NovelToon NovelToon

Initium Saga

PART 1

...*****...

Seorang gadis diseret secara paksa oleh dua orang pria bertubuh kekar. Mereka menuju ruangan dengan pintu besar menjulang tinggi bak gerbang istana. Mereka membawanya ke dalam.

"Hai Nona Pertama! Aku senang akhirnya bisa bertemu denganmu."

Seorang wanita dengan penuh wibawa mengeluarkan suaranya. Ia memakai gaun dengan warna semerah darah.

"Apa mau Anda?" gadis itu membalas dingin. Ia dipaksa berlutut oleh dua orang pria yang menahannya.

"Kau terlalu berani. Kau tidak mau mati muda, bukan?" Wanita itu berdiri dan menjauh dari singasananya. Berjalan pelan ke jendela besar yang tak jauh darinya.

"Saya tidak takut!" gadis itu berujar pelan. Ingin sekali berteriak kalau seandainya ia punya tenaga ekstra sekarang.

"Apakah kau sudah lama tak menangis?"

Wanita itu tiba-tiba sudah berada di depan sang gadis. Dia menatap tajam dengan seringai menyeramkan pada remaja yang tanpa takut mendongak kepadanya itu. Lalu dia melanjutkan ancamannya dengan suara rendah.

"Karena aku bisa membantumu!"

...*****...

PART 2

Lunna dan Kira duduk diam di kursi pojok. Sedangkan guru BK berbicara serius dengan kedua wali mereka. Kira melirik Lunna. Meringis. Ia jadi menyeret temannya dalam masalah ini.

"Hey, Lun?"

"Apa?"

"Maaf," ujar Kira tulus.

Lunna menoleh. Tersenyum hangat. Lalu mengangguk.

"Tuan, Nyonya, saya tahu, cucu dan anak kalian itu murid pintar, tapi jika mereka tidak punya attitude yang baik, semua kelebihannya tidak akan berguna," guru itu melepas kacamatanya dan menghela napas.

"Dan masalahnya, mereka sudah berbuat sesuka hati seperti ini lebih dari dua kali, karena itulah saya memanggil walinya untuk membicarakan beberapa hal terkait masalah ini," tambahnya.

Tuan Alexander-kakek Lunna dan Nyonya Melinda- mama Kira mengangguk paham. Mereka bertiga terus berdiskusi panjang hingga selesai dan kemudian berpamitan.

"Ayo pulang anak-anak!" ajak mama Kira.

Lunna dan Kira berdiri. Menyalami guru BK yang ada di sana lalu ikut keluar. Kakek Lunna dan mama Kira berjalan di depan. Sedangkan mereka di belakang.

Begitu tiba di parkiran, mereka berempat saling mengucapkan salam dan masuk ke mobil masing-masing.

Dan kini Lunna bersama kakeknya. Dalam keheningan diiringi suara lembut mesin mobil yang berdesing.

"Lunna?" tanya kakek. Memecah kesunyian.

"Ya, kek?"

"Sepertinya kau mulai bosan sekolah, yaa," pendapat kakek.

Lunna buru-buru menggeleng. "Tidak, kek, sungguh! Aku masih mau sekolah!" pekik Lunna.

Kakek tertawa. "Ya sudah kalau begitu, nanti begitu sampai di rumah kakek mau membicarakan hal penting, dengan nenekmu juga."

Lunna mengreyit. Tapi ia tidak mengutarakan apa pun. Karena ia hanya perlu menunggu.

Oiya sebagai informasi, Lunna itu tinggal bersama kakek dan neneknya. Ia punya orang tua dan seorang adik. Tapi karena SMA nya di luar kota, jadilah ia merantau.

Setelah mobil berhenti di pekarangan, Lunna segera turun dan memasuki rumah. Tak lupa kakek juga ikut masuk setelah memarkirkan mobilnya.

"Nenek?" panggil Lunna.

"Wah, cucuku sudah pulang, ada masalah apa sih?" tanya nenek. Beliau sedang membaca majalah di ruang tengah.

Lunna cemberut. "Aku sudah jadi anak baik, kok. Tadi Kira sebenarnya yang salah," jelas Lunna.

"Nanti saja membahasnya, sekarang ada hal penting yang mau kakek dan nenek bicarakan," potong kakek.

Lunna pun diam. Ia duduk di samping nenek. Suasananya mendadak serius. Tapi ia tidak melihat tatapan tajam di mata kakek. Itu berarti masalah tadi tidak membuat kakek marah. Namun sepertinya ada hal lain yang lebih darurat untuk disampaikan.

"Nak, dengarkan apa pun yang kami beritahu. Percayalah saja. Dan jangan menyela," nenek memeringati Lunna.

"Ya, tergantung apa yang kalian–"

"Dengarkan saja," nenek langsung memotong. Membungkam bibir Lunna.

Kakek menarik nafas panjang. Bersiap membuka mulut. "Jadi sebenarnya Kakek bukan orang sini. Kakek dari dimensi lain yang disebut 'Orion'."

"Dulu ada penelitian yang berhasil membuat serum untuk memberikan manusia kemampuan istimewa. Bukan sihir, tapi kekuatan itu ada pada tubuh. Serum itu hanya dibuat sekali dan terbatas. Beberapa orang kemudian disuntikkan serum itu."

"Orang-orang yang telah memiliki kekuatan itu dapat menurunkan kekuatannya kepada anaknya melalui gen. Seperti penurunan sifat."

"Karena itu tidak perlu serum lagi. Dan untuk menghindari penyalahgunaan, resep serumnya dihancurkan," kakek berhenti untuk sebentar.

"Terjadi banyak pertentangan setelah itu. Karenanya, pemilik kekuatan menyingkir. Mereka pindah ke sebuah pulau tak berpenghuni selama puluhan tahun."

"Mereka mememukan sesuatu yang sangat ajaib di pulau itu. Ada pintu portal kuno yang menghubungkan bumi ke dimensi lain, yang pada saat itu hanya dihuni hewan-hewan dan tumbuhan seperti dalam dongeng."

"Merasa lebih aman di tempat baru itu, para pemilik kekuatan memutuskan tinggal di dimensi itu. Hingga kini tidak ada manusia biasa yang tau keberadaan mereka."

"Dan tentang kekuatan serta penelitian itu, kini hanya sebuah cerita untuk anak-anak."

Lunna menatap kakek heran. Sebenarnya jika nenek tidak melarang, sejak tadi ia sudah protes. Ayolah! Ia bukan anak kecil yang perlu diceritakan dongeng seperti ini. Hanya buang-buang waktu.

"Itu baru awal mulanya saja. Terjadi ratusan tahun yang lalu. Dan kakekmu adalah salah satu keturunan pemilik kekuatan itu. Bukan hanya pemilik kekuatan biasa, namun salah satu pemimpin dunia itu. Ia menurunkan gennya padamu lewat mamamu," nenek menambahi.

Lunna mendengus bosan. Sepertinya nenek melihatnya, beliau menggelengkan kepala.

"Ini memang aneh. Tapi itulah kenyataannya. Sebenarnya mamamu bukan anak kandung nenek. Ia adalah anak kakek dengan istri kakek dulu yang juga pemilik kekuatan dan sudah meninggal."

"Jadi, besar kemungkian kamu dan adikmu memiliki kekuatan juga. Namun Kakek belum tahu apa kekuatanmu. Kekuatan itu biasa muncul saat remaja dan sulit dikontrol," kakek menjelaskan secara ilmiah agar mudah dicerna.

Lunna masih saja tak percaya. Ini benar-benar tidak masuk akal. Kakek pun akhirnya berdiri. Berjalan beberapa langkah menjauh. Berkosentrasi, lalu ada salju turun disekitar mereka.

Lunna terkejut. Tidak sampai di situ, tiba tiba ada sesuatu yang melintasinya. Benda itu pipih, panjang dan runcing. Kakek menangkapnya. Ternyata itu sebilah pedang yang terbuat dari es. Yang kemudian Kakek ubah menjadi sebuah tameng dengan gerakan tangan.

"Kakek bisa sulap?" pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Lunna.

"Kamu masih belum percaya?" tanya kakek.

"Eh–" Lunna terdiam lama.

"Sudahlah. Jangan buru-buru. Pelan pelan saja, dulu nenek juga butuh waktu untuk percaya. Kita makan siang dulu, ya," ujar nenek menenangkan.

Kakek menghilangkan tameng es itu dengan gerakan tangan seperti mengusir serangga. Tameng itu lalu hilang tanpa meninggalkan bekas sedikitpun.

...*****...

Setelah semua bukti yang kakek berikan kemarin, Lunna sudah mulai sedikit percaya dan membuka pikiran untuk menerima semua informasi tentang dunia sihir itu.

Dan pagi ini ia pergi berangkat sekolah diantar oleh kakek. Lalu mengikuti pelajaran dengan tenang. Hingga suatu hal yang akan menjadi pengalaman tak terlupakan mendadak terjadi.

Jam pelajaran ke lima, setelah istirahat, Lunna merasa aneh. Keringat dingin bercucuran, jantung bergemuruh, dan kulitnya terasa panas. Takut ada sesuatu ia pun ijin keluar. Namun baru beberapa langkah setelah menjauhi lorong kelas, ia seperti melihat sesuatu di sekelilingnya.

Sesuatu seperti kaca lentur yang bergerak mendekat dan menjauh tidak menentu. Tentu saja Lunna kebingungan. Apakah ia sudah gila sampai bisa melihat benda tak masuk akal itu?

Benda itu seperti menabraknya. Tapi hilang saat menyentuh kulit. Lunna kalut. Semakin panik. Kemudian dari lorong di depan terdengar suara orang berlari. Lunna berjalan mundur perlahan.

Terlihat dua orang siswa jalan terburu-buru ke arahnya. Tenang, jangan panik, katanya dalam hati. Akan tetapi Lunna kurang awas ke sekitar sehingga menginjak pensil dan terjatuh. Ia mengaduh karena kaget dan kesakitan.

Bersamaan dengan jeritannya, kaca lentur itu bergerak semakin cepat. Maju dan mundur dengan ketebalan yang semakin bertambah.

"Benda apa itu?" bisiknya dengan suara serak. Khawatir kalau orang lain melihatnya dan berpikir yang tidak-tidak.

Kaca lentur itu tidak hilang, benda itu menutup seluruh lorong. Dua orang siswa itu seperti tidak melihat ada penghalang di depan mereka. Dan tepat saat mereka menabraknya, kaca itu bergetar.

Dua anak laki-laki itu terpental dan menabrak jendela kaca besar di belakang mereka hingga pecah. Tubuh mereka berlumuran darah. Terdengar suara jeritan mengiris hati saat mereka jatuh dari lantai dua gedung sekolah.

Lunna membatu. Tidak bisa berpikir. Semuanya terasa semu seperti berada di dalam mimipi. Mimpi yang sangat buruk. Di mana ia menjadi seorang pembunuh temannya sendiri.

PART 3

"Lunna?!" teriak Kira panik.

Kira buru-buru menghampiri Lunna yang masih duduk tak bergeming di lantai. Wajah gadis itu pucat, matanya juga berkaca-kaca.

"Lunna?" panggil Kira pelan.

"Ya Tuhan! Ada apa ini!" seorang guru dari kelas terdekat langsung syok melihat kaca sekolah yang hancur.

"Pak, ada kecelakaan!"

"Astaga, bagaimana bisa terjadi?"

"Lunna, tadi ada apa?"

Sederet pertanyaan panik terlontar dari para siswa yang berkerumun di sana. Lunna membisu. Ia tak tahu harus menjawab apa.

"Kalian kembalilah ke kelas! Biar bapak yang urus!" tegas guru itu.

Para siswa yang tadinya penasaran terkait kejadian ini bersorak mengeluh. Tapi kemudian mereka dengan tertib kembali ke kelas. Guru itu pun mendekati Lunna yang masih syok.

"Nak, apa kau terluka?" tanya pak guru.

Lunna menggeleng lemah. Nyaris menangis. Kira memeluk sahabatnya erat. Mencoba menenangkan.

"Aksara, bawa temanmu ke UKS," titah pak guru tergesa-gesa.

Kira cengo sesaat. Baru ketika pak guru berdiri hendak pergi ia tersadar. "Pak, nama saya Arkiera, bukan aksara!" revisinya.

"Masa sih, tapi bagusan aksara tau, ya sudahlah bawa aja cepet temanmu. Dia bisa pingsan kalo kelamaan di sini," kata pak guru. Beliau kemudian pergi. Sedikit berlari biar lebih cepat. Hendak meminta bantuan.

"Dikira aku laki apa yaa, aksara apaan coba. Aksara Jawa? Apa aksara Cina?" dumel Kira sebal.

Ia merangkul tubuh Lunna yang masih bergetar. Kulit gadis bersurai coklat ini terasa dingin. Mereka berjalan pelan dan masuk ke ruangan penuh obat itu.

"Permisi, boleh minta bantuannya?" pinta Kira kepada seorang perawat muda.

"Ya ampun, mari sini!" Perawat itu segera mendekat dan membantu Lunna untuk duduk di ranjang.

"Ada yang terluka?" tanyanya. Lunna menggeleng.

"Kalo begitu biar kubuatkan teh hangat, kau temani dia di sini dulu ya nak," kata perawat itu kepada Kira. Kira mengangguk.

Lunna terdiam. Pikirannya melayang ke sana ke mari. Ternyata orang-orang tidak melihat kaca lentur aneh yang tadi ada di sekelilingnya. Kaca yang mengecil setelah kecelakaan tadi. Itu berarti hanya ia yang bisa melihatnya.

Rasanya aneh sekali, seperti berada di dalam tabung transparan. Apa artinya semua ini? Apa yang terjadi? Ada apa?

"Kau bawa ponsel, Kira?" tanya Lunna.

"Iya, ini...."

Lunna pun menghubungi kakek. Dan ia ingin cepat pulang. Hari ini ia benar-benar dibuat syok dan stres. Setelah pembicaraan singkat tanpa penjelasan kronologis yang jelas, ia pun mengembalikan ponsel Kira. Tak lupa mengucapkan terima kasih.

Dua siswa tadi ternyata murid kelas 11 4 yang buru-buru hendak masuk kelas karena bel sudah berbunyi. Mereka langsung dibawa ke rumah sakit terdekat.

Belum ada kabar tentang kondisi mereka. Lunna sungguh merasa bersalah. Tapi kecelakaan tadi sungguh di luar kendalinya. Ia tak bermaksud untuk melukai. Tapi bagaimana jika ada yang tau? Ia tidak mau masuk penjara! Rasanya ia ingin sekali menangis.

Jika benar ini kekuatannya, di hari pertama saja sudah melukai orang, apalagi nanti jika ia tidak bisa mengendalikannya. Siapa pun yang ada di dekatnya akan terluka. Ia benar-benar menangis kali ini.

"Lunna, tidak apa-apa. Menangislah jika itu membuat mu tenang. Menyedihkan memang. Tapi itu sudah terjadi, semoga saja mereka selamat. Jika tadi aku yang melihatnya, pasti aku langsung pingsan," ujar Kira menegangkan.

Kira tau kalau Lunna takut darah. Tapi untuk kali ini, bukan darah yang Lunna takutkan. Tapi dirinya sendiri.

...*****...

Lunna sudah di rumah. Menangis di dalam kamar. Sendirian. Setiap satu jam sekali nenek datang menanyakan kondisinya. Tapi ia sudah berkali-kali bilang kalau dirinya baik-baik saja.

Sebenarnya Lunna sedikit kesal dengan perilaku nenek, tapi ia juga tidak tega untuk melarangnya. Jadi ia membiarkan pintu tidak dikunci.

Lunna duduk di lantai bersandar tempat tidur. Rasa takut menyelimutinya. Bayang-bayang darah menghantuinya. Dan karena lelah akhirnya ia tertidur.

Lunna terbangun di atas tempat tidur. Kemungkinan besar ada yang memindahkannya. Tapi entah siapa. Kakek tidak mungkin. Beliau sudah renta dan gampang encok. Mungkin nenek menyuruh beberapa pelayan untuk mengangkat tubuhnya pindah ke kasur.

Setelah membersihkan diri Lunna turun ke lantai bawah. Ia melihat jam dinding besar di tengah ruangan menunjukkan pukul tujuh pagi. Di ruang makan ada kakek yang sedang membuka tabletnya.

Lunna sudah tau kalau kakeknya punya kebiasaan yang berbeda dengan orang lansia umumnya yang membaca koran setiap pagi. Beliau lebih suka bermain teknologi.

"Lunna, Kamu sudah bangun. Ayo sarapan, tadi nenek sudah berencana membangunkanmu. Ternyata malah sudah mandi juga," nenek yang baru muncul menyapa.

"Kakek tidak sadar Kamu ada di sini," kakek meletakan tabletnya lalu meminum teh.

Mereka sudah siap dengan piring masing-masing. Lunna tidak terlalu lapar, jadi ia hanya mengambil isi porsi setengah piring.

Mereka makan dengan tenang. Hanya terdengar bunyi jam yang berdentang. Sebenarnya rumah ini dulu sangat ramai. Tapi karena sekarang hanya ditinggali kakek dan nenek rumah ditambah Lunna, rumah ini jadi sepi. Terlalu besar untuk dua orang yang sudah tua dan seorang cucu yang tinggal sementara.

"Kek, bolehkah aku tanya sesuatu?" Lunna bertanya setelah makanannya habis.

"Tentu saja boleh."

"Ini soal kemarin..."

"Ada apa?" kakek menatap wajah cucunya serius.

"Emm... Sebenarnya kecelakaan itu bukan karena tanpa sebab. Tapi karena mereka menabrak dinding kaca yang pada saat itu ada di sekelilingku."

Wajah kakek terlihat kaget. "Apa orang lain bisa melihatnya? Dan apa yang Kamu rasakan?"

"Ku rasa orang lain tidak bisa lihat. Tapi aku juga tidak merasakan hal lain kecuali ketakutan," Lunna menjawab jujur.

"Itu artinya kemungkinan besar kekuatanmu adalah perisai. Kalau punya Kakek perisainya dari es," nenek bergabung dalam percakapan.

"Jika Kamu belum bisa mengendalikannya itu bahaya. Tapi tenang saja, Kakek akan membimbingmu."

"Sekarang apakah perisai itu muncul? Karena kami tidak bisa melihatnya," tanya nenek.

"Ada, Kakek bisa merasakannya saat es mendekat ke kulitmu dan terhalang sesuatu. Benda itu melindungimu selalu dan berada tepat di atas kulitmu."

Lunna tertegun. Cukup terpana akan fakta baru tersebut. Bukankah itu keren? Gabungan antara kuat dan berbahaya. Tapi sebelum ia bisa mengendalikannya, ia harus mengurangi aktivitas yang melibatkan banyak orang. Itu akan mengurangi risiko adanya yang terluka karena dirinya

"Ini hari libur, apa kamu mau pergi jalan-jalan?" nenek menawari Lunna.

"Tidak, Lunna mau membaca buku di kamar. Lunna pergi dulu ya," Lunna berdiri sambil mendorong kursi ke belakang.

Saat hendak menaiki tangga, kakek memanggilnya. Membuat Lunna terhenti dan menoleh.

"Lunna! Kakek punya banyak buku di perpustakaan. Di samping kamar kakek. Bersenang-senanglah, karena ada yang ajaib," kakek tersenyum misterius.

Mata Lunna sedikit melebar. Tertarik. Ia lalu mempertimbangkannya. Mungkin memang lebih seru di perpustakaan dari pada di kamar. Apa lagi dengan kata ajaib yang kakek ucapkan membuatnya penasaran.

...*****...

Pintu perpustakaannya terbuat dari kayu tua berwarna coklat gelap. Dihiasi ukiran-ukiran indah. Ukurannya cukup besar. Saat pintu terbuka, di dalam ruangannya gelap.

Lunna meraba sekitar dinding didekat pintu, ada sebuah tombol. Begitu ditekan ruangan ini langsung terang. Indah sekali, dengan ribuan buku yang tersusun rapi hingga langit-langitnya. Menakjubkan.

Ruangan ini berukuran besar dengan sofa hijau melingkar di tengahnya. Yang bahkan membuat semua orang tergiur untuk duduk dan merebahkan diri di sana. Pas sekali untuk menghilangkan penat.

Lunna berkeliling. Mencari buku untuk di baca. Ia mulai dari kumpulan ensklopedia. Sambil duduk di sofa, ia membaca bukunya sampai setegah jam. Bosan dengan bacaan yang berat, ia berkeliling mencari buku lainnya.

Ada sesuatu yang mencuri perhatian. Judulnya cukup unik dan aneh, 'Legenda Keluarga Istimewa'. Saat tersentuh... bukunya tiba-tiba bercahaya. Meluar dari sela-sela buku dan merambat ke seluruh buku yang ada di sini.

Cahayanya semakin terang, Lunna menutup matanya. Silau. Saat ia mengintip dari sela jari, cahayanya sudah hilang. Tapi ruangan ini berubah.

Dari semula perpustakaan biasa menjadi... Entahlah, mungkin bisa laboratorium, perpustakaan, atau aula rapat yang terlihat lumayan kuno.

Sofa hijau di tengah tadi berubah menjadi kursi kayu tua. Buku-buku di sini hilang sebagian manjadi barang-barang yang menurutnya sangat aneh- karena ia tidak pernah melihat sebelumnya.

Langit langit ruangan yang tadi berwarna putih menjadi hijau toska. Jika tadi seluruh dinding tertutup buku, sekarang dindingnya terlihat berwarna krem.

Lunna bingung mau baca dari yang mana, jadi ia hanya melihat judul-judulnya sekilas. Beberapa buku malah menggunakan bahasa asing. Hingga ia menjatuhkan pilihannya ke buku yang berjudul 'The Legend of Orion' untuk dibaca.

Kisahnya sama persis dengan apa yang diceritakan kakek. Tapi yang kakek ceritakan hanya sebagian.

Di sini Lunna membaca sejarah tentang dunia sihir itu. Dunia yang memiliki julukan Hermosoworld. Yang memiliki arti dunia menakjubkan penuh keindahan. Ada banyak kerajaan. Tersebar di seluruh penjuru dunia. Ratusan bahkan mungkin ribuan.

Tapi diantara sekian banyaknya kerajaan, ada empat kerajaan yang paling besar. Yaitu; Layvia Kingdom, Rezensklavia Kingdom, Treqavia Kingdom, dan Hametrivia Kingdom.

Namanya asing semua. Semua kerajaannya juga sudah lama berdiri. Apa sampai sekarang kerajaan itu masih ada?

Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk. Lunna berdiri, meletakkan buku di meja dan membuka pintu. Terlihat kakek berdiri dengan senyuman hangat di wajahnya.

Kakek masuk ke perpustakaan dengan perlahan. Lunna mengikutinya, saat ia lihat sekeliling, ruangan ini sudah berubah kembali ke semula.

Lunna terperanjat. Nyaris memekik, tapi ia segera membekap mulutnya sendiri. Kakek kemudian duduk di sofa hijau. Ia mengambil buku yang tadi Lunna baca. Melihat sekilas lalu meletakkannya kembali.

"Mengagumkan. Kamu menemukan tempat ini lebih cepat dari pada perkiraan kakek. Tempat ini memiliki kemampuan untuk mendekteksi kekuatan dan mengijinkannya membuka kunci."

Lunna memperhatikan kakek. Menggangguk kecil tanda mengerti.

"Kakek, kapan aku akan berlatih. Besok sudah masuk ke sekolah."

"Baiklah. Sekarang kita mulai berlatih di taman pribadi nenek. Tapi hati-hati, kalau kamu merusak tanamannya, nenek akan marah," kakek tertawa.

Lunna hanya membalasnya dengan senyuman. Baik, bersiaplah, semangat! Katanya dalam hati.

...*****...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!