NovelToon NovelToon

Beautiful Sword

Kahidupan Kembali

Happy Reading.

****

Jia Pov.

"Saya mohon Yang Mulia biarkan saya menyelidiki yang sebenarnya" Aku bersujud di depan Raja Liang penguasa Negeri ini. Kini keluargaku diambang jurang.

"Semua sudah terbukti bahwa selir Li berusaha meracuni selir Meng" Balas tegas pria tampan itu, matanya menyorot penuh kebencian.

"Itu semua fitnah, kakakku tidak pernah melakukan itu" Bantahku, aku tidak percaya kakakku yang lemah berusaha meracuni seseorang.

"Masih bisa mengelak kau. Pengawal Penggal para pelayan keluarga Li" Aku terbelak.

"Tidak yang mulai saya mohon" Pintaku dengan suara keras. Seketika aku merasakan pipiku panas.

"Barani kau mengeluarga suara keras di depan Yang Mulia" Ucap Selir Ying padaku, aku terpaku tak percaya sahabat kakakku berbalik mengigit.

"Nona tolong kami" Teriakan Pilu para pelayanku meraung bersamaan suara pedang mengesek tulang mereka.

"Nona....." Air mataku luruh seketika membasahi lantai bata di bawahku. Bahkan aku tak sangup menengok ke belakang.

"Jia..."

"Hah" itu suara Liu kakakku.

Aku berlari kebelakang mengabaikan darah dan mayat para pelayanku, aku menghalangi Algojo untuk memengal kepala kakakku. Seketika pedang Algojo itu tergantung di udara.

"Tak akan kubiarkan seorangpun menyakiti kakakku" Ucapku.

"Hoho berani juga kau" Kekeh Pria itu sambil menyangah dagunya.

Dia berjalan ke arahku dan kakakku.

Srett

Dia menarik sebuah pedang dari seorang pengawal. Jubah kebesarannya bagaikan mengelap darah yang tergenang. Dia terus mendekat.

"Yang Mulia ini salah hamba, Hamba meracuni Selir Meng" Jelas kakakku yang tiba-tiba bersujud di depanku. Aku merutuki kakakku yang kelewat bodoh.

"Akhirnya kau mengaku juga, baiklah aku yang akan menghukummu sendiri" Ucap Dinginnya.

"Tidakkk" Teriakku mengambil tusuk konde yang terbuat dari besi. Aku menahan pedang Yang Mulia yang beberapa senti lagi akan mengores kulit halus kakakku.

"Berani melawanku Jia Li?"

"Sudahku bilang tidak ada yang boleh menyakiti kakakku termasuk dewa sekalipun" Ucapku yang langsung menyerang Yang Mulia tanpa memandang dia raja sekalipun.

Dia memberi perintah agar tidak ada yang boleh mengangunya.

Pertarungan kami tidak seimbang karena aku hanya menggunakan tusuk kondeku sementara dia pedang.

Srekk

Lengan kananku mengeluarkan darah, pedangnya melukaiku cukup dalam.

"Jia..." Teriak kakakku khawatir.

"Bagaimana sudah menyerah?" Tanyanya dengan nada arogan.

"Aku lebih baik mati setelah melawan daripada hanya pasrah saja" Jawabku sambil menahan nyeri di lenganku. Aku memindahkan tusuk kondeku ke lengan kiriku.

Tranggg.

Kami kembali mengadukan senjata kami, Aku menatapnya dengan penuh kemebencian sementara dia menatapku dengan seringai.

"Yang mulia" Teriak Cheng Liu pengawal pribadi kaisar, dia terlihat mengeluarkan pedangnya.

"Jangan ganggu aku Cheng" Balasnya.

"Kau cukup manarik juga, jika kau menyerah sekarang mungkin kita bisa berduel di ranjangku. Bagaimana?" Tawarnya.

Aku memandangnya jijik dan menendang perutnya, dia mundur beberapa langkah ke belakang.

"Dalam Mimpimu ********" Umpatku.

Sebuah Anak panah menembus kaki kiriku, Sial dia main curang. Aku terduduk sambil meringis.

"Ck padahal aku sudah memberimu kesempatan" Ucapnya dengan nada prihatin.

Telingaku mendengar tawa beberapa orang wanita, ternyata seluruh selir beserta permaisuri sudah berdiri di tempat Yang mulia tadi duduk. Mereka terlihat puas melihat keluarga Li menderita. Tapi aku masih melihat tatapan prihatin dan bersalah dari Permaisuri.

Yah, aku yakin para Selir itu dalangnya.

"Kumohon yang Mulia Biarkan Adikku hidup, kau boleh memengalku" Bela kakakku. Dia kembali sujud dihadapan Yang Mulia.

"Tentu aku akan menghukummu, tapi setelah Adikmu ini" Jawabnya.

Aku menatap Wajah tampan yang Mulia Kaisar, wajah itu menyiratkan kebencian dan penghinaan.

Mataku terpejam seiring teriakan kakakku, Dingin dari permukaan pedang itu perlahan menyentuh leherku. Dingin tersebut berubah menjadi rasa sakit.

Aku Mati?

Tidak

Aku tidak rela mati dalam penyesalan, Jika dulu aku menghalangi kakakku untuk menjadi selir mungkin kami masih baik-baik saja, Jika aku tidak bodoh untuk menyadari bahaya di awal mungkin kami masih bisa tertawa bahagia.

Tidak, aku tak mau mati bagitu saja.

"kau tak akan mati begitu saja" Ucap sebuah suara, lalu tubuhku bagaikan tengelam di dalam air tapi air tersebut tidak membasahiku.

Apakah Dewa?

"Bukalah matamu" Ucap suara itu kembali.

Aku membuka mataku, tapi tidak ada satu titik cahayapun. Tubuhku tak bisa digerakan dan terus tengelam. Sampai di dasar barulah aku bisa mengerakan tubuhku.

Tanganku meraba leherku untuk memastikan bahwa masih tersambung, aku mendudukan diri dan melihat sekeliling.

"Siapa? Apakah kau dewa?" Tanyaku.

"Kau bisa menyebutku apa saja" Jawabnya.

"Lalu kau bisa menghidupkanku kembali?" Tanyaku lagi.

"haha, tentu. Aku tak akan membiarkanmu mati dengan penyesalan" kekehnya.

"Apakah aku akan masuk ke tubuh seseorang?"

"Kau terlalu banyak tanya. Nah pejamkan matamu dan kau akan tau apa yang aku lakukan, Kesempatanmu hanya satu perbaikilah semuanya" Dia tak menjawab namun memberikan sebuah kalimat Ambigu.

"Tung.. "

Tubuhku tertarik, kepalaku serasa pecah, perutku mual.

***

"Nona Li, syukurlah kau sudah sadar" Ucap Mei pelayanku.

Tapi tunggu, Mei?

Aku terbangun tiba-tiba dan melihat sekelilingku, ini kamarku.

"Nona?" Ucap Mei kembali.

"Syukurlah kau masih hidup" Pekikku senang, aku langsung memeluknya. Dia langsung kaget.

"M-maksud nona?" tanyanya bingung.

"Ah lupakan, dimana kakakku?" Tanyaku tanpa menjawab pertanyaannya.

"Loh bukankah Nona Liu kemarin baru diangkat menjadi selir. Apakah Nona lupa bahwa Nona pingsan saat perjalanan pulang selepas mengantarkan Nona Liu?" Jelas Mei menatapku bingung.

'Oh tidak kakakku sudah menjadi selir' aku meruntuki itu. Padahal jika dia belum diangkat menjadi selir itu akan memudahkanku untuk menjauh dari Kaisar berdarah dingin itu.

"Nona apakah masih ada yang sakit?" Tanya Mei khawatir.

"Aku sudah sembuh, kau pergilah mengambil makanan aku lapar!" Perintahku, Mei pergi setelah menunduk hormat.

Setelah kepergian Mei, aku menatap kamarku yang sederhana. Semenjak kematian ayahku dimedan perang, aku dan kakakku harus hidup sederhana dengan mengandalkan penghasilan dari rumah makan yang aku miliki. Padahal dulu keluarga Li sangat kaya, Ayahku yang seorang jendral sangat dihormati. Namun takdir berkata lain, sebulan lalu ayahku akhirnya menyusul ibuku yang telah duluan pergi.

Rumah mewah, kami jual beserta semua perhiasan kami. Akhirnya kami membeli rumah sederhana ini dengan beberapa pelayan.

Dan itu juga alasan kakakku menjadi selir, dia tak mau membebaniku. Kakakku adalah orang yang lemah sajak kecil dia bahkan tak sangup mengangkat pedang, tidak sepertiku yang dididik bagaikan prajurit oleh ayahku.

"Nona ini makanannya dan tadi ada pegawai nona yang mengantarkan buku keuangan" Ucap Mei sambil menyerahkan makanan dan buku tersebut.

"Mei persiapkan, aku akan mengunjungi kakakku setelah dari Kedai" Ucapku. Mei langsung menurut dan menginggalkanku.

Lihat saja aku akan melindungi keluarga Li dari kalian semua, Raja Liang, Selir Meng, Selir Feng, Selir Hua dan jangan lupakan pisau bermata dua Selir Ying.

***

Mereka

Happy Reading.

***

Jia Pov.

Setelah Membersihkan diri, Mei membantuku memakai Hanfu berwarna ungu muda.

"Nona hari ini akan memakai asesoris apa?" Tanya Mei.

Mei selalu bertanya apa yang akan ku pakai hari ini, dia adalah pelayanku sejak ayahku masih hidup.

Saat tanganku membuka kotak perhiasan, aku terpaku menatap tusuk konde besi berwarna emas berbentuk ekor merak. Tusuk konde ini yang ku pakai saat melawan Kaisar. Tanganku mengambil tusuk konde itu dan memberikan kepada Mei untuk dipasangkan.

"Nona apakah Nona tidak ingin membeli perhiasan emas?" Tanya Mei sambil menata rambutku.

"Mei kau tau emas itu rapuh, aku tidak bisa menjadikannya senjata" Jawabku.

"Nona memangnya nona akan melawan siapa sampai perlu senjata?" Tanya Mei menatapku bingung. Aku tersenyum padanya lewat pantulan kaca.

"Kita tidak tau apa yang akan terjadi Mei" Jawabku sambil berdiri, kini aku sudah siap untuk pergi.

Aku melangkah keluar kamarku menuju halaman utama, Ni'ang Pelayan laki-laki ku sudah menyiapkan kudaku, Aku bukanlah Nona manja yang membutuhkan tandu.

"Nona ini jubah anda" Bibi Fei memberikan jubah hitamku.

"Ah, terimakasih Bi. Kalian tolong jaga rumah ya!" Ucapku sambil menaiki kuda dibantu Ni'ang.

"Baik Nona" Jawab serentak mereka. Tiga pelayanku menunduk, Hanya mereka yang bisa ku pekerjakan.

Aku langsung memacu kudaku dengan kecepatan sedang menuju kota, karena rumahku berada dipingiran ibukota.

Sepanjang perjalanan aku menghirup udara segar menikmati kehidupanku kembali. Jika aku berhasil mengubah pristiwa tiga tahun mendatang, maka pembantaian itu tidak akan terjadi.

***

"Nona selamat datang" Pegawaiku menyambut dengan membantu turun dari kuda.

Aku melepas jubahku dan masuk ke kedai milikku. Memang kedaiku adalah tempat yang tidak terlalu mewah namun pelayanan di sini patut diberi penghargaan sehingga kedaiku selalu ramai.

"Nona bagaimana buku keuangan yang kuberikan?" Paman Bai langsung menghampiriku. Paman Bai adalah orang yang mengelola keuangan di sini.

"Aku rasa kita mengalami penurunan pengunjung" Ucapku.

"Benar Nona, Sepertinya orang-orang agak bosan dengan menu di sini" Jelas Paman Bai.

Aku mendudukan diri di kursi ruangan paman Bai.

"Hmm, ah paman apa paman pernah dengar makanan dari daerah sebrang?" Tanyaku.

"Daerah sebrang?"

"Ya paman aku mengingat pernah memakan ini saat berkunjung ke sana. Kurasa ini bisa menjadi menu baru kita" Jelasku.

"Makanan apa itu?" Tanya paman Bai penasaran.

"Entahlah paman, bahannya dari Biji Bunga Teratai" Ucapku.

"Kalau begitu bagaimana jika kita membuatnya dengan membuat rasa yang khas di sini" Ucap Paman Bai.

"Kalau begitu aku akan menemui koki, kebetulan di sini dan daerah rumahku banyak bunga teratai" Balasku langsung menuju dapur.

"Wah Nona ini ide bagus" Ucap kepala koki saat mengutarakan ideku.

"Kita bisa membuatnya sup" Lanjutnya kembali.

Kepala koki segera menyuruh seseorang untuk membawa biji bunga teratai. Dia memasaknya dengan serius.

"Nah silahkan" Ucap kepala koki menghidangkan sup itu di depanku dan paman Bai.

Aku segera menyendok dan memasukan sup itu ke mulutku. Aku seketika tercengang.

"Luar biasa rasanya seperti aku berada di hamparan bungan teratai" Ucap Paman Bai antusias, dia langsung menhabiskan sup itu.

"Benar, kau luar biasa kepala koki" Ucapku sambil mengacungkan dua ibu jari padanya.

Seketika dia terharu dan mengucapkan terimakasih.

"Baiklah aku akan segara mengunjungi kakakku, Kepala koki tolong bungkuskan sup ini ya untuk kakakku" Ucapku pada kelapa koki.

"Nona akan ke istana?" Tanya paman Bai.

"Bagitu lah paman ada yang harus kubicarakan dengan kakakku" Balasku.

"Kehidupan di Harem memang sangat sulit, kita harus serba waspada apalagi selir yang lain berasal dari keluarga yang kuat" Ucap Paman Bai sambil menerawang.

"Benar paman, aku akan berusaha melindungi keluargaku" Lirihku.

Paman Bai memberikan senyumannya, beruntung ayah memiliki sahabat sebaik paman Bai.

"Paman masih ingat Xang'er dulu sangat ingin menjadi selir, tapi semenjak tau bagaimana kehidupan di sana dia lebih memilih menjadi penjual Hanfu" Aku terkekeh saat mengingat Xang'er yang dulu kekeuh ingin menjadi selir.

"Nona ini pesananmu" Kepala koki menghampiriku dengan membawa pesananku.

"Terimakasih, kalau begitu aku berangkat dulu" Ucapku.

***

"Nona silahkan tunjukan tanda pengenal anda" Ucap pengawal yang berjaga di gerbang selatan istana.

Aku mengeluarkan tanda pengenalku. Setelah melihat tanda pengenalku mereka membukakan gerbang dan mengambil kudaku untuk diamankan.

Aku segera menuju Harem, tepatnya istana Lili tempat kakakku.

"Kau putri kedua kelurga Li?" Tanya seorang perempuan tak lain adalah selir Meng. Di kirinya berdiri selir Hua dan di kanannya ada selir Feng.

"Salam untuk Selir semua" Salamku ramah, padahal didalam hati tersimpan dendam yang begitu berkobar, ingin sekali aku langsung membunuh ketiga wanita didepanku.

"Kau pasti ingin menemui kakakmu Selir Li? Ah, beruntungnya selir Li sehari setelah pengangkatan dia langsung dikunjungi adiknya" Ejek selir Hua.

"Aku juga sangat iri, beruntung setelah kejatuhan keluarga Li mereka masih bisa bertahan" Kini giliran Slir Feng yang mengejekku

"Kalian benar hamba dan keluarga hamba sangat beruntung" Balasku merendah.

"Nah adik sekalian ayo kita ke taman, katanya yang mulia akan lewat sana" Ajak Selir Meng.

Segerombolan Wanita gila itu akhirnya meninggalkanku, bergegas aku menuju kediaman Liu.

Sampai disana aku disambut dengan suara tawa bahagia dua wanita, yang satunya kakakku dan satunya...

Ah wanita ular itu ternyata.

"Jia sayang kau ingin bertemu dengan kakakmu ya?" Sapa Ular itu padaku. Mereka sedang duduk di Gazebo halaman Lili.

Aku ingat apa yang dua lakukan pada kakakku, Dia yang meminta Yang Mulia untuk menjadikan kakakku selir agar dia ada teman namun Yang mulia malah lebih perhatian dengan kakakku, kecemburuannya yang akan membunuh keluargaku di masa depan.

"J-jia ada apa?" Tanya gugup, Aku segera merubah ekspresi membunuhku menjadi ramah.

"Ah, aku tadi mengingat sesuatu yang menyebalkan saja. Maaf sudah membuat kakak takut" Balasku sambil tersenyum.

Langkah pertama aku harus mencoba menjauhkan kakakku dengan ular ini.

"Kak, ada yang ingin kubicarakan" Kataku yang bermaksud menyuruh ular itu keluar.

"Kalau begitu adik aku harus kembali ke kamarku dulu ya" Pamit Ular itu.

"Hati-hati di jalan kak" Balas kakakku dengan polosnya, kadang aku sebal sendiri mempunyai kakak yang kelewat polos.

Aku mendudukan diri ditempat ular itu tadi duduk.

"Kak ini adalah menu terbaru Kedai bunga malamku" Ucapku antusias sambil membuka kotak makanan yang aku bawa.

"Wah kau punya menu baru, kakak tidak sabar mencobanya" Balas kakakku sambil memasukan sup biji bunga teratai itu.

"Enak" Ucapnya lagi.

Aku tersenyum dan mempersiapkan diri untuk mengatakan sesuatu.

"Kak sepertinya kakak harus sedikit menjauh dengan Selir Ying" Ucapku,

"Memangnya kenapa kakak dan dia sudah berteman lama" Balas kakakku menghentikan kunyahannya.

"Hmm aku punya firasat buruk kak, asal kakak tau dengan kakak menjadi selir saja sudah membuatku khawatir" Jelasku sambil mengengam tangannya.

"Kakak tau kan kehidupan di harem istana tidak seperti di rumah kita" Lanjutku.

"Adik kau tenang saja kakakmu ini akan menjaga diri dan soal menjahui selir Ying kakak tidak bisa menjamin bahwa kakak bisa" Kini Kakakku mengelus tanganku lembut.

"Tapi aku mohon kepada kakak, cobalah untuk menjauhi selir Ying. Ku mohon percayalah padaku" Mohonku dengan sunguh-sunguh.

"Baiklah kakak akan coba"

Aku bernafas lega setidaknya kakakku sudah berusaha. Aku kembali mengingat pertemuan kakakku dangan Ular itu, mereka bertemu di kedaiku. waktu itu ular belum menjadi selir.

Huft, tak ku sangka kecemburuan bisa merusah persahabatan. Dan aku kembali ingat dulu kakakku yang membela ular itu agar tak diasingkan di istana dingin karena sengaja mendorong permaisuri ke danau sehingga ular tersebut bisa lolos.

Aku melangkah hendak menuju gerbang selatan, setelah tadi aku berpamitan dengan kakakku.

Namun saat mataku fokus pada bunga yang tumbuh disepanjang jalan tanpa sengaja aku menabrak sesuatu yang keras.

"Aduhhh" keluhku sambil memegangi jidatku.

Saat aku melihat apa yang ku tabrak seketika lututku lemas.

***

Yang Mulia

Happy Reading

***

Normal Pov.

Jia langsung jatuh terduduk saat melihat apa yang ditabraknya. sementara yang ditabrak memandang datar Jia.

"Yang Mulia ampuni hamba karena menabrak Yang Mulia" Ucap Jia langsung bersujud dihadapan Kaisar Liang. Seluruh tubuhnya bergetar, mau bagaimanapun pria tampan dihadapannya lah yang memengal kepalanya.

"..." Liang tak bergeming dia malah berjongkok dihadapan Jia.

Tangannya mengangkat dagu Jia agar dia bisa melihat siapa yang menabraknya

Seketika matanya tersedot ke dalam lingkaran segelap malam itu, Kaisar terpesona dengan bola mata Jia yang hitam legam.

"Yang Mulia?" Ucap Jia ketakutan seketika menyadarkan apa yang telah Liang lakukan.

Tanpa berkata apapun Liang meninggalkan Jia yang masih terpaku.

Salah satu prajurit yang menyaksikan kejadian itu langsung membantu Jia untuk berdiri dan menuntun Nona itu ke arah kudanya.

***

"Cheng" Panggil Liang kepada pengawalnya. Cheng adalah pengawalnya yang setia, dia selalu mengawasi Liang dari jauh, bahaya apapun yang menimpa Liang akan Cheng binasakan.

"Ya, Yang Mulia" Jawab Cheng langsung keluar dan memberikan hormat.

"Kau tau siapa perempuan yang tadi menabrakku?" Tanyanya. Liang mendudukan diri di meja kerjanya yang berada dikediaman Matahari.

"Dia adalah Jia Li anak kedua dari Jendral Li dan adik dari Selir Li" Jawab Cheng.

"Hmm, kau tadi tidak muncul saat perempuan itu menabrakku. Apakah kau tau tentangnya?"

"Menjawab Yang Mulia. Hamba memang mengenalnya karena Nona Li beberapa kali mengunjungi Jendral Li saat ada di Istana. Bahkan beberapa kali Nona Li membantu Jendral Li untuk menyusun strategi" Jelas Cheng.

Liang menyeringai seolah mendapat sesuatu yang menarik.

"Bukankah Selir Li adalah kakak Jia Li, lalu kenapa mereka berdua berbeda?" Tanyanya penasaran, walau Liang mengangkat Liu menjadi selir tapi itu tak lain untuk memenuhi permintaan Selit kesayangannya Fung Ying.

"Nona pertama Li mempunyai Tubuh lemah sejak kecil, tapi Nona kedua malah sebaliknya. Bahkan Nona Jia cukup ahli dalam bela diri dang pengobatan" Jelas Cheng.

Liang menganguk tanda paham, segera saja Cheng undur diri.

"Perempuan yang menarik, aku tak akan melepaskanmu begitu saja" Guma Liang sambil menyusun rencana.

"Persiapkan, aku akan ke kediaman Lili" Perintah Liang

"Baik Yang Mulia"

***

Jia menatap pantulan dirinya di cermin, semalam ia tidak bisa tidur karena setiap mencoba tidur ia selalu bermimpi tentang pembantaian itu. Apalagi dengan pertemuannya kemarin membuatnya sangat khawatir.

'Hm, jika aku tak salah seharusnya aku bertemu Yang Mulia setahun lagi. Tapi pertemua kemarin sangat tidak aku duga, ku harap itu tidak membuat sesuatu yang membahayakan' Guma Jia dalam Hati.

Memang dulu sewaktu ayahnya masih hidup Jia pernah melihat Liang saat Liang masih menjadi Putra Mahkota dan itupun Hanya Jia yang menyadari. Mungkin jika dihitung seharusnya pertemuan mereka terjadi tiga kali sebelum Pembantaian itu.

"Nona apakah anda semalam tidur dengan nyenyak? Mata anda sangat sayu. " Tanya Mei yang sedang sibuk dengan rambut Jia.

"Aku beberapa kali mimpi buruk" Jawab Jia.

"Kalau begitu aku akan meminta Bibi Fei untuk membuat ramuan untuk anda" Ucap Mei yang telah menyelesaikan rambut Jia dan bergegas keluar kamar.

Huft

Jia menbuang nafasnya dengan kasar, entah apa yang akan terjadi hari ini.

"Gawat Nyonya!" Teriak Miu panik, Pelayan yang diperintah Jia untuk mengawasi kakaknya.

"Ada Apa Mui?" Tanya Jia Cemas.

"Semalam Yang Mulia mengunjungi Selir Li" Jawab Miu.

"Apa? Lalu apa Yang Mulia lakukan di sana?" Tanya Jia, ia langsung lemas dan terduduk di meja riasnya.

"Saya sedikit mendengar pembicaraan mereka semalam, Yang Mulia menyebut nama Nona" Jelas Miu, dia langsung memegangi tubuh Jia agar tidak terjatuh.

Jia mengurut keningnya bingung, entah apa lagi yang akan terjadi.

"Oke Mui terima kasih laporanmu, kembalilah ke Istana aku sudah tidak apa-apa" Ucap Jia, Mui memberi hormat sebelum pergi.

'Tidak, aku sangat khawatir sekarang. Bagaimanapun Kaisar Liang adalah orang berdarah dingin dia sangat kejam dan tidak pandang bulu. Bahkan dia mengasingkan adik-adiknya karena ikut campur urusannya' Ucap Jia dalam hati.

"Adik?" Guma Jia.

"Ah seharusnya para pangeran hari ini mengunjungi Kedaiku kalau tidak salah. Aku harus segera ke kedai, setidaknya aku harus memperingatkan mereka" Ucap Jia. Tak lama Mei datang membawa sarapan beserta ramuan untuk Nonanya.

***

"Selamat datang Nona Li" Sambut Paman Bai.

"Terima kasih paman" Balas Jia.

"Nona, mencari siapa?" Tanya paman Bai yang heran melihat Jia celingak celinguk mencari sesuatu.

"Aku mencari seseorang paman tapi sepertinya ia belum datang" Jawab Jia.

"Nona saya juga ingin melaporkan bahwa kedai kita sangat ramai, setelah kemarin kita mengadakan promosi menu baru. Bahkan orang-orang meminta kita membuka kedai lebih awal" Jelas Paman Bai dengan mata berbinar.

"Wah aku sangat senang" Ucap Jia tak kalah berbinar.

Tak lama kedua orang yang sedari tadi Jia tunggu datang.

"Jia!" Sapa pangeran ke dua Huan Fai. Jia adalah orang yang mengajarkan Huan pengobatan sehingga mereka cukup akrab.

"Tuan Huan, silahkan masuk" Ucap dia sambil mempersilahkan kedua pangeran itu duduk di ruangan khusus.

"Kakak Li, aku dengar kau punya menu baru. Jadi aku dan kakakku datang ke mari" Jelas Pangeran ke tiga Jing Fai. Jing Fai adalah orang yang sangat akrab dengan Jendral Li dulu dan menjadi teman Jia sewaktu kecil.

"Ya begitulah, tadi aku sudah menyuruh para pelayan membawalan menu baru itu" Jawab Jia.

"Kau cekatan juga" Puji Hua.

"karena aku tau kalian akan kemari" Ucap Jia keceplosan, dia langsung menutup mulutnya dan meruntuki diri.

"Kau sudah tau?" Tanya Jing.

"Yap, Aku punya firasat begitu" Balas Jia gugup.

'Sial seharusnya aku jangan sampai keceplosan' Guma Jia.

"Tuan silahkan ini pesanan kalian" Tiga orang Pelayan masuk dan meletakan nampan yang mereka bawa.

Kedua pangeran itu berbinar.

"Nah cobalah, ini adalah resep kepala koki di sini" Jelas Jia.

Tanpa memperdulikan tata krama kerajaan kedua pangeran itu langsung melahap sup Biji Bunga Teratai sampai habis.

"Jia, menu ini sangat luar biasa aku merasa sangat kenyang sehingga tak bisa berjalan lagi" Ucap Jing ngelantur.

"Wah sepertinya adikku sedang bersenang-senang"

Deg.

Jia mematung mendengar sebuah suara yang sangat dia tidak ingin dengar.

"Yang Mulia bagaimana yang mulia bisa ada di sini?" Tanya Huan sambil membari hormat pada Liang.

"Mana mungkin aku membiarkan kalian bersenang-senang sendiri" Balas Liang.

Tubuh Jia bergetar hebat, dia bahkan tidak bisa bangun dan tangannya berkeringat.

"Nona Li ada apa denganmu?" Tanya Liang dengan nada Menggoda.

Catat! Dulu sebelum Eksekusi Liang pernah menawarkan Jia untuk menjadi selir karena terpesona dengan Mata kelam Jia.

'Bagaimana orang ini ada di sini?' Tanya Jia dalam Hati.

Liang menunduk dan merai tangan Jia untuk membantu Jia berdiri.

"Ku rasa Nona Jia terlalu terpesona sehingga tidak sangup untuk berdiri" Ucap Liang.

"Ah, s-saya sangat terkejut dengan kedatangan yang mulia" Balas Jia Gugup. Tangannya meremas kencang hanfu kung yang dia kenakan.

"Kakak kau membuat Kakak Jia ketakutan" Guma Jing merengek.

"Benar kakak bahkan membuat Nona Jia berhenti bernafas" Tambah Huan.

"Benarkah begitu Nona Jia?"

"A-aku....

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!