Mentari pagi sedang menyapa setiap insan dengan sinarnya yang hangat, serta suara burung-burungpun bersenandung riang. Begitupun hangatnya suasana dirumah yang sederhana ini, pagi-pagi semua penghuninya mempunyai aktivitas masing-masing.
"Kak... tolong ini semuanya dibawa ke warung ya nak, ibu mau bersih-bersih dulu. Jangan lupa, orderan kakak dipisahin. Nanti malah kelupaan." Sang ibu pun beranjak pergi.
"iya bu, ini langsung dipisahin." sambil memisahkan pesanan teman-teman kampusnya.
Usaha kecil sang ibu di depan rumah, dengan berjualan sarapan pagi (nasi uduk serta beberapa kue manis dan gurih), anak-anaknya pun sudah melarang bundanya untuk tidak berjualan, ditakutkan nantinya sang ibu kelelahan dan jatuh sakit. Namun ibunya beralasan dengan tidak adanya aktivitas, akan membuat jenuh. Ya apa mau dikata, anak-anaknya pun menerima keputusan sang ibu. Walaupun dengan rasa khawatir dengan kondisi sang ibu, mereka pun selalu mendampingi. Mulai dari belanja bahan-bahan sampai dengan mengolahnya menjadi suatu hidangan, namun di warung. Ibu ditemanin sama bude (saudara jauh bunda) dan suaminya. Anak-anak iby tidak bisa menemani, karena sang abang (Ahmad Shauqi) bekerja di kalimantan, Ana kuliah (tapi disaat tidak ada jam perkuliahan, ia akan menemani), dan si bungsu Adit Shauqi, masih dusuk dibangku Sekolah Menengah Atas dan sekarang akan menghadapi ujian kelulusan, karena sudah kelas XII.
"bude, ana permisi kedalam dulu ya, soalnya ada jam kuliah pagi." Dengan senyuman yang menawan.
"iya na, jangan cantik-cantiknya dandannya. Bude takut, banyak lebah yang mau menyengat." Sambil mengayunkan centong nasi di udara seperti sedang mengusir sesuatu.
"hahaha, bude ada-ada aja. Yang ada nanti badan ana kayak kue apem dong, ngembangnya nggak beraturan." dengan memperagakan pipi yang bulat dengan mulut tertutup.
" walaupun menggembang, tapi masih banyak yang suka na makannya. Apalagi ditaburi dengan kelapa parut diatasnya, eemmm endul rasanya." nggak mau kalah si bude.
"iya deh ana nggak akan cantik-cantik, maunya asem aja. Soalnya nanti langsung latihan untuk persiapan tanding bude, kalaupun ada lebah yang hinggap, pasti langsung kabur. " berlalu menuju rumah, dan sibude pun tersenyum dengan menggeleng-gelengkan kepala.
Setelah bersiap, ana segera berpamitan. Sang adik pun juga ikut perpamitan, karena mereka berdua perginya bersamaan. Karena adiknya belum mempunyai SIM (Surat Izin Mengemudi), jadinya nebeng sampai sekolahan dan itupun hanya disaat ana kuliah pagi, kalau tidak. Adit biasa berangkat naik angkutan umum ataupun ikut bareng temannya yang membawa kendaraan kesekolah.
" bu, pamit ya." Ana dan adit mencium punggung tangan ibu, bude serta suaminya (pakde).
Seperti biasanya, ana selalu menggunakan sepeda motor maticnya. Itu adalah kepunyaan dari abangnya dulu, karena abangnya sudah dirantauan, jadinya turun waris ke ana. Abangnya menawarkan sepeda motor yang baru, namun ana menolak dengan alasan sepeda motor abangnya masih bagus dan layak jalan.
Saat akan keluar halaman rumah, ana melihat seseorang. Orang tersebut adalah teman dan juga sahabat dari abangnya.
" Sudah pada mau berangkat?" sapanya.
" Eh kak Roy, iya kak kita sudah mau berangkat, silahkan kan kak, bunda ada diwarung." jawab adit dan ana pun hanya tersenyum.
"ok, hati-hati." Singkat kata jawabnya. Orangnya tidak terlalu banyak bicara, hanya saja terlihat seperti angkuh dan sombong, padahal sebenarnya orangnya baik, Roy.
......................
Setelah dari sekolahan adit, ana langsung melajukan kendaraannya menuju kampus. Pada saat diparkiran, terdengar suara memanggil namanya.
"Anaaaaaa...." terdengar sangat nyaring, seperti memakai toa (alat penggeras suara).
" Ya ampun ni anak, bisa nggak si tu suara nggak pakai toa. Lagian, tu suara nggak ada habisnya teriak-teriak." Dengan tangan yang memegang telingga, gayanya aja sakit telingga, padahal malu juga diliatin orang.
"Biasa ja kaleee... Eh, nanti selesai jam kuliah. Kamu pulang dulu apa langsung Na? kalau kamu langsung, aku ikut nebeng ya. Tapi kalau pulang......" kalimatnya langsung terputus.
" langsung." jawabannya langsung, daripada kebanyakan ditanya jadinya pusing. Teman, sahabat, musuh dan juga sudah seperti saudara sendiri. Rosita, tapi sehari-hari dipanggil butet. Kenapa dipanggil begitu? karena saat bicara, terus aja kayak gerbong kereta api panjang. Tidak ada tanda koma dan titiknya lagi.
" oke deh, yuk masuk kelas." mereka pun berlalu. Dan tak lama pun dosen masuk dan segera memulai pelajaran. Para mahasiswa/i mengikuti mata kuliah tersebut sampai selesai jamnya...
Tak terasa jam perkuliahan pun telah selesai, ana dan butet pun segera beranjak dari kelas dan saat diparkiran...
"sudah pada mau kelapangan ni?" tiba-tiba ada suara orang bertanya.
"wah.. ada cowgan ni,hahaha. Iya kak, kita mau kelapangan. Emangnya kak Rendy tidak kesana? wah nanti bisa kena pidato negara lho, emangnya mau kak? kalau aku si nggak mau lah, sakit telingga dan malunya itu kak. Mau taruh dimana muka aku yang kayak putri salju ini, wkwkwkwk." Sudah sampai mana si butet ngomong nyerocos panjang tidak ada jedahnya, dan yang mendengarnya pun dibuat pusing.
Rendy, senior mereka baik dikampus maupun dilapangan. Orangnya baik, ramah, dan tentunya ganteng. Kedekatannya dengan ana pun membuat opini bagi yang melihatnya seperti orang yang mempunyai hubungan khusus.
Akibat dari perkataan si butet membuatnya tersenyum."ya, kakak juga mau kesana. Apa kalian mau sekalian barengan sama kakak?." Tawaran yang sebenarnya sudah tau jawabannya.
" kita naik mo..." Perkataannya terpaksa berhenti.
"Tidak kak, terima kasih, kita bawa kendaraan kesana." Sambung ana menjelaskan, hampir saja kereta lewat lagi.
"Oh, kalau begitu kakak duluan ya. Hati-hati bawa motornya."
Mereka pun berlalu, dan sesampainya ditempat tujuan.
......................
Saat tiba dilapangan, mereka langsung bersiap untuk mengikuti latihan, dimana hari ini merupakan hari terakhir mereka latihan sebelum mengikuti tournament nasional.
Group putra dan putri beranggotakan 10 orang, dua official di setiap tim. Tim putri mempunyai pelatih yang bernama Tony, yang berasal dari korea, namun ia telah lama menetap di Indonesia. Tidak diragukan lagi keahliannya dalam membina atlet-atlet yang ada, berbagai penghargaan telah diterimanya selama menjadi pelatih.
"Na, kayaknya ada yang lihatin kamu terus tu." sambil menunjuk ke arah yang dimaksud dengan menggunakan moncongnya.
Mengikuti arah yang ditunjukkan, " hem... kamu salah sangka tet. Disini kan banyak orang, masa iya hanya lihat aku." ana hanya mengelengkan kepalanya atas informasi ai butet.
"Dasar wanita kurang peka, awas aja nanti mohon-mohon bantuan mengusir tu para fans dari pandangan lo... Walaupun ada sogokannya, males banget." jelas si butet yang sangat geram.
Akhirnya hari ini selesai sudah, mereka segera di arahkan untuk mulai tinggal sementara pada penginapan yang telah ditentukan oleh pihak penyelenggara selama acara tersebut berlangsung.
......................
Keesokan pagi harinya, ana beserta yang lainnya melakukan olahraga ringan disekitar penginapan, seperti joging agar tubuh mereka tidak kaku. Lalu mereka lanjutkan dengan sarapan pagi, dimana semua atlet dari beberapa negara ikut berpartisipasi berada disana untuk sarapan.
" Hari ini kita game keberapa ya? apa nanti kita juga ikut pembukaan? aduh... rasanya males pajek banget kalau ikut pembukaan." biasalah si butet kalau sudah bersuara.
" lama-lama ni telinga jadi congek-an jyga dekat sibutet." Ayu teman satu kamar ana.
" Wah benar ya kamu congek-an yu?wah bakalan susah ni mau dilapangan, pakai toa deh." Si ayu malah tambah bete dengan sibutet. "na, aku duluan ya balik kekamar. " si ayu pun sambil berlalu.
Begitulah mereka, kalau ada sibutet pasti bakalan ramai (ramai berbalas kata), pokoknya kalah deh orang yang lagi lomba debat. Dan tau sendiri, pemenangnya sudah pasti si butet.
" maaf, permisi. Bertemu lagi ya nak, senang sekali untuk kesekiannya kalinya kita bertemu kembali."
"Paman... !Ya ampun, ternyata ini masakan paman. Pantesan, Ana merasa kenal dengan rasa masakannya. Tidak tahunya memang kenal dengan yang memasaknya." beranjak dari duduknya dan bersalaman mencium punggung tangan orang tersebut.
Aldo Sanjaya, Koki yang terpercaya dalam mengolah makanan untuk para olahragawaan, dia adalah Jhony Kusuma. Koki yang cukup terkenal dengan masakannya. Setiap ada event olahraga seperti ini, untuk makanan serta asupan lainnya harus terjamin, baik dari rasa, penampilan, pelayanan serta jamuan dari pihak penyelenggara pun harus memuaskan.
Setiap kali mengikuti event olahraga seperti ini, ana sering berjumpa dengan sang koki. Awal perjumpaan mereka hanya karena "kelaparan tingkat tinggi" pada malam hari melanda ana pada saat event olahraga di Jakarta. Pertemuan yang berkesan, membuat sang koki menyukai ana.
"Kita bertemu lagi ya nak, paman senang sekali rasanya. Silahkan sarapan dulu, kasian cacingmu sudah mengerutu didalam perut." tawa sang koki beranjak pergi.
Dengan senyum manisnya, menatap punggung sang koki yang berlalu. Tak disangka, pertemuan yang berasal dari cacing berdemo didalam perutnya (lapar) sehingga bertemu sang koki. Hampir setiap event yang bergengsi, ana akan berjumpa dengannya.
(toel...toel) ada jari yang menyentuh lengannya, siapa lagi kalau bukan si butet. "eh na, kamu kok akrab banget dengan orang itu? jangan-jangan kamu ada something ya... Hanyo ngaku! jangan berbohong ya, kalau bohong. Bakalan aku cari tahu sampai akar-akarnya, ngerti kan?". Gayanya sudah kayak wartawan gosip, pertanyaannya penuh dengan intimidasi.
Mengahabiskan sisa air didalam gelas, lalu berdiri meninggalkan tempat sarapan. "mau tau aja apa mau tau banget?".
"wah, informan yang curang. Hei na, jangan kabur woi... ceritain dulu." si butet pun ikutan menyelesaikan sarapannya. "isss... kayak artis aja lo na, capek ni ngejerin kamu. Hanyo lah ceritain." dengan nafas yang ngos ngosan, masih mengintimidasi sang informan.
Mengeleng-gelengkan kepala dengan senyum kecut. " Mau tau ceritanya? apa mau t.... " belum selesai ana berkata.
"Tinggal ngeluarin suara aja na, susah banget." protes butet.
" beneran ni mau tau?".
Ana menatap wajah orang yang bertanya dengan serius," KEPO... K...E...P...O... KEPO." lalu melanjutkan langkahnya untuk kembali kekamar dengan tawa yang meledak karena sibutet.
"Aaaannnaaaa..." teriak sibutet merasa kesel setengah mati.
Acara grand opening (pembukaan) event pun sedang berlangsung, cukup lumayan banyak tim yang ikut acara ini. Karena diadakan empat tahun sekali, jadi setiap tim sudah mempunyai tingkat kematangan dalam bidang olahraga tertentu, bisa dibilang mengadakan penyeleksianyang ketat, hingga akhirnya tim yang memperkuat cabang olahraga masing-masing terbentuk. Tim basket ana tidak ikut dalam acara pembukaan tersebut, karena tim mereka akan bertanding pada hari ini, tapi bukan yang pertama. Kalaupun tim mereka ikut dalam pembukaan tersebut, akan ada konsentrasi yang terbuang begitu pendapat dari sang pelatih.
" semuanya, tolong bersiap. Kita akan berangkat kelapangan 1 jam lagi, semuanya nanti kumpul di lobby. Jangan ada yang ketinggalan, tidak ada embel-embel. Siapa yang ketinggalan, silahkan berangkat sendiri. Nanti akan ada mobil bus yang standby didepan lobby." ujar Firman, sang manager tim memberikan pengarahan untuk tim puteri yang akan bertanding.
Sedangkan untuk tim putera, mereka sudah terlebih dahulu berangkat, dikarenakan mereka ada di pertandingan pertama melawan tim dari KAL-BAR (Kalimatan Barat). Sedangkan tim puteri ada di game ke 4, bertanding dengan tim dari PAPUA (tim yang patut diperhitungkan).
......................
Setelah semua tim puteri berkumpul di lobby, dengan sedikit pengarahan dari official. Mereka lalu menaiki bus yang telah tersedia, perjalan memakan waktu kurang lebih tiga puluh menit untuk sampai di tempat pertandingan.
" kenapa ya selalu saja butet nempel terus, kayak nggak ada teman yang lain aja." ana bergelut dalam hati, bagaimana tidak merasa risih. Butet selalu membuat pikiran dan jantung seperti berperang melawan penjajah, nasib-nasib.
......................
Saat tiba di tempat pertandingan, mereka segera masuk ke dalam gedung besar yang menjadi tempat dilaksanakan cabang bola basket. Suara gemuruh terdengar dari para pendukung masing-masing tim yang bertanding, yel-yel yang kocak, atribut yang mendukung, hem... super sekali. Bagi ana, hal ini sudah biasa ia dapatkan disetiap event pertandingan yang di ikutinya. Tim yang bertanding saat ini adalah game yang kedua, masih satu pertandingan lagi mereka tunggu. Saat menunggu, tim ana duduk dengan menikmati pertandingan.
"Hai...". Orang tersebut duduk disebelah ana.
" eh kak Rendy, gimana pertandingan tadi?". tanya ana dengan jantung dag dig dug akibat kaget.
" yah... lumayan menguras tenaga na, tim lawan sama kuatnya. Hampir saja tadi kecolongan angka." gumamnya Rendy dengan ekpresi wajah serius. " kalian nanti bertemu tim mana?".
Mendaratkan punggung di kursi sambil menghela nafas, "PAPUA kak, pasti cukup menegangkan nantinya. Semoga saja tidak banyak ketinggalan kak, hehehe..." senyuman yang menahan rasa takut akan lawan yang dihadapi nanti.
" Kamu santai aja na, jangan cemas. Ikutin aja pola permainannya, kalau kamu cemas yang ada nantinya malah nggak fokus." Tangannya menepuk pundak ana. Karena kaget, ana langsung menoleh ke arah Rendy.
"Kakak doain agar kamu bisa melewati pertandingan nanti dengan baik, masa sih bintangya tim puteri nggak bisa menang dengan lawan yang mudah." Rendy sengaja mengatakan itu,l agar ana tidak terlalu cemas.
Namun, tidak dengan ana. "mudah matamu somplak kak. Nggak liat apa, tu badan kekar semua. Mana nafas mereka nggak ada ngos-ngosnya lagi." Umpat hati ana. Menanggapi perkataan Rendy, ana hanya tersenyum meringgis.
Disaat mata melamun melihat aksi para pemain dilapangan. "Hayo semua, turun kebawah dan masuk kedalam ruang pemanasan. langsung kenakan atribut kalian dan pemanasan." Suara serak yang khas Firman menggema memberikan intruksi. Semua tim puteri berkemas melaksanakan instruksi tersebut. Lambat sedikit, siap-siap sprint (lari kencang) sepuluh putaran lapangan basket.
" Na, semangat!." Memperlihatkan tangan tanda menyemangati.
"ya ampun, ada-ada aja ni orang. Disini ada sepuluh orang kali, kenapa juga fokusnya ke aku." kesal ana dalam hati terhadap sikap Rendy yang dianggap sedikit lebay. Karena tidak mau terlihat cuek dan angkuh, " Terima kasih kak." berlalu meninggalkan tempat semula.
Melalukan lari-lari kecil, perenganggan otot dan sedikit sprint dilakukan untuk memperkecil resiko cidera, walaupun masih ada kemungkinan lainnya yang dapat memicu cidera. "Na, babang tamvan kayaknya suka deh sama kamu. Apa kamu tidak ngerasainnya?" Mulai deh ada bumbu-bumbu provokasi dari Eka, teman satu tim Ana. Dan Ana hanya menjawabnya dengan senyum tipis kayak cengiran kuda, bergelut dengan hati " apa lagi ini, bukannya mikirin tanding malah mikirin cowok. Apa aku buka biro jodoh aja ya buat mereka, mulutnya ahli semua jodohin orang. "
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!