NovelToon NovelToon

KAK DINDA

Episode 1

Terus terang awalnya Aku tak begitu mengenal sosok Dinda,yang kutahu saat itu hanya seorang  gadis yang selalu sholat lima waktu berjama'ah kemasjid bersama ibunya. 

"Eh, ngomong-ngomong nih yah, Kak Dinda itu umurnya berapa si, koq setiap hari ibunya diintilin terus ," iseng kubertanya pada Yani, teman ku setelah sepintas melihat Dinda lewat didepan kami. 

"Yaiyalah anak kesayangan emaknya, "

" Kesayangan sih kesayangan, masak kayak perangko  gitu, dimana ada Kak Dinda pasti ada emaknya,"timpalku.

"Wah, jangan-jangan kamu ngiri nih, Kak Dinda punya emak sedangkan kamu nggak, tenang aja aku siap jadi perangko buat kamu, "kata Yani sambil memelukku. 

" Ih, sembarangan. Aku tuh cuma penasaran  sama Kak Dinda udah segede gitu mestinya jalan ama pacarnya,, malah sama maknya mulu. Tapi Kak Dinda itu sekolah nggak sih, "tanyaku lagi sama Yani yang kebetulan rumahnya dekat dengan rumah Kak Dinda. 

"Gimana mau sekolah, tinggal kelas mulu, "kata Yani sambil tersenyum.

"Akhirnya maknya nggak mau Dinda lanjutin sekolahnya, hanya sampai kelas lima aja kalau nggak salah," tambah Yani lagi. 

"Sayang yah, cantik gitu otaknya kurang, "gumamku. 

Masih ingat dalam benakku, saat Kak Dinda menggeser shafku waktu shalat padahal Dia yang telat datang saat sholat asyar di masjid. Entah apa maksudnya melakukan itu. Apa dengan kehadiran aku yang paling kecil diantara jemaah yang lain bisa memutuskan shaf sholat berjama'ah . Daripada dongkol kemudian merusak kekhusukan sholatku, lebih baik kurubah tempat sholat, yah sejak saat itu Aku selalu sholat di shaf kedua. 

Hari ini rencananya  pulang sekolah Aku ketempat Yani mau mengerjakan tugas bersama Yani,dirumahnya. 

Setelah makan siang, kulaksanakan rencana itu. Dan Kebetulan rumah Yani dekat dengan rumah Kak Dinda,terbesitlah keinginan  lewat rumah Dinda walau rumahnya agak diujung gang. 

Pelan kuperhatikan rumah itu nampak asri, ada tanaman dipekarangannya. Nampak rumah itu terlihat biasa saja dan terkesan sunyi tak berpenghuni, apakah orang rumahnya pada tidur semua. Padahal hari masih siang, suhu masih terasa panas. Ketetap melangkah perlahan, Aku tak mau ada yang mencurigai pengintaianku ini. Yang tidak ada sedikitpun punya maksud tertentu. 

Hari ini seperti  biasa aku sholat asyar nya di masjid. Di masjid yang menjadi ikonik tempat aku tinggal saat ini merupakan mesjid tertua dikotaku jadi tak heran arsitektur bangunannya kuno,seakan akan kebudayaan India dan Cina melekat menjadi satu pada masjid. Tak heran kan aku suka shalat dimasjid ini yang kebetulan jaraknya sangat dekat, hanya dibatasi jalan raya dari rumahku. 

Setelah mengambil air wudhu, aku berpapasan dengan kak Dinda. Sepintas mataku tertuju pada bagian perut kak Dinda yang seperti agak janggal, keliatan membesar. Astagfirullah aku kan sudah ambil wudhu. Bergegas ku berjalan kedalam masjid saat imam sudah mengumandangkan qomat,tanda shalat akan segera dimulai. 

Rasa penasaranku akhirnya terjawab, ternyata benar kalau Kak Dinda memang hamil, sangat jelas sekali kalau perutnya semakin lama semakin  membesar.

"Kamu lesu banget hari ini, Yan, "kata ku pada Yani saat pulang sekolah.

"Iya nih, semalam habis begadang," jawab Yani. 

"Nanti bang Rhoma marah loh Ani kalau kamu begadang terus, "ledekku.

" Huahaha "

"Itu semua gara gara kakakmu, Si Dinda itu. Pak RT semalam kerumahnya. Eh, yang ikut rame banget. Bikin gaduh, "gerutu Yani. 

" Ngapain pak erte nyariin Dinda"

"Nanyaiin siapa yang hamilin Dia. Lah, orang nggak punya suami begitu tiba-tiba hamil kan aneh"

"Ya ampun,,, trus kak Dinda ngaku, "tanyaku lagi. 

"Nggak. Sebel banget liatnya. Sampai pak erte berbusa mulutnya nanyaiin, nggak ada jawaban sedikit pun" 

"Emaknya gimana? "

" Sama saja dengan anaknya. Si emak nggak tahu siapa yang menghamili anaknya. Sambil nangis mak Suardi bilang 'aku nggak tahu,,, huhuhu,,,, ditanyain diam aja,,, huhuhu,,' akhirnya pak erte dan para penonton pulang dengan kecewa, "cerita Yani. 

" Setelah pak erte dan warga yang tadi unjuk rasa pulang ke rumahnya masing-masing. Eh, Mak Suardi tetap meraung raung, "tambah Yani lagi.

" Harusnya yang datang itu bu erte. Biasanya wanita lebih sensitif"

"Iya juga sih. Tapi ibuku takut melihat Mak Suardi yang mencak-mencak"

"Tak adakah keluarga dekat Kak Dinda selain mak Suardi "

" Setahu ku sejak dulu mak Suardi hanya tinggal berdua saja dengan anaknya, Kak Dinda "

"Kasihan Mak Suardi. Walau selalu bersama dengan anaknya. Ternyata Mak Suardi pernah lengah juga"

"Pak erte semalam juga menegur Mak Suardi karena tak bisa menjaga anaknya. Makin padahal tangisnya"

"Apa Kak Dinda tak bergetar jiwanya melihat maknya segitu histeris. Maksudku ngaku aja biar Maknya nggak ngerasa di kibulin ama anaknya. Ya kan? "

"Kak Dinda hanya diam mematung tak bicara sedikitpun. Duduk disamping Maknya sambil kepala tertunduk"

"Aneh banget "

" Pokoknya hari ini sampai di rumah kupesankan sama Ibu agar tak diganggu. Aku mau tidur sampai besok pagi "

" Balas dendam ama bantal, "kataku meledek Yani yang dari sekolah tadi merindukan bantalnya.

" Yap. Dadah Mi. Sampai jumpa besok"

Aku hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatku ini yang sedang kena sindrom ngantuk akut.

Episode 2

Perut Kak Dinda semakin hari semakin besar. Kak Dinda tetaplah Kak Dinda. Sebagian orang yang melihat nya banyak yang iba dan kasihan, melihat beban yang begitu berat dipikulnya. Mengandung dengan tiada suami siaga yang mendampinginya. Memang disana ada mak Suardi, tapi apalah daya wanita tua ringkih itu.

Sebagian lagi ada orang disekitarnya memandang sebelah mata dan tak sedikit yang mencemoohnya.

"Din,nanti kalau anakmu lahir trus Dia nanya Bapaknya mana?kamu bakal jawab apa? "tanya Mak Iyah waktu ketemu Dinda diwarung dekat rumah, kebetulan Aku juga ada disana.

" Bilang aja Bapaknya udah mati, "ujar Dinda bergegas pergi. Dari kejauhan kulihat Kak Dinda menundukkan kepala menyembunyikan airmatanya.

Ah, kasihan juga Kak Dinda. Belum juga anaknya lahir sudah ditambah pula beban pikiran seperti itu.

*****

" Beneran, Yan. Kamu nggak tau siapa laki-laki yang hamilin Kak Dinda? "tanya ku saat mengerjakan PR di rumah Yani.

" Iya. Kenapa? Kamu masih Penasaran? "

"Nggak. Cuma masak nggak liat sih siapa yang pernah datang kerumah Kak Dinda," kataku pelan.

"Apa perlu kita selidiki saja, Yan, "tambahku sambil menatap Yani, berharap Ia menyetujui rencanaku.

" Caranya? "

" Kita pantau, siapa saja yang pernah datang kerumah Kak Dinda"

"Nggak ada tuh, laki-laki yang kerumah Dinda, kemaren yang datang cuma pak erte, nggak mungkin kan kalau pak erte,, haah astagfirullah,, "

" Yah,, jelas nggak ada lah,, kalau siang. Bagaimana nanti malam kita intai? "usulku.

" Ihhhhi ngeri ah, nanti bukannya ketemu orang malah ketemu kunti, "kata Yani bergidik.

" Tenang aja. Kan ada aku, kunti bakalan takut, "ucapku berani.

Demi menemukan jawaban dari teka teki ini aku harus kuat menghadapi rintangan apapun. Termasuk kunti dan teman-temannya.

" Nanti malam sekitar jam 00.00 aku kerumah mu, kamu jangan tidur ya, setibanya aku, kita langsung berangkat "ujarku meyakinkan Yani agar nanti malam berjalan sesuai rencana.

" Mang kita mau berangkat kemana?" Rajuk Yani sambil mengaruk garuk kepalanya. Sesungguhnya Yani tidak tertarik dengan Dinda. Andaikan disuruh mengintai Roy, cowok gacoannya, tanpa diminta pun Ia bersedia.

"Aku sudah temukan tempat pengintaian yang bagus, pokoknya tenang aja, semua bakal aman koq,"kataku lagi.

"Lagian besok kan malam minggu. Daripada bengong dirumah mikirin doski ama cemewewnya mending jagain lilin eh ikut rencana aku ding"

"Oke deh. Tapi kamu malam nanti abis isya langsung kerumahku.Takutnya aku ketiduran "

" Oke. Siiip, "ujarku sambil nunjukin jempol pada Yani.

*****

Sesuai rencana, jam 20.00 aku kerumah Yani setelah pamit sama Papa dengan alasan banyak tugas kelompok yang harus diserahkan senin esok.

Sambil rebahan dikamar Yani menunggu pas tepat tengah malam, Aku dan Yani sempatin baca komik yang baru Yani beli.

"Mi, aku boleh nanya nggak? Tapi Jangan marah ya, "kata Yani tiba-tiba.

"Hmmm,"jawabku sembari menekuk kedua alis.

" Serius nih,,, apa sih manfaatnya tahu tentang ayah dari anak yang dikandung Dinda? "

" Nggak ada. Cuma kasihan Kak Dinda kondisinya seperti itu, "jawabku.

" Misal. Ini misal ya, kalau penyelidikan kita berhasil, lelaki itu mesti kita apain? "

"Mesti kita interogasi. Tapi kita lihat saja nanti. Sekarang fokus kemisi pertama aja, oke?"

"Oh ya. Ngomong-ngomong berapa lama kita ngintai rumah Dinda, Mi? "

" Nggak lama kok. Jam tigaan baru kita balik"

"Oooeemmji"teriak Yani.

"Sebelum aku kerumahmu, aku mampir ke warung beli permen kopi**. Lumayan buat ngusir ngantuk, "kataku membaginya dengan Yani.

" Asyik. Kalau pakai ini aku siap tempur deh"

"Kamu punya kain sarung nggak? "tanyaku.

" Buat apalagi tuhhh. Ada sih di lemari Ibuku. Kan setiap mau ramadhan dapet jatah dari kantor ayahku"

"Buat kamuflase "

" Huahaha kayak mau ikut perang saja"

"Anggap saja begitu. Kita mau berperang menegakkan kebenaran "

Yani tertawa terpikal pikal sampai ke kamar Ibunya untuk mengambil sarung.

" Niii anak seperti kesurupan . Tertawa tak jelas begitu, "Ibu Yani heran melihat anaknya.

"Hahahaha itu si Mia ada aja hahahaha"

"Untuk apa pakai kain sarung segala. Nggak cukup ya selimutnya "

" Iya, Bu. Yani pinjam sarung ayah dulu ya"

Untung Ibunya Yani tak bertanya lagi. Kalau nggak Yani pasti akan membocorkan rencana.

"Rasanya aku batal ikut hoaam ngantuk banget "

" Eitsss jangan tidur dulu. Ini makan permen dulu, "kataku membuka bungkus permen kemudian menyuapinya kemulut Yani.

Setelah permennya habis, ternyata tak mampan. Mata Yani tetap tak bisa di ajak kompromi.

" Masih pukul sepuluh. Bagaimana aku tidur sebentar. Nanti kalau sudah tiba saatnya bangunin aku lagi"

Yani memejamkan matanya dan tidur meliuk seperti kucing. Tak tega juga aku melarangnya tidur.

Aku memeriksa lagi peralatan yang ku bawa didalam tas. Kuamati teropong yang sengaja kubeli. Teropong ini bisa digunakan dalam suasana gelap ataupun terang. Tinggal menyeting pada tombol yang sudah disediakan.

Sengaja kumatikan kamar Yani untuk membuktikan kemampuan teropong ini. Yani kelihatan berwarna hijau sebagai identifikasi makhluk hidup.

Keren banget teropong ini pikirku. Pantas harganya lumayan mahal. Hingga menguras isi celenganku.

Rasa ngantuk sekilas juga menghinggapi ku. Buru-buru kulawan dengan memakan satu buah permen.

Mendengarkan suara musik di headset dari handponeku juga bermanfaat untuk menahan kantuk. Timbul ideku untuk membawanya nanti saat melakukan misi.

Episode 3

Dengan pelan ku coba membangunkan Yani. Namun Yani tak membuka matanya. Kucoba lagi menarik tangannya. Yani masih terlelap. Akhirnya kuambil air yang ada di dalam gelas dengan tangan ku lalu ku kibaskankan ke arah Yani.

Yani merasa kedinginan di sekitar wajahnya. Ia mengucek ngucek matanya.

"Ayo berangkat, "kataku.

" Kemana, "jawab Yani.

" Kamu tadi mimpi dimana sampai lupa dengan rencana kita. Ayo pakai sarungnya. Ingat jangan berisik nanti semua pada bangun,"kataku menarik tangan Yani supaya Ia mengikutiku.

Tepat jam 00.00 aku danYani keluar dari rumah menuju tempat persembunyian. Tempat itu berada diluar pekarangan rumah Dinda. Kebetulan disana ditumbuhi semak ilalang. Kuatur tubuhku dan Yani dalam posisi jongkok hingga tak ada yang bisa melihat kami.

Sejam kemudian, "Mendingan kita pulang aja deh, Mi" celutuk Yani.

"Ssst..bentar lagi, "jawabku.

Ku berikan headset beserta HP kepada Yani agar Ia tak merasa bosan.

" Untung aja tadi sebelum berangkat pakai a*tan, kalau enggak bentol-bentol deh digigit nyamuk"keluh Yani .

"Disini kan sarang nyamuk semua,"gerutu Yani lagi.

Kreeeeek

Terdengar suara pintu rumah kak Dinda terbuka. Dan munculah Dinda dengan membawa senter. Sepertinya Dinda mau pergi.

Kulihat jam ditangan menunjukan pukul setengah dua malam. Mau kemana Kak Dinda malam-malam begini.

Kulihat Kak Dinda berjalan sendiri tanpa ditemani Mak Suardi. Kami mengikuti Kak Dinda diam-diam. Sengaja kuberi jarak agar kak Dinda tak mengetahui keberadaan kami.

Dipersimpangan jalan langkah Kak Dinda terhenti. Disana ada warung kopi dan sudah lama warung itu tidak beroperasi. Kak Dinda duduk dikursi panjang yang terbuat dari kayu.

Hampir sejam an kami memperhatikan dari kejauhan Kak Dinda duduk disana tanpa perubahan.

Seorang pria dengan menggunakan motor berhenti tepat didepan warung. Orang itu mengulurkan tangannya, hendak memberikan sebuah amplop putih yang sudah dilipat kearah Kak Dinda. Dengan sigap Kak Dinda langsung meraih amplop tersebut.

Setelah amplop sampai ketangan Kak Dinda, laki-laki tersebut langsung tancap gas. Sayang wajah pria tadi tak kelihatan sama sekali karena tertutup helmnya.

Kak Dinda pun beranjak dan melangkah kembali pulang kerumahnya.

"Kak Dinda ternyata kura-kura dalam perahu. Pintar banget main kucing-kucingan, "kata Yani setelah melihat pemandangan yang baru saja dilihatnya.

" Terus kita selanjutnya bagaimana lagi, Mi"

"Penyelidikan bagian satu hari ini selesai. Ayo kita pulang dan beristirahat, "kataku semangat sebab hasilnya tidak sia-sia.

Kak Dinda masih berhubungan dengan lelaki yang telah menghamilinya. Bahkan Ia menerima dengan baik semua yang telah di berikan tanpa ada kemarahan yang terpancar darinya.

"Haah bagian satu? Berarti masih ada lagi kelanjutannya?" tanya Yani.

"Ups jangan keras-keras nanti seluruh kompleks terjaga kan masih malam. Masih jam 3 subuh,"kataku sambil menaruh telunjuk dibibir.

"Sekarang sudah mulai terungkap, satu persatu akan terbongkar dengan sendirinya. Tapi siapakah gerangan pria yang memberikan amplop itu. Apa ayah anak yang dikandung Kak Dinda atau hanya seorang kurir saja? "kataku setelah sampai dan rebahan dikamar Yani.

" Hoaam, "kuap Yani memejamkan mata lalu terlelap.

"Heran nih anak. Gampang banget tidurnya," kata ku sambil ngucek-ngucek rambut Yani.

"Makasih ya sudah temenin aku. Mari kita lanjutkan petualangan ini kepulau kapuk, "ujarku sambil memejamkan mata dan tersenyum.

Akhirnya aku dan Yani bangun kesiangan . Setelah mencuci muka akupun pamit pulang kerumah.

" Habis begadang? "tanya Papa sesampainya kudirumah .

" Nggak bagus anak gadis suka begadang. Apalagi dirumah orang lain, "tambah papa lagi.

" O.. eh.. Baik pa, "jawabku.Sejak papa dan mama bercerai. Aku memilih tinggal bersama Papa dan menghargai perasaan orang yang lebih memperhatikanku, menyayangi ku dibandingkan dengan mama.

Mama yang terlalu sibuk dengan bisnis hingga Ia lupa dengan keluarganya sendiri. Seringkali mama tidak pulang untuk mengurus bisnisnya yang harus dilakukannya sampai keluar kota. Makanya aku lebih memilih tinggal bersama Papa.

Walaupun Papa hanya pegawai kecil, namun Ia selalu ada untuk kami, anak-anaknya. Aku dan Anthony, adikku.

Kulihat Papa sudah mengalihkan matanya di koran, ah, ternyata suasana sudah mencair.

"Aku kedalam dulu ya, Pa, "kataku pelan.

" Mmm, "Papa masih berkosentrasi pada korannya.

Di dalam kamar, kembali kumerenung.

Lekat dalam fikiranku tentang kejadian tadi malam. Apalagi sosok pria yang ditemui Kak Dinda. Sebenarnya apa isi amplop yang diserahkan itu. Apakah sejumlah duit buat keperluan Kak Dinda? Apakah benar pria itu yang menghamili Kak Dinda. Ku ingat lagi perawakan pria itu. Tubuhnya tinggi besar, mengenakan jaket hitam dengan sepatu olahraga berwarna putih. Itu saja yang mencolok dari pria itu selebihnya biasa saja. Ditambah kepalanya yang tertutup helm sehingga wajahnya sulit untuk dikenali.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!