Bismillah, sebelum membacanya siapin dulu like, vote nya yah readers. Cerita ini aku buat dengan setulus hati.
Orang tua adalah segala-galanya, merekaa yang merawat, mereka yang membepesarkan kita dengan seluruh kemampuan mereka.
apakah kita sanggup untuk mengecewakan nya???
Siapa sih yang mau mengecewakan kedua orang tuanya. Termasuk kalian semua kan readers, semua kita pasti menyayangi mereka.
Happy Reading, berkomentar lah yang dapat membangun ku dan membangkitkan semangat. jejak jangan pernah di lupakan😘
...💃💃💃Happy Reading 💃💃💃...
Tok Tok Tok
"Masuk!." Ucap Ramlan dari dalam.
Perlahan pintu ruang kerja Ramlan terbuka. Terlihat seorang gadis mungil berjalan mendekatinya setelah menutup kembali pintu.
"Papa manggil Ara?" tanya Clara sembari duduk di kursi.
Ramlan tersenyum menatap putri semata wayang nya.
"Anak papa sekarang sudah dewasa yah, cantik pula" puji Ramlan.
"Ih papah, pasti ada maunya yahhh." Tebak Ara dengan suara manjanya.
Clara Yuda merupakan anak tunggal dari Ramlan Yuda dan Maria Lani.
Menjadi anak tunggal membuatnya mendapatkan kasih sayang sepenuhnya tanpa ada pembagian menjadikan Clara tetap manja hingga dewasa pada orang tua nya
"kok anak papa tahu sih" Ramlan berjalan mengitari meja untuk lebih dekat dengan putrinya.
"Papah mau ngomong apa?, jujur deh." Desak Clara yang yakin ada sesuatu yang ingin di katakan oleh papa nya.
"Ara sudah besar kan yah? " Tanya Ramlan serius.
Wajah yang awalnya serius berubah menjadi mengerut.
"Is papa, tentunya sudah dong. Ara ajah dah kuliah papa... " Balas Ara.
"Papah serius sayang"
Ramlan berjongkok didepan Ara, meraih kedua tangan yang dahulunya mungil tanpa di sadari waktu terus berlalu kini telah berubah menjadi tangan seorang wanita dewasa yang mulus.
"Sayang, dengarkan papa."
"Iya papah, ini juga lagi dengerin papa" Balas Ara.
"Ara sudah siap menikah kan? " Tanya Ramlan.
Deg~
Clara terdiam, mencerna ucapan papah nya.
"Papa jangan bercanda deh. Kok tiba-tiba nanya kek gitu?."
"Papa serius sayang"
Ramlan menggenggam jemari putrinya yang menatapnya serius.
"Bentar bentar.."
"Papah, gak lagi bercanda??" tanya Ara memastikan kalau papahnya tidak bercanda.
Ara menatap papahnya intens, mencari kebohongan ataupun candaan dari sorot mata papahnya. Namun naas, Ara tak menemukan satupun itu.
"Papa serius sayang, kamu sudah dewasa dan sudah cocok untuk menikah. " Ujar Ramlan.
"Pah... jangan bercanda pleaseee, Ara ajah belum ada kepikiran buat nikah pah. " Ucap Ara tak habis fikir.
Boro boro mau nikah, pacaran saja Ara tak pernah. Bagaimana ia akan menikah jika calonnya saja ia tak punya.
"Ara ajah gak pernah pacaran, gimana mau nikah pah" Rengek Ara berharap papahnya mengerti.
Jujur saja Ara tidak pernah menjalin hubungan dengan laki-laki. Ara hanya menyibukkan dirinya dengan tugas-tugas sekolah nya. Meraih prestasi lebih menarik baginya dari pada menghabiskan waktu berhura hura kesana kemari.
"Papah sudah ada calon buat kamu sayang"
Deg~
Tubuh Ara menegang, Pemikiran nya salah, papanya tidak ingin ia menikah cepat. Eh salah papanya ingin ia nikah cepat dan juga ingin menjodohkannya.
"Papa bermaksud ingin menjodohkan Ara?. " Tanya Clara memastikan.
"Iya sayang" Jawab Ramlan singkat.
Sesak, Clara merasa kehabisan nafas, tubuh nya melema seolah tak memiliki tenaga.
"Jadi benar, papa mau jodohin Ara?. " Lirih Ara pelan.
"Sayang, ini demi kebaikan kamu." Bujuk Ramlan.
"Tapi Ara kan masi kuliah pah."
"Kamu masih tetap bisa kuliah kok sayang"
Ramlan terus mencoba meyakinkan Clara.
Ramlan mengangkat tangannya mengelus pipi putrinya lembut.
Ara memalingkan wajahnya menghindari tatapan mata papanya, mata nya mulai berkaca kaca.
"Apa mama tahu? " Tanya Ara.
Maria mamanya Clara yang kini tengah berada di Singapur.
"Mama kamu sudah tahu sayang, papa sudah bicara dengan mama kemarin, dan mama setuju." jelas Ramlan.
Lutut Ara semakin lemas, semua ini sudah direncanakan. Ia tak bisa berbuat apa-apa lagi.
"Beri Ara waktu pah"
Clara melepaskan genggaman yang selalu hangat dihati nya, berdiri menatap papanya yang ikut berdiri bersamanya.
Ramlan mengangguk akan memberi Ara waktu untuk berfikir. Bukan untuk menolak karna iya yakin Clara tak akan menolak permintaannya.
"Baiklah, papa beri kamu waktu 1 minggu untuk mempersiapkan diri sebelum bertemu dengan calon suami mu"
Ramlan menatap punggung putrinya yang perlahan menjauh.
Ara keluar dari ruangan kerja papanya, berdiri dibalik pintu yang telah ditutup nya.
Bahu Clara bergetar, apa yang harus ia lakukan?, bagaimana bisa ia menolak permintaan dari sang papa.
Ara meronggoh saku switer pinknya lalu mengetikan beberapa huruf, kemudian langsung menempelkan benda tipis segi empat itu ke telinganya.
"Halo Ris, Lo dimana sekarang? "
".. "
"Gue tunggu lo di taman"
Ara memutuskan sambungan kemudian berjalan cepat menuju mobilnya.
Ara melajukan mobil nya dengan cepat, jalanan yang lumayan sepi membuat Clara tiba di tempat yang sudah di janjikan sedikit lebih cepat.
Taman kampus, Clara janjian dengan Risma bertemu di taman dekat kampus. Clara celingak celinguk mencari keberadaan Risma.
"Mana sih, Risma" gerutunya.
Clara memutuskan untuk duduk di salah satu bangku taman di dekat tepi kolam.
Termenung, percakapannya bersama papanya masih mengiang ngiang di pikiran Clara.Hidupnya mulai memasuki tahap rumit, bagaimana tidak Clara akan di jodoh kan. Masa lajangnya akan berakhir.
Clara menghempaskan punggungnya pada senderan bangku menatap langit yang sangat bersi tanpa awan, warna biru terlihat sangat indah. Berbeda dengan hati nya yang kini di penuhi oleh awan gelap.
...🍀🍀🍀TBC🍀🍀🍀...
"hello!!, Ara!!!." Panggil Risma sembari mengibas ngibaskan tangannya didepan wajah Ara, ia tak menyadari kedatangan sahabatnya ini.
"Woi!!!!! " teriak Risma sedikit lebih keras tepat di telinga Ara.
"Eh. iya apa?."
Ara kelimpungan menatap Risma yang entah sejak kapan berdiri didepannya.
"Sejak kapan lo disini? " tanya Ara.
"Gue sejak setahon lalu disini, elunya aja yang ngelamun Gak sadar gue dateng. " Balas Risma.
"Mikirin apa sih Ar?, lo ada masalah? cerita ke gue." Ucap Risma mengambil posisi duduk disamping Ara. Sementara Ara menyampingkan posisi duduknya kemudian memeluk Risma, Kaget Risma menunduk menatap wajah Clara yang kini menangis dalam pelukakan nya.
Risma Calista adalah sahabat satu satunya Clara, mereka berteman sejak SMP. Kemana pun menimba ilmu mereka selalu bersama.
"Lo kenapa nangis? "
"hiks hiks gue gak tahu harus gimana Ris. "
"Apa yang terjadi?, Cerita sama gue"
Risma merenggangkan pelukannya, agar bisa menatap wajah sahabatnya yang kini telah basa oleh air mata.
"Gue dijodohin"
"Apa??? " pekik Risma kaget, matanya membulat mendengar ucapan Clara barusan.
"Kok dadakan? sama siapa??."
Ara menggeleng, ia juga tidak tahu siapa lelaki yang akan menjadi suaminya.
"Gue gak nanya ke bokap, gue cuma punya waktu 1 minggu" Jelas Ara.
"1 minggu untuk apa? "
"Buat nyiapin diri" Jawab Ara.
"Itu artinya lo gak bisa nolak dong "
Ara kembali menggeleng. Ia memang tak bisa menolaknya, bagaimana mungkin ia menolak permintaan papahnya. Meskipun ia masih belum siap untuk menikah, tapi Ara memiliki keyakinan apapun yang diputuskan oleh kedua orang tua nya adalah yang terbaik untuk kehidupannya.
"Apa yang harus gue lakukan Ris?."
Ara benar-benar prustasi, ia tak ingin menikah tapi ia juga tak ingin mengecewakan kedua orang tuanya.
"Lo gak mau nikah? " tanya Risma yang diangguki Ara cepat.
"Temui calonnya. Bicara dengan calonnya, Jika calon prianya menolak makan Lo selamat" Jelas Risma.
Ara tampak menimbang usulan dari sahabat nya.
Senyum lebar terukir di wajah Clara, cepat cepat ia menghapus air matanya.
"Lo bener juga, kenapa gue gak liat calonnya dulu ajah." Gumam Ara pelan, namun masih terdengar oleh Risma.
"Tapi jangan nyesal jika calonnya Tampan yah" Goda Risma menoel pipi Ara.
"Apaan sih lo" bantah Ara memanyunkan bibirnya kesal.
...*****...
Sememtara di sebuah rumah besar nan sangat mewah terjadi sebuah perdebatan antara anak dan ayah.
Seorang pria paru baya duduk disofa dengan rahang mengeras. Putra semata wayang nya menolak permintaan nya.
Adam Baritmo seorang pengusaha kaya meminta putra satu satunya untuk menikahi putri dari sahabatnya.
Jeri Baritmo pun tak menyetujui perjodohan ini. Ia merasa papanya tak ada hak untuk memaksanya menikahi wanita yang bukan pilihannya.
"Gak pah!!!." Tolak Jeri lantang.
Jeri berdiri didepan papahnya, Ia tak Terima dengan keputusan papanya secara sepihak itu.
"Kamu harus mau!!!, papa tidak menerima penolakan!!! " ucap Adam tak terbantahkan.
"Jeri gak mau di jodohkan pah!! " ujar jeri dengan nada memohon.
Jeri tak tahu apa yang sedang difikirkan oleh papahnya sehingga ingin menjodohkan nya. Umurnya yang masih muda tidak mengharuskan nya untuk buru buru menikah.
Merasa tak membuahkan hasil memohon pada papanya, Jeri beralih menatap mamanya yang duduk di sofa samping papahnya menyaksikan perdebatan antara nya dan papanya.
Jeri berjalan mendekati mamanya,Bersimpuh menatap wajah mamanya.
"Ma.... Jeri gak mau dijodohkan ma" ujar Jeri memohon agar mamanya mau membantunya.
Rani Baritmo menghela nafas berat, ia tak tahu harus berbuat apa.
" Kali ini mama tidak bisa membantu mu" ucap Rani.
Jeri menunduk di atas pangkuan mamanya, ia tak tahu harus bagaimana lagi. Jika ia terus melawan papahnya, ia takut mengecewakan papanya.
"Coba bertemu dengan calonnya dulu nak, mama yakin kamu gak akan kecewa." Bujuk Rani mengelus puncak kepala Jeri.
"Tapi maaa,.. " Ucap Jeri terpotong.
"Gak ada tapi tapian, besok kita akan adakan pertemuan keluarga. kamu harus hadir! " Ucap Adam memotong ucapan Jeri. Kemudian beranjak dari sana, mau tak mau Rani mengikuti suaminya.
Tinggal lah Jeri seorang diri yang duduk menyender di sova dengan kedua tangan menutupi wajahnya.
"Apa yang harus gue lakukan? " batin Jeri.
Ia bingung harus melakukan apa, ia tak mau dijodohkan. Apalagi gadis yang akan menjadi calon istrinya tak ia kenali.
Papanya belum memberi tahu siapa yang akan dijodohkan dengannya.
...🍀🍀🍀...
Adam memasuki kamar diikuti oleh istrinya . Mereka duduk bersampingan di balkon kamar.
"Apa rencana ini akan berhasil?, aku takut jika ini hanya akan menyiksa keduanya." Ujar Rani dengan nada khawatir.
"Aku yakin, mereka saling cinta, hanya saja perlu waktu." Balas Adam menyakinkan istrinya.
Direngkuhnya istrinya kemudian memeluknya erat. Rani hanya mengangguk dalam dekapan suaminya, ia akan mencoba untuk mendukung keputusan suaminya.
Semoga apa yang mereka rencanakan berjalan dengan lancar dan sesuai dengan yang mereka rencana.
"Apa gadis itu masih mendekati Jeri?. " tanya Adam tanpa menoleh pada istrinya.
Sementara Rani menghela nafas kasar.
"Wanita itu semakin menempel pada Jeri. "
Rani menyenderkan kepalanya pada bahu suaminya yang kemudian meraih jemarinya mengelus nya pelan.
"Wanita itu benar benar licik, berbagai cara ia lakukan untuk mengelabui Jeri. Aku sudah berusaha agar Jeri sadar, tapi wanita itu seakan debu yang selalu menghalangi pandangan Jeri tentang kebenaran. " Jelas Rani panjang lebar tanpa titik koma.
"Tenanglah, kita pasti bisa menjauhkan Jeri darinya. " Ujar Adam menenangkan istrinya yang mulai menggebu.
Rani mengangguk, ia berharap putranya bisa menyadari jika wanita yang baik dimatanya itu adalah wanita yang ingin menghancurkannya.
...❤❤❤TBC❤❤❤...
Haloooooo semuanya, gimana ceritanya??? nyambung gak?? Mohon maaf yah, gue lagi belajar nulis nih. mohon dukungannya gays. Jika kalian suka cerita ini ikutin terus yah, jangan lupa like, comment and share. jika kalian gak suka maka cukup abaikan saja. tapi kalo berkenan sebelum mengabaikannya like ajah dulu🤣🤣🤣
terimakasih buat yang udah like, yang udah Comment. Makasi banget yah. yang ingin promo silakan. Gue janji bakal mampir.
Sekian terimakasih guys😘😘😘😘
😘😘😘😘😘😘 Saranghae**
🦋🦋happy Reading gaess🦋🦋
Ara Pov
Sudah tiga hari berlalu semenjak papah ngasih tahu gue soal perjodohan itu. Gue sangat terkejut, bahkan tak tahu mengapa membuat gue jadi malas ngapa napain. Jujur saja gue belum siap menikah muda, apalagi dengan cowo asing.
Tuk Tuk Tuk
Gue kaget oleh suara ketukan dari pintu kamar gue.
"Ara kamu dah bangun? " panggil seseorang dari luar, yang gue tahu pasti itu suara mama.
"Masuk ajah mah, gak dikunci"
Gue memposisikan tubuh gue yang awalnya baring menjadi duduk di pinggir ranjang.
Mama tersenyum sembari berjalan kearah gue, Sudah 1 minggu gue gak bertemu sama mama rasanya sudah lama sekali gak bertemu.
Mama sibuk di Singapura menjaga Oma yang sedang dirawat di salah satu RS di Singapur.
"Aduhh gimana ini, anak gadis kok bangunnya siang begini." Ucap mama sambil mengusap puncak kepala gue. Rasanya nyaman banget, Gue langsung memeluk perut mama yang kini sejajar dengan tubuh gue.
"Mah Ara kangen mama" ucap gue yang mulai terisak.
"Eh kok anak mama nangis.. "
"Mama koo baru pulang sih, Ara kangen berat tahu hiks hiks" gue semakin mengeratkan pelukan gue pada perut mama.
"Sayang.. " mama merenggang kan pelukan, kemudian duduk disamping kiri gue.
Gue menatap mama mengabur akibat dari air mata yang menggenang dipelupuk mata.
"Coba dengerin mama yah sayang" ucap mama lembut seolah tahu apa yang menyebabkan gue menangis.
Gue mengangguk, membiarkan mama menghapus air mata gue.
"Ara yakin kan? apa pun keputusan papa, itu semua demi kebaikan Ara." Tutur mama lembut.
Gue mengangguk, memang selama ini papa selalu melakukan yang terbaik, gue yakin itu. Tapi nikah muda masih belum bisa gue Terima.
"Tapi ma, Ara masih ragu untuk memulai kehidupan baru, apalagi dengan lelaki yang gak Ara kenal."
Mama membalas ucapan gue dengan senyuman. "Bila saatnya tiba, kamu akan mengerti sayang. Apa kamu mengenalnya atau tidak" Mama mengusap puncak kepala gue, kemudian berlalu keluar dari kamar gue.
Perkataan mama seolah menyiratkan sesuatu. tapi apa???
aarrrggg gue benar benar bingung.
Hari demi Hari pun berlalu, gue menjalani kehidupan seperti biasa kekampus, ngerjain tugas dan tugas. Tanpa gue sadari sudah satu minggu berlalu.
Hari ini gue pulang cepat, Dosen yang awalnya sudah menetapkan jadwal mendadak tidak bisa masuk kelas.
"Assalamu'alaikum, Mah Ara pulang." Gue berjalan memasuki rumah sengaja tidak memanggil papa yang gue tebak masih ada di kantor.
"Waalaikumsalam."
"Waalaikumsalam."
"Waalaikumsalam."
Gue bingung kenapa banyak sekali suara yang menyahuti salam gue tadi.
Penasaran gue langkahkan kaki gue cepat agar melihat siapa yang bertamu kerumah.
Deg~
Terlihat ada beberapa tamu yang gak gue kenali duduk menatap kearah gue.
"Ayo sini sayang, salim tamu kita." Mama menghampiri gue, kemudian menuntun gue ke sofa tempat mereka berkumpul.
"ini tante Rani" ucap mama memperkenalkan.
gue otomatis menyalim tante Rani yang tampak antusias sama Gue.
"Halo tante"
"Ihh anak kamu cantik banget" Puji tante Rani membuat gue tersipu malu.
"Dan ini om Adam" Ucap mama menunjuk lelaki paru baya yang duduk di samping cowo yang sedari tadi menunduk, sibuk dengan ponselnya.
"Hi om" Sapa gue ke om Adam
"Hi juga sayang" Balas om Adam
"Dan ini calon suami kamu, Jeri"
Deg~
Seketika dunia gue runtuh, gue menatap lelaki yang sedari tadi menunduk. Rasa enggan untuk menyapa pun menyelimuti hati gue.
Tante Rani menyikut putranya
"Eh iya gue Jeri" Ucapanya gelagapan kaget atas perlakuan mamanya. lelaki yang bernama Jeri itu menatap gue datar, kemudian berdiri mengulurkan tangannya. Tatapannya seolah berubah menjadi rama. Gue sempat kaget karna ekspresi nya berubah ubah.
"Clara" balas gue singkat. Kemudian duduk diantara mama dan papa.
"Nah, kalian pasti sudah tahu kan arti dari pertemuan kita ini kan? " Tanya papa memulai pembicaraan. Gue maupun Jeri mengangguk.
Lelaki dengan paras terbilang tampan tapi tak membuat gue tertarik, Tubuh nya tinggi kulit putih terlihat maco dengan otot otot yang tercetak di balik kemeja yang gue rasa kekecilan di tubuhnya.
"Kalian memiliki kesempatan untuk saling mengenal selama 3 hari. Karna minggu depan kalian akan menikah.
"Huh??? "
"Huh? " Pekik gue dan Jeri serempak. Gue gak nyangka banget bakal secepat ini.
"Aduh, kagetnya ajah kompak, jodoh ni" Goda tante Rani terkekeh, yang menurut gue gak ada lucunya.
Gue menatap Jeri yang tiba-tiba berdiri. Gue perhatiin Semua mata menatap ke arah nya.
"Atur saja semuanya. Jeri mau ajak Clara keluar dulu, untuk mengenalnya" Ucap Jeri datar. Gue ajah ngeri dengernya, tak ingin ikut bersamanya.
"Wah ide bagus tu, biar saling kenal lebih cepat" Sahut papa. Gue menggeleng cepat papa malah setuju. Gak tahu apa ya anaknya bakal di telan hidup-hidup sama tu cowo datar.
"Wah anaknya gesit juga yah jeng" Timpal mama yang membuat gue ingin berlari dari ruang tamu.
"Ayo! " Jeri menarik lengan gue yang tak bergerak, apalah daya gue gak bisa buat apa apa selain pasrah mengikuti langkah cowo es ini.
Ara Pov End
"Lepas!! " Ara menghempaskan tangan Jeri yang mencengkram pergelangan tangan Ara kuat. Ara langsung mengusap pergelangan tangannya yang terlihat memerah.
Kini mereka tengah berdiri di halaman rumah Ara. Tepatnya mereka berada disamping Mobil Jeri.
"Lo mau bawa gue kemana? " Tanya Ara ketus. Jeri mengacuhkan pertanyaan Ara, ia membuka kan pintu mobil, kemudian memberi Ara isyarat untuk masuk kedalam mobil menggunakan matanya.
"Gue gak mau" Tolak Ara.
"Masuk!! " Ucap Jeri sedikit meninggikan suaranya.
"Gue bilang gak mau yah gak mau!! " Tolak Ara ikut menaikkan volume suara nya. Ara memilih untuk kembali masuk kedalam rumah nya. Namun ditahan oleh Jeri.
"akh! " pekik Ara ketika tiba-tiba tubuhnya melayang diudara. Jeri mengangkat tubuh Ara kemudian mendudukkan ke jok mobil disamping kemudi. Ara yang ramping membuat Jeri semakin mudah mengangkatnya.
"Awas kalo lo mencoba untuk kabur" Peringat Jeri setelah memasang sabuk pengaman untuk Ara. Kemudian Jeri mengitari mobilnya cepat dan memasuki mobilnya.
Ara hanya diam saja ketika Jeri mulai menjalankan Mobil Sport miliknya. Tak ada yang membuka suara, Ara memilih untuk melihat ke luar jendela. Sementara Jeri fokus mengemudi menatap jalanan yang sedikit terlihat macet.
Tbc
Terimakasih lagi readers masih lanjut yah bacanya. nantikan teruss Clajer.
eits jangan lupa vote dan likenya. jejak kaki jangan lupa juga 😘😘😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!