Bab 1 TENTANGKU
Aku yakin hari libur adalah waktu yang sangat menyenangkan bagi setiap orang. Bagiku, libur kuliah adalah hari-hari untuk menambah jam kerja. “Menumpuk uang sangat tepat dilakukan untuk mengisi hari libur” begitulah motto hidupku.
Kriiiing… kriiiingg…
Kulihat layar hp ku dan ada nama ketua disana.
“Halo, ada apa Andi?”
“Halo Gading, apa kamu kerja hari ini?”
“Iya, aku kerja. Kenapa?”
“Aku kira hari sabtu kamu gak bakal kerja”
“Aku kan sudah bilang, hari senin baru bisa”
“Iya aku tahu… tapi ada beberapa masalah”
“Kenapa kamu jadi sering berbagi masalah denganku?” protesku. Tidak ada orang di dunia ini yang seenaknya merepotkanku selain dia. Begitu juga sejauh apa usahaku, aku tidak akan bisa menolaknya.
“Haha.. iya lah, kan kamu wakilku”
“Iya.. Iya… Masalah apa?”
“Ketua pelaksana OSPEK fakultas kita sedang sakit, mungkin butuh waktu lama untuk sembuh”
“Kamu mau aku menggantikannya?? Itu tidak mungkin”
“Tentu saja tidak mungkin, kamu kan jarang masuk” jawabnya sewot.
“Hehe.. iya iya, terus?”
“Aku akan menggantikannya, tapi ada beberapa hal yang harus kulakukan sebagai Ketua BEM. Apa kamu bisa menggantikanku?”
“Kamu tidak meminta wakila ketua 2?? Dia kan juga wakilmu”
“Aku lebih percaya padamu ketimbang dia.. Ayolah sobat. Tidak banyak tugasnya. Tidak harus selesai hari ini. Nanti aku kirimkan jobdesk nya”
“Baikalh kalau kamu memaksa. Terkadang menjadi kepercayaanmu malah jadi sesuatu yang berat. Wkwkwkwk…”
Andi menutup telfon nya. Dia adalah teman baikku sejak SMP yang sekarang jadi ketua BEM Fakultas Sospol dan juga teman sekelasku. Dia gila dengan sesuatu yang merepotkan dan sering membaginya denganku. Terkadang aku benar-benar bosan dengan hal seperti itu. Tetapi setidaknya di tengah kehidupanku yang sebatang kara ini, sesuatu yang merepotkan bisa membuatnku menjadi lebih hidup selayaknya orang normal. Dan aku tiba-tiba ingat sudah janji akan menraktirnya di lain waktu.
Oh ya, namaku Gading, kepanjangannya Gadiiiiiinggg.. hehe. Sekarang aku kuliah di salah satu Universitas Negeri di Malang jurusan Ilmu Komunikasi dan semester hampir akhir. Asal kamu tahu, mahasiswa semester akhir cukup banyak mengeluarkan uang untuk PKL sampai wisuda, jadi jangan heran kalau aku gila kerja saat libur. Aku hidup sebatang kara, karena orang tuaku sudah meninggal saat aku masih SMP dan tidak punya saudara kandung. Tetapi itu bukan masalah, karena aku punya banyak teman. Jadi It’s ok. Ada Mas Bayu juga. Dia sudah sperti waliku untuk beberapa tahun ini.
Saat hari kematian kedua orang tuaku, hanya Mas Bayu yang peduli padaku.
"Gading.. kamu tidak papa?" seseorang laki-laki dewasa dengan suara beratnya mendekati (Mas Bayu).
"Aku baik-baik saja" jawabku.
"Teman-teman Ayah Ibumu datang, kamu tidak menemuinya? Aku akan mengantarmu" katanya.
Mas Bayu adalah mantan murid Ayah dan Ibuku di SMA 2. Kata orang tuaku, Mas Bayu dulunya sangat bandel, sampai para guru di SMA tidak sanggup menanganinya. Tetapi Ayah dan Ibuku memperlakukannya seperti anak sendiri. Dari saat itu, Mas Bayu mulai mengurusku. Jangan tanya tentang saudara dari orang tuaku, karena mereka tinggalnya jauh.
***
Saat aku ingin berangkat kerja, aku mengeluarkan motor bebekku dan memanaskannya. Terdengar seseorang memanggil namanku. Seseorang yang memiliki suara cantik.
“Pagi Gading” sambil tersenyum wanita itu menyapaku.
“Pagi juga Ratih” jawabku.
Ratih adalah tetanggaku, teman sekolah dan kuliahku, dan juga teman masa kecilku. Apa dia cantik? Tentu saja, sesuai dengan suaranya yang cantik pula. Tetapi dia sedikit tomboy, itu yang membuat para lelaki lebih nyaman menjadi temannya dari pada pacarnya. Dan yang tidak kalah menarik lagi, ibunya yang gendut itu sering memarahiku kalau aku terlalu lama bermain dengan Ratih. Aku tidak tahu apa alasannya, meski sebenarnya Beliau sangat baik padaku dengan cara yang berbeda. Cara yang malu-malu yang membuatku semakin suka menggoda Ibu Ratih.
“Mau berangkat kerja?”
“Iya nih..”
“Oke semangat ya” katanya sambil berlalu untuk membantu Ibunya di warung makan.
Beberapa puluh menit belalu dan aku sampai di tempat kerjaku. Restaurant Si Bay, itu adalah tempat kerjaku dan usaha makanan milik Mas Bayu. Aku masuk lewat pintu belakang, dan aku melihat semua karyawan sedang bersiap siap di bagiannya masing-masing.
“Selamat pagi” sapaku.
“Pagi” beberapa orang menjawab sapaanku, beberapa lainnya sedang sibuk dengan pekerjaannya.
“Kelihatannya kamu lelah” Tanya Mas Bayu padaku.
“Sepertinya begitu, tapi ini hari terakhirku kerja di masa liburan. Jadi aku tidak bisa melewatkan hari ini”
“Kamu terlalu memaksakan diri. Aku yakin rumahmu sudah seperti kapal pecah sekarang” tuturnya seperti sudah melihatnya secara langsung.
“Jangan khawatir, masih ada waktu besok untuk merapikannya. Lagian juga gak parah-parah amat kok. Tenang aja..”
“Ah sudahlah, terserah kamu aja. Tapi jangan lupa jaga kesehatan. Nanti aku belikan suplemen”
“Thank you..” sambil dia berlalu.
Hari ini sabtu, jadi pelanggan akan lebih banyak dari hari-hari sebelumnya. Arena wisata memang tidak begitu jauh dari tempat ini, jadi akan banyak pewisata yang mampir untuk mencari makan.
“Selamat pagi, silahkan ini menunya, mau pesan apa?” sapaku pada pelanggan dengan ramah.
“Kak Gading?” seseorang memakai hijab yang tidak asing bagiku sedang memanggilku.
“Iya” jawabku singkat.
Aku melihat wajahnya yang mungil dan matanya yang lebar. Dia tidak banyak memakai riasan. Cukup jubah panjang berwarna coklat terang polos dengan jilbab lebar berwarna pink. Dia terlihat manis seperti boneka. Tetapi wajahnya benar-benar tidak asing buatku, seperti pernah melihat orang ini sebelumnya.
“Kak Gading tidak ikut panitia OSPEK ya?” setelah pertanyaan itu muncul, aku baru ingat kalau dia adalah adik tingkatku di kampus, meski aku masih lupa namanya.
“Ah.. minggu ini aku sedang tidak ikut” jawabku.
“Aku ingin sekali masuk BEM, tapi aku tidak pernah lolos”
“Oh gitu ya.. emang agak sulit sih” kenapa dia jadi curhat, pikirku.
Setelah mereka selesai memesan, aku mengambil buku menunya dan menuju dapur.
“Siapa dia?” Tanya Mas Bayu mengagetkanku. Spertinya Mas Bayu memperhatikanku dari tadi.
“Adik tingkat”
“Kenapa kamu selalu dikelilingi wanita cantik, aku iri padamu”
“Karena aku tampan” jawabku pede yang membuat Mas Bayu menjitak kepalaku.
“Aw.. sakit tau”
“Udah, kerja sana”
“Siapa juga yang ngajak ngobrol duluan” gumamku.
Aku berlalu ke pelanggan lainnya sambil menunggu menu pesanan yang sedang dibuat.
“Ini pesanannya” Kataku sambil meletakkan makanan dan minuman di nampan yang kubawa ke mejanya. Dua kali aku balik ke meja itu untuk mengantar semua pesanan mereka.
“Oh iya kak, Kakak lupa sama aku ya?”
“Ha?” jawabku singkat. Pertanyaan yang mengagetkan, bagaimana dia tahu kalau aku sudah lupa padanya.
“Aku Devia Kak, Devia Nur Sari” katanya meyakinkanku.
Aku berhenti untuk berpikir sejenak, mengingat kembali siapa nama itu sebenarnya.
“Ooo.. kamu yang…” dia memotong kata-kataku.
“Iya itu Kak, terimakasih makanannnya” dia tersenyum manis padaku. Aku yakin tidak semua lelaki punya kesempatan menarik seperti yang kualami saat ini. Di pagi hari awal kerja dengan senyuman manis wanita cantik.
Hmm... Aku baru ingat, dia adalah adik tingkat setelah masa OSPEK nya dua tahun lalu yang sering memberiku coklat lewat temannya.
***
Keesokan harinya Andi datang ke rumahku pagi-pagi sekali, padahal aku berniat untuk bangun agak siang. Bahkan dia sudah berpakaian rapi dengan tas ransel hitamnya.
“Maaf rumahku masih kotor dan berserakan” kataku.
“Aku sudah lama menyarankanmu sebaiknya kamu cepat cari istri aja” jawabannya membuatku sadar kalau senyumnya yang tadi hanyalah ilusi.
“Aku berharap dapat istri yang sepertimu” cetusku saat dia membantu membereskan rumahku tanpa disuruh.
“Bahkan aku tidak merestui seandainya kamu menikah dengan adikku” cetusnya.
“Tapi kamu selalu mengandalkanku untuk masalah organisasi” dia hanya menatapku pasrah. “Ya udah aku mandi dulu” lanjutku.
Bab 2 SIAPA DIA
Hari minggu berlalu sangat cepat, dan hari senin datang seperti membawa pertanda akan adanya rasa lelah yang sedang menungguku di depan sana. Pagi-pagi sekali aku sudah berseragam rapi siap berangkat ke kampus. Agenda kerjaku sudah selesai, sekarang waktunya berkerja untuk kegiatan OSPEK di kampus.
“Gading, mau berangkat?” Tanya Ratih sambil menatapku dari ujung kaki sampai kepala. “Wah.. ke kampus ya? Bisa rapi kayak gitu”
“Bukankah aku selalu rapi?”
“Iya.. tapi sekarang kamu terlihat normal daripada sebelumnya”
“Jadi sebelumnya aku terlihat tidak normal?” jawabku agak bete.
Aku melihat Ratih juga berpakaian rapi. Saat dia keluar dari warungnya yang sangat ramai itu, dia menuju ke arahku. Rambutnya hitam panjangnya dikuncir kuda dengan tali rambut warna merah. Wajahnya oval, matanya besar, dan hidungnya mancung. Dia memakai kaos putih di dalam dengan kemeja kotak-kotak biru hitam yang dikancingkan. Memakai jeans dan sneaker, sama sepertiku. Cuma aku pakai jas almamater.
“Kenapa pakaianmu sama sepertiku?” tanyaku.
“Bukankah style kita selalu sama?”
“Iya sih… tapi kau tau apa yang akan terjadi kalau kita pakai style yang sama? Setidaknya kamu pakai yang lebih feminin dong, biar kita gak sering samaan”
“Kenapa? Kamu gak suka kalau kita dikira pacaran?”
“Kamu pasti tidak lupa kalau aku pernah dapat masalah gara-gara itu” jawabku dengan muka lelah. Aku masih ingat memar di ujung bibirku gara-gara sekelompok laki-laki salah paham dengan hubungan kita.
“Kamu juga mau ke kampus?” tanyaku.
“Iya, ada latihan paduan suara buat penutupan OSPEK nanti” aku pernah bilang kalau suaranya cantik. Tidak diragukan lagi, dia adalah salah satu anggota paduan suara kampus yang sering melanglang buana ke luar negeri.
“Oh gitu, barengan aja yuk” ajakku.
Kita berdua berangkat bersama menuju ke kampus. Di tengah perjalanan seperti yang kuduga, banyak orang yang menatap kita tajam. Aku seperti tau apa yang sebenarnya mereka pikirkan. Dengan sorot matanya dan cara memandang kita membuatku tau apa yang ada di dalam pikiran orang-orang itu. Ini memang sudah tidak asing bagiku, Ratih sendiri juga tidak peduli.
“Hari ini mulai OSPEK di Fakultas ya?” Tanya Ratih padaku.
“Iya, mulai hari ini sampai rabu. Setelah itu ganti Prodi”
“Ooo… gak capek?”
“Aku udah biasa, kan bukan yang pertama kali ini”
“Iya juga sih.. tapi katanya kemarin kamu sakit”
“Kata Mas Bayu ya? Udah sembuh kok. Lagian cuma demam aja, gak parah” aku merasa sikap Ratih tidak ceria seperti biasanya. “Makanya, makan yang teratur, yang sehat, biar gak gampang sakit” aku kira dia akan mengatakan itu padaku.
Belum sempat aku menanyakan apakah ada sesuatu yang terjadi padanya, aku sudah sampai di depan Gedung Fakultas Sospol. Jadi kita berpisah di situ.
Sampai di lantai 3, aku melihat teman-teman panitia sudah berada disana. Mereka sudah berkumpul dengan kelompok kerjanya masing-masing.
“Gading, kamu sudah siap kan?” Tanya Andi yang datang menghampiriku.
“Harus siap dong, ketua pelaksana masih belum sembuh juga?”
“Belum, masih dirawat di Rumah Sakit. Kamu sudah baca file yang kukirim kan?” tanyanya cemas.
“Sudah kok”
“Sudah kamu hafalin?” Tanya Andi padaku masih dengan wajah cemas.
“Aku nggak bias menghafal sebanyak itu, tapi aku udah ngerti intinya apa” jawabku.
“Baiklah, aku percaya padamu. Apa kamu gugup?”
“Lumayan”
“Aku yakin kamu bisa”
“Kamu kalau ada maunya selalu baik gitu. Coba setiap hari kamu kayak gitu”
“Ayolah, aku kan selalu baik padamu” jawabnya sambil meringis. Aku sampai geli melihatnya.
Acara dimulai tepat pukul 7, para mahasiswa baru sudah berbaris dengan rapi sesuai dengan prodinya di depan podium. Aku merasa maba kali ini lebih banyak dibanding tahun lalu. Itu berarti, peminat sospol semakin banyak dan juga saingan untuk mencari kerja juga lebih banyak, setidaknya itu yang kupikirkan. Apa orang sebanyak ini nanti ada yang menampung untuk ditempatkan di tempat kerja? Ah sudahlah, seperti biasa pikiranku sudah meluber kemana-mana.
Baru saja Dekan Fakultas memeberikan pidato, dan juga Ketua pelaksana yang diwakili oleh Andi. Sekarang aku harus naik ke podium untuk mewakili Andi sebagai Ketua BEM Fakultas. Ini baru pertama kali aku harus berpidato di depan ratusan mahasiswa baru. Aku sedikit gugup, tetapi aku masih bisa mengontrol rasa gelisahku.
“Assalamualaikum wr. Wb, selamat pagi, salam sejahtera untuk kita semua. Yang terhormat Bapak Dekan Fakultas Ilmu Sosisal dan Ilmu Politik beserta Staff, Yang saya hormati Ketua pelaksana, dan rekan-rekan panitia OSPEK tahun ajaran 2019/2020, dan yang saya banggakan para mahasiswa baru Fakultas Sospol Universitas………….. Perkenalkan nama saya Gading…”
Aku berhenti sebentar saat menyebutkan namaku. Nama panjangku masih sukar kuungkapkan, karena aku pernah ganti nama waktu masih SD, maka dari itu kali ini di depan ratusan maba pun aku hanya menyebutkan nama panggilanku.
Bukannya aku tidak menghargai nama pemberian orang tuaku, tetapi banyak kenangan yang membawanya. Kenangan masa laluku yang tidak tahu harus bagaimana aku mengapresiasinya.
Selesai upacara, para maba dibentuk beberapa kelompok sebanyak 40 orang berdasarkan prodinya. Setiap kelompok dimasukkan ke dalam kelas yang sudah di sediakan. Dan di setiap kelas itu ada panitia yaitu kakak-kakak BEM yang mendampingi. Ada beberapa materi, game, dan beberapa lagi lainnya yang harus dilaksanakan.
“Hai Gading, akhirya kamu masuk juga. Hari ini kamu masuk kelompokku” kata Mila, salah satu temanku di BEM F yang bersal dari jurusan administrasi public.
“Baiklah, kamu koordinatornya?”
“Iya, kali ini kamu harus patuh padaku” katanya sambil melipat tangannya ke dada.
“Iya.. iya Bu Mila yang cantik”
“Wkwkwk.. kamu selalu tau gimana merayu cewek”
“Kesannya kayak aku playboy aja” jawabku bete.
“Hahaha.. bercanda. Ayo, kita harus masuk ke kelas”
”Kita ke kelas apa? Kamu duluan aja, ada beberapa hal yang harus kulakukan. Ini perintah ketua”
“Di kelas Ilkom 2, di lantai 4. Jangan lama-lama ya”
Butuh waktu sekitar 30 menit untuk menyelesaikan itu semua. Hasil pertemuanku dengan wakil Dekan sudah kusampaikan ke teman-teman panitia lewat Grup chat. Sekarang aku harus bergegas menuju kelsa Ilkom2 di lantai 4. Tentu saja lift nya sedang kosong, ini bisa menghemat tenagaku.
Aku mulai memasuki kelas Ilkom 2, dan anehnya, semua pandangan tertuju padaku. “Aura aneh apa lagi ini?” gumamku dalam hati. Mereka yang memandangku terlihat tercengang dan mau tertawa, seperti ada yang aneh dalam diriku.
Tiba-tiba mila tertawa terbahak-bahak menyadarkan keherananku.
“Ada apa?” tanyaku padanya.
“Ini ada yang tidak membawa barang yang sudah diperintahkan” ternyata ada yang sama seperti aku dulu, pikirku.
“Lalu?” tanyaku.
“Hukumannya adalah mengatakan Aku Cinta Kamu dengan romantic pada orang yang masuk di kelas ini. Hahahaha..” Mila masih terbahak-bahak. Aku rasa dia sengaja memilih hukuman ini karena tahu kalau aku yang akan masuk.
“Dan siapa dia yang mau mengungkapkan perasaannya padaku?” tanyaku dengan santai. Dan aku tidak menyangka kalu itu seorang laki-laki. Seketika semua orang tertawa. Dan laki-laki itu hanya terdiam tanpa ekspresi sambil mengusap rambut bagian belakangnya. Tentu saja aku terkejut dan mengiyakan apa yang sudah terjadi ini.
Anak laki-laki itu punya perawakan tinggi, putih, matanya agak sayu, hidungnya mancung dan rambutnya hitam lebat sama sepertiku. Hanya saja dia lebih pendek dariku dan sedikit kurus. Tetapi saat melihatnya, itu benar-benar mirip dengan diriku.
“Jadi kamu yang mau mengungkapkan cinta padaku? Namamu siapa?”
“Galih” jawabnya singkat.
“Baiklah Galih, tunjukkan padaku bagaimana romantisnya dirimu” dengan pedenya aku mengatakan itu. Mengerjai maba ada kalanya sangat menyenangkan. Aku bisa membayangkan bagaimana perasaan kakak tingkatku dulu saat mengerjaiku.
“Kak Gading” kata anak itu setelah melirik bordiran nama di bajuku, “Apa aku harus melakukan ini? Apa kakak tidak malu?” dengan wajah yang jengkel.
“Aku sih biasa aja, kan Cuma hukuman bukan beneran. Kamu gak beneran suka sama aku kan??”
“Ya engak lah, masak iya aku suka sama cowok” jawabnya. Tetapi dia tidak juga memulai aksinya. Dia terlihat benar-benar sangat canggung dan jengkel.
“Jadi kenapa kamu tidak membawa barang yang disuruh?” tanyaku.
“Ya menurutku itu kurang penting sih” jawabannya membuat teman lainnya tercengang dan membuat panitia sedikit emosi.
“Apa kamu sudah tau kalau akan dihukum?” tanyaku padanya.
“Iya, tapi aku nggak nyangka kalau hukumannya kayak gini”
“Kalau materi, penting apa ndak menurutmu?” tanyaku serius.
“Ya penting”
“Kalu gitu nanti kamu akan mendengarkannya dengan seksama?” dia hanya diam sambil menatapku.
“Jadi apa aku harus melakukan hukumanku sekarang?”
“Iya, tapi sama dia” aku menunjuk salah satu maba perempuan yang duduk di kursi depan.
Tiba-tiba kepalan tangan mendarat di pipiku dengan cukup keras. Semua orang tercengang dan beberapa ada yang spontan berteriak karena kaget. Aku menatap Galih dengan penuh penasaran. Aku merasa baru saja terkena sengatan di pipiku. Aku bersyukur pukulannya tidak kuat karena sepertinya dia terlihat lelah. Tetapi kenapa dia memukulku? Hal seperti ini benar-benar diluar dugaanku.
Bab 3 HADIAH
“Baiklah, mohon tenang semuanya. Sebelum kita lanjutkan, apa kita harus memperkenalkan kakak yang baru datang dulu? Kakak ini seperti biasa selalu telat, jadi jangan dicontoh ya” Mila mulai melelehkan suasana yang sebelumnya terlihat tegang. Dan Galih tanpa berkata apapun langsung keluar dari ruangan itu. Semua orang hanya diam. Salah satu teman BEM laki-laki mengejarnya.
“Baiklah teman-teman semua, maafkan kejadian yang tidak terduga ini” aku melihat beberapa orang merasa khawatir padaku. “Aku baik-baik saja, sepertinya dia terlihat lelah, pukulannya tidak terlalu kuat, jadi tenang saja”. “Oke, tadi Kak Mila bilang kalau aku adalah anggota yang selalu telat, baiklaaahhh.. perkenalan yang bagus sekali rekan Mila, sepertinya anda sangat tau tentang saya melebihi saya sendiri” semuanya tertawa.
“Tadi di upacara saya sudah memperkenalkan diri, dan ditambahkan sedikit oleh teman baik saya, Mila. Jadi kalau ada yang mau ditanyakan dari teman-teman maba silahkan”
“Kak mau tanya, nama panjangnya Kak Gading siapa?” untuk beberapa detik aku terdiam.
“Nama panjangku adalah, Gadiiiiinnggggg” semua tertawa. Sepertinya ketegangan yang terjadi sebelumnya sudah mulai berlalu.
“Bukan itu, tapi nama lengkap” sahut salah satu maba perempuan yang duduk di baris kedua dari depan.
“Cukup Gading aja, nggak usah lengkap juga gak papa. Next” aku meminta pertanyaan selanjutnya.
“Kak, tanggal lahir” satu maba bertanya.
“Kak, sudah punya pacar belum?” maba ke dua bertanya.
“Kak, boleh minta nomer hp nya” maba ke tiga bertanya, dan semuanya wanita.
“Yang cowok nggak ada yang mau tanya?” tanyaku pada mereka. Salah satu laki-laki dari bertanya..
“Kak Tanya, kapan ini akan berakhir?” aku hanya tersenyum.
“Ini baru saja dimulai, dan kau sudah bertanya kapan ini akan berakhir?” semua orang mulai tertawa lagi.
***
Seperti dugaanku, esok harinya Galih tidak mengerjakan tugasnya lagi. Kali ini hukumannya adalah meminta maaf ke kelas-kelas lain se prodi. Ada delapan kelas, dan aku yang akan mengantarnya ke kelas-kelas itu. Di sela-sela prjalanan menuju ke kelas-kelas, aku mengajaknya bicara.
“Kenapa kamu nggak mengerjakannya?” tanyaku.
“Aku sibuk kerja”
“Oooo…. Kamu asli orang sini apa bukan sih?”
“Bukan, aku dari luar kota, tapi gak jauh dari sini” jawabnya tanpa memandangku.
Pertanyaan basa basi begini biasanya sulit untuk bisa lanjut. Aku hanya terdiam sambil menunjukkan kelasnya. Sampai pada suatu saat dia mengajakku berbicara.
“Kau tidak bertanya padaku tentang masalah kemarin?” tanyanya tanpa melihatku. Kita berjalan di lorang yang sepi dan menuju ke kelas-kelas. Perasaan canggung benar benar merasuk dalam tubuhku, juga sedikit rasa kesal pada orang yang ada di sampingku ini.
“Apa kamu mau meminta maaf padaku?” aku balik bertanya. Dan dia hanya diam.
Aku mulai merasa waktu yang kulalui saat ini terasa lama dan akan lebih baik jika segera berakhir.
“Kamu kerja dimana?” tanyaku tiba-tiba untuk memecah kesunyian.
“Itu tidak penting buatmu” jawabannya membuatku ingin sekali ganti memukulnya, tapi tidak bisa kulakukan.
Aku hanya mengangguk mengiyakannya. Anak ini benar-benar kurang bisa santai dan gampang marah. Sepertinya aku akan sulit dekat dengan anak ini, padahal aku merasa dia butuh bimbingan. Tapi sama sepertiku, dia cukup popular di kalangan anak cewek meskipun masih maba. Selain terlalu menonjol karena sering kena hukuman, menonjok pipiku, pakaian yang acak-acakan, wajahnya juga cukup tampan, jadi tidak heran kalau dia cepat popular.
***
Hari berganti begitu cepat, tidak terasa kita sudah sampai di penghujung acara OSPEK. Acara ditutup dengan persembahan penampilan dari Panitia dan pemberian hadiah dan surat untuk Kakak yang di sukainya atau yang ingin deberi hadiah.
Aku jadi ingat dulu yang kuberi hadiah dan surat adalah Kakak BEM laki-laki. Tidak ada maksud apa-apa, tetapi hanya aku ingin berterimakasih dan meminta maaf karena sudah sering merepotkannya. Itu memang sedikit memalukan, tetapi waktu itu aku memang tidak punya ide untuk membuat surat pada Kakak BEM yang perempuan.
”Gading, kayaknya kemarin yang dapat kado banyak kamu deh” kata Mila saat kita kumpul di Basecamp keesokan harinya.
“Ya iya lah.. dia masuk bentar aja udah banyak fans nya” tambah Andi.
“Bahkan aku dapat hadiah dari cowok” kataku.
“Oh ya???” semua mata tertuju padaku.
“Dari siapa?” Tanya Mila penasaran.
“Entahlah.. gak ada namanya”
“Gimana kamu tau kalu itu cowok kalau gak ada namanya?” sahut Andi
“Dalam suratnya dia bilang kalau dia itu cowok” jawabku datar
“Jangan-jangan tu cowok suka lagi sama kamu” kata Andi disambut tawa teman-teman yang lain. Sebenarnya aku juga penasaran siapa cowok itu.
Waktuku sering kuhabiskan di Basecamp bersama teman-teman, aku pulang sampai malam demi menyelesaikan laporan. Di sela kesibukan para anggota BEM, Andi sering datang ke rumahku. Kadang juga menginap di rumahku karena malas pulang jika terlalu larut. Dan orang tuanya membebaskan dia menginap di rumahku, karena keluarganya menganggapku sudah seperti anaknya sendiri.
“Kamu jadi membuka kos di sini?” Tanya Andi padaku.
“Sepertinya iya, kan lumayan bisa jadi uang tambahan. Setidaknya satu atau dua orang kan bisa sedikit mengurangi bebanku membayar tagihan listrik dan pajak”
“Iya juga sih.. tapi kamu yakin pakai kamar orang tuamu?”
“Aku sudah memindahkan barang berharga milik orang tuaku di ruang kerja” aku menunjuk ruangan yang ada di sebelah kamarku
“Oke.. tapi lagian apa gak telat kamu bukanya sekarang? Maba kan udah pada nyewa tempat kos. Gimana sih?”
“Ya kalo rejeki gak akan kemana kan.. Lagian kenapa kamu sewot gitu?”
“Apa aku aja yang ngekos di sini ya? Semester tua kayaknya bakal sibuk. Rumahmu juga deket rumahnya orang cantik pula” yang dimaksud Andi di sini adalah Ratih.
“Kalau kamu mau nginap di sini setiap hari ya silahkan, gak usah ngekos. Makanya kamar tamu kubiarkan kosong itu buat jaga-jaga kalau kamu mau nginap”
“Haha.. kau ini sudah seperti adikku saja. Baiklah, lakukan sesukamu adikku” ledeknya sambil mengusap rambutku.
Aku lupa kapan kita kembali ke kamar masing-masing untuk pergi tidur, tetapi kenapa di dini hari aku melihat Andi tidur di kamarku? Padahal malamnya aku melihat dia turun ke lantai bawah untuk tidur di kamar tamu. Dia pasti sedang mimpi buruk semalam, sampai pindah ke kamarku. Dan lebih anehnya lagi, dini hari begini ada orang yang memencet bel rumahku. Sambil berusaha membuka mata dengan sempurna, aku membukakan pintu.
“Galih??” tanyaku pada tamu itu.
“Kak Gading? Ini rumah Kakak?”
“Iya.. ngapain kamu subuh-subuh begini kesini?” dia menunjuk plakat bertuliskan MENERIMA KOS KHUSUS PRIA. “Oooo.. tapi kenapa pagi-pagi begini?”
“Biarkan saya masuk kak, dingin sekali di sini”
“Oh iya, silahkan masuk”
Galih datang ke rumahku sebelum subuh begini sambil membawa koper besarnya. Dia masih memakai seragam PERTAMINA seperti yang biasa dipakai pegawai POM. Sepertinya dia dapat shift malam di tempat kerjanya. Wajahnya sangat lusuh dan terlihat lelah dan sedikit pucat. Dan tunggu..
“Ada apa dengan wajahmu?” ada banyak lebam di wajahnya. Karena lampu teras rumahku agak kurang terang, awalnya aku mengira itu debu atau cuma kotor terkena sesuatu.
Dia hanya diam dan terlihat bingung, pasti ada sesuatu yang terjadi padanya. “Baiklah, kita bicarakan besok. Aku akan menunjukkan kamarnya. Ikut aku” kataku. “Ini kunci kamarnya. Di sebelah kulkas ada kotak P3K, aku rasa kamu sedang membutuhkan itu sekarang. Dan jangan lupa bersihkan badanmu dan istirahat. Selamat malam” aku berlalu meninggalkannya dan kembali ke kamarku sendiri.
Beberapa puluh menit berlalu dan aku masih belum bisa tidur. Sampai pada keputusan “Mungkin ada yang menghajarnya karena masalah cewek, seperti yang sering kualami”. Aku menenangkan diriku sendiri, dan perlahan menutup mataku.
Di pagi hari, suara gemuruh orang bercakap-cakap dengan lantang mebuatku terbangun dari tidurku. Waktu melihat jam dinding, sudah pukul 8 pagi, seharusnya aku sudah membuat sarapan dan ternyata aku bangun kesiangan.
“Gading, kenapa dia ada di sini? Bagaimana bisa?” Tanya Andi saat melihatku turun dari tangga.
“Oh, dia datang dini hari tadi” aku melihat Galih sedang mengambil air minum di dalam kulkas. Aku turun dari tangga dan berniat untuk mengambil air minum juga.
“Ha?? Kok aku nggak tau. Lagian ngapain dia di sini? Nginep sini pula”
“Dia ngekos di sini. Kenapa kamu heboh gitu…” jawabku sedikit emosi.
“Trus kenapa wajahnya babak belur gitu?” Andi semakin banyak bertanya.
“Sudahlah. Kita bicarakan setelah ini. Kamu mau mandi?” tanyaku pada Andi. “Oh iya, kenapa kamu tidur di kamarku semalam?” pertanyaanku membuat Andi dan Galih terkejut.
“Hahaha.. biasa. Sst, jangan bahas itu lah” sahutnya sambil mendekati Galih yang duduk di meja makan.
Aku tak menghiraukannya dan beranjak menuju kulkas untuk mengambil air minum. Saat kubuka, aku melihat bahan-bahan masakanku tinggal sedikit. Waktunya aku belanja hari ini. Belum lagi wadah beras di samping kulkas juga mulai sedikit isinya, pengeluaranku akan banyak hari ini.
“Kamu yang memasak semua ini?” tanyaku pada Galih. Aku melihat Andi yang juga tercengang sambil membawa piring.
“Iya, tapi Cuma dikit. Aku kira Kakak sendirian aja di rumah”
Meja makanku sudah siap nasi, telur dadar dua butir, oseng kangkung dan satu mangkuk kecil tempe goreng. Aku terkejut melihat semua ini. Aku berkali-kali memusatkan pandanganku ke meja makan dan ke wajah Galih. Apa iya dia sendiri yang masak? Yakin enak? Pikirku.
“Aku suka memasak, menurutku rasa masakanku juga tidak terlalu buruk” jawab Galih. “Aku akan menggoreng telur dadar satu lagi untuk Kak Andi” lanjutnya.
Andi yang sedari tadi diam mulai angkat bicara.
“Galih, ada apa dengan wajahmu?” Galih masih sibuk dengan telur dadarnya. Aku tahu dia mendengarkan pertanyaan Andi. “Aku tau kita memang tidak dekat, tapi siapa tau kita bisa bantu kalau misal kamu memang lagi ada masalah”. Aku mengangguk mengiyakan.
“Banyak hal terjadi” jawabnya singkat. Aku dan Andi hanya bertatap muka dan bingung dengan jawaban itu.
“Apa itu masalah besar?” tanyaku.
Galih masih sibuk dengan telur dadarnya. Sepertinya dia masih belum ingin bercerita tentang apa yang terjadi. Aku harus memakluminya.
“Maaf kalau aku tidak bisa bercerita sekarang. Masih banyak hal yang harus kulakukan. Aku akan menceritakan pada kalian saat sudah jelas nanti” seketika kata Galih membuatku bungkam dan hanya bisa mengiyakan.Tapi sejauh ini, dia melakukan hal yang baik sebagai anak kos, jadi tidak perlu ada yang ku khawatirkan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!