“Maafkan aku, Kak. Anak mu tidak boleh hadir ke dunia ini.” Setelah ucapan kejam tersebut, wanita muda berusia 24 tahun langsung mendorong kakak perempuannya yang sedang hamil dari atas tangga.
Dan teriakan serta suara jatuh terdengar di dalam rumah. Tubuh itu berlumuran darah, lalu pingsan ketika menyentuh anak tangga terkahir. Bukannya membantu, adik perempuan dan para pelayan hanya menatap wanita malang tersebut.
Tatapan itu akhirnya berhenti ketika menit ke 20. Bayangkan sudah seperti apa wanita tersebut sekarang, tidak ada yang menolongnya. Bahkan suaminya sendiri memilih menonton dari samping saudari ipar yang sebentar lagi akan menjadi istrinya.
“Seharusnya kau membuatnya terjatuh di rumah sakit atau tempat sepi, Sayang. Bukan di rumah kita, pasti akan ada kesialan setelah ini,” ucap pria itu lembut.
“Maafkan aku, ini karena aku sudah tidak sabar menyingkirkan wanita itu. Bagaimana pun anak kita membutuhkan pengakuan serta identitas yang pasti,” ucap sang wanita manja.
“Baiklah, ini salah ku yang tidak segera melenyapkannya. Kalau begitu sekarang, mari kita antar dia ke rumah sakit. Aku tidak mau dia mati di rumah kita.”
“Dengan senang hati, lagi pula anak itu pasti sudah mati. Dan aku tidak ingin ibunya mati, hal tersebut tidak akan menjadi menyenangkan untuk pernikahan kita.”
Jenio Hansen Zebara, atau yang biasa di panggil Jen tersenyum senang ketika mendengar perkataan wanitanya. Ia bahkan tidak merasa bersalah ketika melihat penderitaan istrinya serta kematian putranya, benar-benar pria yang kejam.
“Rudi, tolong bawa wanita ini ke rumah sakit. Katakan saja pada Dokter bahwa dia tidak sengaja terpeleset dan aku tidak memiliki waktu mengurusnya.”
“Baik, Tuan.”
Ada tatapan kasihan di mata Rudi, ia sangat bersimpati pada sang nyonya. Andai saja ia memiliki kekuasaan atau uang lebih, sudah pasti ia akan menyewa polisi untuk memberikan ke adilan pada nyonya yang selalu tersakiti itu. Tapi sayang, ia hanya seorang supir pribadi dan tidak memiliki wewenang atas apa pun.
Mengabaikan tatapan para pelayan, pria tersebut membawa tubuh sang nyonya ke dalam mobil. Darah sudah mulai mengering, sudah di pastikan bahwa anak yang telah lama di tunggu-tunggu kini hilang selamanya.
“Semoga setelah ini, anda bisa cepat sadar bahwa pria yang anda cintai adalah seorang monster, nyonya.” Hanya itu yang bisa Rudi ucapkan, ia sudah tidak bisa menahan air matanya jika terus menatap wajah pucat wanita tersebut.
Sesampainya di rumah sakit, para perawat langsung membawa tubuh lemah Mikaella Adella Savier ke IGD untuk diberikan penanganan, sedangkan Rudi hanya bertugas mengantar dan membayar biaya perawatan lalu kembali seperti yang dipesankan Jen.
“Dimana keluarganya, Sus?” tanya seorang Dokter wanita yang baru saja keluar dari ruangan.
“Tidak tahu, Dok. Setelah membawa pasien, kami tidak melihat siapa pun. Tapi biaya rumah sakit telah di lunasi hingga pasien sembuh.”
Sang Dokter terkejut ketika mendengar ucapan suster. Ia tidak menduga jika Della akan mengalami hal sesulit ini, kehilangan bayi lalu terancam tidak bisa anak. Tapi tidak ada satu keluarga pun yang menemaninya.
“Baiklah, sekarang pindahkan wanita itu ke ruang rawat. Aku sudah selesai menanganinya.” Dia hanya seorang Dokter, dan tidak berhak mencampuri urusan orang lain.
“Baik, Dok.”
Perpindahan ruang rawat segera di lakukan. Para perawat yang telah selesai segera keluar ruangan, menyisakan wanita tersebut yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Tidak ada satu orang pun yang menemaninya bahkan hingga jam makan malam tiba, hanya beberapa perawat yang keluar masuk untuk melihat kondisinya.
“Dia sangat malang, suaminya bahkan tidak ada di saat seperti ini,” ucap salah perawat.
“Sudahlah, kita tidak bisa ikut campur. Apa pun yang terjadi bukan urusan kita,” ucap rekannya.
Para perawat kembali keluar dari ruangan setelah memastikan Della masih tetap setia dengan tidurnya. Wajahnya juga sudah mulai kembali normal, namun bibirnya tetap pucat.
Pada pukul 10 malam, akhirnya mata cantik itu terbuka. Ia menatap sekeliling ruangan, meresa sedikit aneh dengan tempatnya sekarang, namun tiba-tiba wajahnya panik lalu salah satu tangannya yang terbebas dari jarum impus menyentuh perutnya yang kini rata. Tidak ada lagi perut buncit seperti beberapa jam yang lalu.
Air mata mulai membasasi pipinya, ia mengingat kejadian ketika adik kandungnya mendorongnya dari atas tangga. Bahkan masih membekas di otaknya bagaimana ucapan Danita Amasya Savier, sebelum kecelakan yang merenggut nyawa bayinya terjadi.
“Mengapa kau bisa setega ini, Nita. Apa yang sudah ku lakukan pada mu sehingga kau menghilangkan nyawa anak ku.” Marah? Sudah pasti. Della tidak mungkin bisa memaafkan kesalahan adik perempuannya, dia sudah bermain dengan nyawa. Dan itu bukan hal yang bisa di maafkan dengan mudah.
“Sayang, maafkan ibu. Kau pasti marah pada ibu karena tidak bisa memperlihatkan dunia yang sering kali ibu ceritakan pada mu. Kau juga tidak bisa melihat bagaimana wajah tampan ayah mu. Maafkan ibu, Nak. Ibu gagal menjaga mu.” Sepertinya ia masih belum sadar jika kecelakaan ini sudah diketahui oleh suaminya jauh sebelum Nita melancarkan aksinya.
Mungkin karena cinta, ia menjadi bodoh. Berulang kali Rudi sudah memberitahu kecurangan Jen, tapi Della seakan-akan tuli dan buta. Ia tetap mempercayai suaminya hingga terjadilah kecelakaan seperti ini. Andai saja Della mendengar perkataan Rudi, mungkin hidupnya tidak akan semengenaskan ini.
Sudah tidak terhitung jumlah air mata yang Della keluarkan. Kehilangan anak yang sudah lama ia nantikan, keluarganya tidak mengkhawatirkannya dan suaminya yang tidak menemaninya saat sedang membutuhkan teman cerita. Benar-benar sebuah ironi kehidupan yang nyata.
Pada akhirnya, malam ini adalam paling menyitkan untuk Della, ia bahkan tidak bisa memejamkan matanya akibat perihnya luka di hatinya.
Keesokan harinya, dengan mata yang sembab dan membengkak. Della berusaha tersenyum pada Dokter wanita yang merawatnya, ia tidak tahu berita apa yang akan ia dengar. Tapi hatinya mengatakan bahwa itu bukan berita yang bagus.
“Bagaimana keadaan anda, Nyonya?”
“Tidak baik-baik saja, Dok. Kehilangan anak membuat hati ku hancur,” ucap Della lemah.
“Maaf karena tidak bisa menyelamatkan anak anda, Nyonya.”
“Ini bukan salah anda, takdir saya mungkin harus seperti ini. Dan saya akan belajar iklas, Dok.”
“Syukurlah, tapi ada satu berita tidak menyenangkan yang harus saya sampaikan pada anda, Nyonya.”
“Apa itu, Dok?” tanya Della mulai penasaran.
“Sebelumnya maafkan saya, meskipun ini pahit, tapi anda harus mendengarnya. Kecelakaan itu membuat bayi anda meninggal di dalam kandungan sehingga kami melakukan operasi, namun sayangnya. Kadungan anda yang sejak awal lemah kini semakin lemah dan kemungkinan untuk hamil hanya terisisa 30%, Nyonya.”
Tangisan Della semakin menjadi-jadi, suaranya kini mulai mengilang. Sang Dokter langsung memberikan pelukan pada wanita malang tersebut. Tidak ada satu wanita mana pun yang ingin menjadi Della.
“Anda harus tetap tegar, Nyonya. Dokter hanya seorang manusia biasa, sedangkan kita masih memiliki Tuhan yang maha kuasa.”
Seminggu lebih Della di rawat, ia semakin murung. Tanda-tanda kehadiran keluarga atau bahkan suaminya tidak terlihat, ia menjadi terpuruk sendirian, hanya beberapa perawat yang akan mengajaknya berbicara dan dokter yang menanganinya selalu menyempatkan diri menjenguknya. Tentang anak yang telah pergi, beruntung dokter yang merawatnya bersedia memberikan pemakaman untuk anaknya sehingga Della bisa menjenguk kapan saja ia mau.
“Apakah anda yakin ingin kembali sekarang, Nyonya?” tanya seorang perawat.
“Ya, ini sudah satu minggu dan aku ingin bertemu dengan keluarga ku. Mungkin saja mereka sedang mencari-cari ku.” Kata-kata itu seperti mengiris-iris hati Della, ia tahu bahwa keluarganya menyadari sesuatu telah terjadi padanya. Hanya saja ia tidak yakin apakah Nita memberikan mereka datang untuk menjenguknya.
“Baiklah, jangan lupa menjaga diri anda, Nyonya.”
“Terima kasih, Sus.”
Setelah mengucapkan banyak rasa terima kasih pada perawat serta Dokter. Della akhirnya pergi, menumpang taksi, untungnya sebelum pergi dokter wanita tersebut memberikan ongkos. Sepertinya tahu kalau dirinya membutuhkan uang untuk pulang.
Di perjalanan, Della memikirkan apa saja yang sudah Nita rencanakan sehingga keluarga serta suaminya tidak menjenguknya, masih berfikir bahwa hanya Nita yang kejam sedangkan Jen tidak. Tapi pemikiran itu akan segera hancur setelah tiba di rumah.
Dan benar saja, sesampainya di depan rumah. Della terkejut dengan para tamu yang baru saja pulang, seperti sedang ada acara di dalam tapi mengapa tidak ada yang memberitahunya.
Masuk ke dalam rumah, ia mendengar suara tawa bahagia Nita dan suaminya. Kedua orang tua serta kakak laki-lakinya juga ada di dalam merayakan sesuatu yang masih belum ia sadar.
“Selamat atas pernikahan kalian, ibu berdoa supaya pernikahan kalian berjalan dengan bahagia.”
“Terima kasih, Bu. Sebentar lagi ibu juga akan menjadi seorang nenek.”
Kata-kata ‘pernikahan’ dan ‘menjadi nenek’ membuat Della menjadi lemah. Tidak tahu dosa apa yang sudah ia perbuat di masa lalu sehingga kenyataan begitu sangat mengerikan. Tidak tahukah mereka bahwa ia baru saja kehilangan anaknya, lalu sekarang mereka melangsungkan pernikahan saat ia merasa terpuruk sendirian.
“Jaga adik ku dengan baik, Jen. Jangan sampai keponakan ku meninggal seperti anak Della. Aku benar-benar kecewa dengan keteledorannya.” Kali ini suara sang kakak laki-laki menusuk hatinya. Jadi Nita sudah memberitahu tentang kecelakaan tersebut tapi dalam cerita yang berbeda.
“Aku pasti akan menjaganya. Kali ini anak itu akan lahir ke dunia dan menjadi pewaris keluarga Zebara.”
Perselingkuhan itu akhirnya terungkap, benar kata Rudi. Suaminya sudah bermain curang dan ia baru menyadari setelah kehilangan anaknya, betapa ia merasa sangat bodoh.
“Jadi, ini yang kalian lakukan di belakang ku.”
Suara Della mengagetkan semua orang, Nita langsung memasang wajah bersalah tapi tidak lupa memeluk lengan Jen yang kini resmi menjadi suaminya. Ia juga tidak malu ketika tangannya dengan santai mengelus perut ratanya.
“K-kakak, ini bukan seperti yang kau pikirkan,” ucap Nita dengan suara sedih.
“Kau sangat ahli bersandiwara, Nita. Tidak cukup membunuh anak ku, kau juga merebut, ah. Tidak, kalian ternyata sudah berzina di belakang ku.” Mungkin rasa benci akibat dikhianati dan kehilangan anak membuat Della lebih suka berterus terang.
Jen marah, ia tidak suka dengan kata-kata ‘berzina’ baginya semua yang ia lakukan benar. Ia mencintai Nita sehingga tidak ada yang salah saat ia membuat anak di luar nikah tersebut hadir.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!