Simon mengangkat tangan kirinya dan menarik lengan kemeja putih yang ia kenakan ke arah atas. Ia melirik angka pada jam tangan yang menunjukkan pukul sebelas siang. Ia mendesah berat.
“Tolong aku Bruno ... bisakah kau lebih cepat? Raja kerajaan Icengard akan mengamuk dan memusuhiku. Aku sudah sangat terlambat.”
Sopir bernama Bruno yang mendengar ucapan tuannya itu tersenyum kecil mendengar panggilan tuannya untuk putra kecilnya yang berumur 6 tahun.
“Saya sudah berusaha, Tuan, tapi saya harus mengutamakan keselamatan Anda,” ucap Bruno.
“Habislah aku, Bruno. Leon tidak akan mau bicara padaku lagi.”
“Anda selalu bisa membujuknya, Tuan.”
“Ya, tapi tetap saja ia akan menghukumku. Leon tahu aku tidak suka jika ia pergi ke Mansion Lucca. Ia akan meminta untuk diantarkan kesana, hanya sekedar untuk membuatku kesal.”
Bruno tersenyum lagi mendengar keluhan tuannya. Tuan Simon dan Tuan Lucca memang mempunyai hubungan yang sedikit aneh menurut Bruno. Itu mungkin disebabkan karena istri Tuan Lucca, Nyonya Marylin dulunya adalah mantan kekasih Tuan Simon. Nyonya Marylin adalah ibu dari Tuan kecil Leonard, putra kesayangan tuan Simon yang sudah berusia 6 tahun. Nyonya Marylin lalu bertemu tuan Alrico Lucca dan menikah, sedangkan tuan Simon masih melajang hingga saat ini.
“Kita tiba, Tuan.” Bruno membelokkan mobil masuk ke pelataran parkir sebuah taman kanak-kanak.
Mereka langsung menuju sebuah gedung besar di bagian belakang area itu. Gedung tempat aula pertunjukan. Begitu mobil berhenti, Simon bergegas keluar, namun ia berhenti melangkah ketika melihat segerombolan orang keluar dari arah dalam gedung.
Suara riuh anak-anak dengan balon di tangan yang satu dan tangan yang lain digandeng ayah atau ibu mereka terdengar berisik.
“Matilah aku,” bisik Simon.
Bruno yang sudah turun dari mobil sampai terkekeh geli mendengar ucapan tuannya.
Satu demi satu orang-orang yang keluar dari dalam gedung berjalan menuju tempat parkir. Seorang wanita yang menggandeng seorang anak perempuan yang memakai kostum bunga mendekat ke arah mobil yang parkir di samping mobil Simon.
Seorang pria yang mengiringi dua perempuan tersebut mengeluarkan kunci dari dalam kantong. Simon memberanikan diri bertanya pada pria tersebut.
“Maaf, Sir. Bisakah aku bertanya?”
“Oh, ya. Tentu saja,” jawab pria itu dengan ramah.
“Apakah pertunjukannya sudah selesai?” tanya Simon.
“Pertunjukannya sudah selesai sejak setengah jam yang lalu, tapi anak-anak melanjutkan dengan bermain. Jadi baru sekarang semuanya keluar dan pulang,” jelas pria tersebut.
“Oh ... terimakasih informasinya.”
“Ya.”
Simon memberi tanda pada Bruno agar menunggu. Ia akan mencari Leonard. Setidaknya ia bisa menjemput putranya itu meskipun tidak bisa menghadiri pertunjukannya. Simon tahu Leonard akan merajuk dan mungkin kecewa, karena Simon sebenarnya sudah berjanji untuk menghadiri dan menonton pertunjukan yang dikatakan Leonard sebagai pertunjukan hebat karena ia berperan sebagai seorang raja dari sebuah kerajaan bernama Icengard.
Simon berusaha melewati kerumunan orang-orang yang keluar dari dalam gedung dengan mata mencari-cari keberadaan putranya. Ia memandang berkeliling. kursi-kursi sudah mulai kosong, orang-orang berdiri mengantri untuk keluar dari ruangan pertunjukan. Simon tidak melihat keberadaan Leonard di manapun.
Di balik tirai pertunjukan, Leonard yang sudah berganti kostum dari pakaian seorang raja ke pakaiannya sendiri melihat keberadaan ayahnya. Kedua pipinya menggembung dengan mata berkilat-kilat marah. Ia memutuskan tidak mau pulang bersama sang ayah.
“Leon ... Apakah ayahmu belum datang juga?”
Leon berbalik dan menemukan ibu gurunya yang memandang dengan sorot sedih. kejengkelan bocah itu bertambah pada sang ayah karena membuat ibu guru kesayangannya mengasihaninya.
“Daddy ternyata tidak bisa hadir, Mam Ann.”
“Jadi bagaimana? Apakah kau mau Ibu antar pulang?”
Anna Geraldi, ibu guru yang biasa dipanggil Mam Ann oleh murid-muridnya itu menawarkan diri mengantarkan Leonard pulang. Ia tahu Leon kecil sangat kecewa karena sang ayah tidak datang ke pertunjukan yang bagi Leonard adalah pertunjukan besar karena dirinya yang berperan sebagai Raja.
“Tidak perlu, Mam. Paman Seth yang menjemputku, Nanny Lea juga pasti ikut menjemput. Leon pergi dulu, Mam. Kasihan jika mereka menunggu terlalu lama.”
Anna menganggukkan kepala, lalu seorang guru lain memanggilnya. Ia menatap terakhir kali pada Leonard.
“Hati-hati, Leon. Jika Paman Seth dan Nanny Lea belum datang, Leon jangan kemana-mana ya. Ibu yang akan mengantar Leon pulang,” ucap Anna.
Leonard mengangguk, lalu melambaikan tangannya dan secepat kilat berlari dari balik panggung. Ia tidak ingin terlihat oleh sang ayah.
Setelah melihat Leonard berlalu, Anna berbalik dan pergi ke arah temannya yang tadi memanggil. Ia belum lama mengajar di Taman Kanak-kanak tersebut, tapi ia sudah bertemu hampir semua orang tua murid di kelasnya, yang datang mengantar ataupun menjemput putra-putri mereka ketika sekolah. Tentu saja ia pernah bertemu Paman Seth atau Nanny Lea yang disebutkan oleh Leonard. Tapi dua orang tersebut belum pernah ia ajak mengobrol. berbeda dengan para ibu atau ayah yang akan menanyakan bagaimana hari anak-anak mereka selama di sekolah, Seth maupun Lea sepertinya bingung ketika ia mengajak mereka mengobrol. Seorang pria tua bernama Hamilton yang diduga Anna sebagai kakek dari Leonard juga pernah menjemput. Tapi mereka tidak sempat mengobrol lama karena Hamilton harus segera pergi dengan alasan mau membawa Leonard ke pertemuan keluarga.
Anna sempat beberapa kali melihat ayah dan ibu Leonard datang menjemput. Sebuah Limosin berhenti di depan sekolah saat itu, Anna melihat dari kejauhan ketika seorang pria turun disusul seorang gadis kecil yang sangat cantik. Keduanya menghampiri Leonard dan langsung berpelukan, lalu seorang wanita yang amat sangat cantik seperti model turun dari Limo sambil menggendong seorang anak perempuan yang mungkin baru berumur sekitar dua tahunan.
Anna tidak sempat mengajak orang tua Leon itu mengobrol. Ibu Leonard mungkin sedikit sibuk dengan dua balita yang harus ia urus, apalagi ayahnya, yang terlihat seperti seorang pengusaha sukses. Tentulah waktunya banyak tersita oleh pekerjaan, sehingga lebih sering Nanny Lea dan Seth yang menjemput anak itu.
********
“Ayolah Leon ... sampai kapan kau mau memarahi Daddy? Kita pulang dan bicarakan hal ini,” ucap Simon dengan nada membujuk.
“Jangan bicara dengan Leon,” ucap Leonard dengan dua pipi menggembung.
Dari kejauhan, Anna yang baru saja keluar gerbang sekolah mengerutkan kening melihat sosok Leonard yang berjalan sendiri di trotoar tak jauh dari gerbang sekolah. Beberapa langkah di belakangnya, seorang pria mengikutinya dengan amat perlahan, seolah mengatur jarak antara dirinya dengan Leonard, lalu di pinggir jalan, sebuah mobil berwarna hitam mengikuti mereka dengan sangat pelan. Tampak sangat mencurigakan di mata Anna.
Bila pria itu menangkap Leon dan memasukkannya ke mobil hitam dengan cepat, maka tidak akan ada yang tahu, pikir Anna lagi.
“Siapa pria itu? “ bisik Anna.
Sosok itu tidak tampak seperti Seth yang biasa menjemput Leon. Menuruti instingnya, Anna berjalan perlahan mengikuti pria itu, mengatur jarak aman agar tidak terlalu ketara kelihatan kalau ia membuntuti. Ia pura-pura berjalan sambil memainkan ponsel.
“Kau tahu, Leonard ... kau akan ditangkap dan diangkat paksa, lalu dimasukkan ke dalam mobil. Bruno akan membantu ....” Ucapan pria itu terdengar jelas oleh Ann, ia mengikuti keduanya dengan jarak makin dekat. Jantung Ann bertalu cepat. Pria itu sepertinya benar-benar akan menculik Leon.
Pikiran buruk menghantui Ann.
Anak seorang pengusaha kaya ... wajar saja jadi incaran penculik, pikirnya panik.
“Leon akan berteriak kalau Leon diculik!” teriak Leon.
Simon menyeringai, setidaknya putranya itu sekarang berhenti berjalan dan berbalik menghadap ke arahnya.
“Teriak saja, tidak akan ada yang mendengar, kita sudah lumayan jauh dari sekolah. Lagipula sekolahmu sudah sepi,’’ ujar Simon.
Leonard ganti menyeringai, ia sudah melihat keberadaan Mam Ann tak jauh di belakang ayahnya. Seketika anak kecil yang sedang jengkel tersebut ingin sekali mengerjai sang ayah.
“Daddy tangkap saja aku sekarang,” ucapnya dengan suara pelan. Berusaha agar kata-katanya jangan sampai terdengar ke telinga ibu gurunya.
Simon menyeringai. “Baiklah, bersiaplah untuk ditangkap!” ujarnya geli.
Ketika Simon bergerak cepat untuk menangkap putranya, Anna juga dengan cepat berlari mendekat. Ponselnya sudah ia masukkan ke dalam kantong, lalu kedua tangannya dengan cepat mengayunkan tas bahunya ke arah kepala Simon.
“Mau apa kau! Dasar Penculik!” seru Ann dengan garang.
NEXT
Cast : Leonard Bernard
>>>>>
From Author,
Hai readers, tetap seperti biasa klik like, love ,bintang lima dan komentar kalian ya. Jangan lupa juga vote untuk Pengantin Simon.
Biar makin greget, disaranin buat baca novel author Embrace Love dulu sebelum lanjut baca pengantin Simon, tapi bagi yang mau langsung baca ini sebenarnya gak papa juga sih😂😂
Terima kasih,
Salam, DIANAZ.
Simon mengangkat kedua tangannya ke atas, melindungi kepalanya dari pukulan tas melayang yang
dilakukan oleh seorang wanita yang sepertinya salah paham karena mengatainya sebagai penculik.
“Lepaskan anak itu! Atau akan kupanggil keamanan sekolah! Security! Security!” Anna berteriak sekuat tenaga.
Simon terlalu terkesima dengan kehebohan itu untuk dapat berkata-kata. Ia melepaskan Leonard yang juga nampak kebingungan ketika tadi melindungi kepalanya dari hantaman tas melayang.
Anna segera menarik Leonard yang terlihat bingung dan mengangkat anak enam tahun itu, dengan segera menggendongnya. Tak peduli bobot Leonard yang bisa saja membuat ibu guru yang tergolong bertubuh kecil itu sesak napas. Ia perlahan mundur dengan mata menyipit mengawasi pergerakan Simon.
Ketika melihat tuannya dipukul dengan tas, Bruno yang menyaksikan segera turun dari mobil, tapi dengan isyarat matanya, Simon menyuruh Bruno diam saja. Tangan Simon juga terangkat sebentar memberi tanda agar Bruno berhenti, isyarat agar jangan melakukan apapun.
Bruno menurut saja, ia menunggu drama apa yang akan terjadi selanjutnya. Beberapa detik kemudian, dua orang pria berpakaian seragam keamanan berlari mendatangi. Mereka mengenali Mam Ann yang tadi berteriak.
“Miss Ann, ada apa? Apa yang terjadi?” tanya petugas keamanan tersebut.
“Tangkap orang itu! Dia berusaha menculik salah satu murid kita! Untung saja saya melihat!”
Leonard yang mendengar ucapan ibu gurunya terlihat pucat dan berulang kali menelan ludah.
Simon tertawa dalam hati melihat putranya jadi kebingungan oleh sandiwaranya sendiri.
“Mam Ann, Leon bukan mau diculik, Leon ....” ucapan Leonard terhenti ketika melihat petugas keamanan meringkus ayahnya. Satu memegang lengan ayahnya dan menelikung lengan tersebut ke belakang, sedang yang satu lagi memasangkan borgol.
“Ada yang ingin kau katakan, Penculik Bodoh!? Kalau ada, katakan nanti di kantor polisi!” ucap petugas keamanan tersebut dengan nada garang.
Leonard makin pucat, matanya mulai berkaca-kaca. “Dad...,” isak Leonard.
“Shhh ... jangan menangis, Leon. Ibu akan segera mengantarkanmu pada Mom dan juga Daddy ya. Jadi jangan menangis,” bujuk Anna dengan nada lembut.
Simon hanya menatap putranya sambil tersenyum, ia malah mengerucutkan bibir dan mengeluarkan suara seperti memberi kecupan sebelum ditarik paksa oleh petugas keamanan.
Bruno yang masih berdiri di pinggir jalan hanya menatap dengan wajah datar. Bruno tahu tuannya itu sengaja. Jika ia mau bersuara, masalah itu akan beres, namun ia sepertinya memilih sengaja ditangkap. Bruno mengembuskan napas panjang.
Tuan Claude, Tuan Simon benar-benar butuh partner untuk menjaga Tuan Kecil. Lihatlah drama yang mereka berdua lakukan ini ....
Bruno mendesah dalam hati. mengadu kepada tuan Claude, kakak laki-laki tuan Simon yang dulunya adalah majikannya. Tapi sejak tuan Simon pindah ke Kota White Sand Bay, tuan Claude memintanya agar bekerja untuk adiknya. Bruno menurut dan akhirnya mengikuti tuan Simon ke White Sand Bay. Kenakalan dan kejahilan anak terakhir dari Keluarga Bernard itu sepertinya belum hilang sepenuhnya. Meskipun usianya sudah menginjak 31 tahun, bahkan Bruno merasa, kejahilan tuan Simon menurun pada putranya, tuan kecil Leonard.
********
Simon menelepon kakaknya. Ia jadi punya alasan untuk meminta Paman Hamilton datang lagi.
Simon merasa kakaknya Claude sangat cerewet, mengatakan kalau ia ingin melihat Simon bekerja tanpa didampingi Paman Hamilton. Claude ingin Paman Hamilton beristirahat. Ia ingin paman Hamilton menikmati masa pensiunnya di Mansion Keluarga Bernard bersama Catty istri Claude dan juga anak-anak Claude. Alasan yang menurut Simon dibuat-buat oleh Claude untuk menjauhkannya dari Paman Hamilton.
Simon rindu pamannya itu, Pria tua yang sudah seperti ayah baginya. Tangan kanan ayahnya dulu yang menjaga mereka layaknya anak sendiri setelah kedua orang tua mereka meninggal.
“Halo? Simon?” Suara Claude terdengar dari ponsel di telinga Simon.
“Claude ... kau harus membantuku, tolong aku ...,” ucap Simon dengan nada memelas.
“Kenapa? Ada apa?” tanya Claude. Seketika terdengar khawatir.
Simon menyeringai, dua kakaknya selalu mudah dibohongi. Apalagi bila mendengar suaranya yang kesusahan dan memelas. Claude yang gampang khawatir, dan Yoana kakak perempuannya yang masih selalu menganggapnya sebagai anak kecil. Keduanya sangat mudah ia tipu.
“Aku ditangkap polisi, Claude.”
“Apa! Kenapa!? Bagaimana bisa!?”
Seringai Simon makin lebar mendengar suara kakaknya yang terdengar panik.
“Aku dituduh melakukan penculikan ....”
“Apa! Bagaimana bisa!” teriak Claude, tidak sadar mengucapkan hal yang sama
“Kini aku di kantor polisi. Tolong katakan pada Paman Hamilton agar membantuku. Kirimkan Paman segera ke White Sand Bay ya ...,” bujuk Simon
“Sebenarnya siapa yang menuduhmu dan siapa yang kau culik?” tanya Claude.
“Ceritanya panjang. Hanya kesalahpahaman kecil. Kau tahu ... anak yang katanya akan kuculik itu tengah makan roti dan minum susu di pangkuan seorang wanita cantik. Ia bahkan sudah lupa kalau ia yang menyebabkan aku ada di kantor polisi,” ucap Simon. Ia memandang Leonard yang duduk dipangku oleh wanita yang tadi memukul kepalanya.
“Suruh pengacaramu membayar jaminannya Simon, lalu suruh ia bereskan masalahmu!”
“Iya. Sudah. Tapi aku tetap butuh Paman Hamilton ... Claude, tolonglah ...,’’ Simon mulai merengek.
“Baiklah, Bocah! Aku akan mengatakannya pada Paman.”
Simon tersenyum lebar, matanya berserobok dengan mata Leonard yang ternyata tengah menatap ke arahnya. Otomatis Simon mengedipkan sebelah mata pada putranya itu. Seketika Leon membalas dengan tersenyum, membuat Simon tahu Leon sudah melupakan perkara tidak hadir di pertunjukan hebatnya. Simon merasa lega, meski ia harus sedikit berurusan dengan kantor polisi. Itu sebanding dengan melihat senyum Leon lagi dan hilangnya kemarahan Leon.
Sebenarnya sejak tiba di kantor polisi, Leon sudah berulangkali mengatakan pada ibu gurunya, bahwa Simon adalah ayahnya, bukan penculik. Tapi ibu guru Leon yang cantik itu mengatakan bahwa ia mengenal sosok ayah Leon pada para polisi dan pria itu sama sekali tidak mirip dengan sosok Simon. Tentu saja para polisi lebih mendengarkan perkataan sang ibu guru daripada anak umur enam tahun.
“Semuanya sudah beres. Anda bisa pulang sekarang,’’ ucap Cade, pengacara Simon yang tadi ia telepon agar segera datang ke kantor polisi.
Simon memiringkan kepalanya, mengintip dari balik tubuh Cade ke arah tempat duduk wanita yang masih memangku Leonard. Wanita itu sedang mendongak, berbicara pada seorang polisi yang sepertinya memberitahukan tentang kebenaran identitas Simon, lalu wanita itu menunduk, menatap ke arah Leonard, mulutnya terlihat bergerak, entah apa yang diucapkannya pada putranya itu. Kepala Leonard mengangguk-angguk beberapa kali, lalu putranya itu juga mengatakan sesuatu pada ibu gurunya.
Simon tahu pasti kapan wanita itu menyadari kesalahannya. Mata jernih berwarna hijau tersebut bergerak mencari sosoknya. Mereka saling menatap, tiba-tiba Simon menyeringai ketika melihat tatapan malu dan meminta maaf di mata wanita itu.
Cade menoleh ke belakang dan melihat apa yang tengah diihat oleh Simon.
“Well ... kurasa Anda sengaja agar dibawa kemari. Bukan begitu?” tanya Cade.
Simon terkekeh. “Kau sungguh tahu pemikiranku, Cade.”
Cade menjawab dengan mendengus, membuat tawa Simon akhirnya bertambah kencang
NEXT >>>>
Cast : Simon Bernard
**********
From Author,
Hai readers, tetap seperti biasa klik like, love ,bintang lima dan komentar kalian ya. Juga vote untuk pengantin Simon. Makasih untuk dukungannya.
Terima kasih, Luv you....
Salam, DIANAZ.
Anna menggandeng Leon, menemui pria yang ternyata adalah ayah kandung Leon. Ia tiba di depan pria itu, senyum pria itu sudah terkembang sejak tadi. Anna yakin sekali pria itu menertawakannya.
“Mr. Bernard, aku benar-benar meminta maaf."
“Sudah dimaafkan, Ibu guru. Maaf ... Mam siapa kalau aku boleh tahu?”
“Oh, Aku Mam Anna. Anna Geraldi, Mr. Bernard.” Anna mengulurkan tangannya, memperkenalkan dirinya pada ayah Leonard.
Simon segera menyambut uluran tangan ibu guru tersebut, tetap dengan bibir penuh senyuman. Senyum yang entah kenapa tampak sangat jahil di mata Anna.
“Ah, panggil aku Simon. Aku malah berterima kasih Mam Anna, anak-anak sangat aman sekolah di Rainbow Kindergarten bila ibu gurunya semua seperti Anda, kuat dan siap melindungi keselamatan Anak-anak,” ucap Simon.
Semburat merah muncul di wajah Anna. Ia sama sekali tidak yakin kata-kata pria itu barusan adalah pujian, Anna malah merasa pria itu sengaja menyindirnya.
“Tapi kalau boleh, aku mau memberi saran. Lain kali, jika Anda benar-benar melihat kejadian penculikan, Anda sebaiknya mencari senjata yang lebih bagus. Balok kayu, tongkat bisbol atau batu ... pukulan tas Anda tidak sakit sama sekali,” ucap Simon sambil menyugar rambut hitamnya dengan sengaja di depan ibu guru Leon yang terlihat cantik itu.
“Aku akan mengingatnya Mr. Bernard. Walaupun aku rasa, Anda harusnya bersyukur kali ini aku tidak terpikir untuk memukul dengan tongkat bisbol. Kepala Anda mungkin sudah bocor dan perlu dijahit. Anda tidak hanya harus berurusan dengan kantor polisi, tapi juga dengan bagian gawat darurat,’ ’sindir Anna dengan bibir tersenyum manis.
Anna melihat kalau Mr. Bernard kembali akan membalas kata-katanya, tapi untunglah tangannya yang ditarik-tarik membuat perhatian Anna teralih. Ia menunduk dan menatap Leon yang masih memegang tangannya.
“Mam Ann, Mam pulang bersama Leon dan Daddy saja. Jangan pulang sendirian.” Leon mendongak dan menatap ibu gurunya dengan pandangan penuh harap.
“Tidak perlu, Leon. Mam bisa pulang sendiri. Kau pulanglah dengan ayahmu. Besok Mam tunggu di sekolah ya.”
Leon menggembungkan kedua pipinya mendengar penolakan Anna. Ia bersiap-siap untuk kembali merajuk pada sang ayah.
“Dad! Pokoknya kita harus mengantar Mam Ann pulang!” sungut Leon, meminta bantuan sang ayah, “kalau tidak, Leon tidak mau bicara lagi dengan Dad.”
Simon menaikkan kedua alisnya, lalu memandang Anna yang tampak mengernyit menatap ke arah Leon.
“Anda dengar ancamannya, Mam Ann. Biarkan saya mengantarkan Anda pulang. Lagipula Leon benar, Mam Ann. Berbahaya pulang sendiri, Anda bisa diculik,” ucap Simon sambil tersenyum geli, mengingatkan wanita itu atas kesalahpahaman yang terjadi tadi.
"Mam Ann tidak boleh menolak. Leon tidak akan pulang sebelum Daddy mengantar Mam pulang!” Ancam Leonard, namun dengan tersenyum manis dan membulatkan mata birunya dengan sempurna, tampak amat menawan dan menggemaskan. Simon memutar bola matanya melihat Leon yang memakai jurus andalannya untuk meminta sesuatu pada orang
lain, yang biasanya akan terkabul karena orang tersebut dibuat gembira dengan wajah tampan dan lucu putranya itu.
Benar saja, Mam Anna segera berjongkok agar tingginya sama dengan Leonard, lalu sambil tersenyum wanita tersebut mencubit pipi Leonard dengan gemas. “Baiklah, kali ini Mam akan menuruti keinginanmu,’’ ucapnya mengalah.
“Yes! Ayo Daddy! Kita pulang!” Bocah itu sudah akan berlari keluar dari kantor polisi ketika Simon menghadangnya, membuat langkah kaki Leon terhenti.
“Tunggu dulu! Leon harus berjanji satu hal dulu sebelum kita pergi,’’ ucap Simon dengan mata berkilau geli.
“Apa, Dad?”
“Jangan marah lagi dan jangan minta diantarkan ke tempat Mommy Mary!”
Leon tersenyum lebar, bocah itu sesungguhnya sudah memikirkan tentang ide itu ketika tadi ia merajuk dan ditemukan oleh ayahnya saat keluar dari gerbang sekolah.
“Jangan cuma tersenyum, Leon. Dad tidak akan kemana-mana kalau Leon tidak mau berjanji.”
Anna menatap datar pada Tuan Bernard yang menurutnya menggunakan cara licik untuk meredakan kemarahan putranya, padahal ia pantas untuk dimarahi dan diceramahi karena sudah berjanji akan datang ke pertunjukan anaknya, namun tidak menepati janji itu.
“Baiklah Dad. Leon tidak marah lagi,” ucap Leon, “ayo pergi, Dad.”
“Jangan menipu Daddy, Leon. Jangan hanya berjanji tidak akan marah lagi. Yang satu lagi bagaimana? ... soal Mansion Mommy Mary.’’
“Oh, baiklah! Leon tidak akan minta diantarkan ke tempat Mommy Mary!” sungut bocah itu.
Simon terkekeh, lalu menangkap Leon dan menggendongnya. “Itu baru putra kesayangan Daddy. Sekarang ayo kita pulang.’’
Setelah Leon menganggukkan kepalanya, Simon menoleh ke arah Anna.
“Ayo, Mam Ann. Kita pulang ke rumah,” ucap Simon sambil mengedipkan sebelah mata.
Anna mengernyit melihat sikap ayah Leon yang menurutnya terlalu sok akrab dan kata-katanya mengenai pulang ke rumah seolah mereka akan pulang ke rumah yang sama saja.
Mereka meninggalkan kantor polisi. Simon duduk di samping Bruno yang menyetir dan leon memilih duduk di belakang bersama Anna.
‘’Anda tinggal dengan siapa, Mam Ann?’’ tanya Simon
‘’Saya tinggal sendirian, Tuan Bernard.’’
‘’Kalau boleh tahu, berapa usia Anda?’’
Hanya keheningan yang menjawab ucapan Simon. Simon menoleh ke belakang dan tersenyum.
‘’Saya anggap Anda tidak mau menjawab pertanyaan satu itu.’’
Anna mengangguk dengan wajah datar, menatap Simon yang masih menoleh memandangnya.
‘’Kalau asal Anda? Anda pendatang juga di daerah ini atau memang lahir dan besar di sini? Kami sekeluarga adalah pendatang, dulu ayah dan paman saya melihat pulau ini sangat cantik sebagai kawasan wisata. Dengan pantai di satu sisi dan teluk di sisi yang lain, jadi mereka mencoba datang kemari. Meskipun tidak tinggal menetap.‘’
Anna tetap diam, ia tidak mau memulai percakapan apapun tentang kehidupan pribadinya. Itu adalah hal yang sangat tabu dibicarakan dengan orang asing. Di pulau ini ia hanya bisa memercayai Mrs. Sanders. Kepala sekolah dari Rainbow Kindergarten. Anna bersyukur Nyonya Luna tetangganya dulu berani
mengambil resiko membantunya, lalu mempertemukannya dengan Mrs. Sanders, meski
ia sangat khawatir dengan resiko yang akan mendatangi Nyonya Luna.
Anna jadi termenung, sudah berselang beberapa bulan sejak ia pergi dan keadaan sampai saat ini masih aman. Memberikan harapan di hati Anna, bahwa hidupnya kini benar-benar sudah bebas. Ia
punya pekerjaan dan bisa melanjutkan hidupnya dengan normal tanpa rasa takut.
Sejak pelarian Anna, Mrs. Sanders hanya sekali menghubungi Nyonya Luna, mencoba mengetahui
bagaimana keadaan sahabatnya itu, juga untuk mengobati rasa takut mereka, bayangan kalau Nyonya Luna terluka karena sudah membantu Anna. Tapi syukurlah semuanya aman.
Nyonya Luna mengatakan tidak ada yang terjadi, semuanya berjalan normal. Baik di rumahnya
sendiri maupun di rumah yang dulu pernah jadi tempat tinggal Anna. Lalu Nyonya Luna memerintahkan agar Mrs. Sanders dan Anna jangan menghubunginya lagi, Nyonya Luna takut karena pria itu sangatlah cerdas, kehidupan yang berjalan
biasa ini bagi Nyonya Luna malah mencurigakan, ia mengira akan terjadi kehebohan di lingkungan tempat tinggal itu setelah kepergian Anna. Tapi hingga sekarang semuanya masih berjalan seperti biasa. Nyonya Luna mengatakan ia akan baik-baik saja, dan ia yang akan menghubungi bila ada sesuatu yang penting.
‘’Mam Ann ... kita harus ke arah mana? Anda tidak mendengarkan ya? Apa yang Anda pikirkan?’’
NEXT>>>>
Cast : Mam Anna
>>>>>>>>>
From Author,
Hai readers, tetap seperti biasa klik like, love ,bintang lima dan komentar kalian ya. Juga vote untuk pengantin Simon. Makasih untuk dukungannya.
Terima kasih, Luv you....
Salam, DIANAZ.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!