NovelToon NovelToon

Cinta Ibu Untuk Shella

bab 1 Perpisahan

Namaku Lisna seorang ibu satu anak yang berprofesi sebagai penjahit. Aku tinggal bersama orang tuaku disebuah pedesaan yang sejuk dan indah, jika pagi hari kita bisa menikmati suasana pegunungan yang asri dan memanjakan mata, jauh dari polusi perkotaan yang semakin berjubel dengan banyaknya kendaraan.

Pagi itu dikala mentari mulai bersinar, seperti biasa aku memandikan putri sematawayangku yang masih bayi. Usianya baru menginjak 7bulan, namanya Shella.

Ku pilihkan baju berwarna merah dengan bando yang cantik. Matanya berbinar menatap wajahku. ku usap kepalanya dan ku kecup manja seraya berdo'a dalam hati semoga tumbuh menjadi anak yang sholehah dan diberkahi banyak rizki serta kasih sayang.

"Assalamualaikum" tiba tiba terdengar seseorang mengucap salam.

"Waalaikumussalam, tunggu sebentar," jawabku.

Aku menidurkan Shella diatas ranjang dan ku beri mainan kecil untuk menemaninya sebentar. Ku bukakan pintu ternyata teteh Mirna mantan kakak iparku.

"Silahkan masuk teh, sama siapa kesini" tanyaku.

"Sendiri aja kebetulan lagi kangen aja sama sicantik" jawabnya dengan ramah.

"Oh gitu iya baru selesai mandi ini juga, silahkan masuk" ajakku padanya.

Aku mengambil beberapa makanan dan air untuk suguhan beliau.

"Sebentar ya teh, Shella sekarang lagi main dikamar biar saya gendong dulu," aku masuk kekamar dan membawanya menemui teh Mirna.

"Duh cantik banget... tante kangen sama neng padahal baru berapa bulan gak ketemu tapi bikin rindu luar biasa," ujar tantenya sambil berusaha menggendong Shella.

"Gimana kabar keluarga disana teh, sehat?" tanyaku membuka pembicaraan.

"Alhamdulillah semuanya sehat cuma ayahnya nanyain Shella terus jadi teteh kesini buat nemuin Shella" ucapnya sambil meminum segelas air putih yang kusuguhkan.

"kalau Shella teteh ajak nginep dirumah ayahnya boleh gak? katanya Fahri gak bisa kesini jadi minta teteh buat jemput Shella seminggu aja boleh ya?" beliau berusaha membujuk.

"Aduh gimana ya teh, boleh-boleh aja si tapi cuma seminggu aja kan teh?" aku bertanya memastikan.

"Iya, seminggu aja kok nanti ayahnya yang nganterin kesini, kalau lewat dari seminggu nanti boleh jemput aja kerumah ayahnya ya," ujarnya meyakinkan.

"Ya udah teh gak apa-apa kalau cuma seminggu tapi saya ikut nganterin kesana ya teh" pintaku.

"Iya boleh, berangkat sekarang aja ya takut keburu hujan" jawabnya.

Rasanya berat sekali membiarkan Shella menginap di rumah ayahnya, tapi ku fikir dia juga berhak untuk bertemu anaknya, ah biar saja toh cuma sebentar ini.

Akhirnya aku mengizinkannya untuk membawa Shella menginap. Ku bereskan semua perlengkapan mulai dari baju, popok, susu dan semua kebutuhan shella selama disana, ku antarkan sampai kedepan rumah ayahnya.

Sesampainya dirumah aku bertemu dengan Fahri (nama mantan suamiku) kami bertegur sapa satu sama lain. Hanya saja aku enggan untuk masuk dan hanya mengantar sampai depan pintu.

"A, gimana sehat?" tanyaku.

"Alhamdulillah sehat, makasih ya udah ngizinin Shella buat nginep disini" kata Fahri sambil menatapku.

"Iya sama-sama a, kalau ada apa-apa kabarin saya ya, setelah satu minggu saya harap kamu mengantarkan Shella tepat waktu."

"Iya nanti di anterin ya, jangan takut" jawabnya dengan muka datar.

"Teh, nitip ya!! susu sama perlengkapannya udah saya siapin ditas" ucapku menujukan tas hitam.

"Nak, yang anteng ya jangan bikin ayah kesal, baik-baik disini, nanti ibu jemput kalau udah waktunya tiba" ku usap kepalanya dan ku ciumi pipi putri kecilku sebelum kami berpisah.

"Iya tenang, Shella pasti anteng kok sama ayahnya" jawab teteh Mirna.

Aku bergegas pulang, kulangkahkan kakiku dari pelataran rumah Fahri dan sesekali ku tengok kebelakang. Putri kecilku masih ada didepan pintu dengan polosnya menatap ku pergi seakan meminta untuk tidak membiarkannya disana. Berat rasa hati ini tapi, aku harus melakukannya, biarlah.

Setelah agak jauh aku mendengar Shella menangis, pasti dia ingin ikut denganku tapi kulanjutkan langkah kaki ini dan menghiraukannya.

Setibanya dirumah kulihat tumpukan baju Shella, kurapihkan dan kupeluk erat. Entah kenapa, seolah ada yang mengganjal padahal Shella hanya menginap dirumah ayahnya, bukan bersama orang lain. Aku mencoba mengalihkan kesendirianku dengan membaca beberapa buku cerita.

Buku cerita yang kusiapkan untuk Shella nanti. Aku ingin dia gemar membaca, alangkah senangnya jika aku bisa melihatnya tumbuh menjadi wanita cerdas dan cantik. aku semakin tak sabar untuk menyambutnya kembali kepelukanku. Ibu mana yang ingin tinggal berjauhan dengan anaknya, saat ini aku akan belajar menahan rindu walau seminggu.

"Lis, kok sendiri? Shella mana?" tanya ibuku.

"Tadi dibawa teh Mirna kerumah Fahri, bu" jawabku sambil membaca buku.

"Kenapa kamu kasih?" tanya ibu penasaran.

"Katanya cuma seminggu ini kok bu, nanti juga dianterin sama a Fahri" ucapku menjelaskan.

"Ohhh... semoga aja benar ya!" perkataan ibu mengisyaratkan bahwa dia tidak percaya pada perkataan teh Mirna.

"Kalau ada apa-apa kasih tau ibu ya," ibu pergi dan menutup pintu.

Aku terheran mengapa ibu berbicara seperti itu...

Bersambung....

Terimakasih kepada para reader yang telah bersedia membaca tulisan ini 💕

Jangan lupa sertakan like, vote dan komen yang mendukung untuk author ya, terimakasih.😊

bab 2 Kebohongan Besar

Memang sebuah mimpi buruk bagiku saat itu, kenyataan pahit yang harus ku terima dikala kami harus bercerai saat putri kami berusia 5 bulan. Ada ego dan pemikiran yang sudah tak sejalan, kehadiran orang ketiga termasuk dari anggota keluarga sendiri yang membuat rumah tangga kami hancur.

Walau dalam hati aku tak menginginkan semua ini tapi keputusan yang dibuat Fahri sudah bulat, sekuat apapun aku mempertahankannya tapi pengaruh dari luar terlalu besar menguasai suamiku. Ku relakan rumah tanggaku yang baru seumur jagung ini hancur.

Apalah daya aku hanyak seorang wanita yang tak punya kuasa. Walau kami berpisah tapi dalam hal mengurus Shella kami sepakat untuk merawatnya bersama, memberikan cinta kasih yang punuh untuknya meskin harus berbagi waktu.

Seminggu berlalu, putriku tak kunjung datang. Mungkin ayahnya belum ada waktu untuk mengantar pulang. Ku tunggu sampai sore tapi tak ada juga.

Keesokan harinya aku memutuskan untuk menjemputnya sendiri. Sengaja aku berangkat pagi sekali agar nanti pas ku bawa pulang anak ku tidak kepanasan.

"Assalamualikum assalamualikum" ku ucapkan salam.

Tapi tak ada seorangpun yang menjawab salamku.

"Assalamualikum a ini saya mau jemput Shella" ku coba memanggil dari luar tapi tak kunjung ada yang keluar.

Aku menunggu beberapa saat, fikiran ku cemas namu masih ku arahkan untuk terus berfikir positif setelah melihat bekas mandi anak masih ada di luar, sabun dan air yang masih baru, mungkin Shella lagi diajak main setelah selesai dimandikan.

###

Tak lama kemudian teh Mirna membukakan pintu.

"Eh udah kesini rupanya, mau jemput Shella ya? " tanya teh Mirna.

"Iya teh, kayanya baru selesai mandi ya, terus dimana Shellanya sekarang teh?" aku balik bertanya.

"Tadi dibawa ayahnya main, mungkin kewarung pak Mahruk," jawabnya.

"Oh gitu, saya coba susul ya."

Aku bergegas menyusulnya kewarung bapak Mahruk, memang dulu kami sering nongkrong disana.

"Assalamualaikum."

"Waalaimussalam," jawab seseorang didalam warung.

"Ki, ada neng shella gak main kesini sama ayahnya?" tanyaku.

"Gak ada neng, emang tadi g ada di rumahnya gitu ? belum ada kesini neng Shella mah."

"Oh iya ki, makasih ya biar dicari lagi saja" ujarku.

"Iya coba cari di warung teh Manah mungkin di ajak main kesana" ujarnya memberikan masukan.

"Iya makasih infonya ki."

Ku coba cari dibeberapa warung yang tidak jauh dari rumah Fahri tapi ternyata tidak ada juga. Aku memutuskan untuk kembali kerumah Fahri, barangkali sudah dibawa pulang hanya berbeda jalan, fikirku.

"Teh, udah saya cari kewarung-warung sekitar sini tapi gak ada juga, emangnya tadi gak bilang mau kemana?" tanyaku pada teh Mirna yang sedang duduk diteras rumah.

"Oh kalau gak ada diwarung mungkin dirumah mak Oneng, kalau gak ada juga coba cari kerumah-rumah tetangga kali aja ada" kata teh Mirna.

Aku kembali bergegas pergi, ku susuri satu persatu rumah tetangga tapi tak ada satupun dari mereka yang melihat puteri kecilku ataupun ayahnya.

Hari menjelang sore, rasa putus asapun mulai mempengaruhiku. Tekadku hanya satu, ingin dia kembali kepelukanku.

"Ya Allah pertemukan aku dengan anakku, jangan pisahkan kami ya Allah" gumamku dalam hati.

###

Ku coba sekali lagi untuk kembali kerumah mantan suamiku, setibanya disana ku lihat beberapa saudara termasuk teh Mirna sedang berkumpul bersama.

"Teh, yang benernya dimana Shella teh?" tanyaku terkekeh.

"Kan tadi udah dibilangin kalau gak diwarung ya dirumah tetangga. kalau gak ada juga mana teteh tahu" jawab teh Mirna jutek.

"Tapi saya sudah keliling kesemua rumah yang ada disini gak ada satu orangpun yang lihat Shella dan ayahnya, tolong teh jangan coba sembunyikan sesuatu dari saya. kesepakatan kita hanya satu minggu dan setelah itu saya berhak menjemput anak saya kembali" tegasku kesal dengan nada tinggi.

"Eh apa-apaan jadi nyolot gitu, ya kalau teteh bilang gak tahu ya gak tahu gak usah maksa" jawab Lala mantan adik iparku membantu.

"Gimana saya gak kesel La, dari pagi saya nyari anak gak ada yang ngasih tau dimana mananya. bahkan belum ada tetangga yang lihat Shella keluar rumah. saya hanya ingin jemput anak saya aja."

Tak lama kemudian ku dengar suara tangisan anak kecil dari arah kamar yang paling ujung. ternyata oh ternyata anakku dikurung disana bersama ayahnya. Mereka membohongiku seharian ini. rupanya mereka telah bekerjasama untuk memisahkan kami.

" Dari ujung kamar ada anak nangis itu pasti anakku, kalian apakan anakku para pembohong" aku berteriak sambil menerobos masuk.

"Nak kamu dimana nak ini mama ayo kita pulang, " sambil terisak kubuka pintu kamar itu dan ternyata iya anakku ada disana bersama ayahnya.

"Nak jangan nangis ayo kita pulang" ku coba menggendongnya tapi Fahri menepis tanganku, dia enggan memberikan Shella padaku.

"Tidak! dia akan saya rawat dan saya besarkan disini bukan sama kamu," bentaknya melotot.

"Tidak a jangan lakukan itu, saya punya hak atas Shella. saya ibunya, tolong jangan coba pisahkan kami. kumohon! bukankah dari awal kita sudah sepakat untuk berbagi dalam hal mengurus anak? lalu kenapa sekarang kamu malah egois seperti ini a" pintaku sambil menangis tersedu-sedu.

"Udah-udah berisik mending pulang sana biar Shella kami yang urus" kata teh Mirna.

Tangisku semakin menjadi dirumah itu, kami memperebutkan Shella sementara anak kami menangis kencang. Aku tahu dia ingin bersamaku, aku tahu dia ingin berada dipelukan ibunya.

Sementara sodara yang lain membantu untuk melepaskan genggamanku dari tangan shella. Aku diseret keluar rumah dan diusir tanpa hasil.

"Prakkkkkkk" seseorang menggebrak tembok disebelahku.

"Ada apa ribut-ribut dirumah orang gak tahu malu" bentaknya padaku yang sedang menangis, dia adalah kak Heru mantan kakak iparku.

"Saya hanya ingin Shella a," jawabku sambil menangis.

"Alah Shella Shella sore gini ngerebutin anak malu sama orang, pergi sana pergi!" dia menendang sebuah wadah berisi air bekas mandi Shella, air itu tumpah keseluruh tubuhku.

###

Tangisku semakin menjadi.

"Shella kembalikan shellaku saya gak akan pulang kalau gak sama Shella " aku berteriak kencang, menangis sejadi-jadinya. Mereka telah merencanakan ini sedari awal, jika tahu akan seperti ini, aku tak akan mengizinkan teh mirna membawa anakku. ah sesal aku menyesal.

Para tetangga melihatku yang tengah gila, gila karena tengah didzolimi. Aku tahu diantara mereka banyak yang merasa iba namun tak berani membantu.

Sakit begitu sakit, patah hati terbesar yang kurasakan saat itu. dihina dan dilecehkan, hak aku sebagai seorang ibu telah dirampasnya.

"Oh tuhan penghukuman macam apa ini, sampai aku harus menerima semua sakit ini," umpatku dalam hati.

Tiba-tiba ayahku datang bersama kakek ku, dia berusaha membangunkanku yang tengah lemah dan basah kuyup.

"Ada apa nak, kenapa bisa kaya gini. mana shella? tadi bapak khawatir karena kamu pamit dari pagi jemput anak tapi sampai sesore ini kamu belum kembali juga " tanya ayahku.

Aku hanya bisa menangis dipelukannya.

"Shella pak,shella" jawabku.

"Udah biarkan saja, ayo kita pulang saja nak, kamu gak pantas diperlakukan seperti ini. dari pagi belum makan, datang kesini malah dipermalukan. ayo pulang! biar Shella kita jemput lagi nanti" ajak ayahku kesal.

Ayah dan kakek mencoba membopongku tapi aku bersikeras untuk tetap tinggal dan hanya pulang setelah mendapatkan Shella. mereka memaksaku untuk pulang dan aku meronta.

"Nak jangan tinggalkan mama nak! ikut mama pulang nak."

Aku terus berteriak, semakin jauh ku dengar tangisan anakkupun semakin menjadi.

Tepat dibawah pohon bambu yang penuh lumpur kulampiaskan kekesalanku disana. aku meronta berguling-guling bermandikan lumpur, aku menangis segila mungkin. ayah dan kakeku tak bisa berbuat banyak mereka hanya bisa melihatku dan menangisi nasibku.

Tak apa jika aku harus menerima berbagai macam fitnah yang berakhir perceraian, tapi jika harus kehilangan anak juga, aku tak sanggup.

Melihat kepiluan yang terus ada, pak Slamet salah satu tetangga yang baik hati mengajak ayah dan kakekku untuk menggendongku sampai rumah. Akhirnya kami pulang, ibuku yang menyambut kepulanganku tak banyak bertanya apa-apa. Seolah dia tau apa yang telah terjadi.

bersambung....

bab 3 Hak Asuh

Adakah yang paling menyakitkan dalam hidup ini melebihi sakit karena ditinggalkan oleh orang tercinta. Adakah manusia yang dapat menyelami pilunya hati seorang ibu karena harus kehilangan anaknya. Rasanya ini cukup, cukup membuatku jatuh sampai aku tak tau bagaimana caranya untuk bangkit.

3 hari setelah kejadian itu, aku memutuskan untuk kembali menemui puteriku, sambil mencari celah untuk bisa membawanya kembali. Sesampainya disana kulihat rumah tengah dalam keadaan kosong. Aku coba bertanya pada tetangga sekitar ternyata mereka pergi untuk berlibur.

Alhasil aku kembali pulang dan akan menemuinya saat mereka kembali.

4 hari kemudian kudengar mereka telah selesai berlibur. Aku coba untuk menemuinya lagi. Diluar rumah Fahri sedang berkumpul dengan beberapa saudaranya, sambil menggendong Shella yang nampak ceria memainkan kecilnya.

Aku mendekati mereka dan memberanikan diri untuk menginjakan kakiku dirumahnya berharap mereka tak akan mengusirku lagi seperti waktu itu.

"Assalamualaikum," ku ucapkan salam.

"Waalaikumsalam," jawab Fahri yang tengah menggendong Shella didepan rumahnya.

"Eh ada mama Lisna, mau ketemu anak ya?" kata saudara Fahri yang sedang duduk.

"Iya, memangnya saya masih gak boleh ketemu anak saya sendiri!" jawabku ketus.

"Oh silahkan, sensitif banget jadi orang!" dia memalingkan muka.

Aku menghiraukannya dan mendekati Fahri.

"A, boleh ku gendong Shella sebentar saja" pintaku dengan lembut.

Dia hanya mengangguk dan memberikan Shella kepangkuanku. Seketika itu ku gendong, kuciumi dia ku peluk erat seerat mungkin, aku tak kuasa menahan kesedihanku.

"Kamu gak usah sesedih itu, saya janji akan merawat dia dengan baik sebagai gantinya kamu bisa melihat dia kapanpun kamu mau, saya tidak ingin menyakiti kamu lebih dari ini asal kamu merelakan Shella untuk kami" ujar Fahri.

Aku hanya terdiam dan menatapnya, tak ingin rasanya membalas apa yang dia katakan. "dasar egois" gumam ku dalam hati.

"Kenapa kamu lakukan semua ini padaku?" ucapku dengan nada sinis.

"Semua ini demi kebaikan Shella juga Lis" jawabnya singkat.

"Kebaikan macam apa yang kamu tawarkan? memisahkan antara ibu dengan anaknya? itu yang kamu sebut kebaikan? " aku menatapnya tajam.

Fahri tidak menjawab pertanyaanku, dia hanya terdiam. Sementara mereka yang sedang duduk tersenyum kecil sangat membuatku tak nyaman memerhatikan pembicaraan kami.

"Boleh ku ajak shella main sekitar sini?" tanyaku datar.

"Iya, silahkan" jawab Fahri.

"Awas nanti dibawa kabur," bisik saudara Fahri.

Aku menghela nafas. "Maaf aku tak selicik kalian," ucapku pada mereka.

Sempat tersirat dibenakku memanfaatkan kesempatan ini untuk membawa Shella kabur, tapi kuurungkan.

Aku mengerti dia akan bersikeras melakukan segala cara untuk bisa mendapatkan apa yang dia inginkan karena aku memahami betul sifat dari mantan suamiku. Aku tak ingin hal buruk terjadi jika memaksakan kehendak untuk membawa Shella. Aku terus berfikir bagaimana cara agar Shella bisa bersamaku lagi. Aku mengalah dan memberikan Shella pada Fahri lagi.

Setelah seharian kami bersama aku pamit untuk pulang. Lagi-lagi Shella meronta ingin ikut tapi buru-buru dibawah masuk oleh ayahnya. Sempat aku meminta untuk kembali rujuk, mengenyampingkan rasa malu dan sakit hatiku demi Shella namun, dia menolak dengan alasan telah menemukan calon ibu baru untuk Shella.

Bisa secepat itu bagi laki-laki menemukan pengganti untuk mengisi kekosongan hatinya, jika aku boleh jujur, aku masih menaruh harapan padanya demi Shella tapi apa daya, dia, telah memilih yang lain.

Jika ada pertanyaan mengapa tidak menempuh jalur hukum saja untuk mendapatkan hak asuh anak? bukankah jika orang tua bercerai hak asuh anak jatuh pada ibunya jika usia anak masih dibawah 12 tahun?.

Ya, memang untuk masa sekarang sangat mudah untuk bisa menempuh jalur hukum tapi waktu itu hal-hal semacam itu belum terlalu banyak orang tau termasuk aku dan prosedur untuk melakukan itu cukup sulit tidak seperti saat ini dan juga keluarga fahri banyak yang mengenal orang-orang penting di desa jadi untuk bisa berontak sulit rasanya, kekuatan mereka terlalu besar untuk bisa dilawan oleh keluargaku.

Pada dasarnya mantan suamiku itu orangnya baik, hanya saja perangainya yang agak keras dan keukeuh. Selama kami menikah dia belum bisa bersikap dewasa, masih senang nongkrong bersama teman-temannya yang belum menikah.

Jika ku ingat lagi perlakuannya saat kami masih bersama, pernah waktu itu aku sakit keras saat usia Shella masih 3 bulan, aku mengalami sakit typus dan dokter menyarankan untuk tidak memberikan asi dulu pada Shella, itulah alasan mengapa anakku minum susu formula sampai saat ini.

Dalam keadaan lemah dan tak berdaya masih harus mengurus bayi sementara suami malah asyik main bersama teman temannya. Hal yang paling sedih waktu itu ketika aku ingin pergi ketoilet namun dirumah kami belum ada. untuk mencuci dan buang air kami harus menggunakan wc umum yang jaraknya melewati pesawahan dan selokan. Aku meminta fahri untuk mengantarkan ku namun dia menolak karena ingin tidur.

Akhirnya aku pergi sendiri, dengan penglihatan yang buram karena kondisi yang sangat lemah kususuri jalan setapak menuju wc umum namun ditengah perjalanan kepalaku terasa pusing, sementara jalan yang kulewati tepat berada di pinggir sawah berlumpur. Ku pegang sebuah pohon pisang yang hampir rubuh namun karena tubuhku terlalu besar dari pohon itu akhirnya aku terjatuh kesawah yang penuh lumpur dan pingsan. untung ada salah seorang tetanggaku yang menolong dan membawaku pulang.

Walau banyak hal menyakitkan yang kuterima selama berumah tangga tapi aku tetap bertahan demi Shella.

Andai saja bisa ku putar balik waktu, tak akan ku biarkan pengaruh buruk dari luar menghancurkan keluarga kami, jika hanya karena perangai suamiku yang kasar aku akan bertahan dan Shella bisa ku asuh sepanjang waktu tanpa harus ada batasan seperti saat ini.

Meski aku diberikan kelonggaran untuk bertemu dengan Shella kapanpun aku mau, tapi terkadang Shella tidak ada dirumah setiap kali aku datang yang aku inginkan tetaplah satu yaitu mengurus anakku sendiri, bisa melihatnya, menyentuhnya kapanpun aku mau tapi keadaan tak berpihak padaku.

Semakin lama berpisah hidupku semakin terasa sepi. Ku fikir lagi, perasaan ini wajar kurasakan karena ibu mana yang mau berpisah dengan anaknya sendiri.

Ku buka album foto sisa kenangan dulu, kupandangi satu persatu foto pernikahan kami dan foto shella sewaktu awal-awal lahir.

"Aku pernah bahagia, pernah dicintai dan mencitai, aku pernah menikah, pernah melahirkan, pernah punya anak dan semua itu hilang dalam waktu sekejap, rencana tuhan itu selalu penuh dengan rahasia dan kejutan."

Seperti kesendirianku saat ini yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Waktu terus berlalu dan rasa sakit itu masih saja membekas. Setiap kali aku membayangkan Shella disampingku namun kenyataannya dia ada bersama ayahnya membuatku sangat sedih, aku ingin memeluk anakku setiap waktu namun tak mampu.

Air mata ini terus mengalir jika ku resapi kenyataan hidup yang tak sejalan, kenyataan hidup yang pahit. Rindu aku akan selalu merindukan anakku.

Bersambung...

Terimakasih kepada para reader yang telah bersedia membaca tulisan ini jangan lupa sertakan like, komen, rate serta vote untuk mendukung author ya.. 💕

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!