Bandung, 17 Januari
Suara ketukan palu itu terdengar memenuhi ruang persidangan. Suara yang begitu menyakitkan bagi seorang wanita cantik nan anggun, Mila Hamid. Mila yang saat itu mengenakan hijab berwarna krem terlihat memejamkan mata sambil menarik nafas dalam. Menahan rasa sakit yang bersarang di hatinya. Mila ingin menangis, berteriak untuk meringankan rasa sakit yang tengah dirasakannya saat ini. Tapi jika ia melakukannya di tengah orang-orang yang sedang menyaksikan perceraiannya, ia mungkin akan jadi bahan tertawaan mereka. Oleh karenanya ia harus berusaha terlihat tegar di hadapan orang-orang juga seorang Irsyad Mauza yang baru saja mendapat gelar mantan suami.
Jauh sebelumnya, Mila sudah menduga jika ia pasti akan merasakan rasa sakit ini, mencintai seorang suami yang ternyata memiliki kekasih bahkan sebelum mereka menikah dan Mila baru mengetahuinya setelah mereka berdua menikah. Dan Irsyad yang menceritakan sendiri padanya.
Mila menoleh ke samping dan mendapati disampingnya seorang pria yang mengenakan setelan rapi tampak diam, dengan wajah datar pria itu terus menatap ke depan. Sedangkan Mila ia sedari tadi terus memperhatikan pria yang sangat dicintainya itu.
Mila menatap bibir Irsyad, sambil tersenyum kecut. Dulu, bibir itu selalu tersenyum hangat padanya. Lalu tak lama manik hitam Mila bergulir memandangi kemeja putih yang di kenakan oleh pria yang barusan menjadi mantan suaminya.Mila kembali tersenyum, tapi kali ini senyum kepedihan. Ingatan Mila kembali berputar saat mereka masih bersama. Ia sering menyetrika kemeja putih itu.
Setelah terdiam cukup lama, Mila baru tersadar saat melihat Irsyad sudah lebih dulu berdiri dan menoleh ke arahnya.
" Mila, apa kamu baik-baik saja?" Tanya Irsyad dengan lembut.
" Ya, aku baik-baik saja" Jawab Mila cepat, ia mencoba untuk tersenyum. Mila perlahan bangkit dari kursinya.
" Syukurlah, ku harap kamu tidak terbebani dengan status barumu ini" Irsyad mengulurkan tangan kanannya sambil tersenyum hangat.
Mila menatap uluran tangan Irsyad dengan perasaan hancur, hatinya berdenyut sakit. Irsyad sama sekali tak menyadari perasaan yang selalu di pendamnya sendirian selama 6 bulan. Selama 6 bulan bersama Irsyad, Mila tidak pernah berani mengungkapkan perasaannya. Namun, sikap dan perilakunya selalu menunjukkan perhatian lebih pada seorang Irsyad Mauza. Tampaknya Irsyad bukanlah tipe pria yang mudah peka terhadap perasaan seorang wanita.
" Aku hanya tidak menyangka, ternyata pernikahan kita sudah berakhir." Mila menatap manik hitam Irsyad lamat-lamat lalu tanpa menjabat tangan Irsyad, Mila kembali berbicara. Sedangkan Irsyad hanya bisa melihat tingkah laku Mila tanpa mau bertanya. Lalu dengan perlahan Irsyad menarik kembali tangannya.
" Kamu mengakhirinya begitu cepat" Mila tersenyum berusaha menutupi rasa sesak yang menghantam dadanya. Mila yakin jika ia tak berusaha tersenyum, air matanya pasti tak terbendung lagi.
" Maafkan aku" Irsyad menatap Mila dengan kasihan.
Hanya dengan mendengar dua kata itu mampu membuat air mata yang sedari tadi Mila tahan, menetes perlahan mengalir pada kedua pipinya. Irsyad terlihat sedikit terkejut dengan reaksi tiba-tiba yang di tunjukkan oleh Mila.
" Mila, aku tidak bermaksud membuatmu menangis." Irsyad berusaha menenangkan Mila. Ia tidak tahu kenapa tiba-tiba Mila menangis.
" Iya tak apa. Aku hanya...hanya merasa terharu mengingat semua kebaikanmu padaku selama 6 bulan bersama." Mila menunduk sambil mengusap matanya yang berair.
" Bolehkah aku jujur padamu?" Tanya Mila tiba-tiba sambil mendongak menatap ke dalam pupil Irsyad yang tampak melebar
" Tentu saja" Irsyad mengangguk pelan. Matanya menatap teduh ke arah Mila yang tampak menggigit bibirnya.
" Aku ingin kita berbicara di luar bukan disini" Ungkap Mila lalu buru-buru keluar dari ruangan sidang.
Jantungnya memompa cepat seperti akan meledak. Dalam hati Mila terus berdoa semoga kali ini ia bisa mengatakannya dengan benar. Mengaku bahwa ia mencintai pria itu, walau nyatanya pengakuan ini mungkin sudah terlambat. Mila menggigit bibir bawahnya dengan kuat hingga dirinya bisa merasakan rasa sakit di bibirnya.
Irsyad mengikuti Mila dari belakang, menunggu wanita itu berhenti dan mulai berbicara. Tapi, wanita itu belum juga berhenti, walaupun mereka sudah sangat jauh meninggalkan ruangan sidang.
" Apakah tempatnya masih jauh ?" Tanya Irsyad dari belakang. Mila menghentikan langkahnya, kedua tangannya meremas bagian bawah tuniknya yang berwarna putih, bermotif bunga daisy.
" Disini saja kurasa" Mila berbalik dengan wajah yang menunduk.
" Baiklah, kurasa kita sudah cukup jauh dari orang-orang. Bicaralah, disini tidak akan ada yang mendengar pembicaraan kita." Ujar Irsyad sambil tersenyum hangat.
Mila mengangkat wajahnya menatap langsung ke arah pria yang sangat di cintainya itu. Irsyad terlihat sedang menunggunya. Wajahnya tampak begitu tenang. Sedangkan Mila, ia merasa dirinya sudah hampir pingsan. Mila menelan ludahnya membasahi tenggorokannya yang tiba-tiba terasa kering.
" Irsyad Mauza" Panggil Mila pelan. Entah kenapa ia merasa ingin memanggil pria itu dengan nama panjangnya.
" Aku merasa bahagia bisa mengenalmu...." Mila menghentikan ucapannya, ia terlihat menggigit bibir bawahnya. Mila hampir tidak bisa menyelesaikan kalimatnya dengan sempurna.
" Mila?" Panggil Irsyad. Irsyad terlihat sedikit khawatir dengan Mila. Ia tidak tahu kenapa tiba-tiba wajah Mila berubah pucat.
" Iya aku baik-baik saja" Jawab Mila lalu kembali mengulas senyum tipis.
" Irsyad, aku senang bisa menikah denganmu walau hanya 6 bulan saja. Kamu juga harus tahu selama 6 bulan bersamamu, aku merasa menjadi wanita paling beruntung di dunia. Dan... kamu tahu?
Ternyata selama 6 bulan itu aku hanya bisa memendam rasa padamu tanpa berani mengatakan jika aku telah jatuh cinta padamu." Mila meneteskan air matanya saat selesai mengucapkan semuanya.
Irsyad begitu terkejut mendengarnya, ia bahkan tidak bisa berkata apa-apa begitu mendengar pengakuan cinta dari Mila. Ia tidak menyangka selama 6 bulan bersama, Mila bisa jatuh cinta padanya.
" A-aku.."
" Aku tidak meminta jawabanmu Irsyad. Bahkan aku sendiri pun sudah tahu apa jawabanmu." Mila tersenyum pedih. Air matanya tak berhenti mengalir dari kedua matanya yang sudah tampak memerah.
" Mila"
" Aku hanya tidak ingin menyesal karena tidak pernah mengatakan hal ini padamu." Mila mengusap kasar air matanya yang sudah tidak bisa di bendung lagi.
" Aku minta maaf karena tidak bisa membalas perasaanmu Mila" Irsyad mengusap kasar wajahnya.
" Aku tahu. Kamu tidak perlu menjelaskannya" Mila tersenyum.
" Jangan terlalu di pikirkan" lanjut Mila lagi. Ia mengibaskan tangannya dengan kikuk
" Aku harap kita bisa saling menyapa saat bertemu nanti." Ujar Irsyad
" Tentu saja" Mila mengacungkan jempolnya sambil tersenyum manis walau nyatanya mata dan bibirnya masih terlihat merah karena menangis.
Lama keduanya terdiam, tidak ada yang bicara. Keduanya sama-sama larut dalam dalam pikiran masing-masing. Setelah cukup lama terdiam akhirnya Mila lebih dulu berpamitan. Irsyad dengan cepat mengulurkan tangannya berniat menjabat tangan Mila.
" Aku pergi" Ujar Mila sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dada. Mila tidak menerima uluran tangan Irsyad.
Hubungan mereka sudah berakhir, pria itu bukanlah muhrimnya lagi. Jadi ia tidak boleh bersentuhan langsung dengan tangan Irsyad, seseorang yang dulu pernah menjadi muhrimnya.
Bertemu denganmu adalah hal terbaik yang pernah ku rasa.Tapi entah mengapa aku merasa sedikit menyesal karenanya. Saat kita bertemu aku menjadi lemah hanya karena kebaikan juga perhatianmu. Dengan perlahan waktu membawaku menemui sebuah rasa yang ku tahu bahwa itu cinta. Aku tak bisa memaksamu, aku juga tidak bisa membuatmu mencintaiku. Hingga akhirnya kita berpisah dan aku menjadi bersedih karenamu. Selamat tinggal Irsyad Mauza, semoga tidak ada lagi takdir untuk kedua kali nya yang mempertemukan kita.
Mila mengusap air matanya sambil berlari meninggalkan Irsyad yang hanya bisa menatapnya dari jauh.
Sampai jumpa di episode selanjutnya..
Love you guys😘
Mila keluar dari kantor pengadilan agama dengan wajah yang terlihat berantakan. Mata, bibir dan hidungnya terlihat memerah. Hingga beberapa orang terlihat memandanginya. Mila mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya lalu mulai menelepon seseorang yang sudah lama menjadi sahabatnya, Yesi Amelia.
" Assalamu'alaikum" Ucap Mila dengan suara yang sedikit parau.
" Wa'alaikumsalam, bagaimana?" Tanya Yesi. Terdengar jeda beberapa detik hingga Yesi bisa mendengar isak tangis dari seberang telepon.
" Sudah....selesai hiks! hiks...!" Mila terisak pelan, terdengar isakan cukup lama hingga Mila tak sanggup berbicara. Yesi yang berada di seberang telepon pun ikut menangis. Ia hanya bisa bersabar mendengar kesedihan sahabatnya.
" Padahal aku sangat mencintainya hiks!..hiks!" Mila kembali berbicara masih dengan terisak.
" Bersabarlah Mila, ini semua cobaan untukmu. Allah tidak akan memberikan cobaan melebihi batas kemampuan hambanya. Bukankah dulu kau sering mengatakan hal ini saat aku sedang terpuruk" Ujar Yesi berusaha menenangkan sahabatnya. Yesi tahu Mila pasti sangat terpukul saat diceraikan oleh suami yang sangat dicintainya itu.
" Mila, kamu masih punya aku. Dan aku akan selalu menemanimu. Jadi berhentilah menangis." Ungkap Yesi
" Hm, berjanjilah setelah ini kau akan membantuku untuk melupakan pria itu." Mila mengusap air matanya lalu mengulas senyum tipis.
" Siap, kamu tenang saja serahkan pada ahlinya" Kekeh Yesi.
" Jangan tertawa, aku sedang bersedih" Protes Mila dengan suara yang sedikit manja.
" Ayo senyum dulu, biar nanti mama kasih permen buat kamu" Yesi berakting seolah-olah ia sedang membujuk anak kecilnya.
" Udah senyumnya. Sekarang jemput aku!" Mila berujar sembari tersenyum kecil.
" Siap tuan putri" Ujar Yesi dengan suara yang begitu bersemangat.
Setelah lima belas menit menunggu, akhirnya Yesi datang juga. Mila yang tadinya duduk di kursi langsung berdiri begitu melihat matic merah milik Yesi memasuki halaman kantor pengadilan agama.
" Tuan putri, kamu baik-baik saja?!" Pekik Yesi sambil berjalan tergesa-gesa.
" Berhentilah bercanda. Kamu membuatku malu saja" Mila mengerucutkan bibirnya sembari menepuk pelan lengan Yesi.
" Kamu malu? kalau begitu ayo cepat pergi dari sini sebelum ada banyak orang yang akan melihat kita." Yesi menarik tangan Mila dengan tergesa-gesa. Dengan tersenyum Mila melangkah bersama Yesi yang terlihat gagah sembari menarik tangannya.
Keduanya sudah berada di jalan raya dengan Yesi yang berada didepan membonceng Mila dengan raut wajah kesedihan yang masih jelas terlihat. Mila memejamkan matanya, menghirup udara sebanyak-banyaknya agar rasa sesak dalam hatinya hilang perlahan. Mila menyandarkan kepalanya di punggung Yesi.
" Jangan memikirkannya lagi"
" Aku akan mencobanya" Jawab Mila sedikit lesu.
" Iya kamu harus mencobanya Mila" Yesi mengangguk-anggukkan kepalanya.
Matahari bersinar dengan begitu terik, asap kendaraan menyatu dengan udara hingga membuat suasana di jalan semakin panas. Yesi mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Saat keduanya dalam perjalanan, mereka melihat sebuah mobil melaju dari arah depan. Mobil tersebut tampak oleng hingga Yesi yang lebih dulu melihatnya langsung memutar stang motornya mencoba menghindar. Tapi, semua sudah terlambat karena mobil tersebut sudah lebih dulu menabrak motor matic milik Yesi. Tubuh Yesi dan Mila terpental jauh hingga beberapa meter. Tubuh kedua terkapar di tengah jalan dengan kondisi yang mengenaskan.
" Ye-Yesi akh!" Gumam Mila memanggil Yesi dengan setengah sadar. Mila merasakan sakit di sekujur tubuhnya.
Tidak ada balasan, Mila hanya bisa melihat tubuh Yesi yang terkapar di depannya. Sebelum menutup matanya Mila masih bisa bergumam dalam hatinya.
Jangan pergi Yesi aku mohon! Aku mohon!
Perlahan mata Mila terpejam, ia merasakan kegelapan menyelimutinya. Rasa sakit yang luar biasa tak bisa lagi ia rasa. Beberapa orang menghampiri mereka, ada yang berusaha menolong ada juga yang hanya berteriak histeris.
Setiap musibah mengandung permata yang sangat berharga, tapi hanya orang-orang bersabarlah yang akan mendapatkannya. Mungkinkah Mila mendapatkan permatanya, setelah kejadian menyakitkan berkali-kali menimpanya?
Bersambung....
Jangan lupa vote dan komen jika kalian menyukai cerita ini😘
VISUAL: Mila Hamid dan Irsyad Mauza
*
Lima tahun kemudian....
Mungkin dulu saat jatuh cinta wanita itu selalu tersenyum hangat ketika melihatnya pulang, terkadang ia juga memijat pelan bahunya lalu memasak makanan yang disukainya. Semua itu dilakukannya karena rasa cinta yang begitu besar. Tapi waktu ternyata mengubahnya, wanita itu tak suka lagi tersenyum hangat, ucapannya dingin seperti es dan sekarang sudah lima tahun berlalu. Rasa sakit itu masih ada, tapi mampu membuatnya kuat. Hingga disaat orang lain sudah bahagia bersama pasangannya, ia masih sendiri bersama dengan kenangan yang menyakitkan.
" Semuanya berapa Pak?" Tanya Mila pada penjual daging ayam yang berusia sekitar 60 tahun. Mila yang menggunakan jilbab merah muda dengan satu tangannya menenteng keranjang belanja terlihat bersabar menunggu jawaban dari pria tua dihadapannya itu.
Pria tua itu tampak berpikir sejenak, lalu kembali memandangi Mila dengan tersenyum.
" Semuanya empat puluh dua ribu, nak" Jawab si bapak dengan sopan.
Mila mengambil uang yang disimpannya di dalam keranjang belanja miliknya lalu menyerahkannya pada pria tua penjual daging ayam tersebut.
" Terima kasih, nak"
" Sama-sama pak" Balas Mila sambil mengambil kantong plastik yang berisi potongan ayam itu lalu memasukkannya ke dalam keranjang yang dibawanya.
" Hati-hati, nak" Ujar bapak penjual ayam sebelum Mila berbalik dan melangkah.
Mila hanya mengangguk pelan, tidak ada senyuman yang diumbarnya. Hingga beberapa detik kemudian Mila langsung berbalik meinggalkan penjual daging ayam yang ramah padanya itu. Dengan perlahan Mila melangkahkan kaki kanannya yang masih normal. Di ikuti dengan kaki kirinya yang terlihat tidak bergerak sedikitpun dan Mila harus menyeretnya. Tangan kanannya memegang keranjang belanja sedangkan ketiak kirinya mengapit sebuah tongkat kruk yang membantunya untuk bisa berjalan.
Lima belas menit Mila berjalan menyusuri jalan yang terdapat banyak pedagang sembako hingga pada akhirnya Mila sampai di kontrakannya. Rumah sederhana yang berukuran kecil tanpa halaman yang ada hanya pagar hitam sebatas telinga orang dewasa.
Sesampainya dirumah Mila membuka belanjaannya lalu mulai mengerjakannya dan memasaknya. Menjalani hidup sendirian dengan segala keterbatasannya, membuat Mila harus mampu mengatur waktu dengan baik.
Mila memiliki usaha toko baju yang cukup laris, ia mendapatkan modal untuk membangun usaha tersebut adalah dari pembagian harta saat ia di ceraikan oleh suaminya. Mila mendapatkan bagiannya sesuai dengan aturannya.
Setelah semuanya selesai akhirnya Mila mulai berangkat ke tokonya melewati jalanan yang padat dengan kendaraan. Jarak toko dari rumahnya jika ia berjalan kaki bisa di tempuh dalam waktu 15 menit. Hampir sama ketika ia pergi kepasar. Jika orang normal yang berjalan kaki mungkin hanya membutuhkan waktu kurang lebih 7 menit saja.
Saat sudah tiba di toko Mila langsung membersihkan tokonya lalu merapikan kembali pakaian yang terlihat berantakan karena pelanggannya yang senang sekali mengacaknya lalu jika tidak mendapatkan yang pas dengannya, mereka akan mencari ke bagian lain. Yang lebih parahnya lagi ada yang mengacak kesana kemari dan setelah itu ia akan pulang tanpa membeli apapun. Tapi Mila sama sekali tidak keberatan, ia justru merasa senang jika ada pembeli mau meluangkan waktu mereka hanya untuk datang ke tokonya sekalipun pembeli itu tidak membeli barang yang ada ditokonya.
" Assalamu'alaikum,"
" Wa'alaikumsalam Pak Asep"
" Pagi-pagi udah bersihin toko aja. Yang jadi suami neng Mila nanti beruntung banget. Neng Mila itu udah cantik, soleha, rajin lagi." Puji Pak Asep yang merupakan pemilik toko aksesoris yang ada disamping toko Mila.
" MasyaAllah, terima kasih pak" Mila berujar sembari mengelap etalase depan tokonya.
" Tuh kan rendah hati juga" Pak Asep tersenyum lebar menampakkan deretan gigi-gigi putihnya.
" MasyaAllah. Pak, Mila permisi dulu ya. Mau bersihin etalase di lantai 2" Ujar Mila mengakhiri diskusi paginya bersama pak Asep.
" Iya neng Mila. Jangan lupa senyum ya" Sindir pak Asep. Mila yang mendengarnya berhenti sejenak.
" Mila sudah bosan tersenyum pak Asep" Ujar Mila sambil sedikit berteriak lalu setelah itu melangkah masuk ke dalam toko. Sedangkan pak Asep hanya bisa terkekeh geli mendengar jawaban dari Mila, wanita muda yang tidak pernah tersenyum.
Setelah selesai membersihkan toko, Mila akhirnya memilih duduk dan menyalakan televisi yang ada di depannya. Begitu televisi itu menyala, hal pertama yang Mila lihat adalah wajah pria yang pernah menjadi bagian dari kenangan menyakitkan itu. Sontak kedua mata Mila melotot dengan sempurna, Mila merasakan hatinya bergetar. Bukan hanya hati tapi seluruh anggota tubuhnya langsung gemetar. Rasa sakit saat pertama kali diceraikan kembali menyelimuti batinnya. Tanpa terasa satu tetes cairan bening keluar dari manik gelapnya. Mila ingin mematikan televisi itu segera, tapi hatinya berkata lain. Hingga pada akhirnya Mila pasrah dan tetap menonton siaran tv yang menampakkan wajah mantan suaminya dan juga seorang anak kecil.
Pengusaha muda Irsyad Mauza mendatangi kantor pengadilan agama bersama putrinya yang berusia 4 tahun. Kedatangan ayah dan putrinya itu untuk memenuhi panggilan sidang perceraian keduanya.
" Dia sudah menjadi seorang ayah" Gumam Mila dengan wajah yang berurai air mata.
Televisi itu masih menyala dan menampakkan sosok Irsyad yang berjalan melewati para pemburu berita. Irsyad memang selalu menjadi bahan pemberitaan karena dia merupakan seorang pengusaha muda yang terkenal karena usahanya yang dirintis dari kecil. Irsyad juga sering dikabarkan dekat dengan beberapa model dunia, pria tampan yang memiliki kekayaan bernilai fantastis itu tentu saja akan menjadi tontonan menarik bagi semua orang. Terutama kaum hawa yang begitu menyukai wajah tampan miliknya.
Namun pernikahan Mila dan Irsyad tidak pernah terendus oleh media. Irsyad dan kekuasaannya berhasil menyembunyikannya dari publik. Hingga ketika mereka berdua bercerai publik pun tidak pernah mengetahuinya. Di mata publik seorang Irsyad Mauza hanyalah pria kaya yang memiliki pacar cantik yang sekarang sudah menjadi mantan istrinya itu. Pernikahan mereka pun sempat di siarkan di seluruh stasiun televisi. Bahkan Mila yang saat itu sedang dalam pemulihan pasca kecelakaan sempat melihat pemberitaan pernikahan pria yang dulu dicintainya itu.
Dengan tangan gemetar Mila menekan remote tv miliknya hingga televisi yang ada di depannya berhenti menayangkan wajah Irsyad dan putrinya yang cantik.
" Harusnya kau tidak menyalakan televisi itu" Desisnya dengan kesal sembari mengusap kedua pipinya yang sudah basah oleh air mata.
Mata, hidung, dan bibir Mila terlihat memerah karena sedari tadi menatap televisi yang dilakukannya hanyalah menangis sembari meratapi. Dengan cepat tangan Mila menggapai tongkat kruk yang berada di sampingnya. Mila melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan wajahnya yang pastinya terlihat berantakan.
Sekitar 5 menit lamanya di dalam kamar mandi, akhirnya Mila keluar dengan wajah basah dan mata yang masih terlihat sedikit memerah.
" Assalamu'alaikum" Terlihat seorang pria paruh baya masuk ke dalam toko dengan sedikit tergesa-gesa.
" Wa'alaikumsalam" Balas Mila lalu berjalan mendekati pintu masuk.
" Mila, tolong bapak nak" Ungkapnya dengan suara yang gemetar.
" Iya pak Saman. Minta tolong apa pak?" Tanya Mila khawatir.
" Anak bapak dikeroyok preman di depan toko nak" Jelas pak Saman dengan nafas yang tersengal-sengal. Mila yang mendengarnya langsung terkejut bukan main.
Dengan tergesa-gesa pak Saman dan Mila keluar dari toko berusaha melerai perkelahian yang melibatkan anak pak Saman. Mila yang memang lambat karena keterbatasannya, akhirnya menyuruh pak Saman meninggalkannya sendirian di tengah jalan. Pada awalnya pak Saman tidak mau melakukannya tapi setelah Mila mengingatkan padanya bahwa putranya sedang menunggu pertolongan darinya. Dengan terpaksa akhirnya pak Saman mau menuruti permintaan Mila.
Sekitar sepuluh menit lamanya akhirnya Mila sampai di tempat kejadian. Putra pak Saman yang seumuran dengannya itu terlihat babak belur dengan luka lebam di seluruh wajahnya. Pria itu terbaring di depan halaman toko tampak sudah tidak berdaya. Sedangkan beberapa pria masih saja memukulinya, tanpa ada yang berani melerainya. Hanya pak Saman yang berteriak histeris sambil berusaha melerai dengan menarik para preman itu untuk menjauh dari putranya.
" Hentikan! Tolong!.." Teriak Mila sambil berusaha mendekati beberapa preman. Tapi tidak ada yang mendengarkannya. Para preman itu masih saja menghajar putra pak Saman yang mungkin sudah tak sadarkan diri itu.
" Tolong pak polisi! Mereka memukuli pria itu hingga pingsan. Saya di depan toko sembako Saman Jaya di jalan xxx" Ujar Mila dengan berteriak pada ponselnya yang mati karena kehabisan baterai.
" Kurang ajar wanita cacat itu menelpon polisi!" Desis salah satu pria yang memiliki wajah menyeramkan dengan kumis tebalnya.
" Sebaiknya kita harus pergi dari sini" Sambung pria satunya yang bertubuh kurus dengan tato yang memenuhi leher, tangan dan kedua kakinya.
Dengan wajah ketakutan keempat pria itu berlari meninggalkan tubuh tak berdaya pria yang mengenakan kaos putih itu. Mila melihat pak Saman berlari menghampiri tubuh putranya.
" Andrian bangun nak!...Bangun!" Panggil pak Saman histeris dengan berurai air mata.
" Pak, kita bawa ke rumah sakit saja" Ujar Mila yang berdiri di belakang pak Saman.
Lalu tak berapa lama setelah itu beberapa orang tampak membantu pak Saman mengangkat tubuh Adrian dan memasukkannya ke dalam mobil bu Aci yang merupakan pemilik toko sembako yang bersebelahan dengan toko pak Saman.
" Nak, terima kasih ya sudah mau membantu bapak dan juga Adrian" Gumam pak Saman sambil menunduk sopan.
" Sama-sama pak. Sudah menjadi kewajiban kita sesama manusia untuk saling membantu. Apalagi bapak sedang dalam kesusahan dan butuh pertolongan seperti sekarang ini" Jelas Mila
" Iya nak kamu benar. Bersyukur bapak bisa kenal dengan anak baik seperti kamu"
" Tapi nak Mila...toko kamu bagaimana" Wajah pak Saman berubah khawatir.
" InsyaAllah tidak apa-apa pak. Ada tetangga sebelah yang bisa liatin toko Mila" Jawab Mila sambil menggapai tongkat kruk miliknya yang disandarkan di dinding.
" Kamu mau kemana nak?" Tanya pak Saman.
" Mila mau kembali ke toko pak" Jawab Mila yang sudah berdiri dengan tongkat kruknya
" Iya sudah. Nak Mila hati-hati di jalan ya. Sekali lagi terima kasih" Ujar pak Saman sambil tersenyum.
" Iya pak" Jawab Mila tanpa membalas senyum sedikit pun seperti yang dilakukan oleh pak Saman.
Dengan tertatih-tatih Mila keluar dari ruangan tempat Adrian di rawat. Pak Saman mengikuti Mila dari belakang. Mengantar Mila hingga halaman depan rumah sakit. Hampir dua puluh menit lamanya Mila baru sampai di tokonya. Tampak pak Asep sedang berbicara dengan beberapa orang yang terlihat memilih dagangannya.
" Nah! Ini dia orangnya. Ya ampun neng Mila kemana aja?" Seru pak Asep saat melihat Mila melangkah masuk ke dalam toko.
" Mila ada urusan mendadak pak Asep. Jadi gak sempat kasih tahu pak Asep"
" Owalah, ya udah kalau begitu pak Asep pergi dulu neng. Bye neng Mila! See you next time!" Pamit pak Asep berlagak seperti orang bule tersesat.
" Terima kasih pak" Mila menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah pak Asep
Suara adzan terdengar berkumandang dari seluruh penjuru. Menandakan bahwa waktu sholat dzuhur telah tiba. Mila bergerak ke depan pintu mulai menutup tokonya dan menggantungkan sepenggal kalimat agar pembeli tahu bahwa tokonya hanya tutup sebentar. Mila berjalan menuju kamar mandi untuk berwudhu sebelum menghadap Sang Khaliq. Dalam hidup tidak ada yang lebih mengertinya kecuali Sang Khaliq, tempatnya meminta dan mengadukan keluh kesah hatinya. Mila hidup sebatang kara tanpa keluarga dan saudara. Ia tidak memiliki saudara karena Mila adalah anak tunggal. Ibu dan ayahnya telah meninggal jauh sebelum dirinya menikah dengan Irsyad Mauza. Sedangkan keluarga ibu dan ayahnya sendiri bahkan tidak pernah peduli dengan dirinya.
Mila juga memiliki sahabat terbaik dulu, tapi sekarang sahabat terbaiknya sudah lebih dulu kembali menghadap Sang Khaliq.
Kesakitan, kesengsaraan dan air mata membuat kita menjadi terbiasa menghadapi masalah di dalam hidup. Mengeluh bukanlah solusi yang benar akan tetapi ketika kita mampu bersabar, berdo'a dan berusaha. Ketahuilah bahwa itu adalah hal terbaik yang Rabbmu sukai.
Bersambung....
Terima kasih sudah mau menyempatkan waktu untuk membaca cerita ini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!