NovelToon NovelToon

Cinta Di Dalam Do'A

Sebuah Niatan

Ketika waktu sore tiba, saat para santri telah melewati pelajaran mereka. Bunga termenung sendiri di belakang majelis putri. Ternyata dari kejauhan ada sepasang mata sedang memperhatikannya. Fahri tak sengaja lewat dari majelis putra selesai mengajar santri-santri putra yang lain. Di hampirinya lah sang pujaan hati nya itu. Kebetulan Fahri ada sesuatu yang ingin dia bicarakan pada kekasih pujaannya itu. Pasalnya ia sudah ingin menjadikan Bunga sebagai istrinya.

"Assalamualaikum Hubby.." Fahri mengucapkan salam kepada Bunga.

"Wa'alaikumsalam habibi qolby" Jawab Bunga. Bunga pun sedikit terkejut dibuatnya. Karena dia sama sekali tidak menyadari kehadiran Fahri.

" Sedang apa kamu disini?" tanya Fahri kepada Bunga.

"Aku sedang menunggu dan memikirkan kapan kebahagiaan itu datang." Jawab Bunga di iringi senyuman khas dari seorang Bunga.

Fahri pun melebarkan senyumannya..

"Wahai hubby.. Aku pun sudah tak sabar ingin mempersuntingmu. sudikah kau pulang sebentar? aku akan bicarakan ini semua pada orang tuamu." Fahri mulai mengeluarkan ke inginannya pada Bunga.

"InsyaAllah.. semoga Allah memberikan yang terbaik untuk kita." Jawab Bunga penuh keyakinan. Pasalnya dia sendiri juga sudah sangat ingin sekali menjadi seorang istri dari sang pujaan hatinya yaitu Fahri. Si idola para santri putri. .

Fahri pun menarik bibirnya ke atas. membentuk senyuman yang indah dan penuh makna. "kalo sudah muhrim pasti sudah ku peluk dan ku cium kau Bunga" Batin Fahri.

"Sudah sana jangan lama lama disini. Nanti ada yang liat. jadi fitnah dan di laporin aja sama guru besar. Tau kan Aku ini banyak rival nya di sini. hehehe" sungut Bunga sambil bangun dari duduk nya.

Fahri pun menurut dan mereka berdua pun melangkahkan kaki nya menuju asrama mereka masing masing.

Pasalnya di pesantren memang tidak di perboleh kan terlalu lama berinteraksi dengan santri putra. Tak jarang banyak santri putra atau santri putri yang selalu curi curi pandang. bahkan mereka memakai cara percintaan zaman dulu yaitu memakai surat. Karena memang mereka tidak diperbolehkan untuk memegang handphone ketika di pondok pesantren. Jika ada keperluan kepada orang tua mereka biasanya para santri akan menggunakan handphone milik pesantren yang memang sudah di khusus kan untuk mereka menghubungi orang tua atau keluarganya..

Bunga melangkah kan kaki nya menuju gurfah nya atau kamar yang dia tempati bersama dengan para santri putri yang lain. tak henti henti nya senyum terus mengembang dari bibirnya. kata kata fahri terus terngiang ngiang di fikirannya. Sesekali ia mengibas ngibaskan buku yang ia bawa. Sampai sampai para santri yang lain melihat nya dengan tatapan aneh. "lagi kerasukan setan apa tuh si bunga. senyum senyum sendiri"

Sesampainya di kamar . Bunga menyimpan buku nya dan langsung membaringkan dirinya. sambil berfikir bagaimana caranya izin kepada ummi nya. selaku guru besar nya. istri dari sang kiyai yang punya pondok pesantren itu.

"Uhh.. Bagaimana cara nya aku minta izin sama ummi. harus cari kata-kata yang meyaqin kan ini mah" Bisik nya.. "hmmm sudah lah bunga. yakin aja pasti ada jalan nya.." benak nya berucap ria.

Bunga dan Fahri adalah sepasang kekasih yang saling mencintai. Walaupun mereka berada di lingkungan pesantren, tapi budaya percintaan tetap selalu menghiasi lika-liku kehidupan di dalam pesantren.

Sudah hampir dua tahun lebih Bunga dan Fahri menjalani kisah cinta yang penuh kebahagiaan.

Lika-liku kisah cinta mereka selama di pesantren sangatlah menggemaskan. Fahri yang seorang santriawan/santri putra yang begitu tampan dan berprestasi membuat para santri putri banyak yang mengincarnya.

Namun selama ia menempuh pendidikan Agama di pesantren itu, Fahri tak pernah sekali pun jatuh cinta pada santri putri lainnya selain pada Bunga. Si gadis cantik yang berasal dari Desa, cantik paras dan hatinya.

"Semoga niat dan tujuan baik saya dipermudah oleh Allah SWT. Mendengar hal ini, Abah dengan Umi pasti akan senang dan menyambut dengan sangat baik." Bisik Fahri dalam hati.

Pria tampan yang berusia dua puluh lima tahun itu tampak antusias dan ingin sekali segera mempersunting kekasihnya itu. Mengingat desakan dari kedua orang tuanya yang sangat ingin sekali melihat putra pertama mereka menikah, membuat Fahri semakin bersemangat dan bertekad bulat untuk menjadikan Bunga sebagai istrinya.

Fahri bukanlah pria yang hanya berkata manis di mulut saja, ia bahkan jarang sekali melontarkan kata-kata gombal pada kekasihnya itu. Tak jarang Bunga sedikit heran dan ragu akan perasaan Fahri padanya.

Sebagai seorang santiawan yang menjadi panutan bagi santri-santri yang lain, Fahri tampak selalu menjaga sikap dan ucapannya. Tentu saja hal itu membuat para santri putri banyak yang tergila-gila padanya, tak terkecuali Bunga.

Sejak pertama ia melihat dan memperhatikan sikap Fahri yang berbeda dengan santri putra lainnya, Bunga tampak langsung mengangumi sikap dan kepribadian seorang Fahri.

Sampai pada akhirnya hal yang tak disangka-sangka pun terjadi begitu saja.

Tanpa Bunga sadari, ternyata Fahri sudah memendam rasa yang berbeda pada Bunga saat pertama kali Fahri melihat sosok Bunga walau dari kejauhan.

"Sebaiknya secepatnya saya minta izin pada Guru besar untuk pulang sebentar saja. Jika perlu, saya akan mengatakan hal yang sebenarnya." Batin Fahri kembali berucap.

Sementara itu yang terjadi pada Bunga..

"Hei, aku perhatikan sedari tadi kau sangat terlihat berseri-seri. Apakah kedua orang tua mu baru saja mentransfer uang untukmu?" Seru Rena yang tak lain adalah sahabat Bunga selama mereka berada di Pesantren itu.

Bunga tampak menyengir kuda dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Rasanya saat ini ia ingin menceritakan apa yang telah membuatnya sebahagia ini.

"Hmmm.. Kau sangat ingin tahu ya,," Sorak Bunga dengan sebuah seringainya.

"Tentu saja! Jika kau sedang bahagia, sebaiknya kau beritahukan kebahagiaan itu pada sesamamu. Jangan deritamu saja yang selalu kau bagi padaku, Bung Bung." Celoteh Rena yang bersikap cerewet.

Bunga tampak terkekeh mendengar celotehan sahabatnya itu, tapi memang benar yang dikatakan Rena. Sebaiknya dia ngeshare kebahagiaannya pada sahabatnya itu.

"Oke, oke baiklah Ustadzah Rena yang bijaksana. Aku akan sharing kebahagiaan yang sedang aku rasakan saat ini." Ucap Bunga penuh percaya diri.

"Nah!! Begitu dong.. Itu baru namanya sahabatku." Seru Rena seraya memasang pendengarannya dengan tajam.

"Tapi aku takut, Ren." Ucap Bunga yang berhasil membuat Rena melongo heran.

"Limadza Ukhty???" "(Kenapa saudara perempuanku???)" Rena tampak sedikit heran.

"Aku takut kau baper mendengarnya.. Hi hi hi..." Sorak Bunga seraya terkekeh.

Rena tampak membuang nafasnya kasar dan memutar bola matanya malas.

"Heii.. Kalau bicara soal baper, aku sudah sangat sering merasakannya." Tutur Rena penuh penegasan.

Bunga tampak terkekeh melihat ekspresi kesal sahabatnya itu.

"Sudahlah! Cepat kau katakan Bung Bung. Janganlah membuatku penasaran. Dan jika kau sedang bahagia, maka jangan lupa kau selalu bersyukur kepada Allah atas pemberian ni'mat bahagia yang saat ini kau rasakan." Cerocos Rena sangat antusias.

"Sesuai dengan Firman Allah di dalam Al-Qur'an : Wa Ammaa Bini'mati Robbika Fahaddits. (Qs. Ad Dhuha ayat 11)." Lanjut Rena sedikit mengupas ilmu yang telah dia dapatkan.

Bunga tampak tersenyum dan kemudian ia mengangguk mengiyakan. Setelah itu, gadis cantik itu pun menceritakan apa yang Fahri katakan padanya.

******

Assalamualaikum readers..

Perkenalkan ini karya pertama aku..

Jangan lupa like, coment, favorite dan dukungannya yak manteman 😍😍😍

eps 2

Ke esokan harinya bunga sudah memantapkan hati nya untuk meminta izin pada guru besar nya itu. Setelah semalaman suntuk ia memikirkan kata kata yang tepat untuk meminta izin pada guru besar nya. Akhirnya dia sudah mendapatkan cara agar ia mendapatkan izin dari guru besar nya itu.

Sekitar pukul 09 pagi bunga sudah siap siap untuk menemui guru nya. penampilan nya sudah dia perbaiki. Dengan langkah yang pasti dia segera menuju kediaman guru nya. sesekali dia mengangkat tangan nya lalu mengusap wajahnya sendiri. sambil komat kamit berdoa agar dapat izin dari guru nya.

"Kak bunga mau kemana kok sudah rapih sekali?" Tanya santri junior yang kebetulan berpapasan dengan bunga.

"mmmm.. itu, kak bunga mau menemui ummi." jawab bunga.

"ada perlu apa kak? kakak mau pulang yak?" tebak santri putri itu.

"Kok kamu tau sihh dek."kata bunga sambil mencubit pipi santri putri itu. "yasudah kakak duluan yak. mumpung ummi nya masi ada di rumah. doa in kakak yak agar dapat izin dari ummi." kata bunga panjang lebar.

Santri itu pun mengangguk dan tersenyum pada bunga.

Bunga melanjutkan langkah nya menuju kediaman guru besar nya.

Sebenarnya nggak jauh si dari kamar bunga ke kediaman guru nya. hanya terpisah oleh beberapa bangunan saja. karena memang pesantren ini hanya khusus untuk mengaji. tidak ada sekolahan nya.

Sesampainya di depan pintu rumah guu nya, Bunga sedikit ragu untuk melangkah masuk ke dalam. pasal nya ia sangat gugup sekali. jangan sampai salah bicara yang ada nanti gak dapat izin lagi. pikir nya.

Bunga masih celingak celinguk berharap ada santri putri yang di tugaskan untuk melayani ummi nya. maksudnya biar dia bisa di antar masuk menemui ummi nya itu.

"Duaaaarr.." Aisyah salah satu teman dekat nya bunga mengagetkan bunga dengan menepuk pundak nya dari belakang. sontak saja bunga yang sedari tadi tegang dan gugup langsung terkejut begitu kawan nya menepuk pundak nya tadi.

Dipukul nya lah kawan nya itu. sambil ngeromet bunga kesal sekali pada kawan nya.

"Iiishhh kamu yah. ngagetin aja. hampir aja aku jantungan." cerocos bunga dengan mata yang melotot.

Aisyah hanya cekikikan saja melihat kawan nya itu.

"Ya lagian kamu ngapain sih kayak mau maling ayam aja disini. celingak celinguk." kata kawan nya yang masih cekikikan.

"Aku tuh mau izin sama ummi tauu." jawab bunga sambil membetulkan jilbab nya yang agak sedikit nyengsol.

"Lhooooo.. kok menďadak? mau ngapain pulang?" tanya aisyah dengan raut wajah yang penuh pertanyaan.

jangan jangan fahri sudah mau melamar si bunga nih. batin aisyah.

pasalnya bunga tak biasa nya izin pulang dadakan seperti itu. makanya kawan nya agak sedikit heran dan curiga.

"Kenapa sih kamu kok wajah nya kayak gitu amat. yaa suka suka aku dong mau pulang itu mau ngapain tah ngapain tah." cerocos bunga sambil melipat tangannya di dada nya.

"Kok aku rada curiga yah sama kamu." selidik aisyah.

"Hmmm yasudah lah. susah sih ngomong sama anak nya detektif mah." kata bunga kesal.

Aisyah tertawa terbahak bahak mendengr ucapan kawan nya itu. sejak kapan bapak saya jadi detektif. orang dari dulu juga hanya menjadi pegawai negeri saja. batin Aisyah.

"yasudah lah dari pada kamu ngetawain aku kayak gitu mending anterin aku ke dalam yuk. nanti aku ceritain deh ke kamu." ajak bunga pada aisyah. sebenar nya bukan gak berani untuk masuk sendiri tapi dia hanya gugup saja.

Kang Husein?

"Ajibbbb!!! Jadi sebentar lagi Mas Fahri yang tampan dan berwibawa itu akan melamarmu Bung?" Seru Rena berbinar.

"InsyaaAllah.. Mudah-mudahan dilancarkan." Ucap Bunga dengan sebuah senyuman manis yang terukir indah di wajah cantiknya.

"Aamiin... Aku benar-benar tidak bisa membayangkan apa yang terjadi pada santri putri disini saat mendengar kalian akan menikah. Wooowww.. Sudah pasti kami akan mencetuskan sebuah hari patah hati nasional sepesantren Daarul Qur'an." Cerocos Rena penuh semangat. Perhaluannya mulai berkembang biak.

"Hust! Jaga ucapanmu Ren! Kau bisa membuat mereka mendengarkan obrolan kita." Ujar Bunga mengingatkan Rena.

"Ups... Afwan Ukhty.. Aku hanya merasa bahagia." Seru Rena seraya menutup mulutnya.

"Aku yang akan dilamar kenapa kau yang bahagia?" Cetus Bunga menatap dengan tatapan tajamnya.

"Itulah nilai kesetiaan! Disaat kau bahagia aku pun ikut bahagia. Dan disaat kau bersedih, aku pun ikut bersedih." Tutur Rena penuh percaya diri.

"Ajib!!! Kheir!!! Kau memang sahabat terbaik ku Ren." Ucap Bunga seraya merangkul Rena sahabatnya itu.

"Jadi kau akan izin pulang pada Umi?" Tany Rena.

"Ya! Sepertinya aku besok harus pulang Ren. Mas Fahri memintaku pulang sebentar saja untuk membicarakan hal ini pada kedua orang tuaku." Tutur Bunga yang kini mulai kembali serius.

"Ya sudah jika begitu lebih baik kau segera meminta izin pada Umi. Besok pagi kau bisa langsung berangkat." Ucap Rena memberi saran.

"Tapi.. Aku bingung harus beralasan apa? Masak aku harus jujur soal Mas Fahri?" Bunga tampak sedikit ragu dan mempertimbangkan alasan apa yang harus dia katakan pada Guru besarnya nanti.

"Hmmmm... Bagaimana jika kau beralasan ada suatu keperluan keluarga yang mendadak. Aku yakin Umi pasti akan mengerti dan tidak akan curiga. Paling kau diberi waktu satu atau dua hari berada di rumah." Tutur Rena memberi ide yang cemerlang.

"Wow! Tak salah aku menjadikanmu sahabatku, ternyata kau berprestasi juga dalam bidang berbohong.. Hi hi hi..." Sorak Bunga diiringi tawa renyahnya.

"Sialan! Sembarangan saja kau bicara tentangku. Jika Kang Santri pujaan hatiku dengar bisa-bisa jatuh harga diri seorang Rena Pratiwi dimatanya." Sungut Rena dengan tingkah konyolnya.

"Ha ha ha ha... Memangnya kau sudah punya Kang Santri pujaan hati?" Cetus Bunga disela-sela tawanya.

"Punyalah! Memangnya kau saja yang punya cengceman. Aku juga punya doooong!" Seru Bunga membanggakan dirinya.

"Jika begitu katakan padaku siapa Kang santri itu?" Tanya Bunga menggoda sahabatnya.

"Rahasia negara!" Cetus Rena sekenanya.

"Nyeh!!!! Rahasia ilahi kaleeee.." Seru Bunga menggoda sahabatnya.

"Heiii! Bisa tidak kalian rendahkan suara kalian. Apakah kalian tidak bisa melihat hah? Lihat! Kami sedang berdiskusi!" Tegur seorang santri senior yang terlihat tidak suka pada obrolan Bunga dan Rena.

"Baik Teh, maafkan kami." Ucap Bunga mengalah. Tetapi dalam hatinya ngedumel ria.

"Berdiskusi kok didalam gurfah Teh? Kenapa tidak berdiskusi di kantin saja sekalian sambil makan." Batin Bunga ngeromet.

"Sebaiknya sekarang kau izin pada Umi, Bunga." Bisik Rena mengingatkan Bunga.

"Baiklah! Antarkan aku ke koperasi untuk membeli sebotol air mineral. Setelah itu aku akan menemui Umi untuk izin pulang." Ucap Bunga mengajak Rena mengantarnya ke koperasi.

Rena pun mengangguk mengiyakan. Kemudian kedua santri putri yang bersahabat itu pun melenggang pergi meninggalkan gurfah mereka.

"Dasar! Masih bocah saja sudah belagu! Sudah membicarakan nikah. Aku yakin Mas Fahri hanya mengibulinya saja." Gerutu Teh Sofi yang tak lain adalah santri senior di pesantren itu.

Teh Sofi memendam rasa pada Fahri sejak ia menempuh pendidikan Agama di Pesantren Darul Qur'an. Namun perasaannya selalu saja Fahri tolak saat diam-diam Teh Sofi mengutarakan isi hatinya pada Fahri melalui surat-surat yang ia kirim atas nama (Penggemar Rahasia).

Sampai saat ini Bunga maupun Fahri tidak mengetahui perasaan cinta Teh Sofi pada Fahri. Melihat dari sikap Teh Sofi yang lumayan cuek dan terturup membuat mereka yang berada di dekat Teh Sofi tak mampu menebak perasaan Teh Sofi.

"Benar! Baru tiga tahun dia mondok disini sudah berlagak seperti itu. Mentang-mentang Mas Fahri selaku santri putra terpopuler disini menjadi kekasihnya, si Bunga semakin besar kepala." Ini kata si Zulfa yang tak lain sahabatnya Teh Sofi.

Biasalah di Pondok Pesantren mah pasti selalu saja ada musuh dibalik selimut. Ya, begitulah kehidupan di Pesantren. Pasti ada saja yang tidak suka, tapi banyak juga yang suka pada kita.

"Aku takut Ren, bagaiman jika Umi nanti bertanya secara mendetail?" Bunga tampak masih ragu.

"Percayalah Bung! Toh kau pulang bukan karena tanpa sebab. Kau pulang karena memang ada suatu kepentingan yang mendadak.Dan usulanku tadi bukanlah ucapan yang dusta. Memang begitu kenyataannya." Cerocos Rena meyakinkan sahabatnya itu.

"Jadi jika aku izin karena ada suatu keperluan atau kepentingan yang mendadak itu bukan suatu kebohongan, ya?" Tanya Bunga.

"Ya! Itu memang yang sebenarnya." Ucap Rena.

"Hmm.. Ya sudah!" Bunga pun meyakinkan hatinya kembali.

Pada saat itu....

"Assalamualaikum Teh Bunga yang cantik.." Tiba-tiba seorang Kang Santri yang tak kalah tampan dan terpopuler kedua di Pesantren itu menegor Bunga yang sedang berjalan menuju koperasi.

"Waalaikumsalam.. Kang." Ucap Bunga seraya menundukan kepalanya.

"Teh Bunga mau kemana?" Tanya Kang santri yang bernama Husein itu.

"Mau ke depan Kang. Maaf jika tidak ada kepentingan saya permisi." Ucap Bunga seraya melangkahkan kakinya kembali.

Husein hanya tersenyum dan mengagumi Bunga dalam hati.

"Ck! Dasar Kang Husein, tidak ada angin tidak ada hujan. Tiba-tiba saja menegor kita." Gerutu Bunga.

Berbeda dengan Bunga yang terlihat kesal dan tidak suka, Rena malah terlihat bahagia dan tersenyum-senyum sendiri.

Tentu saja hal itu membuat Bunga heran dan curiga.

"Hei! Apa yang kau fikirkan?" Tiba-tiba pertanyaan Bunga membuat lamunan Rena ambyar begitu saja.

"Hng.. Apa? Ada apa Bung?" Rena tampak gelagapan.

"Kau senyum-senyum sendiri, sedari tadi aku bicara tak kau dengarkan." Ucap Bunga sembari mengerucutkan bibirnya.

"Ah! Itu.. Aku..." Rena tampak gugup dan bingung harus bicara apa.

"Kau suka pada Kang Husein ya?!" Tebak Bunga sekenanya.

"Apaaa??? Jangan asal tebak Bungaaa!" Rena tampak terjingkat kaget dan salah tingkah. Namun tak bisa disembunyikan rona merah di wajahnya.

"Ha ha ha ha... Oo'oooow kamu ketahuan." Seru Bunga berirama mengikuti lagu Mata Band.

"Ish! Sialan kau! Itu tidak benar Bung. Kau jangan fitnah!" Sangkal Rena mencoba mengelak.

"Ya ya ya... Maaf jika aku telah salah menebak." Ucap Bunga mencoba memberi jeda pada Rena untuk mengatur nafasnya.

"Ck! Sudahlah jangan dibahas." Cetus Rena seraya menepis tangan Bunga.

Bunga hanya terkekeh dan menebak-nebak dalam hati..

****

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!