanya hanya Ibrahim Adlan yang pantas untuk jadi imam buat Aisha."

Suara sang ummi terdengar sangat antusias.

Aisha pun tak dapat menghentikan tarikan bibirnya yang membuat lengkungan dengan sendirinya.Membentuk Senyuman sempurna yang terbit di wajah cantiknya.

" Setelah akad nikah Fathan besok, aku akan membicarakannya langsung pada Kyai Umar Fanani."

" Ia.setuju aba."

Aisha segera berlari menuju kamarnya, dan tanpa menutup pintu ia segera menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur, menelungkupkan wajahnya ke atas bantal, dan mengalirlah ungkapan kebahagiaannya disana.

" Allahu-Rabbii..Mas Ibrahim Adlan, akhirnya mas..akhirnya, cinta dalam diam-ku ini akan sampai kepadamu..Subhanallah Ya Allah.."

tangannya menarik sesuatu dari bawah bantalnya, sebuah bingkai fhoto seorang pemuda tampan rupawan terpampang di sana.Di pandanginya dengan sepenuh hati, di pandanginya dengan senyum yang tiada henti.

" Akhirnya, Allah menjawab semua doaku tentangmu mas, tanpa aku minta , aba dan ummi berniat untuk menjodohkan kita..Aku bahagia sekali, Mas...

" Ning Aisha kenapa?" sebuah sapaan membuyarkan euforia kebahagiaannya begitu saja.

" Shovia!" Aisha segera duduk menatap salah satu santri yang bertugas di dhalem itu yang tiba-tiba ada di belakangnya.

" Ning Aisha sakit?" sovia masih bertanya heran.

" Gak. aku justru bahagia sekali" sahut Aisha senyum.

" Ia.blushing." kata sovia, dan pandangannya menangkap seraut wajah sangat tampan di dalam bingkai foto itu.Tatap mata yang tajam dari sepasang netra yang berwarna hitam pekat, di hiasi bulu lentik, sepasang alis yang tebal,hidung mancung sempurna, bibir kisable yang sedikit tebal dan berwarna merah alami.Betul-betul pemandangan indah yang tak boleh di lewatkan begitu saja.

" Karna itu ya, Ning!" Sovia langsung menebak.

Aisha cepat menyembunyikan foto itu kembali di bawah bantalnya.

" Ayo..itu siapa Ning?" Shovia menggodanya.

Santri yang memiliki tugas di dhalem(rumah kediaman kyai) memang memiliki kedekatan yang lebih dengan keluarga kyai dari pada santri yang lain.

" Calon imam masa depan." Sahut Aisha dengan percaya diri.

" Alhamdulillahh..beliau orang mana Ning?"

" Nanti kau juga akan tau, ... ada apa kau kemari Sovia?"

" Ajunan( anda) di panggil bu- nyai, Ning!"

" Kenapa tak segera bilang dari tadi?"

" Saya sudah ketuk pintu tiga kali, ucap salam tiga kali, tapi Ning gak jawab, rupanya sedang memandangi foto calon imam." sovia terkikik , namun segera menutup mulutnya begitu Aisha menempelkan jari telunjuknya di bibir.Gadis cantik itu segera bangkit. " aku akan temui ummi." ujarnya dan segera keluar di ikuti sovia.

****

Motor CBR warna hitam itu memasuki halaman samping kediaman kyai, membuat beberapa orang menatap heran.Biasanya tak ada dari tetamu Kyai yang akan memasukkan kendaraannya ke halaman ini, kecuali dari pihak keluarga dhalem sendiri.

Dan biasanya dari keluarga Dhalem tidak ada yang biasa naik motor besar seperti ini, membuat hampir semua mata menatap seksama ke arah pengemudi motor yang telah memarkirkan kendaraannya dengan sempurna itu,karna rasa penasaran.

Tak ada yang tak tersenyum kagum, begitu helm full face itu terlepas dari kepalanya,tampak seraut wajah tampan nyaris sempurna terpampang kini di depan mata.

" Ning, itu, pemuda yang di foto kemarin itu ya?"

Sovia berbisik pada Ning Aisha.Gadis cantik itu hanya bisa mengangguk seraya memegang erat lengan Sovia, wajahnya menegang seiring derap jantung yang berpacu lebih cepat.

" Selamat datang kakakku yang paling tampan!" seloroh Fathan, ia bergegas dari ruang dalam menghampiri. Keduanya lalu sering berpeluk hangat sesaat. " Apa kabar Mas?" Fathan menatap sumringah.

" Alhamdulillah..baik, kau sendiri bagaimana, pengantin baru?" pemuda tampan itu menepuk lembut pundak Fathan Abdillah yang memang telah resmi menyandang status suami sejak seminggu yang lalu.

" Tega sekali Mas, tak datang dalam acara pernikahanku,"

" Maaf, Fathan. Aku benar-benar minta Maaf,kau tau sendiri, Aku tidak bisa merubah jadwal yang sudah di tetapkan dari sana."

" Ia.aku faham" Fathan tersenyum " masih suka naik motor, Mas?".

" Ia.hanya ingin mengenang."

" Mengenang siapa nih?" Fathan langsung memicing.

" Mengenang waktu naik motor." pemuda tampan itu tertawa lepas.Aihh makin tampan saja wajahnya.

" Ayo masuk mas, yang lain sudah menunggu di dalam!" keduanya melangkah beriringan . Dan saat melintasi Aisha yang masih berdiri di dekat Sovia, pemuda tampan itu menatapnya.

" Aisha ya?".. ia menyapa

" I..ia mas." Aisha gugup " Mas,Mas Adlan apa kabar??" meski gugup Aisha coba bertanya.

" Baik. sudah besar kau ya, makin cantik saja." pemuda tampan itu tersenyum dan segera berlalu bersama Fathan.Meninggalkan Aisha yang wajahnya memerah bak kepiting rebus.Senang habis di puji pemuda pujaan.Sovia senyum-senyum menggoda.

"Itu Lora Ibrahim Adlan ya Ning, putra Kyai Al-Falah?"

Fitri bertanya.Ia juga salah satu santri petugas Dhelem seperti Sovia.Aisha mengangguk.

Lora,adalah sebutan untuk putra kyai di daerah Madura.Biasanya akan di singkat Ra saja dalam panggilan keseharian.

" Salam ya Ning, untuk jangan tersenyum lagi.Jantung saya melompat-lompat soalnya." Kata Fitri.Aisha segera menatap kurang suka.

Sovia mengkedipkan matanya memberi Isyarat, tapi Fitri tak faham ia masih melanjutkan ucapannya.

" Aku takut jadi jatuh cinta padanya, santri mencintai

putra kyai itu berbahaya..bisa patah hati aku."

Sovia segera mencubitnya memberi isyarat pada Aisha yang segera ke dalam setelah di panggil oleh Ning annisa,kakaknya. " Apa sih?" Fitri menggerutu.

" Ning Aisha suka sama Lora Ibrahim Adlan itu!" sovia memberi tau.

" Lho.kan mereka sepupu?" Fitri melongo.

" Sebenarnya tidak. Ning Aisha kan putrinya Almh Nyai sholiha.Sedangkan Lora Adlan itu keponakannya Nyai Masturoh.!" jelas Sovia.

" Kalau Ning Aisha suka, berarti kita gak boleh suka ya?" Fitri menatap kecewa.

" Kita??.. kamu saja.Aku tidak" sahut Sovia.

"Alah..kau barusan melihat beliau tak berkedip juga."

" Memang.tapi aku tak mau masuk ICU gara-gara jantungan, cintaku di tolak. Seorang lora itu, Apalagi yang sekelas beliau, jodohnya pasti sudah di siapkan,

yang sepadan juga." Sovia menguraikan.

" Ia sihh..kita hanya kebagian halu saja." sahut Fitri.Namun keduanya lalu tertawa renyah.

" Fitri, Sovia, tolong siapkan meja makan ya!"

seorang wanita berwajah ayu , bergamis putih dengan hijab lebar berwarna dusty pink menginterupsi celoteh keduanya.

" Baik, Ning!". Keduanya patuh.

Engkaulah Taqdirku 3

Begitu Antusiasnya Kyai Faqih Zayyad dan Nyai Masturoh akan kehadiran keponakannya, Ibrahim Adlan Fanani, Yang memang sudah di tunggu kedatangannya sejak seminggu lalu, tepatnya di hari pernikahan Fathan Abdillah. Namun karna sesuatu hal pemuda tampan itu tak bisa datang , mereka semua memahami itu dan mensyukuri kedatangannya hari ini.

Bahkan Kyai Faqih memperkenalkan segenap anggota keluarganya yang tengah berkumpul di ruang keluarga itu, walaupun sebenarnya Ibrahim Adlan bukan tidak tau pada mereka.

" Itu Annisa dan suaminya, Yazid Tamim! " Kyai menunjuk putri pertamanya yang duduk berdampingan dengan suaminya dan sama-sama tersenyum ke arah pemuda tampan itu.

" Lama sekali gak pernah ketemu ya dik?" Sapa Annisa. Annisa dan Aisha adalah putri-putri Kyai Faqih dengan mendiang Nyai Shaliha, istri pertama Kyai Faqih.

" ia, Mbak..hampir sepuluh tahun mungkin, Mbak dan mas apa kabar?"

" Alhamdulillah..selalu dalam lindungan Allah..main-main kerumah ya dik!, Insha-allah besok kami pulang ke bangkalan." kali ini suami Annisa yang menjawab.

" Ia.insha-allah mas" Ibrahim Adlan menjawab dengan senyum.

" Kalo ini , Aisha." Kyai menunjuk putri bungsunya yang cantik itu, yang segera menunduk begitu tatapannya bertemu dengan tatapan Ibrahim Adlan yang di serta seulas senyum mempesona.

Bahkan wajah Aisha tampak memerah karna debar jantungnya yang kembali berpacu.

Kondisi ini cukup berbahaya bagi Aisha, terlalu sering melihat ketampanan wajah Ibrahim Adlan di kombinasikan senyumnya yang menawan, lama-lama Aisha bisa jantungan.Dan bisa masuk ICU seperti kata sovia.

" Yang ini Mahilatul Jamilah, istrinya Fathan!" Kyai menunjuk seorang wanita cantik yang duduk di samping Aisha.Adlan langsung menoleh pada Fathan yang berdiri di dekatnya. " pintar juga kau memilih istri" berbisik lirih.

" Bukan hanya Mas, yang punya selera tinggi" sahut Fathan juga lirih.

"Masak aku punya selera tinggi?" Adlan menatap heran dengan penilaian adiknya itu terhadapnya.

" Buktinya sampai sekarang belum laku." Fathan lebih mengeraskan suaranya sambil tertawa renyah.

" Ia dik, kapan? sudah di langkahi Fathan lho?" Annisa menyambung omongan keduanya.

" Insha-allah mbak" sahut Adlan.

" Insha-Allah apa?" Nyai Masturoh ikut bertanya.

" Dalam waktu dekat." Adlan menjawab mantap.

" Berarti sudah ada calonnya ya?" tanya Yazid.

" Ia.sudah di siapkan sama Allah." lagi, pemuda tampan itu berkata mantap.Yang membuat Kyai dan Nyai Masturoh saling melempar senyum.

Keduanya memang telah membicarakan perihal keinginan mereka untuk menyatukan Adlan dan Aisha dalam tali pernikahan pada Kyai Umar Fanani dan Nyai Mabruroh, orang tua Ibrahim Adlan.

Pada dasarnya mereka tak keberatan, namun tetap menyerahkan keputusan pada Ibrahim Adlan selaku yang akan menjalani. Dan ucapan pemuda tampan itu barusan di maknai ada kaitannya dengan hal tersebut.Karnanya Kyai dan bu-nyai nampak sama-sama terlihat senang.

Dan yang terakhir dalam ruangan itu adalah seorang wanita muda berwajah ayu bermata teduh yang duduk di samping istrinya Fathan.Wanita yang memakai gamis warna putih dan berhijab lebar

warna dusty pink itu nampak lembut dan anggun.ia memangku seorang anak kecil berusia sekitar 4 tahun.Kyai segera memperkenalkan begitu terlihat Adlan mengarahkan tatapan kepadanya.

" Ini Najwa Aulia, kakak iparmu Adlan!."

" Kakak ipar " Adlan mengulang kata itu untuk dirinya sendiri.Namun karna ucapannya juga di dengar oleh yang lain, Fathan pun menjelaskan " ia mas, mbak Najwa ini istrinya Mas Irfan Zidni, Almarhum!."

" Ia." Adlan segera mengangguk. menatap wanita itu dan tersenyum lembut, pemuda tampan itu bahkan melangkah mendekati " apa ini putrinya mas Irfan?"

Adlan menatap putri kecil di pangkuan Najwa Aulia.

" Itu, putrinya Annisa, Adlan.Irfan dan Najwa belum di karuniai anak!" Nyai masturoh menjelaskan.

"Oo.." Adlan mengusap kepala anak itu lembut " siapa namanya, sayang?"

" Dea" bocah itu menjawab.

" Sama siapa kesini?"

" Sama ummi"

" sama siapa lagi?"

"Abi"

" Mana abi dan uminya?" Adlan menatap gemas.

Dea langsung menunjuk kedua orang tuanya dengan benar.Adlan menoel-noel pipi dea semakin gemas.

" gendong 'ammi yok!" Adlan menyorongkan kedua tangannya , tanpa di sangka dea menyambut memberikan tangannya.Dengan senang pemuda tampan itupun mengendongnya.Hal ini tak luput dari perhatian mereka semua yang menatap takjub melihat interaksi seorang Ibrahim Adlan bersama anak sekecil Dea.

" Sudah sangat pantas mas" celetuk Fathan.

" Pantas apa?"

" Punya anak" sahut Fathan

" Betul. cepat-cepat dah, kalau memang calonnya sudah ada!" Annisa pun meimpali.Adlan hanya tersenyum saja.

Setelah itu, Kyai Faqih Zayyad pun menyampaikan maksudnya meminta keponakan istrinya itu datang.

Di antaranya, ia meminta Ibrahim Adlan untuk ikut terjun di kependidikan formal Al bustan, yang sebentar lagi punya rencana mendirikan sekolah tinggi agama islam Al bustan, sebagaimana di Al-Falah yang sistem pendidikan formal dan non formalnya sudah lengkap dari tingkat diniyyah sampai perguruan tinggi.

Meski sebenarnya sudah banyak memegang tanggung jawab di bidang pendidikan , yang tak hanya di rumahnya sendiri di Al-Falah tapi juga di An-Nur dan sebentar lagi ia juga di minta terjun mengajar di Ma'had Aly di tuban, pesantrennya dulu.

Namun Ibrahim Adlan tetap menyetujui permintaan itu,walau dengan artian harus pandai membagi waktu.

Dan tanpa menunggu lebih lama, usai makan siang itu bersama Fathan ia segera pergi ke kantor Al-Bustan, untuk mulai melihat dan mempelajari struktur organisasi pendidikan disana.

Selama kurang lebih 2 jam,keduanya baru kembali ke dhalem.

" Menginaplah Adlan, ini sudah lewat jam 4 sore, nanti kau kemalaman di jalan, apalagi kau tidak pakai mobil." untuk kesekian kalinya, Nyai Masturoh membujuk keponakannya itu.

" Tidak apa-apa bi, paling sehabis magrib saya sudah sampai di Al-Falah." Adlan tetap keukeuh untuk pulang saja.

" Jangan ngebut!, dari sini ke Al-Falah itu jauh." ujar Nyai Masturoh segera.

Al-Bustan dan Al-Falah memang terletak di dua kabupaten yang berbeda.Al falah di pamekasan dan Al-Bustan di sumenep. Namun sebenarnya tidaklah begitu jauh, karna Al bustan terletak sekitar 15 km dari wilayah perbatasan pamekasan dan sumenep,sedangkan Al-Falah sekitar 30 Km dari perbatasan itu.

Ibrahim Adlan hanya menanggapi dengan senyum ucapan bibinya, ia segera ke dalam untuk mengambil jaket dan helmnya.Di depan sebuah kamar ia berpapasan dengan Najwa Aulia yang melangkah hendak keluar dengan memakai tas selempang berkelas di pundaknya.Adlan menghentikan langkah, menatapnya. Najwa tersenyum lembut lalu menundukkan pandangan dan segera hendak berlalu

" Najwa!!" pemuda tampan itu menahannya dengan memanggil namanya tanpa embel-embel "mbak" sebagaimana Fathan.

Najwa mengurungkan niatnya untuk pergi , namun tetap tundukkan pandangan, tak berani menatap wajah tampan di depannya itu.

" apa kabarmu, Najwa?"

" Alhamdulillah, baik, Ra." sahut Najwa senyum.

" Apa selama ini kau baik-baik saja?"

" Ia Ra, saya baik-baik saja."

" Katanya kau juga mengajar disini ya?"

" Ia." Najwa masih belum mengarahkan tatapannya .

tetap menundukkan pandangan.Menundukkan pandangan ya, bukan menundukkan kepala.

"Sudah lama?"

" Sudah lewat satu tahun, sekitar itu,Ra."

" Kau senang, mengajar disini?"

Adlan masih betah bertanya, meski lawan bicaranya tak menatapnya.

" Ia , saya senang, bisa kembali terjun di dunia pendidikan." kali ini Najwa menatapnya dengan senyum.Tampak keceriaan terpancar di wajah ayu-nya.

Ibrahim Adlan membalas senyum " terima kasih, Najwa." ujarnya .

" Terima kasih untuk apa Ra?"

" Pertama, karna selama ini kau baik-baik saja. Dan kedua, karna kau tetap memanggilku seperti itu."

Dan pemuda tampan itu segera teruskan langkah,

meninggalkan Najwa yang masih terdiam mengeja kembali panggilan yang ia sematkan untuk Ibrahim Adlan itu.

Ra, panggilan singkat untuk Lora, putra Kyai.

bukankah di Al-Falah hanya kyai dan bu-nyai saja yang tak memanggilnya begitu.Batinnya.

Di teras, Fathan Abdillah dan istrinya, serta Nyai Masturoh dan Aisha berdiri memandangi kepergian Najwa dengan mobilnya yang keluar dari gerbang Al-Bustan. " dia nyetir sendiri?" terdengar tanya Adlan yang rupanya sudah ada diteras juga dan sudah siap untuk pergi.

" Ia mas, mbak Najwa biasa nyetir sendiri pulang pergi dari sini." sahut Fathan.

" Kau sudah pamit pamanmu, Adlan ?" Nyai Masturoh segera bertanya.

" Sudah bibi, saya pamit dulu ya..

" Tunggu Adlan!" Nyai Masturoh menahan tangannya.

"apa aba dan ummimu sudah menyampaikannya padamu?" .Meski awalnya ragu untuk menanyakan hal itu , karna kini dirinya tak hanya berdua saja dengan Adlan, namun akhirnya ia bertanya juga.

" Soal apa, bibi?" Adlan masih belum paham arah pertanyaan bibinya, tapi Aisha dapat tau, gadis cantik itu segera beringsut sembunyikan wajah di balik pundak umminya.

" Soal keinginan kami terhadapmu!".

" Oo itu, ia sudah."

" Apa jawabmu?" sang bibi sudah sangat tidak sabar ingin tau apa keputusan Adlan.Tadinya ia berfikir kedatangan Adlan hari ini juga akan membicarakan perihal rencana perjodohan itu, ternyata sampai keponakannya itu memutuskan untuk pulang tak ada sedikitpun ia menyinggung soal itu.Membuat Nyai Masturoh memutuskan untuk menanyakannya langsung.

Adlan nampak menghela nafas lalu menatap Aisha.

Gadis cantik itu buru-buru menunduk dengan wajah tegang.bahkan.." sa..saya kedalam dulu!" gugup Aisha segera masuk kedalam.Fathan dan Mahil hanya menatap datar, belum faham apa yang di bicarakan ibu dan saudaranya itu.

" Saya belum bisa jawab sekarang,bi." sahut Adlan.

" Lalu kapan nak?"

" Mungkin setelah saya kesini lagi!"

" Baiklah, aku tunggu."

Setelah Ibrahim Adlan pergi, melesat cepat dengan motornya meninggalkan Al-Bustan, Fathan menatap umminya setelah memberi isyarat pada istrinya untuk masuk lebih dulu.

" Ada hal apa sebenarnya mi?"

" Aku dan abamu berniat menjodohkan Adlan dan Aisha, kami sudah menyampaikan ini pada paman dan bibimu!"

"Lalu apa tanggapan mereka?" tanya Fathan cepat.

" Sebenarnya mereka tidak keberatan, tapi tetap menyerahkan keputusan pada Adlan."

" Kalau mas Adlan tidak setuju, bagaimana?"

" Kenapa kau punya dugaan begitu, Fathan?"

" Karna Mas Adlan itu dari dulu, tidak pernah setuju bila dijodohkan.Bahkan kyai Adhiem, wakil pengasuh di tuban, juga ingin menjodohkan putrinya dengan mas Adlan, Tapi,Mas Adlan menolak ummi."

" Tapi, siapa tau, kali ini Adlan mau," Nyai Masturoh memang sangat berharap perjodohan ini terlaksana dengan lancar.

" Tapi kalau Mas Adlan menolak, ummi jangan memaksa!" Fathan segera berlalu.Entahlah, ia merasa kalau ini bukan ide yang baik.

Hal ini berbeda dengan pemikiran Nyai Masturoh,

menurutnya kalaupun Ibrahim Adlan memang tidak menyetujui, tapi kalau orang tuanya memerintahkan

pemuda tampan itu pasti tak dapat menolak.

Adlan sudah terdidik santun dan shalih sejak kecil, dan berusaha mematuhi aturan agama dengan baik,

juga sangat patuh pada kedua orang tuanya.

Agama sudah mengatur dengan jelas kriteria wanita yang di anjurkan untuk di pilih sebagai pasangan, dan Aisha , Putrinya itu sudah memenuhi kriteria itu.

Menurut Nyai Masturoh, keponakannya itu pasti tak ada alasan untuk menolak, bila kedua orang tuanya telah meminta nya untuk menerima.

Yah..kita lihat saja nanti..

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!