Gadis dengan semua barang brandit menempel di tubuhnya, keluar dari mobil sport warna merah.
"Nona," panggil seorang kakek tua.
Gadis itu melirik kakek berpenampilan kumuh itu sebelum memalingkan wajahnya dengan angkuh.
"Nona!" Sang kakek berteriak dan berlari menghalangi jalan Hara.
Hara menghentikan langkahnya dan mundur sambil mendengus merasa jijik.
"Jangan pulang ke rumahmu malam ini!" Tegas kakek itu.
Hara tak lagi mau mengurusi kakek itu, ia kembali membuka pintu mobilnya.
"Jangan kembali atau kau akan celaka nantinya!" Kakek itu berteriak lagi.
Hara melihat ke arah kakek itu dengan kesal dan melemparkan beberapa uang kertas ke arah sang kakek, kemudian ia masuk ke mobil dan berlalu pergi.
Malam harinya ketika Hara tiba di mansion keluarganya.
Hara melepas mantelnya dan membuangnya dengan sembarangan.
Tidak ada pelayan yang menyambutnya dengan minuman, tidak ada pelayan yang membantunya melepas mantel dan sepatunya.
Ia berjalan kesal ke arah kamarnya.
Clek...
Ia membuka pintu dan mendapati ruangan itu gelap, lampu tak dinyalakan. "Pelayan sialan!" Umpatnya.
Ketika ia baru saja menyalakan lampu, sebuah tangan besar meraih lengannya dan memelintirnya ke punggungnya.
"Akkh!" Jeritnya menahan rasa sakit.
Detik berikutnya, ia dilemparkan ke arah meja rias dan lengannya terbentur kuat di pinggir meja, menyebabkan lengannya kemerahan.
"Ahh!" Jeritnya ketika memeriksa lukanya
"Bagaimana? Sakit?" Dandam mencibir mengejek Hara.
"Paman?" Ucap Hara tidak percaya melihat sosok jangkung di depannya.
"Ya, ini aku, Pa-man-mu! Ha ha ha..." Dandam begitu puas melihat ekspresi terkejut Hara.
"Mengapa Paman ada di sini?" Hara mulai mundur ke belakang. Ia bisa merasakan tubuhnya mulai bergetar.
Dandam menikmati reaksi Hara "Kenapa? Apa aku perlu ijin untuk berada di rumahku sendiri? Atau,,, kau takut?" Dandam berbalik meraih sebuah tongkat bisbol yang di sandarkan ke dinding.
"Apa yang Paman lakukan?" Wajah Hara mulai memucat saat ia memikirkan fungsi tongkat itu. Memukul!
"Aku hanya mau membasmi kecoak yang menjijikkan dalam rumah ini." Kata Dandam sambil memainkan tongkat di tangannya.
"Pa, Paman,, tidak ada kecoak di sini." Katanya dan terus melangkah mundur.
"Hmm? Tidak ada kecoak? Tapi aku baru saja berjumpa kecoak yang amat besar dan amat rakus di sini," Katanya lalu berjalan mendekati Hara dengan langkah pelan.
Hara semakin cepat mundur hingga punggungnya membentur dinding. "Jangan mendekat!" Teriak Hara ketakutan.
"Tolong! Tolong! Pelayan!" Ucapnya lagi dengan panik.
"Tidam ada gunanya berteriak, mereka semua sudah tidur dengan nyenyak." Langkah Dandam semakin mendekat.
Hara semakin memucat, Pamannya sudah membunuh semua orang? Bagaimana dengan orang tuanya?
"Paman, apa yang Paman inginkan? Ambillah semua, tapi tolong, biarkan aku pergi." Hara memohon.
Dandam tertawa getir, ia sudah tepat berada selangkah di depan Hara. "Pergi? Ya, kau yang akan pergi!"
Dandam melayangkan tongkat di tangannya dan mendarat tepat di kepala Hara.
"A...!"
Buk!
Darah segar mengalir dari kepala Hara menodai lantai putih di ruangan itu.
"Ha ha ha. Selamat tinggal ponakanku sayang. Tunggu orang tuamu menyusulmu." Harlan menarik sapu tangan dari sakunya, lalu membersihkan percikan darah di kemeja putihnya.
Hara merasakan jiwanya melayang dengan begitu ringan. Ia bisa melihat tubuhnya yang terkapar di lantai. Dan di depannya berdiri seorang pria yang adalah pamannya.
"Aku sudah mati." Ucapnya lirih sambil menyeka air matanya yang tak keluar.
Ia melayang terus menembus tembok, atap dan akhirnya melihat bumi yang bulat, "Indah."
Hara melayang begitu jauh sampai pandangannya menjadi gelap, nafasnya menjadi sesak dan ia merontah menginginkan oksigen.
Ketika ia bisa menghirup nafas, yang masuk ke hidungnya malah air.
Bulp... Bulp... Bulp...
Hara membuka matanya dan melihat dirinya berada dalam air yang tenang.
Apa ini surga atau neraka?
Apa ini dunia yang disiapkan untuk orang yang sudah meninggal?
Ia kemudian berenang ke atas dan mendapatkan permukaan air lalu menghirup nafas dalam-dalam.
Uhuk.. uhuk...
Segerombolan pria berpakain hitam mendekat ke arahnya.
"Gadis sialan! Kau bersembunyi di situ?" Kata sala satu pria.
Hara kaget "Siapa kalian?" Tanya Hara dan berenang ke tepi kolam.
"Tangkap dia!" Lanjut pria itu dan beberapa pria lainnya sudah menangkap Hara.
Sala satu pria membungkam mulutnya dengan sapu tangan, pandangan Hara kemudian menjadi kabur dan ia kehilangan kesadarannya.
Ketika ia sadar, ia sedang terbaring di lantai sebuah kamar dengan pakaian yang masih setengah basah.
"Akhirnya kau sadar juga? Merepotkan saja," kata wanita paruh baya itu lalu melemparkan beberapa helai pakaian ke Hara. "Bersihkan dirimu."
Ini pertama kalinya Hara diperlakukan seperti itu. Ia adalah anak dari seorang pengusaha kaya. Beraninya mereka!
"Sialan kau! Beraninya kau melempar pakaian padaku? Kau pikir siapa dirimu hingga berani memperlakukan Hara Ginaran seperti ini?" Hara melemparkan pakaian tersebut ke lantai dan berusaha berdiri.
Wanita itu berbalik kaget mendengar nama itu. "Astaga, gadis tengik! Kau benar-benar berkhayal sebagai Hara Ginaran? Apakah otakmu sudah korslet setelah bersembunyi dalam kolam begitu lama?"
Kamudian wanita itu berbalik pergi dan menutup pintu dengan keras.
"Ya! Sialan kau! Buka pintunya!" Teriak Hara sambil berlari ke arah pintu dan menggedor pintu itu.
"Wanita sialan! Tunggu kematianmu! Keluargaku tidak akan melepaskan kalian!" Katanya lagi.
Ibu, ayah?
Hara segera menyadari apa yang terjadi. Ia memperhatikan dirinya, mencubit lengannya "Ah..!" Itu sakit!
Apa ia hidup kembali?
Hara segera berlari ke arah cermin di ruangan itu dan,, "Ah..!" Teriaknya dengan keras.
Orang yang berada dalam cermin bukanlah dirinya. Tapi gadis sialan yang menjadi musuh bebuyutannya selama bersekolah.
"Apa-paan ini?" Katanya.
"Ya! Jangan berteriak dan cepat bersihkan dirimu!" Suara seorang perempuan dari balik pintu.
Hara masih dalam keadaan bingung. Ia telah mati, tapi hidup kembali, dan,, jiwanya tersasar ke dalam tubuh Kintan? Gadis yatim piatu?
Perduli amat, ia mencium bau menjijikkan dari tubuhnya. Kemudian ia mandi dan memakai pakaian yang disediakan untuknya.
Ia mengerutkan keningnya mendapati tubuh Kintan ternyata tidak kalah menarik dari tubuhnya.
Kulit putih, lekuk tubuhnya seperti gitar spanyol. Ia menggelengkan kepalanya mengingat gadis itu selama ini menggunakan pakaian longgar dengan penampilan kampungan.
Ck,, ck,,
Pakaian yang ia kenakan begitu terbuka dengan gaya wanita penghibur yang biasa menawarkan diri di pinggir jalan.
Ia mengerutkan keningnya ketika pintu terbuka. "Anak baru, cepatlah, semua orang telah siap!"
Dalam hati, Hara merasa kesal mendengar gadis itu merendahkannya. Tapi posisinya sedang berbeda.
Ia mengikuti wanita itu dengan patuh.
"Bergabung dengan mereka." Kata wanita itu dan meninggalkannya bersama wanita lain dengan pakaian seksi seperti dirinya.
Apa sebenarnya yang dilakukan Kintan?
Mengapa gadis itu berurusan dengan mereka?
Setelah beberapa saat, beberapa pria masuk ke ruangan dan mereka di minta berjajar untuk memamerkan tubuh mereka pada pria-pria hidung belang itu.
Diantara mereka, ada tunangannya! Kendra Rumanan.
Hara segera terbelalak dan mundur ke belakang. Ia tahu, apa yang akan terjadi padanya.
Ia akan menjadi makanan para hidung belang itu. Lebih parahnya lagi, Tunangannya ada di sana!
Hatinya terasa sakit!
Mata semua lelaki di sana langsung tertuju pada Hara.
Siapa pun yang melihat tingkah gadis itu, mundur bersembunyi di antara gadis lain akan tahu kalau Hara adalah gadis baru dan tentunya masih tersegel.
Wanita yang menjadi Mami di tempat itu segera mendorong Hara ke depan. "Maaf untuk ketidak-sopanannya. Ia masih baru dan belum belajar sopan santun di sini." Kata wanita itu.
Hara tidak tahan. Ia berbalik melirik wanita itu "Sialan kau! Kau mau menjualku ke pria hidung belang ini? Akan ku laporkan kau ke polisi!" Teriaknya dengan wajah memanas.
"Aku akan membelinya." Kendra mengangkat suara.
Hara segera melirik dengan penuh kebencian pada Kendra. "Sialan! Sialan kalian semua!" Nafasnya menjadi lebih berat.
Ia adalah putri kesayangan orang tuanya, di perlakukan seperti tuan putri.
Beraninya orang-orang ini menilainya dengan beberapa tumpuk uang?
"Keluar." Kata Kendra lagi dan semua orang menuruti keinginannya.
Hara akan pergi juga, tapi kemudian Kendra menahannya.
Mami dengan cepat menutup pintu dan mengunci mereka berdua di dalam ruangan itu.
Siapa yang berani melawan Kendra? Kecuali kau ingin mati!
Hara menjadi panik, ia berdiri di depan pintu dan berusaha membukanya "Tolong, tolong saya! Buka!....Buka pintunya!"
Ia melihat ke belakang dan mendapati Kendra sudah berdiri dan berjalan ke arahnya.
Ia semakin panik dan memukul pintu itu lebih keras lagi "Tolong! Tolong buka pintunya! Siapa pun tolong, saya akan memberikan kalian uang yang pantas. Tolong!"
"Kau takut?" Kendra berdiri beberapa langkah dari Hara.
Segera Hara gemetaran, ini adalah kata yang sama yang diucapkan pamannya sebelum pria kejam itu membunuhnya.
"Tolong,, tolong lepaskan saya." Katanya dengan gemetar.
"Aku akan melepasmu asal kau menemaniku minum." Kendra dengan tenang berbalik dan menjauhi Hara. Ia kembali duduk di sofa yang empuk.
Hara melihat pria itu telah berjalan pergi. Ia terjatuh ke lantai dan keringat dingin membanjiri wajahnya.
"Kau akan duduk di situ atau kemari dan tuangkan anggur untukku?" Kendra melirik gadis yang tersungkur di lantai.
"Apakah kau melepasku kalau aku menuangkan anggur untukmu?" Tanya Hara dengan gemetar.
"Tergantung pada seberapa baik pelayananmu." Kendra memalingkan wajahnya dan menumpahkan anggur dalam gelasnya.
Sara mengenal Kendra sebagai lelaki yang selalu menepati janjinya. Ia berdiri dan melangkah mendekati Kendra.
Ia duduk di sofa dan menuangkan anggur ke gelas Kendra.
"Siapa namamu?" Tanya Kendra setelah menegak minumannya.
"Hara." Jawab Hara dengan refleks.
"Hara?" Kendra mengerutkan keningnya. Nama itu sama dengan wanita menjijikkan itu.
"Ya," jawab Hara tak mau ambil pusing.
Kendra meneguk habis aggur di dalam gelasnya lalu menyodorkan gelas kosong ke Hara "Tuangkan lagi."
Ia memperhatikan gadis itu menuangkan anggurnya dengan begitu anggun layaknya seorang bangsawan yang terbiasa melakukannya. "Kau menuang anggur dengan baik."
"Jadi Anda mengakui kemampuan saya, kalau begitu saya bisa pergi setelah ini bukan?" Ketakutan Hara mulai sirna.
"Kau boleh pergi," katanya.
Hara menghela nafas lega "Terima kasih Tuan."
"Kau bisa pergi setelah menebus uang yang kubayar untuk membelimu."
Hara tercengang."Apa?"
"Satu milyar rupiah," kata Kendra dengan tenang.
Hara tak memiliki uang sebanyak itu. Tapi jika ia pergi menemui orang tuanya dan menceritakan semua yang terjadi, orang tuanya pasti akan membayarkannya.
"Saya akan membayarnya dalam beberapa hari." Katanya dengan yakin.
"Kau pikir aku begitu mudah di tipu?" Kendra menatap mata indah Hara.
"Tidak, tentu saja tidak!" Siapa yang dapat menipu Kendra?
"Kalau begitu tulis surat perjanjiannya." Hendra mengalihkan perhatiannya ke tempat lain.
Hara dengan sigap menulis surat perjanjiannya dan memberikannya pada Kendra "Periksalah."
Kendra meraih surat itu dan menambahkan beberapa kalimat sebelum mengembalikannya pada Hara.
"Jika dalam 2 hari pihak pertama tidak bisa mengembalikan uangnya pada pihak ke-2, maka pihak pertama akan mengikuti semua kemauan pihak ke-2 seumur hidupnya." Hara membaca ulang tulisan Kendra.
"Kau tidak mau?" Kendra menatap Hara lagi.
"Siapa bilang?" Hara dengan cepat membubuhkan tanda tangannya pada kertas itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!