Seharusnya, ini adalah malam yang akan mengantarkan kebahagiaan bagi Nico, ia sangat berharap penantian panjangnya menunggu cinta akan berbalas dengan ungkapan 'Yes, I will'' dari ia yang kini sudah berstatus janda.
Nico tergesa-gesa meninggalkan cafe dengan perasaan marah dan kecewa. Meninggalkan Vita yang menangis dan merasa menyesal setelah dirinya menceritakan hubungan terlarangnya dengan Edward.
Asa kembali hadir saat Vita, wanita yang dicintai dan ditunggunya sudah status janda. Nico sudah mengutarakan isi hati untuk meminta wanita itu menjadi istrinya. Tapi itu saat lalu, karena saat kini wanita yang didambanya itu telah hamil oleh lelaki lain.
Nico melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, menembus jalanan yang lengang dan sunyi. Berkali-kali dirinya berteriak, memukul setir, melampiaskan kemarahannya.
"Bodoh...bodoh...arghhh kenapa aku bisa dibutakan cinta...shittttt...." Nico berteriak di dalam mobilnya.
"Vita....kamu kenapa jadi begini....kenapa kamu jadi wanita murahan hah--" kembali Nico meracau, melampiaskan semua kegundahan dan kekecewaan. Kilas balik kenangan saat masa sekolah, saat bersama-sama dengan Vita berkelebat di memori kepalanya.
Seorang pria, saat merasa perihnya patah hati dia tidak menangis meraung seperti yang dilakukan wanita. Tapi sudut mata yang berkaca-kaca menandakan dirinya sakit hati yang mendalam. Inilah yang sedang Nico rasakan.
Ciiiiitttttt....bughhh. Suara rem mobilnya terdengar berdecit keras dikesunyian malam, karena Nico menginjak pedal rem sekaligus. Dia tiba-tiba melihat ada orang yang akan menyebrang sehingga reflek menginjak rem. Jalan yang minim penerangan dan suasana hati yang kacau membuat Nico tidak terlalu fokus melihat jalan.
"Astaga, apa aku menabraknya ?" Nico turun dari mobil, melihat seorang wanita tergeletak tak sadarkan diri di aspal dengan penerangan yang minim.
"Ya Tuhan, bagaimana bisa aku menabraknya ?" Nico meremas rambutnya, panik. Dia berjongkok disamping wanita itu yang diam tak bergerak. Wajahnya tidak terlihat karena posisi tubuhnya miring dan tertutupi ujung hijab.
"Ada tabrakan...ada tabrakan...." teriak seorang lelaki berlari memanggil warga yang sedang bermain kartu di pos ronda dan memanggil para pemuda yang sedang nongkrong bermain gitar dekat jembatan.
Nico semakin panik, ketika melihat banyak warga berlari ke arahnya. Sebagian membawa sesuatu ditangannya, entahlah apa itu karena Nico tidak jelas melihatnya. Akhirnya, dia memutuskan menyelamatkan diri karena takut diamuk massa.
Nico berlari memasuki mobil, memutar balik arah dengan cepat. Bukan untuk lalai dari tanggung jawab, tapi menghindar dari kemungkinan amukan masa yang akan main hakim sendiri.
"Wooyyyy jangan kabur wooyyyy...." warga berteriak berusaha mengejar mobil yang dikendarai Nico tapi tak terkejar karena Nico membawanya dengan kecepatan tinggi.
"Bang...dilihat no mobilnya nggak ?" tanya warga lain yang ikut mengejar dibelakang, nafasnya ngos-ngosan.
"Tak terlihat lah....mataku buram kalau membaca kurang cahaya, gelap sekali ini..." jawab si abang.
"Yaaah nanti gimana polisi bisa menangkapnya, mana gak ada cctv disini..." salah seorang warga mengamati sekeliling yang hanya ada pohon-pohon besar dan rindang dikedua sisi trotoar. Yang ada kamera pengawas hanya hotel yang jaraknya 100 meter dari lokasi kejadian.
"Sudah-sudah, kita tolong aja dulu korbannya....takut kenapa-kenapa," yang lain menimpali.
"Astagfirullahaladzim....Suci....bangun nak!" seorang Ibu datang tergopoh-gopoh mengurai kerumunan orang. Dia berteriak histeris melihat kondisi anaknya tergeletak tidak sadarkan diri.
"Bapak-bapak tolong carikan Ambulan...tolong anak saya....!" si Ibu berteriak sambil menangis melihat orang-orang hanya menonton bahkan ada yang memfoto dan merekam video dengan hape.
"Kalau nunggu Ambulan lama bu....kita minta tolong mobil yang lewat saja..." ujar seorang warga.
Warga mencegat setiap mobil yang lewat, tapi beberapa pada menolak. Beruntung mobil berikutnya ada yang bersedia membawa korban ke rumah sakit.
Dua peristiwa menyesakkan harus dialami Nico malam ini, diluar ekspektasinya. Malam gelap keabuan tanpa taburan bintang, karena langit tengah mendung, menjadi saksi bisu titik awal perjalanan baru kisah Nico menapaki hari-hari ke depannya.
*****
Prakata Author
Assalamualaikum,
Hai, readers tersayang,
Ini adalah novel kedua aku. Aku konsisten menyajikan cerita yang tidak hanya sebagai hiburan tapi juga terselip pelajaran.
Jangan lupa tinggalkan jejak LIKE di setiap babnya ya.
Selamat membaca ya!
Salam 😍
Me Nia
Nico kembali ke hotel tempatnya menginap. Malam ini perasaannya sungguh kacau dan campur aduk. Rasa kesal dan kecewa kini bertambah dengan perasaan bersalah karena insiden menabrak orang.
"Besok aku harus mencari tahu...." Nico bergumam, berjalan mondar-mandir.
Hape di sakunya bergetar. Dia melihat ada panggilan dari Bunda.
"Bunda..." Nico mengangkat teleponnya.
"Kamu dimana nak...." suara Bunda disebrang.
"Aku di Medan...maaf gak ngasih kabar Bunda...." Nico menghela nafas berat.
"Pokoknya besok kamu harus pulang nak....perusahaan lagi kolaps karena kamu sering meninggalkan begitu saja. Bunda tunggu dirumah ya sayang...," suara lembut Bunda memang selalu bisa membuat Nico luluh. Bunda sudah mengakhiri teleponnya.
***
"Itu yang nabrak benar-benar gak punya hati, main kabur aja..."
"Bener itu Bang, coba mikir kalau itu menimpa keluarganya. Saya sampai gak tega lihat Ibu nya terus-terusan nangis sepanjang jalan. Saya tadi malam antar sampai IGD, entah gimana sekarang keadaannya....."
Nico yang duduk di warung kopi dekat tempat kejadian, mendengarkan pembicaraan orang-orang yang sedang ngopi. Kejadian kecelakaan semalam masih menjadi obrolan hangat. Pagi ini Nico sengaja mengunjungi lokasi dengan memakai motor mencoba mengorek informasi.
"Baiklah, aku ke rumah sakit saja sekarang," batin Nico.
Nico berjalan dengan cepat memasuki Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi yang tampak ramai dengan pengunjung dan aktivitas petugas .
"Pagi mbak, saya mau minta informasi tentang korban kecelakaan tadi malam," Nico saat sampai langsung menuju ruang informasi.
"Atas nama siapa ya pak ?" tanya petugas denga ramah.
"Hm, saya tidak tahu namanya mbak, tapi dia seorang wanita, korban tabrak lari," sahut Nico.
"Tunggu sebentar ya pak, saya cek dulu," petugas mengecek data base di komputer nya.
"Tadi malam ada dua korban kecelakaan pak, keduanya laki-laki. Tapi yang satu orang dinyatakan meninggal setelah ditangani di IGD."
"Apa mbak yakin korbannya laki-laki ?" Nico tampak mengerutkan kening.
"Betul pak, mungkin tidak dibawa ke rumah sakit sini pak." ujar petugas.
"Oh ya sudah, terima kasih mbak," Nico tersenyum tipis, berlalu keluar meninggalkan rumah sakit.
Dia melirik jam yang melingkar ditangannya. Sudah tidak ada waktu lagi untuk mencari info. Satu jam lagi jadwal keberangkatan pesawat. Waktunya untuk pergi ke bandara Kualanamu, meninggalkan Medan menuju Jakarta.
****
Plak. Sebuah tamparan mendarat di pipi kiri Nico.
"Jangan balik lagi sekalian ! Kerjamu hanya bikin masalah terus !" Ayah Hendro menyambut kepulangan Nico di rumah dengan amarah.
Nico hanya diam menundukkan wajahya. Dia sadar diri, kesalahannya begitu banyak.
"Kamu hanya menghabiskan waktu untuk mengejar wanita, sampai.mengabaikan tanggung jawabmu di perusahaan. Dimana akal sehatmu hah !!" Ayah kembali berteriak melampiaskan kemarahannya.
"Ayah, sudah...tenangkan diri dulu...jangan sampai darah tinggi ayah kumat." Bunda Dewi menarik lengan suaminya untuk duduk.
"Ayah, Bunda....Nico minta maaf. Nico sangat menyesal, Yah. Beri lagi satu kali kesempatan untuk memperbaikinya. Nico janji kalau sampai mengecewakan Ayah sama Bunda lagi, Nico akan keluar dari rumah ini."
"Oke. Ayah kasih kamu kesempatan terakhir. Perusahaan sekarang sedang merugi besar, investor membatalkan beberapa proyek kerjasama gara-gara kamu. Kamu harus bisa membuat perusahaan sehat kembali. Kalau tidak, perusahaan dan rumah ini akan disita Bank. Kita akan jadi gelandangan." Ayah menurunkan intonasinya, berkata sedikit parau.
"Nico janji Yah. Semua akan kembali normal bahkan lebih naik." ujar Nico optimis. Ayah tidak menjawab, dia berlalu menuju kamarnya.
"Kamu tunggu disini nak, Bunda ambilkan es batu dulu..." Bunda memeriksa wajah anaknya yang memar dan sudut bibirnya sedikit mengeluarkan darah.
...Bersambung...
"Dok, bagaimana kondisi anak saya ?" Umi duduk diruang dokter, meski berusaha tenang tapi gurat kekhawatiran nampak di wajahnya.
"Dari hasil CT scan bisa dilhat bagian kepala tidak ada cedera, juga tidak ada luka dalam bagian perut. Anak ibu hanya mengalami fraktur di kedua kakinya atau disebut patah tulang . Kaki yang kanan mengalami single fraktur dibawah lutut. Dan kaki yang sebelah kiri mengalami fraktur tibia atau retakan memanjang pada tulang kering." Dokter menjelaskan dengan gamblang, hasil dari CT scan.
"Berapa lama proses penyembuhannya dok ?"
"Soal itu dokter Ortopedi yang akan menjelaskannya selesai operasi nanti sore ya bu," dokter mengakhiri penjelasannya.
Umi berjalan gontai menuju ruang perawatan anaknya. Dari arah koridor samping, seorang pemuda tegap berwajah indo arab berlari ke arahnya.
"Umi.." pemuda itu berteriak memanggil.
Umi langsung menoleh dan memeluk anak pertamanya itu.
"Umi...maafkan aku baru bisa datang sekarang. Aku baru dapat ijin cuti..." Candra mencium tangan Umi nya itu. "Umi gimana keadaan Suci sekarang ?" tanya Candra.
"Alhamdulillah tidak ada cedera di kepalanya. Suci hanya mengalami patah kaki dan luka-luka luar. Nanti sore dilakukan operasi tulang," Umi menjelaskan sambil berjalan menuju ruang perawatan.
Saat masuk, Suci masih tertidur pengaruh obat. Kedua kakinya berbalut perban khusus sampai ke bawah lutut, perban-perban kecil tampak.ada beberapa dibagian tangannya.
"Umi apa penabraknya sudah ketahuan ?" tanya Candra dengan pelan takut membangunkan adiknya. Umi menggelengkan kepala, "Umi tidak mau memikirkannya biar jadi urusan polisi. Kalau dia mau bertanggungjawab, dia akan datang sendiri," jawab Umi lirih.
Cut Sucita Yasmin, gadia berumur 24 tahun itu mulai mengerjapkan mata. Matanya memicing menyesuaikan dengan keadaan sekitar yang tampak asing. "Aww....Ya Allah sakitttt" dia memekik, meringis menahan sakit.
"Sudah bangun, nak....?" Umi mendekati ranjang pasien diikuti Candra.
"Suci....gimana keadaanmu....?" Candra duduk menggenggam tangan adiknya, wajahnya tampak khawatir.
"Badan aku sakit semua, kaki lebih sakit lagi bang...." Suci kembali meringis, matanya berkaca-kaca.
"Sabar ya nak, kamu harus kuat....nanti sore kamu akan menjalani operasi tulang," Umi membelai kepala Suci yang berbalut hijab.
"Umi.....apa bang Rafa tau...? Suci berkata lirih.
Umi yang akan menjawab ditahan oleh Candra. "Sebaiknya jangan dulu dikasih kabar. Nanti aja kalau kita pulang ke Aceh."
Suci hanya bisa pasrah, tak ada tenaga untuk mendebat. Rasa sakit yang hebat terutama di kakinya membuatnya terus meringis. Sebelumnya dia tidak merasakan apa-apa karena diberi obat anti nyeri, kini baal nya sudah habis hingga nyeri yang hebat akibat patah tulang dirasakannya.
Saatnya operasi tiba. Dengan ramah beberapa perawat masuk untuk membawa Suci ke ruang operasi.
"Saya Gunawan, dokter spesialis bedah ortopedi. Doakan ya Bapak, Ibu, agar operasinya berjalan lancar," Dokter yang masih muda itu berkata tenang dengan senyum ramah sebelum memasuki ruang operasi ditemani dokter anastesi. Umi dan Candra mengangguk sambil mengaminkan.
Candra berjalan bolak balik didepan ruang operasi. Wajahnya tampak tegang dan gelisah, sudah 2 jam operasi berlangsung belum ada tanda-tanda selesai.
"Tenang lah nak, duduk disini...." Umi menepuk kursi yang ada disampingnya. Candra menurut, ia duduk menopang dagu dengan kedua tangan menekan paha.
Operasi selesai setelah berlangsung selama 4 jam. Kaki kanan Suci harus dipasang pen, sementara retakan tulang kering di kaki kiri memakai gips. Suci.kembali dibawa ke ruang perawatan, dia masih belum sadarkan diri pengaruh bius umum.
"Nak, tolong kamu ke hotel dulu ya...koper dan tas Suci masih disana. Sekalian urus administrasinya," Umi menyerahkan kunci kamar hotel tempatnya menginap selama liburan di Medan.
...Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!