NovelToon NovelToon

Di Paksa Menikah

Ep.1 Axel Kevlar

Axel Kevlar, ia adalah seorang CEO muda terkenal di Singapura. Ia memiliki sebuah perusahaan yang sukses dan memiliki cabang di beberapa negara. Selama ini ia tidak pernah memikirkan apa itu cinta karena kesehariannya selalu disibukkan dengan berbagai macam pekerjaan.

Axel meneruskan perusahaan milik keluarganya menggantikan posisi ayahnya setelah lulus dari studinya. Menjadi seorang CEO di usia muda terlebih berhasil membuat perusahaannya sukses besar membuat Axel di gemari banyak wanita.

Axel memiliki wajah yang sangat tampan dan menawan terlebih tubuhnya yang kekar melengkapi fisiknya. Tetapi tidak dengan sifatnya yang terkenal sangat dingin dan misterius, para karyawan di perusahaan sudah mengetahui hal itu apalagi saat Axel marah hal itu yang paling sangat ditakuti dan dihindari oleh mereka.

“Ah sialan” makinya

Hari ini adalah hari yang sangat menjengkelkan untuknya karena ibunya terus-terusan menghubunginya menanyakan tentang pernikahan, ibunya selalu mendesaknya agar cepat-cepat menikah.

“Arghh” geramnya frustasi.

Suara ketukan pintu terdengar olehnya ia pun melihat ke arah pintu selama beberapa detik lalu kembali memfokuskan dirinya pada laptopnya.

“Masuk”

Tidak lama kemudian pintu ruangannya pun terbuka dan menampakkan seorang wanita yang berdiri takut sekaligus malu saat memasuki ruangannya sedangkan Axel yang melihat itu hanya mengangkat sebelah alisnya tak suka.

“Sampai kapan kau akan berdiri di sana? Jika tidak ada keperluan lebih baik kau tutup pintu itu dan pergi dari sana” ucap Axel sontak membuat wanita itu berjalan mendekat ke arahnya.

“Ma-maaf tuan, saya kemari untuk ini tuan” ucapnya sembari memberikan map berisi beberapa lembar dokumen “Tolong tanda tangani ini tuan, ini butuh tanda tangan Anda” sambungnya.

Axel menandatangani dokumen itu setelah melihatnya “Terima kasih tuan” ucap wanita itu lalu undur diri dari hadapan Axel dengan tergesa-gesa.

Axel kembali menghela nafas kasarnya. Ia kembali mencoba memfokuskan pikirannya kepada pekerjaan yang belum selesai dikerjakannya. Ia berkutat dengan beberapa lembar kertas-kertas yang berada di atas mejanya, namun hal itu sia-sia saja ia tidak bisa fokus.

Semua itu terjadi karena ibunya, ia menyalahkan ibunya saat ini. Ini semua terjadi setelah menerima panggilan telepon dari ibunya yang sangat mengganggu pikirannya sejak tadi.

‘toktoktok’ suara ketukan dari ruang kerjanya kembali terdengar.

“Sudah kukatakan jangan menggangguku atau kalian semua akan kupecat” ucap Axel sedikit berteriak dengan nada yang sangat menyeramkan.

Seseorang yang mengetuk pintu ruangan Axel itu pun melenggang masuk sambil menghela nafasnya kasar tanpa memperdulikan teriakan Axel tadi.

“Jika seperti itu kau akan menakuti mereka” ucapnya.

Axel yang mengenali suara itu pun kembali menghela nafasnya lalu melirik sekilas ke arah orang tersebut dan mengabaikan Brandon sahabatnya tersebut yang kini tengah berdiri di hadapannya.

“Ada apa? Jika tidak ada kepentingan keluar saja, aku sibuk” ucap Axel mengusir Brandon secara halus.

“Yang benar saja, kau mengusirku? Aku datang jauh-jauh kesini untuk kau tapi kau mengusirku begitu saja?” ucap Brandon kesal tak terima lalu berjalan ke arah sofa yang ada di ruangan Axel.

Axel menatap wajah Brandon dengan wajah datarnya, pria yang berprofesi sebagai dokter tersebut hanya bisa menggerutu kepadanya.

“Apa kau tidak bekerja?” tanya Axel mengabaikan perkataan Brandon sebelumnya.

“Ya, tubuhku juga butuh istirahat” jawab Brandon lalu menatap ke arah Axel yang kembali fokus pada kerjaannya. “Hah, apa yang bisa diharapkan dari seorang Axel Kevlar si workaholic sepertimu”.

Lagi dan lagi Axel kembali menatap sahabatnya itu sekilas lalu kembali menatap lembar kertas kerjaannya tersebut. Ia tidak ingin berbicara apa pun bahkan dengan sahabatnya sejak kecil itu sekalipun entah kenapa rasanya jika ia membuka mulutnya ia ingin marah dan memaki saja.

“Ck. Dasar teman tidak tau diri, seharusnya kau menyambutku karena baru kembali” keluh Brandon.

“Hah, baiklah maaf” ucap Axel tak ingin mendengar keluhan Brandon lebih banyak lagi “Selamat datang” sambungnya.

“Sebenarnya apa yang terjadi? Suasana hatimu terlihat sangat buruk saat ini” tanya Brandon penasaran apa yang membuat sahabatnya itu sampai mengabaikan dirinya.

Axel kembali menghela kasar nafasnya untuk ke sekian kalinya “Ibuku mendesakku agar segera menikah” ucapnya malas.

“What? Are you seriously? Itu bagus” ucap Brandon antusias.

“Kau terdengar seperti ibuku sekarang. Bagaimana bisa kau berpikir menikah itu bagus? Itu hanya akan menambah beban kau saja. Lalu untuk apa menikah jika hanya membuatmu semakin sulit?”

“Apa kau menjadi bodoh setelah banyak bekerja?” ucap Brandon menatap kesal ke arah Axel “Ah, apa semua itu karena kau trauma dengan kisah cinta pertamamu?” ucap Brandon asal.

Axel yang merasa kesal pun melempar sebuah bolpoin ke arah Brandon yang berada di sofanya “Diam kau, brengsek!” ucapnya sedikit berteriak hal itu sontak membuat Brandon tertawa, satu lagi fakta tentang Axel dia adalah orang yang sangat mudah tersinggung.

Keduanya mulai berdiskusi tentang apa baiknya dari sebuah pernikahan itu. Brandon hanya bisa menggeleng kepalanya tak percaya dengan ucapan yang keluar begitu saja dari mulut Axel. Brandon di buat bingung olehnya, ia akui jika Axel adalah pria yang pintar dari segi segala hal tetapi entah kenapa sekarang ini jika membahas tentang pernikahan Axel adalah pria paling bodoh yang pernah ia temui.

“Aku tidak siap menjadi seorang ayah lagi pula umurku masih dua puluh delapan tahun” ucap Axel yang masih tidak mengerti kenapa ia harus sibuk-sibuk menikah, lalu anak? Apa lagi itu ia tidak siap untuk kedua itu.

“Sebentar lagi kau akan berusia tiga puluh. Asal kau tau saja, jika kau memiliki anak kehidupanmu akan berubah sembilan puluh tujuh persen. Percaya padaku” ucap Brandon mencoba meyakinkan sahabatnya itu.

“Kau tau aku sudah cukup sibuk dengan pekerjaanku untuk hal lain seperti itu terasa seperti buang-buang waktu saja untukku. Bahkan dua puluh empat jam sehari masih kurang untukku bekerja lalu jika menikah aku harus membaginya? Itu sangat merepotkan” ucap Axel.

Kini giliran Brandon yang menghela nafasnya kasar Axel memiliki banyak alasan tidak ingin menikah terlebih semua alasan yang di berikannya terdengar tidak masuk akal di telinga Brandon.

“Kau akan mati kelelahan jika terus-terusan bekerja”

Sudut bibir Axel terangkat ia merasa sahabatnya ia itu sangat lucu saat sedang kesal “Lagi pula aku tidak mengenal siapa wanita yang akan menjadi istriku nanti” jelasnya.

“What? Apa kau di jodohkan?” pekik Brandon tertahan

“Ya, itu membuatku sangat frustasi”

Axel dan Brandon kembali berbincang cukup panjang tentang cerita seputar perjodohan. Axel yang sebelumnya merasa sangat frustasi perlahan kembali membaik dan ia juga mendengarkan setiap ucapan yang dikatakan oleh sahabatnya itu yang sebagian besar sangat masuk akal.

“Buatlah keputusan yang terbaik dan jangan gegabah. Karena kau pintar kupikir kau pasti bisa menemukan jalan keluarnya” ucap Brandon pada sahabatnya itu.

“Dijodohkan itu juga bukan sesuatu yang buruk, tidak selalu buruk”.

Ep.2 Bianca Shaenette

Bianca Shaenette, seorang mahasiswa cantik yang memiliki sifat periang dan baik kepada semua orang yang membuat dirinya di gemari banyak orang. Tidak hanya itu saja Bianca juga menjadi wanita idaman bagi para pria di kampusnya terutama senior-senior di kampusnya.

Hari ini adalah hari yang sangat melelahkan untuknya, ia mengikuti banyak kelas hari ini.

“Aku pulang” ucapnya sedikit berteriak memberitahukan kepada orang yang berada di rumah keberadaannya.

“Ada apa denganmu sayang? Apa terjadi sesuatu?” tanya sang ibu khawatir melihat wajah letih Bianca.

“Tidak, semua baik-baik saja ma. Hanya saja hari ini mata kuliah terlalu banyak itu menguras tenagaku” keluhnya sembari mengerucutkan bibirnya.

Ibunya mengelus puncak kepalanya lalu tersenyum hangat menatap anaknya “Ya sudah tidak apa, pergilah ke kamarmu lalu mandi dengan air hangat biar tubuhmu tidak kaku”

“Baik ma” ucapnya

“Setelah itu langsung ke ruang makan kita makan malam bersama” ucap sang ibu dan hanya di angguki lemah oleh Bianca.

Bianca berlalu pergi menuju kamarnya dan membersihkan tubuhnya. Setelah mandi ia kembali menuju ruang makan untuk menyantap makan malam bersama ayah dan ibunya.

Mereka menyantap hidangan makan malam mereka dengan keheningan. Setelah selesai acara makan malamnya Bianca membantu ibunya membereskan meja makan, setelahnya saat ia ingin menaiki tangga untuk kembali ke kamarnya langkahnya di hentikan oleh sang ayah.

“Bianca...” panggil ayahnya.

“Hem? Ada apa pa?” tanya Bianca menoleh ke arah ayahnya yang duduk di sofa yang terletak tak jauh dari tangga.

“Kemarilah, ada yang ingin papa bicarakan”

Bianca pun menghampirinya dan duduk berhadapan dengan ayahnya, di sana juga ada sudah ada ibunya yang juga duduk di samping ayahnya.

Entah kenapa suasana terlihat sangat serius “Papa ingin bicarakan tentang apa?” tanya Bianca to the point.

Bianca mengerutkan dahinya saat sebelum berbicara ayahnya menghela nafas kasar. Dan ia pun hanya diam bersabar menunggu hingga ayahnya membuka suara untuk membicarakan masalah apa yang sebenarnya sedang terjadi sampai suasana menjadi seserius ini.

“Sebentar lagi kamu akan lulus kuliah karena itu papa ingin kau segera menikah” ucap sang ayah.

Mata Bianca membulat sempurna ia sangat kaget dengan ucapan yang baru saja ayahnya katakan “Ap-apa menikah?” ucapnya sedikit berteriak.

“Iya nak, papa ingin kamu menikah sebelum kamu lulus kuliah”

“Yang benar aja pa, papa enggak salah tu?” tanya Bianca yang masih cukup kaget dengan perkataan ayahnya itu.

“Papa dan mama sudah cukup tua, kita ingin segera menimang cucu. Kamu kan anak papa mama satu-satunya, Cuma kamu yang bisa kami harapkan” ucap sang ayah.

“Pa, umurku masih dua puluh tiga tahun pa” tolak Bianca

“Apa yang salah dengan umur kamu? Jaman sekarang banyak kok yang menikah muda” pujuk ayahnya.

“Tapi Bianca enggak siap untuk menikah pa apalagi memiliki anak. Bianca masih mau belajar dan berkarier pa” jelas Bianca.

“Bi...” ucap sang ibu lirih menatap sendu anaknya

Bianca menatap mata sendu ibunya seolah mata ibunya memohon padanya untuk menuruti permintaan ayahnya. Ia menghela nafasnya kasar, ia berdiam diri sejenak untuk memikirkan keputusan apa yang akan ia ambil.

Tidak ada lagi alasan yang bisa dia sampaikan kepada kedua orang tuanya untuk menolak permintaan ayahnya itu. Bianca kembali menghela nafasnya kasar lalu menatap kedua orang tuanya yang juga menatap ke arahnya penuh harap.

Bianca menganggukkan kepalanya pelan “Baiklah pa, aku menuruti permintaan kalian lagi pula aku tidak ingin mengecewakan kalian”

“Apa kamu terpaksa menerima ini karena kami nak?” tanya ibunya dengan lembut.

Bianca hanya menggeleng pelan dan menampakkan senyum tipis di bibirnya. Ibunya berjalan ke arahnya dan memeluk tubuh Bianca ia sangat senang karena keputusan yang di ambil anaknya.

“Maafkan mama sayang” ucap sang ibu.

Bianca mengeratkan pelukannya “Tidak ma, lagi pula aku sebentar lagi akan lulus kuliah jadi kupikir sekarang atau nanti hasilnya akan tetap sama. Jadi, tidak perlu merasa bersalah seperti itu karena ini keputusan yang aku ambil”

Bianca memejamkan matanya menetralkan pikirannya. Jujur saja sebenarnya ia sangat terkejut dan takut, apakah ini keputusan yang benar untuknya? Bianca tak mengerti soal pernikahan, ia juga tidak siap untuk menikah apalagi memiliki anak seperti apa yang diinginkan kedua orang tuanya. Namun disisi lain ia juga tidak ingin membuat kecewa orang tuanya terhadap dirinya.

“Ini semua akan baik-baik saja bukan?” pikirnya dalam hati terus berulang kali.

**

Disisi lain seorang pria masih terlihat berkutat dengan beberapa lembar kertas-kertas dengan ekspresi wajah yang sangat tidak enak untuk dilihat siapa lagi jika bukan Axel Kevlar.

Meskipun sedang sibuk menyelesaikan pekerjaannya namun pikirannya masih terngiang-ngiang perkataan ibunya yang memintanya menikah dengan gadis pilihan ibunya. Ia mencoba mempertimbangkan permintaan ibunya meski sudah beberapa jam ia memikirkan hal itu tapi ia tidak menemukan alasan yang bagus untuknya jika menikah.

Axel menghela nafasnya dan memilih untuk mengakhiri pekerjaannya kemudian pergi dari kantor menuju rumahnya. Setelah sampai di rumahnya, ia di buat kaget dengan kehadiran kedua orang tuanya.

Axel sudah hampir enam tahun tidak tinggal bersama orang tuanya, ia memutuskan untuk hidup sendiri dengan hasil jerih payahnya. Axel melakukan hal itu agar ia tidak selalu di manja orang tuanya dan agar ia bisa hidup lebih mandiri dan menjadi kepribadian yang bekerja keras.

“Mama, papa”

“Oh sayangku sudah pulang” sapa ibunya gembira

“Apa yang kalian lakukan di sini?” tanya Axel

Kedua orang tuanya menatap jengah ke arahnya dan jangan lupakan ibunya yang sudah berkacak pinggang menghadap anaknya “Apa salah jika orang tua berkunjung ke rumah anaknya?” ucap ibunya geram.

Sekali lagi Axel menghela nafasnya, hari ini entah sudah ke berapa kalinya ia menghela nafas seperti itu “Tidak, bukan seperti itu maksudku hanya saja ada keperluan apa kalian kemari?” ucapnya.

“Apa ada alasan lain lagi sampai kami harus menemuimu seperti ini menunggu hingga kau pulang kerja yang tidak tahu kapannya itu” ucap ibunya sedikit kesal.

“Kemari duduklah dulu” ucap ayahnya.

Axel duduk berhadapan dengan kedua orang tuanya. Ia mamang ekspresi datar dengan sikap tenangnya ia tahu ke mana arah pembicaraan orang tuanya ini apalagi jika bukan mengenai pernikahan.

“Kau akan kami jodohkan” ucap ayahnya to the point.

Axel masih setia dengan wajah datarnya yang tidak menunjukkan ekspresi apa pun itu, ia sudah mengetahui hal itu jadi ia tidak lagi kaget. Karena tidak mungkin ibunya mendesak dirinya untuk segera menikah padahal sudah tahu jika Axel tidak memiliki kekasih, tentu saja ibunya itu sudah menentukan gadis untuk dinikahinya.

“Kau akan menikah dengan anak dari sahabat papa” sambung ayahnya.

Lagi dan lagi Axel kembali menghela nafasnya “Apa aku harus menikahi wanita yang tidak aku kenal?” tanyanya

“Papa tidak memintamu untuk segera menikahinya. Kau memiliki waktu dua bulan untuk mengenalnya sebelum pernikahan kalian” jelas ayahnya.

Axel hanya bisa menghela nafasnya, ia tidak tahu harus melakukan apa lagi. Kali ini ia hanya diam tidak membantah perkataan orang tuanya dan berniat untuk menurutinya saja karena semakin kuat dia menolak semakin kuat juga kedua orang tuanya mendesaknya melihat ayah dan ibunya yang sudah bertekad seperti ini.

“Ingat besok lusa kita akan melakukan pertemuan dengan keluarganya” ucap ayahnya.

“Baiklah” ucap Axel bangkit dari duduknya dan menatap kedua orang tuanya “Aku akan ke kamar” ucapnya berlalu meninggalkan kedua orang tuanya begitu saja.

Sesampainya di kamar, Axel melepaskan jas kantornya dan dasinya ia membuka satu kancing atas kemejanya lalu menggulung lengan bajunya. Ia duduk di kamarnya dan pikirannya kembali melayang ke pernikahan yang akan di laksanakan orang tuanya itu.

“Hah sudahlah tidak sekarang pun nantinya tetap di paksa kembali” ucapnya menghela nafas.

Axel beranjak dari duduknya pergi menuju kamar mandinya. Ia membasuh wajahnya lalu menatap pantulan wajahnya di cermin, ia mengepalkan erat tangannya pikirannya terus melayang-layang memikirkan tentang pernikahan itu.

“Arghh sial, kenapa itu membuatku pusing!” teriaknya frustasi sambil membasuh wajahnya dengan kasar.

Ep.3 Pertemuan Keluarga

Jantung Bianca berdegup kencang. Hari ini adalah hari di mana keluarganya dan keluarga calon suaminya bertemu, mereka akan bertemu di salah satu restoran mewah yang ada di Singapura.

Meski perasaan ragu dan rasa takutnya memenuhi pikirannya namun Bianca tetap tampil cantik dan terlihat berkelas malam ini, dengan rambut tergerai dan di balut dengan gaun abu-abu selutut dengan motif kotak-kotak dengan lengan setali salah satu koleksi dari merek terkenal yang menambah kesan mewah yang melengkapi kecantikannya.

Sepanjang perjalanan jantungnya tak henti-hentinya berdegup sangat kencang. Ia sangat takut jika perjodohan ini hanya permainan untuk dirinya dan ia juga sangat takut jika nantinya pernikahan ini hancur dan berakhir begitu saja. Apakah pernikahan ini jalan terbaik untuknya? Apakah dia tidak akan menyesali keputusannya saat ini?

“Ada apa sayang? Apa kau gugup?” tanya ibunya yang dari tadi terus memperhatikannya.

Bianca menganggukkan kepalanya dan menatap ragu ibunya, ia takut ibunya mengetahui pikirannya “Iya ma, sedikit” ucapnya.

“Tidak apa sayang, semuanya akan baik-baik saja. Mama dan Papa kan juga ada di sana menemani kamu” jelas ibunya sambil tersenyum hangat ke arahnya.

Bianca hanya menganggukkan kepalanya saja dan tersenyum canggung kepada ibunya. Di antara semua ketakutannya, yang paling ia takuti adalah pria yang akan menjadi suaminya nanti. Apakah pria itu akan mencintainya nanti? Lalu apakah pria itu bisa menerima kehadirannya? Atau akankah pria itu menceraikan dirinya di kemudian hari karena tidak cocok.

Mobil yang mereka kendarai semakin dekat dengan tempat tujuan. Bianca masih setia melihat keluar jendela, beberapa kali terdengar helaan nafas pelan dari mulutnya ia mencoba menetralkan rasa gugup dan takutnya. Ia terus meyakinkan dirinya bahwa semuanya akan baik-baik saja dan apa yang ia pikirkan tidak akan terjadi.

“Ya Tuhan aku takut sekali” ucapnya dalam hati sambil memejamkan erat matanya.

Mobil yang mereka kendarai melaju dengan cepat dan kini mereka sudah tiba di tempat yang sebelumnya sudah di janjikan. Bianca keluar dari mobilnya lalu berjalan beriringan dengan kedua orang tuanya.

Ibunya menggenggam tangannya lalu mengusapnya pelan, ibunya menatap dirinya dengan tatapan penuh kehangatan. Bianca yang merasakan itu tersenyum ke arah ibunya lalu menganggukkan kepalanya mencoba meyakinkan ibunya bahwa ia baik-baik saja.

“Maaf kami terlambat” ucap Vero sopan (ibunya Bianca).

“Ah, tidak apa-apa. Silakan duduk” ucap nyonya Kevlar

Keluarga besar Kevlar menatap Bianca dengan tatapan hangat yang dapat Bianca rasakan, Bianca tersenyum manis kepada kedua calon mertuanya itu.

“Bianca, kau cantik sekali nak” puji nyonya Kevlar.

“Ah, terima kasih nyonya” ucap Bianca malu-malu sambil tersenyum.

Tuan dan Nyonya Kevlar memandang ke arah dengan kening yang berkerut “Tidak perlu seformal itu sayang, sebentar lagi kita juga akan jadi keluarga, panggil mama papa saja” ucap nyonya Kevlar ramah.

“Ah, iya baik” ucap Bianca tersenyum kikuk.

Kini giliran nyonya Veronica dan Tuan Frans yang sesekali melirik ke arah kursi yang berada di depan Bianca yang terlihat masih kosong. Bahkan Bianca pun sesekali melirik ke arah bangku yang kosong itu sambil memikirkan sesuatu yang mungkin saja terjadi malam ini seperti, apa mungkin pria itu tidak datang karena tidak ingin di jodohkan? Apa pria itu menolak perjodohan ini? Atau apakah pria itu kabur?

Nyonya dan Tuan Kevlar yang menyadari itu pun merasa sedikit tak enak hati kepada Bianca dan kedua orang tuanya “Ah, maafkan anak kami dia sedikit telat malam ini, katanya dia ada pekerjaannya tidak bisa di tunda”

“Ah, tidak apa nyonya kami juga tidak sedang buru-buru jadi santai saja” ucap Veronica malu karena ia merasa tertangkap basah saat curi-curi pandang.

“Dia anak yang pekerja keras, itu sangat menakjubkan” puji tuan Frans.

Tuan dan Nyonya Kevlar tertawa mendengar pujian dari ayahnya Bianca terhadap anaknya “Itu hal yang bagus tapi putra kami bekerja terlalu keras” ucap tuan Kevlar diiringi tawanya.

“Tunggu sebentar lagi ya sayang, tadi dia mengatakan sudah di jalan” ucap nyonya Kevlar kepada Bianca.

Bianca menganggukkan kepalanya tak lupa senyum manisnya yang terbentuk di wajahnya “Tidak apa nyon...” ucap Bianca terhenti lalu tersenyum kikuk karena kembali memanggil nyonya Kevlar dengan sebutan nyonya.

“Hem tidak apa, hari ini kamu boleh panggil nyonya tapi pertemuan selanjutnya harus sudah panggil mama dan papa ya nak” ucap nyonya Kevlar tertawa kecil.

“Iya nyonya” ucap Bianca yang di sambut tawa oleh kedua pihak keluarga.

Lima belas menit berlalu, Bianca dan orang tuanya serta tuan dan nyonya Kevlar sudah bercerita banyak hal, Bianca pun sudah merasa sedikit nyaman di antara calon mertuanya itu. Rasa takut dan gugupnya sedikit berkurang, tak lama setelah itu orang yang di tunggu-tunggu pun akhirnya datang.

“Maaf aku terlambat” ucap pria tersebut dengan suara beratnya.

Mereka semua yang ada di meja itu mengalihkan pandangan mereka ke arah pria tersebut, Bianca mendongakkan kepalanya menatap lekat ke arahnya. Pria itu terlihat sangat tampan, terlihat keren dan dewasa, satu kata yang cocok untuk pria itu adalah sempurna.

Bianca mengalihkan pandangannya cepat sebelum matanya bertemu dengan pria itu, ia menelan ludahnya dan jantungnya berdegup sangat kencang. Entah kenapa ia merasa gugup lagi, semuanya berdiri menyambut kedatangan pria tersebut begitu pula dengan Bianca. Pria itu berjabat tangan dengan keluarga Bianca lalu membungkukkan tubuhnya sedikit menyapa Bianca dan Bianca pun membalas hal yang sama di lakukan pria tersebut.

“Bianca, kau sudah tahukan jika kau akan di jodohkan dengan putraku?” tanya tuan Kevlar.

“I-iya tuan...” jawab Bianca gugup

“Apa kau menerima perjodohan ini?”

“Iya tuan, saya menerima perjodohan ini” ucap Bianca menatap ke arah tuan dan nyonya Kevlar serta pria yang akan menjadi calon suaminya itu secara bergantian.

Tuan dan Nyonya Kevlar tersenyum lega begitu pula dengan kedua orang tua Bianca. Namun nyonya Veronica dan tuan Frans menatap ke arah Axel dengan tatapan ragu dan penuh tanda tanya.

“Kita tidak perlu menanyakan pendapat anakku karena dia sudah menyetujui perjodohan ini” ucap nyonya Kevlar seakan tahu apa yang saat ini memenuhi pikiran kedua orang tua Bianca.

Mendengar hal itu tuan Frans dan nyonya Veronica bernafas lega dan tersenyum semringah karena kini mereka tidak perlu khawatir jika anaknya akan terluka karena pria itu tidak menerima perjodohan ini atau menerima perjodohan ini karena terpaksa.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!