NovelToon NovelToon

MENIKAH DENGAN CALON (MENANTU) MERTUA

Part 1

Harusnya hari ini menjadi hari yang paling bahagia untuk Febi, karena Edwin, sang pacar, akan menikahinya.

Namun siapa sangka, rombongan pengantin pria yang seharusnya datang pukul 08.30, hingga pukul 10.00 pagi belum juga muncul.

Berkali-kali dihubungi, namun nomor ponselnya tetap tidak aktif. Febi mencoba menghubungi nomor Lidya, mamahnya Edwin, pun sama tidak aktif.

Febi tak dapat menahan lagi kesedihan dan kekecewaannya kepada Edwin, laki-laki yang selama tiga tahun ini menjadi pacarnya. Tak dipedulikan lagi riasan di wajah cantiknya. Air mata terus mengalir dari kelopak matanya yang sayu.

Wanita berkebaya disampingnya, terus menyalahkan Febi atas kejadian ini.

"Kalau kamu bisa menjaga diri kamu sebagai wanita, pernikahan ini tak akan terjadi. hal memalukan ini tak akan menimpa pada keluarga kita!"

Febi diam, tak menjawab amarah mamah tirinya. Yang dikatakan mamah tirinya memang benar, semua ini salahnya, harusnya pernikahan ini tak terjadi. Menikah di usia muda. Bahkan ijazah kelulusan belum dia terima.

¤¤FH¤¤

Flashback

Febi dan Edwin sudah berpacaran, sejak pertama mereka mengenakan seragam putih abu-abu. Edwin menyukai Febi, karena kecantikan Febi. Sedang Febi menerima Edwin karena, selain cukup tampan, Edwin tipe cowok royal, apa yang Febi minta selalu diberikan Edwin.

kakeknya Edwin, pemilik supermarket terbesar dikota ini.

Mereka berpacaran, seperti kebanyakan pacaran anak muda yang diluar batas. Sejak mereka pacaran sudah tak terhitung berapa kali mereka berciuman dan saling mencumbu. Hanya saja, Febi selalu bisa menghentikan permainan Edwin ketika Edwin sudah menginginkannya lebih.

Sebenarnya tanpa sepengetahuan Febi, baik di sekolah maupun diluar sekolah, sudah tak terhitung berapa banyak perempuan yang dipacari singkat oleh Edwin. Sangat mudah membuat perempuan-perempuan itu jatuh ke pelukan Edwin, tentunya dengan iming-iming uang dan benda-benda berharga.

Tak terhitung berapa kali, Edwin melakukan hubungan yang tak boleh dilakukan oleh lawan jenis yang belum menikah. Tapi hanya dengan Febi, Edwin belum pernah melakukannya, karena Febi selalu menolak, dan Edwin memiliki rasa lebih untuk Febi.

Hingga suatu malam, Edwin datang ke rumah Febi yang saat itu hanya ada Febi seorang, karena kedua orang tua sedang menghadiri kondangan pernikahan adik ipar dari kakak laki-lakinya.

Sebenarnya Febi juga di ajak ikut, hanya saja, Febi sangat lelah, karena siang tadi dia beserta kawan-kawannya berkompoy untuk merayakan kelulusan. Febi berencana tidur lebih awal malam ini.

Namun siapa sangka, saat matanya akan terpejam, bel di rumahnya berbunyi, Febi menggerutu, menyangka orang tuanya kembali karena ada sesuatu yang tertinggal.

Ternyata yang datang adalah Edwin, sang pacar. Sebenarnya Febi merasa tak enak, karena di rumah tak ada siapa-siapa. Pikiran buruk segera ditepisnya, merasa Febi sudah mengenal Edwin, tak mungkin Edwin berbuat yang tidak-tidak.

Edwin berbasa-basi ingin mengajak Febi keluar rumah merayakan kelulusan hanya berdua dengan Febi. Febi menolak ajakan Edwin, karena kedua orang tuanya sedang tak ada di rumah.

Yang sebenarnya, Edwin tahu jika malam ini, Febi sendirian di rumah. Tadi sore saat mengantar Febi pulang, tak sengaja Edwin mendengar ajakan ibunya dan penolakan Febi dengan alasan cape.

Edwin memanfaatkan situasi. Sejak tadi, Edwin sudah mengintai, menunggu orang tua Febi berangkat.

Edwin berpura-pura kecewa dengan penolakan Febi. Febi yang merasa tak enak, menawarkan Edwin masuk, mengajaknya mengobrol di dalam.

Edwin bersorak dalam hati, karena tujuannya sebentar lagi berhasil. Edwin mengajak Febi untuk menonton film di rumah, karena bosan hanya mengobrol saja. Febi mengajak Edwin ke ruang tengah, Edwin menawarkan dia yang mencari kasetnya, dan Febi diminta membuat air minum dan cemilan.

Edwin segera mengeluarkan kepingan dvd dari balik jaketnya, dan langsung memasangkannya di DVD player. Begitu Febi datang, Edwin langsung meminta Febi duduk di sampingnya, dan segera menekan tombol play pada remot.

Semula tak ada yang aneh pada film yang tengah di putar. walaupun Febi merasa asing dengan filmnya, tapi dia mencoba menikmati tontonannya. Tak berselang lama, adegan dewasa mulai banyak terjadi, Febi merasa heran karena dirumahnya tak ada film seperti itu.

Febi menoleh ke arah Edwin, yang ternyata sedang menatapnya dengan pandangan yang aneh. Febi hendak mematikan film yang diputar, namun dicegah oleh Edwin. Kedua tangan Febi dipegang erat oleh Edwin.

Edwin mendekat ke arah Febi, dan memulai aksinya. Febi tak menolak karena mereka sering melakukannya, namun Edwin semakin menuntut lebih.

Karena terbawa suasana dengan apa yang ditontonnya, Febi menerima saja perlakuan Edwin. Edwin yang merasa mendapat lampu hijau, menuntun Febi ke kamar Febi.

Di dalam kamar, Edwin mulai melancarkan aksinya terhadap Febi. Seolah terhipnotis, Febi seakan tak kuasa menolak kehendak Edwin.

Sementara itu kedua orang tua Febi yang langsung pulang setelah bersalaman, merasa kaget, karena pintu depan tak dikunci. Bertambah kaget begitu ke ruang tengah dan melihat film yang tengah diputar.

Perasaan mereka semakin tak menentu, saat mendengar suara gaduh dari kamar Febi. keduanya langsung menuju kamar Febi, dan membuka pintunya secara keras.

"FEBI!!!" ayah Febi langsung berteriak, saat melihat pemandangan sepasang manusia penuh syahwat di depannya.

Febi dan Edwin yang tengah terbakar gairah langsung menghentikan aksinya dan menatap takut pada orang tua Febi.

"Ayah tunggu di ruang tamu sekarang!"

Febi menatap takut ke arah Edwin.

"Gimana ini, Win?"

"Udah nggak usah takut, aku akan bertanggung jawab!"

"Bener ya Win, jangan tinggalin aku!"

Keduanya seperti pesakitan yang sedang menunggu hukuman dari hakim. Edwin dan Febi menundukan kepala, takut menatap wajah kedua orang tua mereka.

Edwin diminta oleh orang tua Febi agar menghubungi orang tuanya dan meminta mereka datang ke rumah Febi. Setengah jam berselang datanglah orang tua Edwin.

Orang tua Edwin kaget bercampur marah mengetahui yang telah terjadi. Orang tua Febi, menuntut pertanggung jawaban dari Edwin agar segera menikahi Febi.

"Tapi kita belum melakukan itu, pah!" Febi terus meyakinkan orang tuanya, jika mereka tak melakukan hal di luar batas.

"Belum karena keburu papah dan mamah datang. Bahkan papah melihat kalian berdua hampir telanjang!"

Terjadi perdebatan yang cukup alot, akhirnya diputuskan mereka akan dinikahkan bulan depan. Untuk mencegah hal-hal yang tak diinginkan, Edwin dan Febi, dilarang bertemu sampai waktu akad nikah bulan depan.

¤¤FH¤¤

Pak Sofyan, papanya Febi, mengutus orang untuk mendatangi rumah keluarga Edwin. Tak lama pak Sofyan mendapat telepon dari orang suruhannya, mengabarkan jika rumah keluarga Edwin, kosong tak ada seorang pun di dalamnya.

Hancur hati pak Sofyan mendengar kebohongan keluarga Edwin yang sangat rapi. Pak Sofyan tak bisa membayangkan rasa malu yang harus dihadapinya.

Ditengah kegaduhan yang terjadi, datang seorang pria dewasa mirip sekali dengan Edwin.

"Maaf apa akadnya sudah selesai?"

Pertanyaan itu dilontarkan langsung kepada papanya Febi.

"Anda siapa?"

"Saya papa kandungnya, Edwin!"

BERSAMBUNG

Cerita baru, semoga suka dan banyak yang baca. Jangan lupa like dan vote ya kawan. Mampir juga di cerita saya yang lain, MANTAN (PACAR) SAHABAT dan HARUS MENIKAH LAGI.

Terima kasih

Selamat membaca.

Part 2

Persiapan pernikahan dilakukan oleh keluarga kedua belah pihak. Orang tua Edwin bahkan datang ke rumah keluarga Febi untuk melamar Febi secara resmi.

Meskipun Febi dan Edwin tak pernah bertemu, mereka tetap menjalin komunikasi, via chat, telepon bahkan panggilan video.

Lydia bahkan membawa Febi ke butik ternama langganan keluarganya untuk fitting baju pengantin. Tak ada sedikitpun keanehan yang ditunjukan keluarga Edwin, jika mereka akan mangkir pada hari pernikahan.

¤¤FH¤¤

Pa ustadz yang bermaksud menikahkan Edwin dan Febi, memberi saran supaya pernikahan dibatalkan saja. Pernikahan memang dilakukan hanya secara agama, mengingat usia Febi yang belum bisa didaftarkan untuk pernikahan resmi negara.

Usia Febi, baru menginjak tujuh belas tahun, sedang Edwin lebih tua dua tahun, karena sewaktu sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, Edwin sempat tidak naik kelas.

Motivasi belajar Edwin sedikit meningkat, saat sekolah menengah atas karena pengaruh Febi. Hal itu juga yang menjadikan alasan Lidya memberi restu pernikahan ini, berharap Febi membawa perubahan baik untuk Edwin.

Pa Sofyan bimbang, nama baik keluarga yang dipertaruhkan. Kegagalan pernikahan akan berdampak pada psikis putrinya.

Para tetangga yang hadir, mulai merasakan ada yang tak beres, kasak-kusuk mulai terjadi, ada yang bersimpati, namun tak sedikit yang mencibir.

Kebanyakan mereka mengira, Febi hamil diluar nikah, karena baru lulus sudah dinikahkan.

Ditengah kegaduhan yang terjadi, tiba-tiba datang seorang laki-laki yang mirip sekali wajahnya dengan Edwin, hanya versi dewasa.

Laki-laki tersebut langsung menghampiri, kerumunan yang bisa dipastikan keluarga inti dari mempelai wanita.

"Maaf apa akadnya sudah selesai?" laki-laki tersebut bertanya pada semua yang ada di sana. Perhatian langsung tertuju pada laki-laki tersebut.

"Anda siapa?" papanya Febi balik bertanya.

"Saya, Fabian. Papa kandungnya Edwin!" Fabian mengulurkan tangannya pada papanya Febi.

Pa Sofyan menerima uluran tangan Fabian dan berjabat tangan. Nampak keterkejutan di wajah pak Sofyan, mendengar pengakuan laki-laki yang mengaku sebagai papanya Edwin. Karena masih terlihat muda, malah seperti kakaknya Edwin dan sepengetahuannya, papanya Edwin adalah pak Tino, pria paruh baya, yang dulu datang bersama mamahnya Edwin.

"Mari ikut saya ke dalam, pak!" pak Sofyan mengajak Fabian ke ruangan lain, untuk merundingkan yang terjadi. Karena hanya Fabian saja yang datang dari pihak keluarga Edwin.

Pa sofyan juga mengajak serta pa ustadz, agar nanti bisa dimintai pendapat.

"Maaf dengan pak ,,,," pak Sofyan memulai obrolan.

"Saya, Fabian," Fabian memperkenalkan namanya.

"Apa betul, anda papa kandung Edwin?"

"Betul, pak. Dulu saya dan mamahnya Edwin, menikah muda. Karena sama-sama belum dewasa, akhirnya kami sama-sama memutuskan berpisah saat usia Edwin empat tahun.

saya diberitahu Edwin, jika hari ini dia akan menikah. Kebetulan saya tinggal di kota sebelah. makanya saya baru bisa datang ke sini, tadi kebetulan di jalan macet."

"Begini, pak. Edwin dan keluarganya, sampai saat ini tak kunjung datang.sudah coba dihubungi, namun nomornya tak ada satupun yang aktif. dan menurut saudara yang saya minta mendatangi rumah Edwin, rumahnya kosong," pak Sofyan langsung menjelaskan yang terjadi saat ini.

Fabian terperangah mendengar penuturan pak Sofyan. Tak menyangka sama sekali, Edwin tak mengabari jika dia akan membatalkan pernikahannya.

Fabian mencoba menghubungi Edwin menggunakan ponselnya, sama, nomor Edwin tak dapat dihubungi. Fabian bingung, apa yang harus dilakukannya saat ini.

"Apa pak Fabian sudah menikah lagi?"

Mendengar pertanyaan pak Sofyan yang tiba-tiba, Fabian yang sedang melamun kaget, dan spontan menjawab.

"Belum, pak. Saya belum menikah lagi!"

"Bagaimana kalau pak Fabian yang menggantikan Edwin menikah dengan putri saya?"

Fabian semakin kaget dengan permintaan konyol dari calon mertua anaknya ini. Tak tahu harus menjawab apa.

"Bagaimana pak ustadz, bolehkan jika mempelai laki-lakinya di ganti oleh papanya Edwin?" kali ini pak Sofyan, bertanya kepada pa ustadz.

"Boleh.... hanya saja, harus dipastikan, jika nak Febi, belum pernah berhubungan badan dengan nak Edwin," pak ustadz merasa tak enak mengatakannya.

Sebenarnya pak ustadz, enggan menikahkan Febi dan Edwin, karena mendengar kabar jika Febi menikah karena sudah hamil duluan, namun pak Sofyan meyakinkan jika saat ini, Febi tidak sedang hamil, dan dibuktikan dengan laporan dari dokter kandungan.

Namun tak menutup kemungkinan, jika mereka pernah melakukan hubungan haram untuk pasangan belum menikah itu. Setelah pak Sofyan mengatakan yang menjadi penyebab sebenarnya anaknya dinikahkan.

Pak sofyan berfikir sejenak. Memang saat memergoki Edwin dan Febi, saat itu mereka belum melakukannya, namun tak menutup kemungkinan jika sebelumnya mereka sudah melakukannya.

Pak sofyan semakin frustasi membayangkan kenakalan putrinya dalam bergaul.

"Saya panggilkan saja anak saya, untuk ditanyai secara langsung."

Pak Sofyan beranjak ke kamar Febi, untuk mengajaknya memecahkan masalah yang terjadi.

Saat memasuki kamar, terlihat Febi sedang menangis, penampilannya sangat memprihatinkan.

"Hapus air matamu! Ayo keluar ikut papa!"

Febi sudah tak memiliki kekuatan lagi untuk menolak permintaan papanya. Segera Febi menghapus air matanya. Mamah tiri Febi membantu membersihkan lelehan maskara, eye shadow dan blush on yang bercampur dengan air mata Febi.

Setelah siap, Febi dituntun mamah tirinya keluar. Febi memperhatikan sekeliling, hanya ada papanya, pak ustadz dan laki-laki yang mirip Edwin.

Febi diminta duduk, kemudian dikenalkan dengan laki-laki tersebut, yang ternyata papa kandungnya Edwin. Febi teringat, Edwin pernah bercerita jika papanya yang serumah dengannya, hanya papa tirinya, papa kandungnya tinggal di luar kota. Baru hari ini, Febi melihat papa kandung Edwin, ternyata mereka mirip sekali.

Febi hanya menganggukan kepala, sebagai bentuk penghormatan. Lalu pak Sofyan mulai mengatakan rencananya menikahkan papanya Edwin dengan Febi, sebagai pengganti Edwin.

Febi sama kagetnya dengan Fabian mendengar ide sang papa.

"Sekarang jawab yang jujur! apa Febi pernah berhubungan badan dengan Edwin?" pak Sofyan langsung ke pokok pembicaraan.

"Saya harap, nak Febi menjawab dengan jujur, sehingga bisa menentukan keputusan bisa tidaknya nak Febi menikah dengan pak Fabian," pa ustadz menegaskan kembali.

"Belum pernah, pa. Demi Tuhan, Febi belum pernah melakukan hubungan badan dengan siapapun."

Semua yang mendengar menarik nafas lega.

"Pak Fabian, bagaimana? Apa bisa bertanggung jawab menggantikan Edwin yang tak datang hari ini untuk menikahi putri saya Febi?

Karena saya tak ingin pernikahan ini gagal! dan pak Fabian satu-satunya dari pihak Edwin yang hari ini datang."

Pak Sofyan menuntut lagi kesediaan Fabian menikahi Febi. Semua mata mengarah pada Fabian, menunggu jawaban yang akan diberikan Fabian.

Sedang Fabian bimbang harus memberikan jawaban apa, baginya hal ini terlalu mendadak. Dirinya belum ada keinginan menikah lagi, tak ingin kembali terikat dengan wanita manapun.

Pandangannya beralih pada Febi yang sedari tadi hanya menunduk, sambil terus terisak pelan.

"Saya......"

BERSAMBUNG.

Part 3

Fabian benar-benar dibuat bingung dengan keadaan yang memaksanya saat ini. Bagaimana bisa dia menggantikan Edwin menikahi pacarnya. Pernikahan bukan perkara kecil, pengalaman kegagalan pernikahannya dengan Lidya dulu masih membekas dihatinya.

Fabian berfikir, jika dia dan Lidya yang saling mencintai saja gagal mempertahankan pernikahan, apalagi jika dia harus menikahi Febi. Pernikahan seperti apa yang nanti akan dijalaninya.

Keadaan yang mendesak tak memungkinkan dirinya untuk berfikir dan tak mungkin juga dia bisa lepas tanggung jawab. Keluarga Febi juga tak mungkin melepaskannya begitu saja.

Apa mungkin ini cara Tuhan mempertemukannya dengan jodohnya. Semoga keputusan yang diambilnya tak salah langkah.

"Saya,,,, baik, saya bersedia untuk menikah dengan Febby." Akhirnya Fabian bersuara, setelah cukup lama hanya diam dan membuat suasana semakin tegang.

Pak Sofyan, mamah tiri Febi, dan pak ustadz menarik nafas lega mendengar kesediaan Fabian. Sementara Febi, entah harus senang atau sedih. Saat ini hatinya terlalu sakit untuk menerima kenyataan jika Edwin meninggalkannya di hari pernikahannya. Jika dulu Edwin menolak untuk menikahinya, mungkin hati Febi, tak sesakit ini.

Mamah Ria, mamah tiri Febi, mengajak Febi kembali ke kamar, untuk membetulkan riasannya. Sementara yang laki-laki, semuanya menuju ke arah depan. Tamu undangan sudah semakim heboh, karena acara tak kunjung dimulai.

Setelah duduk di kursi tempat ijab qabul, Fabian ditanyai pak ustadz, akan memberikan mahar apa untuk Febi. Fabian berfikir sejenak, lalu teringat, jika dia memakai kalung emas putih seberat sepuluh gram, kemudian Fabian mengambil dompetnya, diambil uang dalam dompet, dihitung, Fabian hanya membawa uang chas tujuh ratus ribu dalam dompetnya.

"Maharnya, kalung emas putih seberat sepuluh gram dan uang sebanyak tujuh ratus ribu."

Mahar yang disebutkan Fabian barusan disimpan di atas meja. Prosesi akad nikahpun dimulai, tak lama terdengar kalimat sakral pernikahan diucapkan Fabian dengan menjabat tangan pak Sofyan.

Febi yang mendengar dari dalam kamarnya, menitikan air mata saat terdengar kata "sah" dari pak ustadz. Cepat-cepat Febi menghapus air matanya, sebelum mamah tirinya dan tukang rias melihatnya menitikan air mata.

Febi sendiri tak tahu, air mata apa yang barusan keluar, air mata kebahagiaan kah, atau air mata kesedihan. Satu hal yang pasti, saat ini Febi sudah menjadi istri dari seorang Fabian Hadi.

Febi dijemput keluar kamar oleh pagar ayu, dengan diiringi mamah Ria, Febi keluar dengan hati-hati. Perasaannya tak menentu, karena sekarang dia akan bertemu dengan suami dadakannya.

Fabian begitu melihat rombongan pengantin wanita menghampirinya, melihat ke arah Febi, tersenyum melihat Febi yang sekarang terlihat cantik karena riasan wajahnya sudah dibenahi, tak seperti tadi.

Jalan jodoh semisteri ini. Apakah jodohnya dengan Febi akan langgeng? Febi berjalan ke samping Fabian yang sedang duduk. Fabian diminta berdiri oleh juru poto untuk menyambut Febi.

Febi diminta untuk mencium tangan Fabian, dan Fabian harus membalasnya dengan kecupan dikening Febi. Keduanya melakukan dengan perasaan yang tak bisa digambarkan. Tampak lampu blitz kamera ikut memeriahkan moment tersebut.

Keduanya duduk untuk mendengarkan khutbah nikah dari pak ustadz. Karena pernikahan belum bisa didaftarkan secara resmi, maka setelah khutbah kedua pengantin langsung sungkem kepada orang tua Febi. Setelah pengantin menyambut tamu undangan yang hadir.

Tak banyak tamu yang hadir, yang di undang hanya tetangga dan saudara saja. Teman-teman Febi, tak ada yang tahu pernikahan ini, karena memang Febi yang meminta. Ada untungnya teman-teman Febi tak di undang, perasaan malu Febi, berganti mempelai pria tak diketahui teman-temannya.

Setelah tamu undangan sepi, pak Sofyan menyuruh Febi, mengajak Fabian ke kamarnya untuk beristirahat jika merasa letih. Fabian dan Febi menuruti permintaan pak Sofyan, tapi bukan untuk beristirahat, melainkan untuk berbicara tentang masa depan pernikahan mereka.

Tujuan pak Sofyan menyuruh mereka ke kamar pun sama, papahnya Febi merasa keduanya harus diberi ruang dan waktu untuk berbicara hanya berdua.

Febi dan Fabian duduk di atas tempat tidur yang bertaburan bungan mawar berbentuk love ditengahnya. Febi bahkan berfikir, kenapa kamarnya jadi seperti ini, tadi saat ditinggalkan belum ada hiasa bunga tersebut. Keduanya duduk dengan berjarak. Lama keduanya terdiam.

"Maaf,,, Om. saya minta maaf sudah melibatkan Om dalam kehidupan saya. terima kasih,, Om sudah bersedia menikahi saya. menyelamatkan keluarga saya dari rasa malu," Febi memberanikan diri berbicara meskipun sambil menunduk dan tangannya tak henti memilin-milin ujung kebayanya.

Sementara Fabian hanya mendengarkan, karena sepertinya Febi masih akan mengutarakan isi hatinya.

"Saya tahu, Om menikahi saya dengan terpaksa, tapi saya meminta dengan sangat, tolong Om memberi saya waktu beberapa bulan sampai pernikahan ini bisa diakhiri, lagian pernikahan ini hanya pernikahan siri, tentunya mudah untuk diakhiri."

Fabian yang mendengarnya sedikit tersentak, merasa lucu dengan pemikiran gadis labil di depannya ini. Baru beberapa jam menikah, sudah berfikir berpisah.

"Jika... Om memiliki kekasih, Om tak harus merasa tak enak hati kepada saya untuk meneruskan hubungan Om dengan kekasih Om. Om bebas berhubungan dengan siapapun. Anggap saja, saya ini hanya keponakan Om."

Mendengar penuturan gadis didepannya ini membuat Fabian tertawa dalam hati. 'Anak kecil mau ngatur-ngatur hidup saya.'

Febi yang tak mendengar jawaban apapun dari Fabian, menoleh ke arah samping untuk melihat Fabian.

Febi yang melihat jika fabian sedang menatap ke arahnya dengan tatapan tajam, langsung menundukan kembali kepalanya, tak berani membalas tatapan Fabian yang seperti elang melihat mangsanya.

"Kamu ternyata cerewet sekali."

Febi langsung menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Merasa salah bicara dan terlalu banyak bicara.

"Sekarang ambilkan saya makan! saya lapar seharian berdiri, datang ke kondangan mau makan-makan, malah jadi pengantin."

Febi langaung berdiri untuk mengerjakan apa yang disuruh Fabian.

Namun sebelum tangannya memegang gagang pintu, Fabian berucap,

"Malam pertama itu perlu banyak tenaga, jadi jangan lupa bawa makanannya dua porsi, kamu juga harus makan!"

Febi yang sudah berfikir yang tidak-tidak, langsung ngacir keluar kamar. Fabian tertawa melihat tingkah Febi.

"Gadis polos yang bersikap sok dewasa," Fabian berbicara pada dirinya sendiri.

BERSAMBUNG

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!