Deren duduk di teras rumah yang di tinggalinya hampir sebulan ini. Dengan tenangnya dia menikmati secangkir kopi dan bermain dengan burung burung kesayanganya. Sejak berhenti dari dunia per-gangster-an (Aelah author keren bener dah bahasanya PER-GANGSTER-AN BROH), Deren lebih suka mengelola perkebunan apel dan hotel bintang tiga yang dia beli dari sahabatnya.
Deren kini tinggal di kota Batu Malang, salah satu kota terindah di Jawa Timur. Deren memang sengaja memilih kota sejuk itu untuk menghabiskan hari harinya dari hiruk pikuk dunia yang telah membesarkan namanya.
Pertemuanya dengan pengusaha perhotelan dan pariwisata bermama Novian Juan telah banyak mengubah hidupnya.
Deren lebih menghargai nyawanya, bahkan di dunia bisnis perhotelan ini dia juga banyak belajar dari pria keturunan Prancis Indonesia ini.
"Assalamu'alaikum Bos," sapa ibu ibu membawa baki dan nampan berisi dagangan kue kue dan sayuran siap saji.
"Waalaikum salam, sinio mak (sini mak) ," panggil Deren. Penjual makanan keliling itu pun membuka pintu pagar kediaman Deren. Deren memang suka membeli jajanan para pedagang yang suka lewat di depan rumahnya. Tak jarang dia juga memborong dagangan itu jika dinilainya orang tersebut membuatnya iba dan hari sudah sore.
Deren suka membagikan makanan pada anaka anak gelandangan yang ada di alun alun kota. Bahkan anak anak dan gelandangan disana sangat hafal dengan mantan ketua gangster ini. Mereka memanggil Deren dengan sebutan Bos Tampan.
"Mau ngambil yang mana aja Bos?" tanya Bu Sumi pedagang itu.
"Kabeh bungkus Mak, Arep tak kekne arek arek ndok pangkalan (bungkus semua saja Mak, mau tak kasihkan anak anak dijalanan)," jawab Deren.
"Duh Bos matur suwon a...mene mene tak kek i diskon a (aduh terima kasih Bos besok besok kalau belanja lagi tak kasih diskon)," ucap Mak Sumi sambil mengedip ngedipkan matanya genit.
"Matane kenopo Mak, Cek apik e iso kedip kedip (matanya kenapa Mak kok bagus bisa kedip kedip)," goda Deren.
"Iki lo Bos, mari klilipan (ini lo Bos habis klilipan)," jawab Mak Sumi tersipu malu. Deren menatap lucu pada pedagang itu.
Mak Sumi sangat cekatan ketika membungkus dan menghitung jumlah daganganya. Dia juga membungkus rapi agar nanti Deren mudah membawanya.
"Piro Mak( berapa Mak)?" tanya Deren.
"Wis kanggo wong gantheng seket limo ae, di diskon lima ewu dadi seket (udah buat cowok cakep ma lima puluh lima ribu diskon lima ribu jadi lima puluh saja)," jawab Mak Sumi sambil merapikan baki dan nampannya.
"Weh..didiskon tenan tibak e (disikon beneran ini)," jawab Deren. Dia pun merogoh kantongnya dan memberikan selembar uang ratusan ribu pada Mak Sumi.
"Loh Bos ga sing pas ae a ora ono susuk e (Bos uang pas aja ga ada kembaliannya)," ucap Mak Sumi.
"Wis Mak gowoen kabeh Wis, gaween tambah tuku beras (udah mak bawa aja semuanya buat beli beras)," jawab Deren. Mak Sumi tersenyum bahagia, dia pun mencium uang itu dan berterima kasih.
"Tenan iki Bos( seriusan ini Bos),?" tanya Mak Sumi tertawa girang.
"Iyo Mak, wis gowoen wis (iya Mak, udah bawa aja)," jawab Deren sambil tersenyum lucu.
"Ya Allah mimpi apa Emak bisa punya uang banyak gini. Makasih lo Bos, tak doain semoga Bos rejekinya lancar cepet dapet istri?" ucap Mak Sumi dengan senyum bahagianya, tak terasa air matanya menetes penuh haru.
" Amin Mak doanya, Udah Mak ga usah nangis. Aku iklas kok," ucap Deren sambil mengambil makanan di kantong kresek itu.
"Emak seneng banget Bos, Emak bisa beli obat buat suami Emak," ucap Mak Sumi.
"Loh suaminya sakit ta Mak?" tanya Deren.
"Iyo Bos, habis jatuh dari motor, kakinya patah Bos," jawab Mak Sumi.
"Ooo, Wis di gowo nyang (Dibawa ke) dokter ortopedi ta Mak?" tanya Deren.
"Ndak Bos, ndak ada biaya. Cuma Emak bawa ke tukang urut," jawab Mak Sumi dengan muka sedih. Astaga, kehidupan seperti apakah yang dijalani wanita paruh baya ini.
"Loh mana bisa sembuh Mak kalau gitu, rumah Emak dimana?" tanya Deren khawatir.
"Jauh Bos di Dinoyo sana," jawab Mak Sumi.
"Astaga Mak, terus Emak dagang sampai sini naik apa Mak?" tanya Deren lagi.
"Angkot Bos," jawabnya
"Lah, ini udah sore gini mana ada angkot lagi Mak," ucap Deren memelas.
"Ndak apa Bos Emak biasa jalan kaki," jawab Mak Sumi. Deren pun menatap iba pada wanita paruh baya itu.
"Tunggu di sini sebentar Mak, jangan kemana mana!" pinta Deren.
Deren terlihat menghubungi seseorang, Mak Sumi diam mematung menunggu keputusan Deren.
Tak lama panggilan telpon yang dilakukan Deren pun selesai dan Deren pun kembali berbicara pada Mak Sumi.
"Mak, nanti ada teman saya mau kerumah Emak, mau lihat keadaan suami Emak. Semoga suami Emak baik baik saja ya. Nanti kalau misalnya dia bilang suami Emak harus dirawat ya Emak nurut aja. Masalah biaya nanti biar saya yang bayar Mak," ucap Deren.
"Serius Bos, Bos mau nolongin Emak sama Suami Emak?" tanya Mak Sumi sambil memegang tangan pria bak malaikat baginya.
"Iya Mak, nanti temen saya yang bakalan urus pokoknya emak nurut aja," jawab Deren lagi. Wanita paruh baya itu pun menangis menjadi jadi. Memeluk pria yang dengan iklas hati menolongnya.
"Emak harus balas pakek apa Bos?" tanya Mak Sumi sesegukan.
"Udah Emak ga usah gitu, Emak doain saya sehat terus aja, rejekinya lancar bisa bantu sesama Mak," jawab Deren tulus.
"Aduh Bos, Emak ga tahu harus ngomong apa!" ucap Mak Sumi masih tenggelam dalam kesedihanya.
"Udah Emak ga usah gitu, cukup doakan saya aja Mak supaya usaha dan apapun yang saya kerjakan diberi kelancaran sama Tuhan," ucap Deren. Tak lama teman yang dimaksud Deren datang. Setelah berbicang sebentar orang itu pun mengantar Mak Sumi pulang kerumahnya sekaligus hendak memeriksa kesehatan suami wanita paruh baya itu.
Bersambung..
Deren membuka aplikasi di ponselnya, memeriksa apakah kira kira ada kabar tentang suami Mak Sumi perempuan paruh baya yang tadi sore dia tolong. Deren tersenyum mana kala membaca pesan dari dokter yang tadi di kirimnya ke rumah Mak Sumi. Kata dokter tersebut si bapak tak perlu dibawa ke rumah sakit hanya perawatan dan terapi di rumah saja sudah cukup.
Deren tersenyum puas, dia senang dengan apa ya g dilakukannya sekarang. Bisa membantu orang yang yang terhitung kurang mampu adalah kebanggaan tersendiri buatnya.
"Syukurlah jika tak parah, tolong rawat sampai sembuh," balas Deren pada dokter yang dia percaya tadi.
"Siap Pak Bos," balas sang dokter kemudian chat pun berahir.
Malam semakin larut, Deren pun mulai menyalakan laptopnya dan kembali memperlajari materi yang Juan kirim tadi siang. Juan ternyata saat handal dalam hal berbisnis perhotelan dan pariwisata. Bahkan Juan juga mengusulkan perkebunan yang baru dirintisnya itu di buka untuk wisata umum.
"Sepertinya tak ada salahnya dicoba," gumam Deren sendiri, rumah ini sangat sepi tapi Deren merasa nyaman.
***
Kabar kehamilan Yunita akhirnya sampai juga ke telinga saudara kandungnya. Tentu saja ini merupakan anugerah yang sangat indah untuk seorang Deren yang notabene tak memiliki siapa pun selain Yunita Mauren adik kandungnya. Bahkan sampai saat ini dia sendiri belum berani membuka siapakah dirinya yang sebenarnya pada Yunita.
Siang itu seperti biasa Deren sedang berkendara menuju perkebunan apel yang belum lama ini dibelinya dari salah satu petani yang membutuhkan uang untuk biaya pengobatannya. Atas saran Deka, Yudha dan juga Robet akhirnya Deren pun mau membeli perkebunan apel itu.
Disamping budidaya apel ada juga beberapa buah lain seperti jeruk, pisang dan juga jambu kristal. Deren juga merintis usaha barunya berupa hotel dan cafe. Dia mulai belajar banyak tentang bisnis dari beberapa sahabatnya seperti Noviant Juan, Deka dan adek iparnya sendiri. Bahkan dia tak malu meminta saran dan kritik dari para seniornya di dunia yang terhitung baru baginya.
Deren menikmati hari harinya menjadi pengusaha muda sekarang, rumah yang baru dibelinya beberapa bulan yang lalu kini menjadi tempatnya berteduh. Deren juga terasa sangat nyaman meskipun lingkungannya sekarang bisa dikatakan padat penduduk. Rumah berlantai dua dengan desain minimalis itu terasa sangat nyaman untuk pria single sepertinya. Deren memang baru sebulan menetap di sini tapi dia sudah sangat dikenal dan di segani di lingkungan sekitar rumahnya, karena keramahan dan kebaikan hatinya.
Deren juga memperkerjakan dua asisten rumah tangga untuk mengurus rumah dan taman tamannya. Mereka biasanya datang setiap hari rabu dan sabtu untuk bekerja dirumahnya.
Kalau urusan makan dan pekerjaan kecil lainnya biasanya dia melakukannya sendiri.
Sahabat sahabatnya sering mengingatkan dirinya untuk segera mencari pendamping hidup tetapi dia selalu beralasan ingin memantapkan hatinya dulu untuk mencari jati dirinya yang sebenarnya. Apa keinginannya dan memantapkan pilihannya akan kepercayaan yang bisa membuat hati dan jiwanya lebih tenang.
Selama sering berinteraksi dengan Deka dan beberapa pekerjanya Deren lebih bersemangat untuk mendalami kepercayaan barunya ini. Ditambah lagi dia pernah mendapatkan mimpi yang sampai saat ini masih terngiang di ingatannya.
Deren memang belum berani mengikrarkan dua kalimat syahadat, karena memang dia ingin mendalami terlebih dulu hingga dia merasa yakin seyakin yakinnya bahwa pilihannya kali ini tidak salah.
Deren masih berkonsentrasi mengendarai mobil putih kesayangannya, dengan sangat pelan karena lingkungan tempat tinggalnya terhitung padat dan banyak anak kecil. Disamping itu dia juga tak nyaman jika tak menjawab sapaan para warga di lingkungan barunya. Mereka dangat baik dan ramah padanya.
Jujur saja Deren iri jika melihat warga disana berbondong bondong pergi masjid jika azan mulai berkumandang. Bapak- bapak, ibu- ibu bahkan anak- anak kecil disana juga menghentikan aktivitas mereka jika panggilan Tuhan itu mulai terdengar.
Ingin rasanya dia mengambil sajadah dan ikut ke masjid bersama mereka tapi sekali lagi alasan ingin lebih banyak mengerti dan memahami selalu ingin dia mantapkan terlebih dahulu.
Tak lama berselang akhirnya dia pun sampai ke tempat tujuannya. Di perkebunan yang baru mulai dirintisnya ini Deren memperkerjakan tiga orang untuk membantunya merawat tanaman tanaman ini. Deren tak sembarangan memperkerjakan orang, dia juga mau orang yang dipekerjakannya adalah mereka yang benar benar mengerti akan tanaman, bagaimana cara merawat dan membudidayakan para tanaman tanaman itu.
“Cak piye, onok kendala ora (mas, ada masalah ga)?” tanya Deren pada Koliq salah satu pekerjanya.
“Ga onok Bos(tidak ada bos) Alhamdulillah, Cuma mesti tambah tenaga Bos gae (buat) ngurus pisang pisang sama jaga jambu kristal. Lalat buah sudah mulai berdatangan,” jawab Koliq apa adanya.
“Yo ga po po sing penting iso kerjo karo ngerti tanaman(ya ga papa yang penting bisa kerja dan mengerti tanaman),” jawab Deren menyetujui usul pekerjanya.
“Siap Bos!” jawabnya.
“Wis podo mangan urung (sudah pada makan belum)?” tanya Deren lagi.
“Sampun Bos, ini nembe mau dhuhur (sudah bos ini baru mau sholat dhuhur),” jawab Koliq lagi.
“Yo wis kono gek podo sholat disik selehke gaweane (ya sudah sholat dulu sana letakkan dulu pekerjaanya),” jawab Deren. Para pekerjanya pun mulai meletakkan peralatan kerjanya dan mulai mengganti pakaiannya di gudang penyimpanan hasil panen.
Deren meninggalkan para pekerjanya dan mulai menelusuri jalan setapak untuk memeriksa tanaman buah miliknya. Sekali lagi Deren tak berhenti bersyukur atas nikmat dan karunia yang dia miliki.
Dia merasa seperti manusia pilihan Tuhan yang telah diberi kesempatan untuk menikmati karunia berupa rejeki lebih dan kesempatan untuk memperbaiki diri.
Sambil menikmati pemandangan indah ini Deren pun duduk di gubuk tempat para pekerjanya menaruh peralatan kerja dan makanan atau minuman yang dia bawa dari rumah, atau kadang kadang juga gubuk ini menjadi tempat peristirahatan kedua para pekerjanya setelah gudang penyimpanan hasil panen.
Deren menatap kedua tangannya yang dipenuhi tato. Deka bilang jika dia memang yakin dengan keyakinannya sekarang dia harus rela menghapus tato yang dia miliki.
Deren tersenyum jika mengingat ucapan orang yang sudah dianggapnya abang itu. Deka selalu bilang pada Deren mantapkan pilihan dulu, yakinkan hatimu dulu baru ambi keputusan. Ya ... Begitulah kira kira nasehat para teman temannya untuk pria yang memiliki keraguan didalam jiwanya ini.
Bersambung...
Malam minggu yang indah...
Deren sangat menyukai lampu malam, dia pun mengajak Yoyok salah satu pekerjanya yang sangat dia percaya untuk menikmati indahnya kota Malang di malam hari.
“Yok ... kok jam segini masih ada anak anak nongrong. Mereka ga punya rumah apa?” tanya Deren.
“Itu namanya anak pank bos, pank ma bebas,” jawab Yoyok.
“Ohhh ... apakah mereka tak ada kerja,” tanya Deren polos.
“Astaga Bos, Bos ini kayak ga tahu kerasnya dunia perpremanan aja tanya begitu,” canda Yoyok sambil geleng geleng kepala tak percaya pada bosnya.
Deren diam, karena sejatinya dia paham dengan apa yang anak buahnya ucapkan barusan.
“Kamu tahu tempat ngumpul mereka Yok?” tanya Deren.
“Tahu lah bos aku kan asli kene (asli sini),” jawab Yoyok sambil tertawa.
“Yo wis sesuk anterin aku ke tempat mereka,” pinta Deren.
“Arep nyapo Bos (mau ngapain bos)?” tanya Yoyok takut.
“Ngapain kamu tegang begitu?” tanya Deren sambil melirik asistennya.
“Enggak Bos, bukanya aku ga mau nganterin Bos kesono. Pimpinan mereka tak bisa disentuh Bos. Malas lah berurusan sama hal begituan. Cari mati aja si Bos ini,” jawab Yoyok terus terang.
“Manusia kayak kita juga kan!” ucap Deren seolah tak gentar dengan peringatan anak buahnya.
“Ya manusia Bos bukan jin kok,” balas Yoyok sambil bercanda.
Deren kembali menutup mulutnya tetapi matanya tetap konsentrasi dengan segerombolan anak anak jalanan yang sedang nongkrong disalah satu sudut taman. Mereka terlihat sangat happy meski hanya bercanda gurau dan menikmati rokok dan beberapa minuman kaleng.
“Turunkan aku di sini,” pinta Deren.
Yoyok pun menghentikan mobilnya, sebelum turun Deren memberikan dua lembar uang berwarna merah pada Yoyok.
“Apaan ini Bos?” tanya Yoyok udah ge er duluan.
“Ga usah ge er, belikan itu semua nasi bungkus dan minum. Aku mau ikutan nongkrong bareng mereka,” ucap Deren kemudian turun dan menghampiri segerombolan anak anak jalanan yang usianya menginjak remaja itu.
“Bro...!” sapa Deren.
Deren tak membutuhkan ijin dari mereka untuk duduk. Anak anak itu pun langsung diam dan menghentikan musik yang mereka mainkan.
Sepertinya mereka terpesona dengan penampilan pria yang menghampiri mereka. Tato yang terlukis indah ditangan Deren menjadi daya tarik tersendiri buat mereka.
“Kenapa diam, mainkan lagi musiknya,” pinta Deren pada ke lima anak anak itu. Mereka saling menatap tanpa bicara, mereka pun melanjutkan permainan musik mereka. Bahasa yang mereka nyanyikan sedikit arogan, seperti menyebut anatomi tubuh yang tidak semestinya. Membuat Deren menghentikan permainan musik mereka.
“Stop stop Rek stop... !” pinta Deren.
“Yo opo seh Cak ... Mau kon nyanyi sak iki kon leren, ganggu ae si Cacak iki (gimana sih mas tadi suruh nyanyi sekarang suruh berhenti),” protes salah satu dari mereka.
“ Ora ngono Rek, lagumu iku lo gilani (bukan gitu syair lagumu Ini menjijikan),” jawab Deren seketika mereka pun diam melongo tanpa kata.
“Lek nyanyi yo kudu sopan Rek, ben wong wong mesakne terus menei duit lak ngono aaa (kalau nyanyi yang sopan biar yang denger seneng terus kasih uang, kan gitu),” jawab Deren.
Mereka berlima kembali diam, salah satu yang di dapuk sebagai vokalis pun menerima tantangan Deren.
“Lanjut Rek, sopan yo sopan ayo budal...(lanjut teman suruh sopan ya sopan lah, berangkat),” ucapnya. Seolah perkataannya adalah perintah bagi keempat temannya. Mereka pun kembali memainkan alat musik mereka.
Deren memejamkan matanya sambil menikmati beberapa lagu yang dia dengar, mereka terlihat sangat berbakat. Sang vokalis terlihat sangat kompeten, lagu lagu yang dia nyanyikan terdengar sangat merdu tanpa fals.
“Stop...stop!” perintah Deren lagi.
“Opo meneh cak...(apa lagi mas)!” protes salah satu dari mereka.
“Barusan gimana syairnya loro rasane ati.....,”ucap Deren menirukan. Mereka pun melanjutkan syair lagu yang diminta Deren.
Ngati ra biso lali..
tresno tulus songko ati dilarani...
kuwe janji treno tulus songko ati...nyatane kuwe gawe loro ati..asik asik asik, tarik sist..
Semongko (Saut para anggota yang lain).
"Terus Rek terus..." Deren memberi semangat.
"Lagu cidro cak iki mosok terus (lagu luka hati iki mas mosok lanjut," jawab salah satu dari mereka.
"Wis penak kok, lanjut...(udah enak kok di dengar ayo lanjut)," pinta Deren. Mereka pun melanjutkan lagi lagu yang di reques oleh Deren. Deren tertawa terbahak bahak begitupun mereka. Keasikan mereka bertambah mana kala Yoyok datang membawakan makanan untuk mereka.
"Weh rejeki rejeki," ucap Yoyok menyapa mereka.
"Weh jan jos tenan kok mari tanggapan madang (wah sungguh keren ini habis nyanyi dikasih makan)," ucap sang gendang. Mereka kembali tertawa bersama.
"Suwon yo cak, pas banget iki sedino nembe madang sepisan (terima kasih banyak ya Mas pas banget iki sehari baru makan sekali)," ucap sang vokalis. Deren menatap tak percaya.
"Mari ngono sebungkus dipangan wong lima (udah gitu sebungkus dimakan berlima) hahahaha!!" tambah sang ketipung.
"Hahahahhaha!!" kembali mereka tertawa serempak.
"Yo wis gek dipangan (ya udah dimakan)," ucap Deren. Deren merasa sangat bahagia melihat canda tawa mereka tanpa beban. Sungguh sedih hatinya jika melihat anak anak tanpa asuhan seperti ini. Deren seperti melihat cermin yang ada di dirinya sendiri.
Mereka berlima pun makan dengan asiknya, dengan bercanda tawa penuh kebahagiaan. Kadang kadang jika salah satu teman mereka lengah mereka akan mengambil lauknya dan menyembunyikannya.
"Weh iwakku endi (loh mana ikanku)?" tanya Gufron pada taman temannya. Mukanya terlihat bingung membuat Yoyok dan Deren tersenyum.
"Gondol kucing Guf (dibawa kucing Guf)," jawab Opik
"Ora iki, mestine enek sing iseng iki. Ayo gusti Allah nyawang awak e dewe lo iki (ga iki pasti ada yang menyembunyikan ini. Ayo Allah sedang melihat kita lo ini)," ancam Gufron. Seketika Deren merasa tertarik dengan anak ini. Bagaimana tidak dengan kondisi seperti ini mereka masih saling mengingatkan soal Tuhan.
"Iyo Guf Iyo, nyoh lawohmu aku mending digepuki bapak timbang di pencerengi moloekat. Maap yo moloekat aku mau nung guyon (iya Guf iya, ini laukmu aku mending di pukul bapak dari pada di pelototin malaikat. Maaf ya malaikat tadi aku cuma bercanda)," ucap Opik, Gufron pun kembali tertawa. Sekali lagi candaan mereka menggugah hati Deren.
Deren pun tak tahan untuk bertanya.
"Tasmu kui isine opo Rek?" tanya Deren.
"Gor gombalan cak kusus gae dolen nyang omahe gusti Allah (cuma baju cak buat ke masjid)," jawab Gufron. Jawaban Gufron semakin membuat Deren tertarik.
"Ohh, sholat juga to?" tanya Deren.
"Weh la yo iyo nu cak, mosok ning donyo sengsoro koyo ngene. Ning ahirat jek arep dipanggang hahahaha, (ya harus to cak masak di dunia sudah susah begini masak di ahirat mau di bakar juga),"jawab Gufron lagi, yang lain juga terlihat mendukungnya.
"Mantap..." puji Yoyok.
"Bener ga Cak Hablum minallah Cak, Jare mbah kung gen selamet dadi dekatkanlah dirimu pada sang pemilik hidup (kata mbah kakung biar kita senantiasa selamat jadi harus selalu ingat pada sang pemilik hidup) haaaa.....," ucap Gufron lagi, Deren tersenyum mendengar ucapan anak jalanan yang dinilainya unik ini. Gufron juga melantunkan beberapa ayat suci Al-quran yang berkaitan dengan masalah bagaimana kita harus bersikap dan mendekatkan diri pada sang pencipta. Terdengar nyaman dan enak di dengar ditelinga Deren.
"Kamu hebat siapa namanmu?" tanya Deren.
"Aku Cak? Aku Gufron ketua gang nya, yang ini Opik bendahara, Itu Koreng bagian pemeliharaan alat perang maksudte iki cak ngurusi alat alat musik kita kalau kalau ada yang rusak, yang itu Koplak karo Kosro buntut cak hahaha," ucap Gufron memperkenalkan para anggota orkesnya.
"Oke Oke ... (Deren hanya mangut mangut tanda mengerti), apa kalian akan terus seperti ini?" tanya Deren.
" Ora cak..awak dewe pengen kerjo jane Cak tapi ga onok wong sing gelem nrimo menungso sing koyo awak dewe iki (enggak cak aku juga pengen kerja tapi sayangnya ga ada yang mau menerima manusia berpenampilan seperti ini)," jawab Opik.
"Lek enek nyapu nyapu, ngepel resek resek ngono yo gelem awak dewe Cak... dari pada koyo ngene, urip ra jelas yo to, (kalau ada kerjaan bersih bersih juga kita juga mau Cak, dari pada hidup ga jelas kayak gini)," tambah Koplak salah satu anggota gang itu.
"Yo wis engko lek enek lowongan tak kabari, aku pamit sik ya," ucap Deren berpamitam. Tak lupa dia juga menjabat tangan para anak anak jalanan itu, tak ada rasa jijik sedikitpun dalam hatinya. Dia merasa mereka mereka ini luar biasa.
Di dalam mobil hati Deren kembali tergugah, dia kembali mengingat kata demi kata yang diucapkan oleh Gufron salah satu anggota orkes jalanan itu.
Apa yang salah dengan mereka, mereka baik hanya saja keadaan yang memaksa mereka berada dalam lingkungan yang sama sekali tidak mereka inginkan.
"Pantau mereka, jika mereka lolos beri mereka pekerjaan?" ucap Deren memberi perintah pada asistennya. Yoyok sangat paham dengan apa yang bosnya maksud.
"Siap Bos," jawab Deren.
Hati pria berwajah agak sangar ini memang luar biasa, sorot matanya begitu tegas. Tapi hatinya sungguh lembut dan sering tak tega melihat penderitaan orang lain. Terlebih orang orang yang memiliki nasib sama dengannya.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!