Suara Sirine Ambulance memasuki rumah sakit dengan membawa korban luka tembak.
Wiu...wiu....wiu...
Suara memecah keheningan..
Semua petugas bersiap dengan posisi masing - masing.
"Ini pasien luka tembak, panggilkan Dokter Bedah yang bertugas." perintah kepala perawat.
"Baik, Sus." Seorang Suster segera menelpon Dokter Bedah dan yang bertugas adalah Dokter Mentari.
Kring...kring...kring....
Bunyi suara telepon di ruangan Dokter Mentari.
"Ya selamat Sore, dengan Dokter Mentari."
"Sore Dok, segera ke UGD ada pasien datang dengan luka tembak."
"Baik Saya segera ke sana." Dokter Mentari menutup teleponnya dan segera mengambil stetoskopnya dan sedikit berlari menuju UGD.
Di ruang UGD pasien segera di pasang infus dan di bersihkan lukanya oleh perawat. Dokter Mentari masuk dengan di dampingi seorang perawat untuk memeriksa keadaan pasien yang tak sadarkan diri.
"Luka tembaknya cukup dalam, Kita harus melakukan tindakan operasi untuk mengangkat pelurunya." ucap Dokter Mentari.
"Baik Dok, Kita akan siapkan peralatan dan meminta persetujuan dari pihak keluarga pasien."
Suster memanggil keluarga pasien ternyata yang ada adalah rekan dari korban, karena penembakan terjadi saat Mereka melakukan penyergapan bandar gembong narkoba.
"Maaf keluarga pasien."
"Kami pengganti keluarga Sus, bagaimana keadaan pasien."
"Pasien harus segera operasi, luka tembak terlalu dalam. Silahkan Bapak tanda tangani dokumen persetujuan dan kami akan segera melakukan tindakan operasi." Dokter Mentari keluar dan menemui Mereka.
"Baik Dok, lakukan yang terbaik untuk rekan Kami." ucap salah satu rekan korban yang bersedia menjadi penanggungjawab keluarga. Selama keluarga pasien datang.
Dokter Mentari segera memasuki ruang operasi, semua sudah bersiap dan operasi siap dilaksanakan.
Hampir Satu jam operasi berlangsung dan peluru berhasil di ambil, kini menunggu pasien sadar dan segera di pindahkan ke ruang perawatan.
Saat Dokter keluar ruangan, Keluarga korban segera menghampirinya.
"Bagaimana keadaan anak Saya Dok." Seorang Ibu yang mengkhawatirkan keadaan anaknya.
"Alhamdulillah, semua baik-baik saja Bu Kini tinggal menunggu pasien untuk sadar dan akan segera kami pindahkan ke ruang perawatan." terang Dokter Mentari.
"Baik, terima kasih banyak Dok." Dokter Mentari tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Kalau begitu saya permisi Bu."
"Baik Dok, terima kasih."
Dokter Mentari meninggalkan mereka dan kembali ke ruangannya untuk berganti pakaian kerajaan prakteknya juga sudah selesai.
"Sus, Saya pulang dulu tolong Saya dikabari nanti jika pasien sudah sadar." pesan Dokter Mentari kepada Suster jaga.
"Baik Dok, hati - hati dijalan." Dokter Mentari tersenyum dan meninggalkan mereka.
"Dokter Mentari cantik ya, tapi Sayang belum punya pacar." ucap salah satu suster.
"Husst.. mungkin sudah punya calon."
"Udah nggak usah gibah, mungkin mau nikah langsung."
obrolan suster jaga sore itu di ruang jaga.
Mentari tiba di rumah saat Adzan maghrib. "Assalamualaikum." ucapnya masuk ke dalam rumah.
"Waalaikumsalam." jawab Mama dan Papa Mentari.
"Baru pulang Sayang " Mentari mencium tangan kedua orang tuanya.
"Iya Ma, tadi sudah sore ada pasien korban penembakan sepertinya polisi Ma."
Mama menganggukkan kepalanya tanda mengerti.
"Ya sudah mandi sholat maghrib ya, Setelah itu kita makan malam bersama."
"Iya Ma, Pa . Mentari ke kamar dulu."
"Iya Sayang." ucap Mama.
"Ma, Papa ke masjid dulu ya, Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam Pa hati - hati."
Mentari masuk ke dalam kamar kemudian mandi untuk menyegarkan badan nya dan melaksanakan salat magrib. Setelah selesai tak lupa ia melantunkan ayat suci Alquran walaupun hanya semampu Dia yang penting istiqomah sambil menunggu salat Isya.
Setelah selesai Mentari keluar dari kamar dan menuju ruang makan untuk makan malam bersama Mama dan Papanya.
"Malam Ma, Pa. Adek mana." mencari mencari adik laki-lakinya.
"Ada kegiatan perkemahan di sekolahnya. Ayo makan Papa udah lapar itu."
"Mama aja yang lapar." sangkal Papa.
"Ya Sudah ayo makan."
Saat makan malam, HP Mentari berbunyi ada panggilan masuk, ternyata dari rumah sakit.
"Maaf Ma, Pa ada telepon." Mentari meninggalkan meja makan untuk mengangkat telepon sebentar.
"Assalamualaikum halo Sus, ada apa."
"Waalaikumsalam Dok, pasien tadi sudah sadar Dok dan saat ini kondisinya stabil setelah Kami periksa." Suster memberikan informasi sesuai pesan Dokter Mentari.
"Baik, terima kasih Sus. Jika terjadi keadaan gawat segera kabari saya."
"Baik Dok."
Telepon ditutup dan Mentari kembali ke meja makan untuk melanjutkan makan malamnya bersama Mama dan Papa.
"Ada apa Sayang." tanya Mama.
" Dari rumah sakit Ma pasien yang tadi operasi Alhamdulillah sudah sadar dan keadaannya sudah stabil."
Mama dan Papa menganggukkan kepala mereka sebagai tanda mengerti.
Mama dan Papa sangat mengerti profesi Mentari walau kadang malam hari mendapat panggilan dari rumah sakit harus melakukan operasi sebagai konsekuensi profesi dokter bedah.
sebetulnya mentari mengambil dokter bedah sudah dilarang oleh Mama dan Papanya karena akan sangat menyita waktunya tetapi Mentari berhasil meyakinkan Mereka bahwa keinginannya menyelamatkan nyawa orang lain.
Akhirnya dengan berat hati Mama dan Papa pun menyetujuinya untuk mengambil spesialis bedah.
Setelah makan malam Mama dan Papa pun beristirahat begitu pula dengan Mentari harus menyiapkan tenaga untuk esok hari.
######
Selamat Membaca
ikuti terus kelanjutannya ☺☺☺☺☺
Pagi harinya seperti biasa Mentari berangkat ke rumah sakit setelah berpamitan dengan Mama dan Papanya.
"Ma, Pa, Mentari berangkat dulu ya." Mentari mencium tangan kedua orang tuanya. "Mau bareng sama Papa atau bawa mobil sendiri." Papa menawari anak perempuannya itu.
"Takut repotin Papa nanti, Mentari kan pulangnya tidak pasti, makasih Pa Mungkin lain kali saja karena hari ini ada pasien yang harus mendapat penanganan Lagi Pa."
"Baiklah kamu hati - hati ya."
"Ya Pa, Ma. Assalamualaikum." pamit Mentari.
"Waalaikumsalam, hati - hati Sayang." jawab Mama dan Papa.
Mentari melajukan mobilnya menuju rumah sakit dengan kecepatan sedang.
Tak butuh waktu lama Dia telah sampai dan memarkirkan mobilnya di parkir khusus karyawan.
"Selamat pagi Dok... Selamat Pagi." Sapa perawat dan dokter yang berpapasan dengannya.
Mentari menuju ruangannya dan sudah ada suster yang menunggunya dan membawakan laporan pasien yang di tangani dokter Mentari.
"Pagi Dok."
"Pagi Sus."
"Ini data beberapa pasien pasca operasi Dok."
"Baik akan Saya baca dulu, setelah itu Kita keliling."
"Baik Dok, Saya tunggu di depan."
"Oke, terim kasih banyak."
Mentari membaca beberapa data perkembangan pasiennya pasca operasi, setelah beberapa menit Dia keluar dari ruangan dan keliling mengecek satu persatu pasiennya.
"Kita ke pasien yang kemarin baru operasi Sus, Saya belum cek lagi dari semalam."
"Baik Dok, atas nama Alwi Raharja. Di ruang VIP 2."
"Baik kita ke sana."
Dokter Mentari dan Suster berjalan menyusuri koridor menuju ruang perawatan Alwi Raharja.
"Ini ruangannya Dok." kata Suster begitu sampai di depan pintu.
"Oke." Dokter Mentari mengetuk pintu dan masuk ke dalam.
"Assalamualaikum, selamat pagi Kami akan melakukan pemeriksaan." ucap Dokter Mentari ketika melihat Ibu yang kemarin ada di sana.
"Waalaikumsalam Dok, silahkan."
Di dalam ruangan terdapat beberapa orang dengan seragam polisi di sana. Dan pasien masih tergeletak lemah di atas tempat tidur.
"Selamat pagi Pak Alwi, bagaimana keadaanya apa yang di rasakan sekarang." tanya Dokter Mentari namun Alwi hanya diam memandangnya.
"Cantik sekali Dia." gumam hatinya, Alwi sudah mengamati Dokter Mentari sejak masuk ruangan tadi.
"Alwi." Suara Ibunya menyadarkannya.
"Eh.. Iya Dok. Terasa nyeri Dok di bagian operasinya." ucap Alwi sambil menunjukkan mimik kesakitan.
"Itu wajar Pak, nanti akan kami berikan pereda nyerinya. Ada keluhan yang lain, maaf saya ijin periksa." Dokter Mentari menempelkan Stetoskopnya di dada Alwi.
"Tidak ada Dok." Alwi memandangi Mentari lekat dan itu bisa di lihat Mamanya dan temannya yang ada di dalam ruangan.
"Jangan di pandang terus Bro." Kelakar Aldo sahabatnya dan juga teman sekantor, membuat Mentari segera menarik tangan dan Stetoskopnya.
"Kalau begitu, silahkan di tensi dulu Sus."
"Baik Dok."
"Apa ada masalah Dok, kapan Anak Saya bisa pulih." tanya Ibu Alwi.
"Kalau keadaan Pak Alwi semakin membaik, Insha Allah 3 hari lagi sudah boleh pulang." terang Dokter Mentari.
"Alhamdulillah kalau tidak ada yang serius Dok, Saya khawatir dengan anak Saya." Mentari tersenyum dan mendekat ke Ibu Alwi sambil memegang tangannya.
"Ibu yang tenang, Kami akan melakukan yang terbaik."
"Terima kasih Dok." Ibu Alwi juga tersenyum dan merasa tenang.
"Kami permisi Ibu, Pak Alwi istirahat jangan banyak bergerak dulu." pesan Dokter Mentari.
"Baik Dok, terima kasih Dok." ucap Alwi tersenyum di balas oleh Dokter Mentari.
"Permisi Ibu, Assalamualaikum." Dokter Mentari meninggalkan ruangan. Alwi menatapnya sampai punggung Mentari tak terlihat.
"Di pandangi terus Bro..." kelakar Aldo membuyarkan lamunan Alwi dan Dia hanya tersenyum mau membalas ocehan sahabatnya namun masih terasa nyeri di perutnya.
"Cantik ya Bro." Aldo mendekati Alwi yang masih terbaring di atas ranjang sambil menggodanya.
"Apaan sih Kamu, kalau nggak nyari nih Udah tak bales kamu." jawab Alwi.
"Hahaha.. Makanya cepat sembuh Bro kejar itu dokter keburu diambil orang nanti. Mama setuju kan kalau sama dokter tadi dah cantik adem lagi dipandang." Aldo semakin menjadi, dia memang sudah terbiasa memanggil orang tua Alwi seperti Alwi memanggilnya kedua orang tuanya.
"Cantik, sholehah lagi." ucap Mama Ani.
"Itu kan Bro, Mama aja udah setuju ingat umur Bro, hahaha." tawa Aldo.
Usia Aldo dan Alwi memang tidak terpaut jauh hanya berjarak beberapa bulan sedangkan Aldo sudah menikah dan mempunyai 1 orang anak, tetapi berbeda dengan Alwi yang masih sendiri di saat Sekarang usianya sudah kepala tiga ya tepatnya 32 tahun merupakan usia yang sudah cukup matang untuk membina rumah tangga.
"Belum nemu Bro."
"Tadi sudah di depan mata, Apa perlu aku yang maju." Aldo duduk di samping Alwi seakan menentangnya.
"Apaan sih, Aku bisa sendiri."
"Hahaha.. itu baru sahabat ku kejar sampai dapat. Aku balik kantor dulu ya cepat sembuh komandan." kelakar Aldo walaupun bukan sedang di kantor aku tetap memanggilnya komandan karena memang Alwi adalah seorang itu Kasat Reskrim dan berpangkat IPTU.
"Awas Kamu, tahu temennya sakit masih di ledek terus."
"Mama pamit dulu ya, Assalamualaikum." Aldo mencium tangan Mama Ani yang sudah dianggap seperti orang tuanya kemudian kembali ke kantor dengan teman rekan kerjanya.
" Waalaikumsalam." jawab Mama Ani dan Alwi.
"Kamu istirahat Alwi." kata Mama Ani yang duduk di sofa.
"Iya Ma, maafin Alwi Ya Ma membuat Mama repot."
" Makanya segera cari istri kamu biar Mama nggak repot nungguin kamu kalo sakit kayak gini. Lagian kamu komandan Kok bisa tertembak." Mama Ani menatap lekat kepada anaknya.
"Namanya musibah Ma."
"Ya sudah istirahat Kamu, Mama mau keluar sebentar ya."
"Iya Ma." Alwi memandang punggung Mama nya keluar dari pintu terbesit rasa kasihan di dalam hatinya.
Mamanya adalah seorang single parent setelah Papanya meninggal semenjak 5 tahun yang lalu dan kini Alwi yang merawat Mamanya sedangkan kakaknya ikut Suami di luar kota.
#######
Jangan lupa dukungannya ya ☺☺☺☺☺...
"Siapa nama dokter tadi ya" gumam Alwi sendiri setelah Mama Ani keluar.
"Semoga jodoh Ku."
Tak lama keluar Mama Ani kembali lagi ke ruangan dengan membawa paper bag.
"Bawa apa Ma." tanya Alwi.
"Ini, di kasih Dokter Mentari tadi." Mama duduk di sofa membuka paper bag yang dibawanya tadi.
"Dokter Mentari siapa Ma." Alwi heran sejak kapan Mamanya mengenal dokter di sini.
"Wauu.. enak nih kayaknya." ucap Mama melihat satu kardus cake yang diberi oleh Dokter Mentari di kantin tadi.
"Apa Ma." Andre bersandar di ranjang tempat tidurnya sambil penasaran bawaan yang dibuka oleh Mamanya.
"Ini cake, enak kayaknya. Tapi Kamu nggak boleh makan dulu. Mama aja." Mama Ani langsung memasukkan ke mulutnya satu potong cake yang terlihat lezat itu.
"Yang ngasih dokter Mentari, siapa dia Ma."
"Dokter yang yang operasi kamu." Alwi kaget mendengar ucapan Mama.
"Yang tadi pagi ke sini." Alwi menampakkan muka kepo.
"Iya, kenapa sih Kamu. Naksir ya." kelakar Mama.
"Mama apaan. Kenal juga belum namanya aja baru tahu."
"Kamu itu mau punya istri kapan, namanya kan ada di bajunya gimana sih Kamu itu." ledek Mama.
"Hehehehe... nggak lihat Ma."
"Kamu itu lihatnya mukanya aja, namanya nggak kenal."
"Mama ini bisa aja." Alwi merasa malu.
"Mama Kok bisa dikasih kayak tadi sama Dokter Mentari."
"Tadi, Mama kan ke kantin mau cari roti eh tahunya lagi kosong terus ada dokter Mentari, ngobrol deh sebentar sama Mama terus malah cake nya dikasihkan ke Mama."
"Baik Dia ya Ma."
"Iya, kayaknya juga masih sendiri Dia."
"Mama kayak tau aja."
"Iya soalnya Dia tadi cuma sama temennya cewek kalau dia punya pasangan pasti kan sama pacarnya."
" Ya siapa tahu pacarnya di luar Ma, Kan dia di sini kerja."
"Ya nggak taj juga Mama. Kalau Mama suka sama Dia sopan, cantik, berjilbab lagi solehah Insya Allah."
Alwi tersenyum mendengar pujian mamanya untuk dokter Mentari.
######
Dokter Mentari sedang di ruangannya dan membaca beberapa data pasien yang ditanganinya. Tiba-tiba Dia teringat dengan Mama Ani di kantin tadi.
Dia sedikit ngobrol tadi dengan Mama Ani yang menceritakan bahwa dirinya seorang single parent dan kini tinggal hanya dengan Alwi semenjak suaminya meninggal dunia sedangkan anak perempuannya sudah ikut dengan suaminya di luar kota.
"Sungguh beruntung ya aku masih punya dua orang tua yang lengkap." gumam Dokter Mentari.
"Kenapa Dok." suster yang ada di sana pun merasa seperti diajak bicara.
" Nggak apa-apa sus hanya bicara sendiri saja." Suster itu pun hanya menganggukkan kepala.
"Jangan sering bicara sendiri Dok bahaya."
"Suster bisa aja." Dokter Mentari kembali membaca beberapa data pasien yang ditanganinya.
Saat Dokter Mentari membuka data dan di situ tertera nama IPTU Alwi Raharja.
"Dia berpangkat sepertinya." Dokter Mentari membaca biodatanya.
"Usianya sudah cukup matang, tapi belum berkeluarga."
"Siapa Dok." Suster itu nimbrung lagi.
"Ah, Suster mau tau aja." dokter Mentari hanya tersenyum kepada Suster itu.
"Pak polisi itu ya Dok. Dia memandang Dokter terus lho semenjak masuk ruangan tadi."
Dokter Mentari berhenti membaca dan mencoba memahami perkataan suster tadi.
"Maksud Suster."
" Iya tadi waktu dokter masuk ruangan saat memeriksa Pak Alwi. Saat dokter Masuk dari pintu dia sudah memandang dokter."
" Mungkin perasaan suster aja." Mentari melanjutkan membaca kertas yang ada di depannya.
" Bukan Dok saya itu lihat sendiri."
"Sudah ah, gibah Kamu."
" Beneran Dok."
"Sudah ah Sus Saya mau salat dulu."
"Iya Dok."
Mentari meninggalkan ruangannya dan menuju masjid yang ada di rumah sakit tersebut.
Saat berjalan menuju masjid tak sengaja berpapasan lagi dengan Mama Ani yang sama-sama ingin ke masjid.
"Tante."
"Eh ketemu lagi Dokter Mentari mau ke masjid juga."
"Iya Tante, mari sama Saya."
"Iya Dok."
Mama Ani berjalan bersama dengan dokter Mentari menuju masjid untuk melaksanakan salat Dhuhur.
Selesai melaksanakan salat Dhuhur Mama Ani dan dokter Mentari sedang duduk di serambi.
"Dokter tidak sibuk."
"Nanti Tante jadwal operasi ini mau makan siang dulu. Mari makan siang bersama saya tante."
" Wah jadi merepotkan saya enggak enak sama Dokter."
" Nggak papa Tante sekalian Temenin saya."
"Baiklah."
" Mari Tante kita ke kantin saja."
Sesampainya di kantin Dokter Mentari memesankan dua menu untuk dirinya dan Mama Ani. sambil menunggu pesanan datang mereka ngobrol santai.
"Maaf saya boleh tanya dokter."
"Iya silahkan Tante mau tanya apa."
"Dokter sudah punya pasangan."
"Hehehehe... pasangan apa ya Tante." dokter Mentari berlagak tidak memahaminya.
"Pasangan ya seperti muda-mudi lainnya pacar atau tunangan atau bahkan suami."
" Memang kelihatannya Saya sudah punya pasangan ya Tante hehehe." canda dokter Mentari.
"Masa dokter cantik pintar seperti dokter Mentari belum punya pasangan."
"Bagaimana saya punya pasangan Tante setiap hari aja sibuk bekerja sampai sore belum lagi nanti kalau ada panggilan operasi mendadak harus siap sebagai Dokter Tante."
Kemudian datanglah pesanan makan siang mereka.
"Silahkan makan dulu tante kita lanjutin ngobrolnya nanti."
"Iya baik."
Mereka menikmati makan siang bersama. Setelah selesai makan siang mereka memutuskan untuk kembali ke ruangan karena dokter Mentari juga segera akan ada jadwal operasi.
"Makasih ya Dokter makan siangnya."
"Sama - sama. Tante Jaga kesehatan jangan sampai sakit nungguin Pak Alwi."
"Iya Dok makasih banyak. Tante nungguin sampai sore aja kok nanti kalau malam gantian dengan Aldo temannya Alwi."
"Baik kalau begitu saya permisi dulu ya Tante harus ada jadwal operasi Assalamualaikum."
" Waalaikumsalam, makasih Dokter."
Dokter Mentari dan Mama Ani berpisah ke ruangan masing-masing.
Sesampainya di ruangan dokter Mentari segera meminta suster untuk menyiapkan segala sesuatunya untuk operasi siang itu.
Sedangkan Mama Ani kembali ke ruangan dan membantu Alwi untuk melaksanakan salat Dhuhur.
"Mama lama banget kemana."
" Tebak coba Mama dari mana."
"Makan siang."
"Iya makan siangnya Betul. Tapi coba tebak Mama habis makan siang sama siapa."
"Sama siapa memangnya Mama punya kenalan di rumah sakit ini."
" Baru aja kenal dan sudah akrab."
"Siapa Ma bikin penasaran aja nih mama."
"Hahaha... kamu pasti kaget kalau mama kasih tahu habis makan siang sama siapa."
"Siapa sih Ma."
"Dokter Mentari."
"Ha..... Mama sama Dokter itu lagi." Alwi hanya melongo sedangkan Mama Ani tersenyum gembira.
######
jangan lupa dukungannya ya dan selalu nantikan cerita selanjutnya 😊😊😊😊😊
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!