Seorang gadis berumur sekitar 20 tahun meneteskan air matanya setelah mendengar seruan 'sah ' di luar sana. Itu menandakan bahwa dia sudah sah menjadi seorang istri. Mulai dari sini,Semuanya akan segera berubah. Dari status sampai tugasnya pun akan berubah.
Tak lama seorang wanita paruh baya pun masuk ke dalam kamar dengan senyum di wajahnya. Senyum itu begitu tulus.
"Alhamdulillah,sayang. Sekarang kamu sudah sah menjadi istri dari Arshad. Ummi senang sekali karena akhirnya kamu yang menjadi menantu ummi. Mulai sekarang, anggap ummi ini sebagai bunda kamu ya sayang. Jangan pernah sungkan untuk berbagi suka duka kamu sama ummi. Semoga kamu bisa menjadi istri yang baik dan soleha bagi Arshad."tutur ummi dengan lembut dan membuat senyum pun terbit di wajah gadis yang kini sudah menjadi menantunya.
Gadis itu bernama Aisyah Shaqilla Az-zahra. Gadis cantik yang kini sedang melanjutkan kuliahnya semester lima. Tatapannya teduh, senyumnya manis dan tutur katanya lembut. Namun kini dia adalah seorang gadis yatim piatu. Bundanya meninggal saat dia masih duduk di bangku SMA. Sedangkan sang ayah meninggal dua minggu yang lalu setelah meninggalkan wasiat untuk menikahkan dirinya dengan lelaki yang kini sudah sah menjadi suaminya yaitu Muhammad Arshadullah. Walaupun hanya pernikahan karena wasiat, namun Aisyah sangat tulus dengan pernikahan ini. Dia juga punya seorang kakak lelaki bernama Muhammad Anam Arya yang kini sedang berada di London untuk menyelesaikan kuliah S2 nya dan tak bisa hadir di pernikahan Aisyah karena sibuk mengurus wisudanya.
"Amin... do'akan Aisyah ummi. Semoga Aisyah bisa menjalankan kewajiban Aisyah sebagai istri yang baik untuk Mas Arshad. " ucap Aisyah dengan tulus dan lembut.
"Pasti sayang ummi do'akan. Insyaallah. Sekarang ayo kita ke bawah,suamimu sudah menunggu. "
Aisyah mengangguk dan berjalan di dampingi ummi keluar kamar dan menuruni tangga. Ya Allah,Aisyah benar-benar tak kuasa menahan debaran di dadanya saat ini . Dia yakin kini semua pandangan tertuju padanya. Namun Aisyah tidak berani untuk mengangkat wajahnya walau hanya sekedar melihat suaminya.
Mereka saling memasangkan cincin pernikahan,lalu Aisyah langsung mencium punggung tangan Arshad dengan hikmat dan Arshad mengelus kepala Aisyah sambil mendoakan kebaikan untuk istrinya itu.
Saat malam tiba,akhirnya Arshad dan Aisyah pun memutuskan untuk pergi ke rumah mereka. Hanya keheningan yang ada diantara pasutri ini. Itu membuat Aisyah tidak nyaman sekaligus bingung mau membicarakan apa?
Tak lama kemudian akhirnya mereka sampai. Aisyah menatap rumah itu dari mobil sambil tersenyum. Tidak begitu besar namun terlihat mewah dan nyaman untuk dihuni berdua.
"Kamu masuk duluan. Di dalam ada bi Nah yang akan menunjukkan dimana kamar kamu. Aku ada urusan dan mungkin pulang malam sekali. Jangan tunggu aku!"ucap Arshad tanpa ekspresi.
"Tapi, mas mau ke mana?aku temani, ya?"tutur Aisyah namun tak ada jawaban dari Arshad selain tatapan tajam yang di berikan Arshad. Aisyah sadar bahwa suaminya mungkin memang ada urusan penting dan gak mau diganggu.
"Ya sudah kalau begitu aku masuk duluan. Kamu jangan kerja terlalu capek ya mas!.. jangan pulang tengah malam banget. Pasti kamu capek seharian ini. Aku cuma gak mau kamu sakit. Kalau gitu aku masuk, Assalamualaikum..."ucap Aisyah dan langsung keluar setelah Arshad menjawab salamnya walau masih enggan menatap Aisyah.
Baru saja Aisyah keluar,mobil Arshad sudah melesat meninggalkan rumah. Aisyah hanya bisa berdoa semoga tidak akan terjadi apa-apa.
"Assalamualaikum. "ucap Aisyah saat memasuki rumah.
"Wa'alaikumussalam. Eh nyonya sudah datang. Ayo nyonya saya antar ke kamar nyonya."sambut wanita paruh baya yang diyakini bernama bi Nah sesuai yang dikatakan Arshad tadi.
Aisyah mengikuti bi Nah ke kamar yang di tunjuk bi Nah. Saat masuk kamar,Aisyah langsung melihat ruangan yang cukup besar dan bernuansa putih abu-abu, kasur ukuran king size , ada lemari yang juga cukup besar dan juga ada kamar mandi yang pastinya juga besar.
"Bagus bi kamarnya."puji Aisyah.
"Iya,nyonya. Nyonya suka?"tanya Bi Nah.
"Iya saya suka. Oh iya bi,jangan panggil saya nyonya ,ya! Saya merasa tua dipanggil nyonya begitu. "
"Terus mau dipanggil apa?atau bibi panggil mbak Aisyah saja?"
Aisyah tersenyum dan mengangguk,"itu lebih baik."
"Mbak mau bibi bikinin sesuatu?"
"Enggak usah bi. Saya mau mandi terus langsung tidur saja."
"Ya sudah kalau begitu bibi kembali ke kamar aja ya mbak..."bi Nah menyadari tidak ada Arshad dari tadi,"oh iya,mas Arshad-nya mana mbak?"
"Oh itu tadi katanya ada urusan penting. Nanti juga pulang. Bibi balik ke kamar aja,saya tau bibi pasti capek."
"Ya udah kalau gitu bibi permisi mbak."
Aisyah mengangguk tersenyum melihat bi Nah yang sudah meninggalkan kamarnya. Lalu Aisyah memutuskan untuk mandi dan tidur. Jujur saja hari ini memang sangat melelahkan. Namun tiba-tiba pikirannya tertuju pada Arshad.
"Pasti mas Arshad juga capek. Ya Allah lindungilah di mana pun suami hamba berada ya Allah..."gumam Aisyah. Setelah membaca do'a,akhirnya Aisyah pun tertidur.
.
.
.
Jam sudah menunjukan pukul setengah tiga,Aisyah terjaga dan melihat bahwa kasur di sebelahnya masih dingin dan rapi. Itu menunjukan bahwa Arshad masih belum pulang.
"Ya Allah,pergi ke mana mas Arshad ya Allah?"ucap Aisyah yang khawatir tentang suaminya.
Aisyah pun memutuskan untuk bangun dan melaksanakan shalat Tahajud. Setelah melaksanakan shalat tahajud,Aisyah dikejutkan dengan suara bel rumah. Aisyah pun segera bangkit dari shalatnya masih dengan menggunakan mukena lalu berjalan keluar menuju pintu rumah.
Bi Nah yang juga sepertinya ingin membuka pintu langsung berhenti saat melihat Aisyah.
"Biar saya aja bi. Bibi lanjut tidur saja. Itu pasti mas Arshad yang pulang. "
"Ya sudah kalau gitu mbak." Bi Nah pun kembali ke kamarnya untuk menyambung tidurnya. Sedangkan Aisyah membuka pintu dan mendapati Arshad dengan wajah datarnya.
"Assalamualaikum. "ucap Arshad dingin dan berlalu meninggalkan Aisyah langsung menuju kamar sebelum Aisyah menjawab salamnya. Setelah mengunci pintu, Aisyah pun ikut menyusul Arshad ke kamar.
"Mas dari mana sih? Kok baru pulang? Aku buatin teh hangat buat mas ya..."
"Gak perlu..."potong Arshad yang sudah berjalan mendekat ke arah Aisyah yang masih memakai mukenanya.
"Aku perlu ngomong sama kamu."ucap Arshad masih dingin.
"Ma_ mau ngomong apa mas?"tanya Aisyah gugup.
Arshad kini sudah berdiri dengan jarak selangkah dari Aisyah.
"Pernikahan kita ini cuma pernikahan terpaksa karena wasiat tidak jelas ayah kamu. Jadi kamu gak perlu berharap lebih atas cinta dan perhatian aku."ucap Arshad penuh penekanan dan pastinya langsung menusuk hati Aisyah. Seperti ribuan jarum tajam yang tak berhenti terus menusuk hatinya.
"Tapi aku gak pernah marasa terpaksa untuk menikah sama kamu mas..." ucap Aisyah dengan air mata yang sudah mengalir di pipinya. Jujur saja,ia tak sanggup menahan air matanya itu.
"Ya itu kamu bukan aku. Aku sangat sangat terpaksa menikahi kamu. Kalau bukan karena ummi yang paksa aku,aku juga gak akan pernah sudi menikah dengan wanita yang sederhana dan kuno seperti kamu. Di rumah ini,lakukan apapun sesuka kamu tapi tidak dengan mencampuri urusanku. Kita tinggal satu rumah,tidur satu kamar tapi dengan urusan masing-masing dan anggap kita gak saling kenal."
"Tapi mas..."
"Aku gak suka dibantah. "potong Arshad lagi dengan tegas.
"Ok kalau itu mau kamu. Aku turuti. Aku gak akan ikut campur apa pun tentang urusan kamu dan begitu juga kamu. Tapi satu hal,aku akan tetap menjalankan kewajiban aku sebagai istri kamu. Terserah kamu mau terima itu atau enggak. Yang jelas aku akan tetap menjalankan kewajiban aku."ucap Aisyah dan langsung pergi ke kamar mandi.
"Whatever! Dan satu lagi jangan pernah umbar-umbar di luaran sana kalau kamu istri aku!"teriak Arshad dari luar. Aisyah menutup mulutnya menahan isakan dan suara tangisnya agar tidak terdengar. Sungguh ini sangatlah menyakitkan. Hatinya begitu sesak bagai dihantam keras. Dan begitu pedih bagai di tusuk seribu jarum.
'Inikah bahagia itu ya Allah? Kebahagiaan apa yang dimaksud?kenapa begitu sakit?pernikahan apa ini ya Allah?' rintih Aisyah dalam hati.
Aisyah pun memilih membasuh wajahnya dan keluar. Dia melihat Arshad sudah tertidur nyenyak. Bahkan setelah mengatakan hal menyakitkan itu,dia masih bisa tertidur nyenyak begitu.
Aisyah pun mengambil Al-qur'an di sebuah meja yang dia rasa itu milik Arshad lalu pergi ke ruang tengah. Dia memutuskan untuk mengaji sambil menunggu waktu subuh. Dia juga ingin menenangkan hati dan pikirannya saat ini. Mengadu pada Allah agar diberikan kemudahan baginya dalam menghadapi masalah dalam rumah tangganya ini.
Aisyah duduk di ruang makan sambil menunggu Arshad yang sepertinya akan segera keluar kamar. Arshad hari ini sepertinya akan kerja. Terlihat jelas saat selesai shalat subuh tadi,Arshad mengambil baju kerjanya.
Dugaan Aisyah ternyata benar. Tak lama kemudian,Arshad keluar kamar dengan pakaian rapi. Benar-benar tampan suaminya itu.
Aisyah berdiri dari duduknya untuk menyambut suaminya,namun wajah datar suaminya itu hanya menatapnya sekilas lalu pergi begitu saja.
"Mas,sarapan dulu yuk! Aku masakin nasi goreng buat kamu."ajak Aisyah dengan lembut. Arshad berhenti dan kembali menatap dingin ke arah Aisyah.
"Gak *****."dua kata itu membuat Aisyah memaksakan senyum. Dia tau maksud suaminya itu.
"Ya udah kalau gitu hati-hati di jalan ya, mas."ucapnya lalu berjalan menghampiri suaminya. Aisyah mengambil pelan tangan suaminya dan menciumnya. Tak lama,Arshad langsung menarik lagi tangannya.
"Assalamualaikum. "ucap Arshad lalu pergi meninggalkan Aisyah.
"Wa'alaikumussalam. "jawab Aisyah namun diam-diam dia mengikuti suaminya hingga depan pintu.
Arshad memasuki mobilnya,namun terheran melihat kotak makan di kursi samping kemudi.
"Kotak makan?"tanyanya pada diri sendiri. Namun dia menyadari sesuatu. Dia langsung menoleh ke pintu rumah yang kini terlihat seorang perempuan dengan balutan hijabnya sedang tersenyum sambil mengacungkan jempolnya. Manis memang senyum itu. Arshad pun sempat tertegun namun dengan cepat dia hilangkan pikirannya itu.
Arshad langsung meninggalkan rumah tanpa mempedulikan lagi Aisyah yang masih tersenyum padanya. Setelah mobil Arshad meninggalkan rumah,senyum Aisyah makin lama makin pudar. Setetes air mata pun jatuh.
Aisyah pun langsung kembali ke dalam untuk sarapan. Hari ini mungkin akan lebih baik jika dia pergi kuliah. Hitung-hitung untuk mengalihkan fokusnya pada masalah rumah tangga yang baru dijalinnya ini.
.
.
.
Setiba di kantor. Arshad sama sekali tidak fokus pada pekerjaannya. Fokusnya kini masih tertuju pada kotak makan yang ada di mejanya. Rasa penasarannya memuncak dan dia memutuskan untuk membuka kotak makannya.
Baru saja membuka kotak makan itu,wangi makanan itu membuat ***** makannya memuncak. Dia melihat bubur ayam kesukaannya. Senyum pun terbit di wajahnya. Namun tiba-tiba dia ingat siapa yang membuat bubur ini. Raut wajahnya pun berubah lagi menjadi dingin. Namun dia melihat sebuah kertas yang tertempel di sisi kotak makan itu.
'Aku tau kamu gak akan mau sarapan di rumah. Jadi aku buatin bubur ayam buat kamu. Ummi bilang bubur ayam itu makanan favorit kamu. Semoga kamu suka,ya. Tapi kalau kamu gak mau makan bubur itu,gak apa-apa kok. Asalkan jangan di buang. Mendingan kasih ke karyawan atau teman kamu aja. Selamat kerja.'
Arshad kembali memandang bubur itu setelah membaca kertas itu.
"Wah, bau apaan nih?enak bener."gumam Rio,asisten sekaligus sahabat Arshad. Arshad pun menatap Rio.
"Wah,bubur ayam... kok gak lo makan? Enak nih pasti."ucap Rio lagi.
"Gak ***** makan gue. Kalau mau ambil aja."tawar Arshad. Terlihat binar bahagia di wajah Rio mendengar itu.
"Lo serius?tumben mau bagi-bagi bubur ayam. Biasanya lo makan sendiri."ucap Rio yang masih kurang yakin.
"Iya... mau atau enggak?gue kasih juga nih lama-lama sama yang lain. Bawel banget lo."cetus Arshad.
"Ya udah deh,buat gue nih ya."ucap Rio sambil mengangkat kotak makan itu dari meja milik Arshad. Namun sambil terangkatnya kotak makan itu,wajah Arshad juga ikut terangkat bahkan lehernya pun ikut memanjang dengan mata tetap tertuju pada bubur yang lama kelamaan semakin menjauh.
Ada rasa heran,lucu dan iba melihat Arshad yang seperti itu. Rio menggigit bibir bawahnya menahan tawa melihat kelakuan sahabatnya itu.
"Itu leher lo gak sakit kayak gitu?"tanya Rio dan langsung membuat Arshad mengatur posisi duduknya menghadap laptopnya. Pura-pura fokus kerja.
"Gue cuma peregangan leher aja. Udah sana makan!"perintah Arshad beralasan. Rio sudah dewasa untuk menyadari alasan konyol sahabatnya itu. Dasar Arshad.
"Ya udah kalau gitu. Gue makan nih ya."goda Rio dan duduk di sofa ruangan itu. Rio menghirup wangi bubur yang benar-benar sangat lezat itu. Lalu mengambil sendok dan mulai menyantap bubur itu. Suapan pertama membuat senyum lebar tertera di wajahnya. Bubur itu benar-benar enak.
Itu semua tentunya tidak luput dari pandangan Arshad. Arshad kini sudah menggigit bibir bawahnya sambil menahan rasa inginnya untuk mencicipi bubur itu. Kini dia benar-benar menyesalinya karena terlalu gengsi untuk memakan bubur itu. Dia benar-benar menyesal sekarang.
Ya Allah, kini bolehkah jika dia berharap agar bubur itu kembali padanya?
"Lo gak berencana untuk pergi honeymoon ? Ke Jepang?ke Paris atau ke Korea mungkin?"
Arshad menghela nafas kasar,"gua gak kepikiran untuk honeymoon sekarang. Lo tau sendirilah kerjaan gue numpuk dan gak bisa di tinggal."bohong Arshad. Padahal memang dia tidak ingin pergi.
"Apa gunanya gue kalau gak bisa bantu bos ? Lagian juga lo ada-ada aja baru aja semalam nikah,sekarang udah kerja aja."
Arshad hanya menggidikkan bahu. Rio pun juga ikut tak peduli dan kembali memakan bubur.
TOK
TOK
TOK
Fokus Arshad teralih pada pintu ruangannya yang di ketok. Begitu pun dengan fokus makan Rio.
"Masuk!"perintah Arshad.
Tak lama,seorang wanita yang lumayan cantik masuk ke dalam ruangan. Dia adalah salah satu karyawan Arshad.
"Ada apa Jessica?"tanya Arshad.
"Saya ada perlu dengan Pak Rio,pak." jawab Jessica.
"Ada apa?"tanya Rio.
"Ada yang mencari bapak dan sedang menunggu di ruangan bapak."
"Ok saya ke sana sekarang."ucap Rio lagi dan berjalan ke pintu. Namun langkahnya terhenti sejenak sambil memandang Arshad.
"Tolong jagain bubur gue bentar ya. Gue gak lama kok."pinta Rio.
'Enak aja bilang itu bubur lo. Itu bubur gue kali.'ucap Arshad membatin.
"Iya gue jagain. Lo tenang aja."ucap Arshad,lalu Rio pergi meninggalkan ruangan Arshad. Senyum Arshad pun melebar seraya mendekati sofa. Di lihatnya bubur ayam yang kini tinggal separuh. Namun tidak masalah. Yang penting dia bisa merasakan bubur itu. Seenak apa sih sebenarnya,sampai-sampai Rio begitu memujinya?
Ternyata Allah benar-benar mendengar doanya hingga dia bisa mendapatkan kembali bubur ayamnya.
Arshad melahap bubur itu. Baru sendok pertama. Arshad tertegun. Bubur itu benar-benar enak. Entah karena lapar atau memang enak. Tapi itu tidak penting. Yang penting sekarang adalah dia harus melahap bubur itu hingga habis sebelum Rio kembali. Jujur saja,dia merasa seperti pencuri sekarang padahal bubur itu memang miliknya. Eh masih miliknya tidak ya?kan sudah dia berikan tadi. Ah,bodo amat.
○●○●○●
Aisyah berjalan menyusuri halaman kampus sambil menatap sekitarnya. Berharap menemukan sahabatnya,Alika Rahardi. Tapi kenapa tidak ketemu juga?batinnya.
"Aisyah!!!"teriakan suara cempreng itu mengalihkan pandangan Aisyah dan membuat Aisyah menatapnya.
Dia Alika yang sejak tadi di carinya. Alika berlari menghampiri Aisyah.
"Kamu ku...kuliah?"tanyanya dengan nafas tersengal.
"Assalamualaikum..."salam Aisyah sambil tersenyum.
"Wa'alaikumussalam... sorry lupa ucapin salam tadi."ucap Alika.
"Gak apa-apa. Yang penting lain kali biasakan salam dulu..."
"Iya...kamu kok udah kuliah sih?baru aja kemaren kamu nikah."
"Aku...bosan aja di rumah. Lagian mas Arshad harus ke kantor karena ada yang harus di urus. Jadi aku kuliah deh."
"Ohhh kalau tadi malam gimana?"tanya Alika yang Aisyah tau bahwa pertanyaan itu bertujuan untuk menggodanya.
"Apaan sih?udah deh jangan bahas itu. Aku minta sama kamu jangan bilang sama siapa pun tentang pernikahanku."pinta Aisyah. Alika bingung dan mengerutkan keningnya.
"Emangnya kenapa?kamu masih belum siap melepas masa lajang kamu?"tanya Alika yang tentu saja merasa aneh dengan ucapan Aisyah.
Sedangkan Aisyah berpikir keras untuk mencari alasan. Apakah dia harus jujur tentang rumah tangganya? Tentu saja dia ingin semua orang tau bahwa dia sudah memiliki pendamping hidupnya. Namun apa daya jika suaminya tidak menginginkan itu.
"Aku...cuma gak pengen jadi bahan gosip aja. Kamu kan tau sendiri gimana anak kampus kalau bergosip. Jadi buah bibir itu gak enak."elak Aisyah.
"Alasan kamu konyol tau gak. Apa yang salah dengan pembicaraan kalau kamu sudah menikah?justru kalau mereka tau kamu udah nikah,cowok -cowok gak akan ada yang macam-macam sama kamu di kampus."
"Ih kamu tuh ya,udah turutin aja kata aku apa susahnya sih?udah ah,aku mau ke kelas aja."Aisyah langsung pergi meninggalkan Alika di sana yang masih terlihat bingung. Dia tau bahwa Aisyah sedang menutupi sesuatu darinya. Tapi apa? Kepo nya Alika sekarang kumat karena sikap aneh Aisyah.
.
.
.
Rio kembali ke ruangan Arshad dan melihat bahwa bubur itu sudah lenyap tanpa sisa. Satu-satunya orang yang ada di sana saat dia pergi tadi hanya Arshad. Sedangkan tersangka utama sekarang malah terlihat fokus pada pekerjaannya. Entah memang fokus atau pura-pura fokus?
Arshad menyadari ada sorotan mata tajam yang tertuju padanya lalu membalas tatapan itu.
"Kenapa? Ada yang salah?"tanya Arshad dengan tampang wajah tanpa dosanya.
"Lo yang habisin bubur gua ya?"tanya Rio mengintimidasi.
"Asal nuduh aja lo. Buat apa gue makan bubur sisa?lo kira gua gila apa?paling juga itu kucing yang ngabisin. So'uzon mulu lo."cetus Arshad.
"Kucing apaan?dari dulu sampai sekarang gua gak pernah lihat ada kucing di kantor. Kucing berjas maksud lo?Ar,nih ya kalau lo gak ikhlas ngasih bubur itu ke gua,bilang aja. Gak usah bohong. Kalau gini kan bubur gua gak jadi masuk perut semua."
"Masih aja nuduh gua. Bukan gua yang ambil. Ralat ya,itu bubur punya gua. Bukan lo. Udah sana balik kerja!ganggu konsentrasi gua aja lo."
"Ok. Kalau gitu gua balik kerja dulu. Tapi hati-hati ya,nanti hidung lo pesek baru tau rasa lo karena bohong."ucap Rio sambil berlalu pergi.
"Dimana-mana panjang kalau bohong!dasar..."teriak Arshad.
Ponsel Arshad berbunyi. Itu dari seseorang. Saat melihat nama yang tertera di layar ponselnya, Arshad tersenyum dan langsung mengangkat teleponnya.
"Halo sayang. Ada apa?tumben nelepon."tanya Arshad pada lawan bicaranya.
"Aku pengen ketemu sama kamu."ucap orang diseberang sana langsung to the points.
"Loh,kok tiba-tiba?"
"Ada yang mau aku omongin sama kamu. Tapi gak bisa di telepon. Kamu bisa kan?"
"Bisa sih. Tapi aku masih ada kerjaan sekarang. Gimana kalau nanti aja pas makan siang?kita ketemuan di cafe tempat biasa,ya."
"Ya udah kalau gitu. Kamu yang semangat ya kerjanya. See you ..."
"See you..."
Arshad kembali fokus pada pekerjaannya. Bertemu dengan orang terkasih memang semangat baru untuknya.
.
.
.
Aisyah dan Alika pun keluar setelah kelas selesai. Mereka memutuskan untuk ke cafe. Jujur,Alika masih kepo dengan sahabatnya ini. Dia yakin ada yang ditutupinya. Dan semoga di cafe nanti Aisyah mau cerita semuanya.
Mereka pun sampai di cafe milik teman mereka. Kesha namanya. Dan kini mereka bertiga duduk di tempat yang agak pojok. Alika sengaja,supaya nanti Aisyah lebih nyaman curhatnya.
"Ih,udah lama loh kalian gak ke sini. Aku kan jadi kangen. Aku juga udah seminggu cuti kuliah."lirih Kesha.
"Kangen apaan?kemaren kan kita ketemu di nikahannya Aisyah."cetus Alika.
"Maksudku kangen ngumpul bareng gini loh Alikaku sayang..."timpal Kesha.
"Makanya yang jelas."balas Alika lagi.
"Syah,gimana mas Arshad?"tanya Kesha.
"Alhamdulillah dia sehat."jawab Aisyah sekenanya.
"Bukan itu,dia orangnya romantis gak?"tanya Kesha lagi.
"Romantis kok."jawab Aisyah terlihat ragu dan membuat Kesha menatapnya bingung.
"Cuma...cuma belum apa aja... apa namanya... belum begitu romantis aja. Mungkin karena masih baru atau gimana gitu..."sambung Aisyah karena menyadari tatapan kedua sahabatnya.
"Kamu ada masalah?"tanya Kesha.
Aisyah pun langsung membulatkan matanya menatap Kesha.
"Benar kan?kamu juga ngerasa ada yang disembunyikan Aisyah kan?dari tadi tuh aku memang ngerasa ada yang aneh tapi dia gak mau ngomong apa pun sama..."
"Shut! Kamu tuh cerewet banget tau gak. Kita ngomong baik-baik aja. Gak harus dipaksain."cetus Kesha memotong omongan Alika lalu kembali menatap Aisyah yang kini tengah menunduk. Tak mempedulikan Alika yang kini menggerutu tak jelas.
"Syah,kamu gak apa-apa kan?cerita dong syah kalau ada masalah..."tanya Kesha lembut.
"Aku baik-baik aja kok..."jawab Aisyah tersenyum palsu. Seperti dipaksakan.
"Syah,kamu itu bukan pembohong. Jadi jangan berusaha bohong sama aku."ucap Kesha.
"Benar. Jangan kayak gini..."timpal Alika yang sudah fokus lagi.
Aisyah semakin menunduk dan terisak kecil.
"Cerita syah ke kita... kita ini sahabat kamu."ucap Alika.
"Kita sahabat."tambah Kesha meyakinkan.
"M...mas...mas Arshad gak terima dengan pernikahan ini. Dia gak mau nganggap pernikahan ini dengan serius."ucap Aisyah dengan terisak.
"WHAT!?"tanya Alika dan Kesha terkejut.
"Gak...gak terima gimana maksud kamu?"tanya Alika.
Aisyah pun menceritakan semua yang terjadi tadi malam kepada kedua sahabatnya. Bahkan sesekali Alika dan Kesha pun ikut meneteskan air matanya. Begitu berat yang di alami Aisyah. Kenapa sahabat mereka ini bisa mendapatkan cobaan seperti ini? Ini bukanlah cobaan yang bisa dengan mudah di lewati dan diselesaikan. Karena ini tentang pernikahan.
"Aku bakal bikin perhitungan sama dia. Bisa-bisanya dia memperlakukan kamu kayak gitu. Kalau emang dia gak setuju dengan pernikahan ini,seharusnya bilang dari awal."gerutu Alika.
"Mas Arshad benar-benar keterlaluan."ucap Kesha.
"Sekarang aku mohon sama kalian jangan lakuin apa pun. Insyaallah aku akan menyelesaikan masalah ini dengan cara aku. Kalian cukup dukung aku aja."ucap Aisyah.
Alika dan Kesha mengangguk pelan. Masih berat rasanya untuk tidak ikut campur. Karena ini benar-benar akan membuat Aisyah menderita. Tapi mau bagaimana lagi, Aisyah lah yang minta mereka untuk tidak ikut campur. Yang pasti mereka akan selalu menjadi pendukung dan penyemangatnya yang berada digaris depan.
"Ya udah,tapi kalau kamu udah gak sanggup lagi,aku dan Alika siap untuk bantu kamu apa pun itu."
"Makasih. "ucap Aisyah sambil menggenggam kedua tangan sahabatnya.
Tak lama,dia melihat seorang pria tampan masuk ke cafe seperti mencari-cari sesuatu atau lebih tepatnya adalah seseorang. Senyum merekah pun ditampilkan pria itu saat menemukan orang yang dicarinya. Pria itu adalah Arshad yang tengah menghampiri seorang wanita cantik dengan pakaian sopan namun tanpa hijab. Seketika hati Aisyah bergetar dan terasa sesak.
'Apa lagi ini ya Allah.?' batin Aisyah.
Arshad duduk dihadapan seorang wanita cantik yang sudah mengisi hatinya selama hampir dua tahun ini. Namun raut wajahnya terlihat tidak bersemangat.
"Hai!"sapa Arshad dengan senyumnya dan hanya dibalas senyum yang dipaksakan oleh wanita itu.
"Permisi. Mau pesan apa,mas?"tanya pelayan yang menghampiri mereka.
"Green tea no sugar."jawab Arshad.
"Kalau begitu harap tunggu sebentar. "
Arshad mengangguk dan kembali menatap wanita yang ada dihadapannya.
"Laras... kamu kenapa?"tanya Arshad pada wanita yang ternyata bernama Laras.
"Aku pengen kita mengakhiri hubungan ini."jawab Laras dengan menatap Arshad.
"Apa?!tapi kenapa?alasannya apa?"tanya Arshad tak terima.
"Kamu tau alasannya,Ar. Itu pertanyaan yang gak seharusnya kamu pertanyakan. Kamu_sudah_beristri."jawab Laras dengan penuh penekanan.
Arshad menghembuskan nafas kasar.
"Istri yang gak dianggap maksud kamu? Lagian apa masalahnya?itu bukan pernikahan yang aku inginkan. Ummi yang paksa,sayang."ucap Arshad.
"Tapi aku gak mau dicap sebagai wanita perusak rumah tangga orang."
"Siapa yang bilang kayak gitu?"
"Mungkin bukan sekarang. Tapi gak tau nanti atau kapan pun itu,kalau kita tetap berhubungan. Aku gak bisa. "
"Tapi aku juga gak bisa putus."
"Aku gak mau disebut perusak hubungan kamu dengan istri kamu."
"Wanita itu yang merusak hubungan kita. Dia datang ke kehidupan aku tanpa diminta dan tanpa aku rencanakan. Mengambil posisi yang seharusnya jadi milik kamu. Apa lagi namanya kalau bukan perusak?"
Laras hanya menatap Arshad dengan tatapan sayu.
"Aku pasti akan menceraikan dia. Tapi bukan sekarang. Aku juga harus punya alasan yang kuat untuk bisa menceraikan dia. Aku harap kamu bisa tunggu. Please..."pinta Arshad dan menggenggam tangan Laras.
Laras mengangguk dan tersenyum menatap Arshad. Mungkin dia memang harus bersabar. Dan menunggu.
Suasana sudah terlihat tenang sekarang dan Arshad juga sudah meminum green tea miliknya yang baru datang. Namun tiba-tiba sebuah suara sedikit gaduh di dekatnya mengalihkan fokusnya. Di situ terlihat seorang wanita sedang minta maaf kepada pelayan yang mengantar minuman tadi. Sepertinya wanita itu tak sengaja menabrak pelayan itu.
Namun bukan itu yang penting. Wanita yang meminta maaf itu ternyata Aisyah. Terlihat kini dia yang berusaha menghentikan air matanya. Arshad benar-benar kaget bahkan spontan berdiri.
Aisyah berlari keluar cafe dan disusul oleh dua orang wanita lagi.
'Dia denger semuanya?' tanya Arshad membatin. Dia merasa sangat bersalah sekarang. Tapi bukankah itu bagus?dengan begitu Aisyah mungkin akan sadar bahwa pernikahan ini adalah hal yang percuma.
'Walaupun gua berpikir itu hal yang bagus, tapi tetap aja itu pasti menyakitkan untuk Aisyah. Gua harus gimana?' tanya Arshad lagi, membatin .
"Sayang,kamu kenapa?kamu kenal sama cewek itu?"tanya Laras yang terheran melihat tingkah spontan Arshad. Laras tidak tau tau bahwa cewek itu adalah istri Arshad karena memang ia tak datang saat pernikahan Arshad kemarin.
Arshad pun kembali duduk dan berusaha tersenyum.
"Gak usah dipikirin. Oh iya,gimana sama butik kamu?lancar?"tanya Arshad mengalihkan pembicaraan.
"Lancar... kamu tau gak sih sayang? Kemaren itu ada customer yang bandel banget..."Laras terus bercerita tanpa tau bahwa sebenarnya fokus Arshad bukan padanya. Arshad masih dilingkupi rasa bersalah.
'Gimana cara gua minta maaf?' tanya Arshad membatin dan sesekali menatap keluar cafe walaupun orang yang diharapkanya terlihat sudah tidak ada lagi di sana.
.
.
.
Sudah pukul lima sore dan Arshad sudah pulang dari kantor. Agak ragu memang untuk pulang. Karena rasa bersalah tadi. Semoga aja Aisyah tidak terlalu menanggapi semua yang dikatakan Arshad tadi. Karena itu sangatlah... ah,Arshad tidak bisa berkata-kata lagi sekarang.
Arshad berjalan masuk ke rumah dengan stay cool-nya. Mencoba untuk tenang. Baru saja masuk dan hendak pergi ke lantai atas karena kamarnya ada di lantai atas,Arshad dikejutkan oleh suara pecahan kaca yang berasal dari ruang makan. Arshad pun pergi ke sana untuk melihat apa sebenarnya yang terjadi.
"Astaghfirullah, Bi Nah gak apa-apa?ada yang luka?"tanya seseorang dari arah ruang makan saat Arshad hampir sampai. Nada bicaranya terdengar sangat khawatir.
"Gak apa-apa kok,mbak. Biar bibi bersihin pecahan kacanya dulu."jawab Bi Nah.
"Enggak,Bi Nah duduk aja. Biar aku yang beresin. Bi Nah kan gak pakai kaca mata,takutnya nanti luka karena gak lihat dengan jelas. Biar aku aja ya..."cegah Aisyah.
"Serius, mbak?"
"Iya, bi...."
Aisyah membersihkan pecahan kaca itu dan memastikan bahwa sudah tidak ada lagi pecahan atau serpihan kaca lagi. Namun saat melihat Arshad sedang memperhatikannya tak jauh dari sana,Aisyah langsung tersenyum.
Arshad sempat merasa aneh. Senyum Aisyah terlihat tulus. Tak ada rasa benci di matanya bahkan terlihat seperti tidak ada beban. Wanita ini memang merasa biasa saja atau berusaha terlihat biasa saja?batin Arshad.
"Kamu udah pulang?mau aku bikinin apa?teh atau kopi?"tawar Aisyah.
"Te_teh aja. "jawab Arshad masih gugup lalu berlalu pergi menuju kamar.
"Dia tadi dengar atau enggak sih sebenarnya?"gumam Arshad saat menaiki tangga.
Setelah beberapa lama,Aisyah pun pergi ke kamar dengan membawa teh dan meletakanya di atas nakas. Aisyah tidak melihat keberadaan Arshad di sana. Dimana dia? Saat akan pergi,Aisyah mendengar suara air dari kamar mandi. Berarti Arshad sedang mandi.
Aisyah pun pergi ke meja rias untuk mengambil ponselnya. Tadi siang saat pulang ke rumah,dia mendapatkan telepon dari kakak laki-lakinya. Namun karena masih merasa kacau dia tidak mengangkat panggilan itu.
Saat hendak menghubungi kembali,terdengar suara pintu di buka. Ternyata Arshad sudah selesai. Arshad terlihat memakai baju kokoh dan sarung. Ya sebentar lagi waktunya shalat maghrib.
Melihat keberadaan Aisyah di sana,membuat Arshad sedikit gugup karena rasa bersalah tadi. Sedangkan Aisyah hanya menatap ponselnya dan hendak berjalan keluar kamar.
"Aisyah..."panggil Arshad dan menghentikan langkah Aisyah. Aisyah pun berbalik menatap Arshad dengan senyum yang tulus. Dalam hatinya,dia terus berusaha tenang. Dia tau apa yang akan dibahas suaminya setelah ini.
"Ka...kamu...kamu dengar yang tadi di cafe?"tanya Arshad terlihat tidak nyaman. Aisyah tersenyum lagi dan mengangguk pelan.
"Kalau kamu mau marah gak apa-apa kok. Aku memang pantas di pukul karena sudah menyakiti perasaan kamu. Sebagai laki-laki seharusnya aku lebih gentle."ucap Arshad.
"Awalnya aku memang marah. Gak ada perempuan yang ingin melihat suaminya bersama perempuan lain apalagi membicarakan keinginan bercerai."ucap Aisyah.
"Gak ada perempuan yang tahan saat melihat suaminya ternyata mencintai perempuan lain. Saat itu aku merasa hancur. Tapi aku sadar akan satu hal. Aku gak mau egois."lanjut Aisyah. Arshad mengerutkan keningnya. Ada rasa sesak yang menghinggapi hatinya. Ada apa ini?batinnya. Dia tau kalau sekarang Aisyah berusaha menahan air matanya. Terlihat dari getaran dari suaranya.
"Kamu tau salah satu hal yang bisa menghancurkan manusia itu apa?"tanya Aisyah dan Arshad hanya diam menatap Aisyah.
"Keegoisan."jawab Aisyah. "Segala hubungan yang didasari dengan keegoisan,gak akan ada artinya. Setiap manusia pasti ingin memiliki sesuatu yang harus dia dapatkan dengan cara apapun. Aku juga seperti itu. Aku ingin memiliki kamu sebagai suamiku seutuhnya. Tapi satu hal yang membuat aku sadar. Aku gak bisa maksain hati kamu. Awalnya aku ingin mempertahankan kamu,tapi akhirnya aku hanya bisa memilih untuk bertahan..."akhirnya air mata Aisyah pun lolos juga. Benar-benar sesak rasanya. Bukan hanya Aisyah yang merasakan sesak di hatinya,tapi juga Arshad. Entah kenapa?
"Hiks...hiks...aku akan bertahan untuk semua ini. Membiarkan semuanya mengalir. Dengan harapan suatu saat nanti kamu bisa menerimaku. Kalau suatu saat nanti kamu benar-benar gak tahan dengan semua ini, kasih tau aku. Aku pasti akan melepaskan kamu. Karena aku gak mungkin egois,aku gak mau bahagia sendirian karena tetap mempertahankan kamu padahal kebahagiaan kamu itu adalah... Laras."ucap Aisyah menyebut nama Laras dengan susah payah.
"Ya udah sekarang mas Arshad siap-siap ya,bentar lagi maghrib. Nanti pulang dari masjid,aku siapin teh lagi. Pasti sekarang tehnya udah dingin deh. Aku ke dapur dulu,beres-beres. "ucap Aisyah lalu pergi meninggalkan Arshad yang kini mematung. Tanpa sadar,Arshad meneteskan air matanya. Setelah sekian lama dia tidak pernah menangis lagi. Sekarang dia menangis karena seorang wanita bernama Aisyah yang kini menyandang status sebagai istrinya.
Arshad memegang dada sebelah kirinya dan sedikit menekannya. Benar-benar sesak terasa.
"Ada apa denganku?"tanya Arshad.
Setelah kejadian itu,yang ada hanya keheningan. Saat makan malam,saat di kamar,semuanya hening. Tak ada yang bicara. Arshad merasa sangat tidak nyaman dengan keadaan yang seperti ini.
"Apa yang harus aku lakukan? Aku benar-benar sangat tidak nyaman."gumamnya tapi masih bisa di dengar Aisyah. Aisyah yang tadinya sibuk dengan ponselnya sambil bersandar di kepala tempat tidur,langsung melihat ke arah Arshad yang duduk disampingnya.
"Kalau kamu gak nyaman,aku bisa pindah ke kamar lain kok,mas."ucap Aisyah,lembut.
"Bu...bukan gitu maksud aku. Aku gak nyaman dengan suasana hening kayak barusan. Canggung rasanya."tutur Arshad.
"Sama,aku juga. Entah kenapa setelah kejadian tadi,kita jadi diam-diaman kayak gini. Ya udah kalau gitu,aku tidur duluan ya,mas. Supaya gak canggung lagi. Selamat malam."
"Malam."
Aisyah mematikan lampu tidur yang ada di atas nakas samping tempat tidurnya. Lalu tertidur membelakangi Arshad setelah berdoa. Arshad hanya tersenyum melihat Aisyah yang sudah tertidur padahal baru saja dia berbaring.
"Maaf Aisyah. Aku tau betapa sakitnya perasaan kamu. Kamu terlalu baik untukku. Aku tidak pantas atas dirimu. Aku bagai seorang penjahat sekarang. Selamat tidur, ku do'akan kebahagiaan untukmu. "ucap Arshad dan memilih untuk tidur juga. Sedangkan Aisyah meneteskan air matanya dengan mata yang masih tertutup. Ya,dia mendengar semuanya.
'Mendo'akan kebahagiaan yang seperti apa? Kebahagiaan yang kamu maksud ada di tangan kamu. Kalau kamu menerimaku,itu sudah jadi satu hal yang membahagiakan untukku.' batin Aisyah.
.
.
.
Paginya,saat Aisyah sudah selesai menata nasi goreng di meja makan,tak lama setelah itu akhirnya Arshad turun dan duduk di ruang makan. Jujur saja,Aisyah merasa sedikit terkejut,dia berpikir Arshad mungkin akan langsung ke kantor seperti kemarin.
"Kamu buat sarapan apa?"tanya Arshad.
Aisyah masih belum sadar dari keterkejutannya dan hanya menatap Arshad.
"Aisyah..."tegur Arshad.
"Iya?mas tadi bilang apa?"tanya Aisyah saat tersadar dari lamunannya.
"Kamu buat sarapan apa?"ulang Arshad.
"Na...nasi goreng mas. Mas suka nasi goreng?"tanya Aisyah.
"Tergantung rasanya."jawab Arshad sambil mengangguk.
Aisyah pun mengambilkan nasi goreng untuk Arshad dan menunggu Arshad memakannya.
Aisyah terus menatap Arshad yang memasukan nasi goreng tersebut ke mulutnya. Apakah enak?batinnya.
Arshad mengernyitkan keningnya dan menatap Aisyah yang menunggu kritikannya.
"Ini kamu yang buat?"tanya Arshad.
Aisyah mengangguk antusias. "Enak ya?"tanya Aisyah.
"Yaaa yang penting masih bisa dimakan."ucap Arshad dan kembali menyantap nasi gorengnya. Aisyah yang mendengar jawaban itu,langsung lesu karena merasa masakannya tidak sesuai dengan selera Arshad.
Arshad melirik Aisyah yang juga mulai menyantap nasi gorengnya. Arshad menahan tawanya melihat ekspresi Aisyah. Aisyah terlihat tidak mood untuk makan. Seketika Arshad langsung tertawa lepas karena sudah tidak tahan lagi melihat wajah lesu Aisyah.
"Hahahah."tawa Arshad.
Aisyah menatap malas ke arah Arshad sambil mengernyitkan keningnya.
'Mas Arshad ngejek masakan aku?tega banget...' batin Aisyah.
"Aku cuma bercanda Aisyah... nasi gorengnya enak kok. Banget malah."ucap Arshad masih terkekeh.
"Bisa aja bercandanya. Oh iya,bubur kemaren gimana?"
"Enak kok. Kamu kok bisa sih bikin bubur seenak itu?belajar dari mana?"
"Mungkin karena aku sering belajar bikin bubur kali. Bubur itu adalah masakan pertama yang aku pelajari dari kecil. Aku terobsesi banget buat bikin bubur yang enak cuma untuk nyenengin hati seseorang. Tapi sayangnya waktu aku sukses bikin bubur yang enak,dia malah pergi ninggalin aku."ucap Aisyah.
"Seseorang?cowok?siapa dia?cinta pertama kamu ?"tanya Arshad yang terdengar agak sinis.
"Iya..."Aisyah mengangguk senang.
"D...dia...ganteng?"
"Banget."jawab Aisyah cepat.
Arshad langsung minum air dan berdiri dari duduknya.
"Aku selesai,nasgornya gak enak."ucap Arshad.
"Hah?! Tadi katanya..."
"Kamu kuliah hari ini?"tanya Arshad dengan dingin,menyela ucapan Aisyah.
"Iya...ta...tapi masuk kuliah siang."jawab Aisyah.
"Oh... kalau gitu aku ke kantor dulu. Assalamualaikum. "
"Wa'alaikumussalam. "balas Aisyah sambil bersalim pada Arshad.
Sepergi Arshad,Aisyah terheran dan mengerutkan keningnya pertanda sedang berpikir.
"Aku salah ngomong ya?kok tiba-tiba sikap mas Arshad beda gitu?perasaan tadi baik-baik aja,deh."gumam Aisyah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!