PROLOG
Menikah memang membutuhkan cinta dan untuk itu aku hadir di sini.
Brenda Alicia 18tahun.
Menjadi seorang model majalah adalah pekerjaan yang di geluti olehnya. Cinta membawa bahagia pada hampir setiap kita, tapi tidak untuk Brenda. Pernikahannya terjadi karena suatu malam Ia mabuk saat party bersama teman seprofesi nya. Brenda yang tak pernah menyentuh alkohol sama sekali kemudian muntah muntah sampai pingsan di depan toilet sebuah klub malam.
Beruntung seorang laki laki baik hati menolongnya. Membawa pulang ke apartemen nya, karena Han tidak mungkin memberitahukan pada papa Brenda bahwa anak gadis kesayangannya kini mabuk sampai pingsan di sebuah klub malam.
Han adalah asisten kepercayaan Pak Yanto. Bekerja selama tiga tahun terakhir dan begitu mencuri perhatian sang atasan. Cekatan, bertanggung jawab juga memiliki kepribadian yang sangat baik. Sayangnya latar belakangnya tak se tampan wajahnya. Ia hanya seorang yatim piatu dan menggantungkan hidupnya dari gaji seorang asisten perusahaan kontraktor yang tak terlalu besar.
Sang Papa menganggap kejadian yang menimpa anak perempuannya adalah aib, untuk menghindari gunjingan orang luar lalu Papa nya mendesak putri nya agar menikah dengan Han. Menurut Pak Yanto asisten nya seorang yang bisa di percaya untuk dapat membimbing putri nya menjalani kehidupan yang lebih baik. Terlebih selama ini sang papa baru tahu bahwa putri nya berprofesi sebagai model majalah pria dewasa. Profesi yang sudah membesarkan namanya.
Brenda awalnya menolak, tapi karena desakan sang papa mau tidak mau gadis itu menurutinya. Hal ini sangat bertentangan dengan mama nya. Mama nya sangat tidak setuju mendapatkan menantu dari kalangan biasa dan yatim piatu. Wajar jika semua orang tua di dunia menginginkan yang terbaik untuk mendampingi putri nya kelak.
Tidak ada lagi kehidupan harmonis seperti dulu. Papa dan Mama Brenda sering ribut beda pendapat dalam hal mengasuh anak maupun jodoh yang dipilihkan papa nya.
MENCINTAI OM ASISTEN 1
Bab 1 - Kejutan Tengah Malam
Siang itu sepasang suami istri yang berprofesi petani sedang beristirahat di bawah rindangnya pohon belimbing.
Pohon belimbing yang sudah lama tak berbuah itu pun sudah hampir habis daunnya. Banyak daun yang sudah terlihat menguning dan kering.
Pak Yanto tanpa mengenal lelah terus saja menyirami, memberikan obat hama, karena tak jarang ketika buahnya sedang panen sepasang petani itu tak bisa menikmati hasilnya, karena terlanjur busuk atau rusak di makan burung.
Pohon belimbing itu dulu bisa menjadi sumber penghasilan bagi sepasang suami istri yang tidak dikaruniai anak itu.
Ya, Pak Yanto dan Ibu Desi adalah sepasang petani yang belum juga di karuniai anak di usia sepuluh tahun pernikahan. Mereka sama sama yatim piatu dan tidak memiliki sanak saudara lagi di dunia. Hingga sampai saat ini, mereka hanya saling memiliki.
“Pak, seandainya Tuhan kasih kita anak yo…?” tanya Bu Desi dengan logat medok khas Jawa.
“Ya sudahlah Bu, Tuhan masih kasih kita hidup sampai sekarang saja itu sudah bagus Bu.”
“Iya sih Pak, tapi kita semakin lama nambah usia toh, sampai kapan kita seperti ini terus. Kesepian, lelah, tidak punya sandaran ketika tua nanti Pak.”
“Banyak banyak bersyukur saja Bu.”
Ditatapnya wajah sendu sang istri yang sangat di cintainya selama ini, jujur Ia pun merasa sedih dengan kondisinya. Hidup miskin tanpa dikaruniai anak membuat mereka sangat kesepian dan seperti tak ada tujuan hidup.
“Bu, sudah jangan sedih terus, ini ada kayu bakar, bisa buat masak nanti malem, Ibu pasti lapar, itu sayur nya sekalian di bawa dulu Bu, bapak mau mancing dulu ke empang.”
Kebetulan tadi pagi Pak Yanto sempat panen beberapa jenis sayuran dari sawahnya. Kemudian ada petani lain yang membagi nya kayu bakar sebagai ucapan terima kasih, karena sudah di bagi sayuran oleh Pak Yanto.
Pak Yanto juga mendapatkan sedikit uang hasil penjualan sayur nya tadi. Kali ini hasil panen nya menghasilkan uang yang lumayan untuk memancing di empang milik kepala desa.
Adalah Pak Sujatmiko, kepala desa yang sombong dan mata duitan, empang yang tadi nya bisa di nikmati bersama hasilnya, kini sudah di berikan pagar pembatas agar setiap warga yang mau memancing harus membayar uang sewa. Ada biaya yang dikenakan per jam untuk memancing ikan. Setiap warga yang sudah selesai memancing pun harus rela membayar biaya nya.
“Pak, kalau uangnya di pakai untuk mancing ikan, kita gak bisa beli beras donk.” Sang istri masih menggerutu ketika suami nya sudah berjalan agak jauh.
“Kan masih ada singkong Bu di rumah.”
Lagi lagi mereka tidak bisa makan nasi hari ini. Berpuasa menahan lapar bukan sekedar ibadah bagi sepasang petani itu. Mereka harus berhemat demi bertahan hidup. Bisa membawa hasil pancing saja sudah bersyukur.
Malam setelah menyantap ikan hasil pancing, Pak Yanto merebahkan diri di ranjang kayu yang sudah reyot itu.
Tiba tiba sang istri teriak dari arah belakang rumahnya.
“Pak, pak, ada suara bayi.”
“Bayi? Ibu ini melantur saja.”
“Pak, coba denger lagi, bener toh suara bayi?”
Akhirnya Pak Yanto menegaskan pendengarannya dan ikut beranjak keluar rumah reyotnya mengikuti langkah sang istri mencari asal suara tangisan bayi.
MENCINTAI OM ASISTEN 2
Bab 2 Brenda Alicia
Suara tangisan bayi mungil yang dipastikan sengaja ditinggalkan oleh keluarganya itu memilukan. Jeritnya mengundang beberapa warga desa yang berjaga ronda keliling berbondong bondong mencari sumber suara.
"Pak, Pak, lihat Pak, i-ini Pak....bayi..." Ibu Desi yang paling pertama menemukan langsung pula menggendong bayi tersebut.
"Bu Desi, bayinya di bawa aja ke rumah kepala desa." Kata salah seorang warga lain.
"Bener Bu Desi, ayo kita bawa."
"Maaf bapak bapak ibu ibu, saya mau bawa pulang dulu sebentar biar di berikan susu. Ini ada sebotol susu disini. Kasian adek bayinya bisa masuk angin kalau dibiarkan menangis terus." Kata bu Desi seraya menolak warga yang ingin langsung memboyong bayi itu ke rumah kepala desa.
"Ya sudah bu, kalau begitu kita kita duluan ya nanti ibu Desi sama Pak Yanto menyusul saja ke rumah Pak Sujatmiko." Akhirnya sebagian warga membubarkan diri pulang ke rumah masing masing sementara para penjaga siskamling pergi menuju kepala desa untuk memberi tahu perihal penemuan bayi.
Sesampainya di rumah, bu Desi yang panik langsung masuk ke kamar.
"Pak, Pak....tolong beresin barang barang kita Pak..kita harus pergi dari sini."
"Waduh, pergi kemana bu, ibu mau kemana? Kita kan harus menyerahkan dulu bayi ini ke kepala desa Pak."
"Tidak Pak, aku mau bayi ini. Enak aja di serahin ke Pak Sujatmiko. Ini bayi pasti dari Tuhan Pak. Tuhan kabulin doa aku, aku akan rawat anak ini Pak. Ayo cepet Pak, nanti warga keburu dateng lagi."
"Bu, tunggu jangan gegabah dulu bu, kita harus tinggal dimana bawa anak ini, kita kan gak ada keluarga lagi bu."
Sesekali dua kali ibu Desi meninggikan lehernya melihat ke jendela memantau keadaan sekitar takut warga sudah datang.
"Pak, anakku sudah tidur Pak. Ayo kita bawa aja seadanya yang bisa untuk pakai dan makan beberapa hari. Kita pindah ke kota. Pakai sisa uang penjualan sayur saja Pak."
Karena sang istri terus mendesak, akhirnya mau tak mau Pak Yanto mengikuti keinginan ibu Desi.
Setelah berkemas, mereka menggunakan kerudung takut terlihat, mengendap berjalan dengan membawa bayi yang terlelap, akhirnya mereka dapat tumpangan mobil bak menuju kota.
Subuh akhirnya pasangan suami istri membawa bayi itu tiba di kota Jakarta.
"Bu, Pak bangun, kita sudah sampai di Jakarta, silahkan turun ya, kami mau masuk ke pasar." kata seorang kenek dari mobil yang mereka tumpangi.
"Terima kasih Pak. Kami permisi."
Berjalan tertatih dan karena bayi mulai menangis, Pak Yanto yang memiliki uang tak banyak memutuskan untuk membeli susu sekedarnya di warung.
"Makasih bu, numpang tanya sekitar sini ada kontrakan murah murah gak ya bu?" Tanya Pak Yanto ke ibu pemilik warung.
"Oh ada Pak, kebetulan saudara saya ada yang kontrakin petak di ujung gang sana nomor 121 rumahnya Pak. Coba saja mudah mudahan cocok."
"Oalah, baik bu, terima kasih sekali lagi."
Sepasang suami istri itu segera menuju ke kontrakan yang sudah ditunjukkan oleh pemilik warung. Setelah menyelesaikan proses tawar menawar dan bertemu titik terang barulah suami istri itu membawa bayinya masuk ke rumah petak sederhana itu.
"Bu, duit bapak abis ini, buat kontrak rumah, bapak tanya tanya tetangga dulu ya mau cari kerjaan dulu, buat makan kita sama beli susu anak ini."
"Pak, terima kasih ya Pak, bapak mau terima anak ini. Aku seneng banget Pak, akhirnya Tuhan mempertemukan kita dengan bayi mungil ini."
"Iya bu, semoga anak ini membawa rejeki untuk kita ya bu."
Pasangan suami istri itu melewati beberapa hari di pojok kota Jakarta dengan penuh sukacita, bagaimana tidak Pam Yanto langsung mendapat pekerjaan sebagai buruh serabutan. Dengan senang hati Pak Yanto menerima dan menjalani pekerjaan. Tiada yang lebih sempurna saat ini selain menjalani kehidupan bersama Brenda.
Bayi mungil berjenis kelamin perempuan yang mulai bisa beradaptasi dengan orangtua asuhnya itu pun mulai ketergantungan pada sang ibu. Ibu Desi menemukan sepucuk kertas bertuliskan Brenda Alicia 03 April 2021. Ibu Desi lantas membiasakan memanggil nama bayinya sesuai dengan tertera dalam kertas putih.
Hari hari berlalu begitu cepat, Pak Yanto yang rajin bekerja dan tak mengenal lelah itu mulai naik pangkat menjadi mandor di salah satu komplek perumahan yang sedang di bangun. Kehidupan Pak Yanto dan istri nya perlahan berubah semakin baik semenjak ada bayi Brenda di tengah mereka.
Brenda bertumbuh menjadi anak yang periang, suka membantu orangtuanya. Bahkan semenjak kecil Brenda sudah sering berlenggak lenggok di depan cermin menirukan dirinya bak seorang model profesional.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!