NovelToon NovelToon

Tak Sengaja Jatuh Cinta

BAB 1 (Perkenalan)

BRUK!

Suara tas terjatuh melewati gerbang, yang jelas itu adalah gerbang belakang Sekolah. Tampak seorang cewek memakai seragam putih abu-abu, yang seperti sudah terbiasa memanjat gerbang itu. Gerbang berwarna oranye yang sebagian sudah berkarat, tidak begitu tinggi dan tidak begitu rendah yang selalu menjadi saksi bisu atas perbuatan yang tidak jarang dia lakukan. Bolos sekolah. Kapan saja, jika ada kesempatan. Yaitu saat penjaga gerbang itu tidak ada.

"Bodoh sekali selalu membiarkan diriku bisa lolos!" Ucapnya sumringah saat berhasil melewati gerbang itu, sekarang dia berjalan santai menenteng tasnya meninggalkan Sekolah, yang membosankan menurutnya.

Dia adalah Olivia. Nama yang hanya terdiri dari satu kata itu, tak mempunyai nama panjang lainnya. Oliv, orang-orang sering memanggilnya.

*****

"Bolos lagi?" Tanya seorang pria yang nampak lebih dewasa dari Oliv, pria yang sedang fokus dengan komputernya, namun menyadari kedatangan Oliv yang setiap kali selalu saja datang ke Kantornya saat melakukan ritual bolos sekolah.

"Bosan!" Jawab Oliv, seraya menyandarkan dagunya ke meja kerja pria itu. Sesekali melirik pria yang ada di hadapannya.

Pria itu bernama Dre Alexander, merupakan anak sahabat mendiang Papa Oliv, yang lebih tua Delapan tahun dari Oliv. Dua Puluh Lima usianya, yang akrab di panggil Oliv dengan sebutan --Abang Dre-- Pria tampan bertubuh tinggi, dengan wajah tampan serta rambut yang tertata rapi. Bertambah gagah dengan mengenakan jas berwarna hitam, dengan celana senada. Serta kemeja biru yang terlihat di bagian dada dengan dasi biru bergaris hitam menggantung di leher.

Dre yang selalu menjadi teman curhat Oliv saat sedang galau, gundah gulana. Tempat menceritakan segala hal. Apa saja, bahkan yang tidak penting sekalipun. Dre adalah pendengar setia curhatan ABG itu. Dasar bocah! Umpatan yang sering keluar dari mulut Dre tentang gadis itu.

Dre masih fokus dengan pekerjaan kantornya, melihat deretan angka-angka yang tertera di layar komputer, membiarkan Oliv menikmati rasa bosan karena di diamkan. Hari ini dia benar-benar sibuk. Tugas Kantor menumpuk, dan harus segera diselesaikan.

Kantor ini milik Papa--Dre, dia adalah Manajer muda di sini. Dia yang memegang penuh kuasa atas Kantor ini. Karena dia seorang Manajer, jadi tak heran Oliv bisa keluar masuk Kantor tanpa ada yang memarahi. Pegawai di sana juga sudah terbiasa melihat wajah Oliv, tak heran karena setiap kali pasti saja datang.

"Bang..." Panggil Oliv sedikit manja,

"Em,"

"Sibuk, ya?"

"Iya. Kerjaan numpuk, kau lapar?" Dre menghentikan jarinya yang dari tadi sibuk memencet keyboard di komputernya. Melihat ke arah Oliv yang masih tampak menyandarkan dagu di meja. Sambil mengetuk meja dengan jari telunjuk.

"He'em," jawabnya singkat.

"Tadi pagi gak sarapan?"

"Enggak,"

"Kebiasaan! Tunggu saja, sebentar lagi selesai."

"Em." Oliv mengangguk

Dre mengenal Oliv sejak kecil, karena orang tua mereka sering bertemu, dan sering berkumpul bersama saat mendiang kedua orang tua Oliv masih ada.

Kemalangan menimpa keluarga Oliv, saat berlibur ke suatu daerah mobil keluarga Oliv mengalami kecelakaan, kedua orang tuanya meninggal, Oliv yang saat itu masih berusia Lima tahun berhasil selamat, dan tidak mengalami luka berat karena duduk di belakang. Sejak saat itu, Oliv dirawat oleh Paman dan Bibinya. Paman Daniel dan Bibi Maureen.

Kehidupan Paman dan Bibinya yang bebas, dan suka hura-hura berhasil membuat aset kekayaan yang ditinggalkan orang tua Oliv untuk dirinya habis terkuras. Paman dan Bibinya selalu berdalih, harta mereka habis untuk membiayai Oliv sehari-hari dan sekolahnya.

Kini ... Oliv, Paman, dan Bibinya tinggal di rumah biasa, sederhana. Tapi sering tak berkecukupan. Sifat serta sikap Paman dan Bibinya yang membuat Oliv kini menjadi anak pembangkang, suka melakukan kesalahan, melakukan apa saja yang jauh dari sikap 'anak yang baik'. Berkali-kali di nasehati tapi tetap tak mendengarkan.

Sudah tak terhitung berapa kali Paman dan Bibinya harus datang ke Sekolah untuk memenuhi panggilan Guru BK, terkait Oliv yang suka bolos, Oliv yang sulit di atur. Benar-benar membuat Paman dan Bibinya mengelus dada dibuatnya. Terasa pusing tujuh keliling.

*****

Dre telah menyelesaikan pekerjaan, beranjak dari kursi kerja, melepas jasnya dan meninggalkan kemeja berwarna biru yang dikenakannya. Membiarkan kemeja itu menggantung di kursi kerja.

"Ayo, makan."

Dre berlalu meninggalkan ruang kerja, ada Oliv yang mengekor di belakangnya. Mereka berjalan menuju Kantin Kantor, atas permintaan Oliv. Oliv tidak mau makan di luar, siapa tau nanti ketemu sama guru sekolahnya. Bisa terciduk! Batin Oliv.

Di Kantin.

Oliv dan Dre duduk berhadapan. Mie ayam dan Es teh sudah tersedia di depan mereka. Kantin yang lumayan ramai karena memang jam Istirahat, setiap sudut ada saja Karyawan yang sedang makan. Kantin yang bersih serta makanan yang dijamin kesehatannya selalu saja ramai di kunjungi. Dari pada mereka harus keluar mencari makan, mending di kantin ini. Hemat bensin tentunya.

"Sampai kapan mau bolos terus?" Dre memulai obrolan, Oliv masih terlihat mengaduk-aduk Mie.

"Abang jangan kayak Paman sama Bibi, ceramah mulu!"

"Aku bukan ceramah, aku cuma bertanya."

"Tau, akh!" Jawab Oliv jutek. Makan dengan sangat lahap, karena perut terasa sudah keroncongan tak sabar ingin makan.

Dre hanya menggeleng kepala, kemudian ikut melahap makannya, karena dia juga sudah sangat lapar. Sedari tadi sibuk dengan pekerjaan, melupakan perut yang meronta minta diisi.

Selesai makan, Dre menyuruh Oliv pulang. Memberikan uang berwarna merah Lima lembar. Tentu saja, si Oliv yang memang belum mempunyai pendapatan itu merasa girang.

"Buat jajan, jangan langsung dihabiskan!"

"Akh! Abang emang baik! Aku sayang, Abang!" Oliv memeluk erat Dre, tanpa ada rasa malu sedikitpun, tak peduli orang-orang di sana akan memperhatikan mereka berdua.

Dre merasa sedikit bergejolak. Oliv bukan anak kecil lagi, sudah Tujuh Belas tahun. Ditambah badannya juga sudah berisi. Jelas terasa sesuatu yang 'aneh' berada di balik seragam itu menempel di dada Dre, saat Oliv memeluknya. Akh! Bocah ini! Dre hanya bisa mengumpat dalam diam. Berusaha menyingkirkan perasaan yang aneh itu.

"Sana pulang!" Dre memaksa Oliv melepaskan pelukannya, tak mau gejolak di dada semakin membara. Bisa gawat! Benak Dre.

"Okey! Dadah, Abang!" Oliv melambaikan tangan. Berlalu. Perlahan menghilang meninggalkan area Perkantoran itu, pulang ke rumah dengan menaiki Ojol langganan yang sudah di pesannya terlebih dahulu.

*****

"Dasar bocah! Dari dulu suka peluk-peluk seenaknya, apa dia gak menyadari aku ini pria dewasa, dan pria normal, heh?!" Dre menggerutu di dalam ruangannya. Kepalanya terasa pusing.

BAB 2 PESTA MALAM

Saat sudah sampai di pekarangan rumah, tampak Bibi Maureen sudah berdiri di tengah pintu. Dia melipat kedua tangan ke dada, menatap Oliv yang baru saja pulang dengan sangat tajam, setajam pisau dapur.

"Permisi, Bi. Oliv mau lewat." Oliv jutek, seperti biasa.

"Anak tak tau di untung! Menyusahkan saja!" Kata-kata kasar dari mulut Bibi Maureen mulai terdengar, tapi sudah terbiasa di telinga Oliv. Gadis itu diam saja, tak menjawab sepatah katapun, berlalu meninggalkan Bibi Maureen masuk ke dalam kamar, dan menguncinya.

"Mau jadi apa sih, kamu?!"

"Anak sialan! Taunya hanya menyusahkan!!!" Suara lengkingan Bibi Maureen masih saja terdengar dari dalam kamar, Oliv membaringkan badan yang tidak letih. Menutup telinga dengan bantal. Dia sudah tau sepertinya pihak Sekolah menghubungi Bibinya itu, mengadukan dirinya yang bolos lagi dan lagi. Tapi aku tak peduli! Terserah! Ucap Oliv dari bawah bantal.

Perlahan suara Bibi Maureen tak terdengar lagi, mungkin dia kesal dan berlalu, memarahi orang tapi orang itu tetap bersikap seolah tak mendengarkan, dan bersikap bodoamat.

*****

Ting!

Sebuah pesan masuk melalui Aplikasi berwarna hijau, di gawai Dre. Tertulis dari Oliv.

[Bang,]

[Dimarahi?] Dre sudah menebak, karena hal ini selalu saja terjadi.

[Iya, emang dasar Bibi saja yang bawel!]

[Emoticon mendengus]

[Udah akh, mau bobo!]

[Sana]

Dre hanya mendengus, mungkin inilah yang membuat Oliv selalu nyaman didekatnya, tidak pernah memarahi, dan tak pernah mengatakan kalau Oliv salah, walau sebenarnya memang salah. Mungkin karena perasaan kasian pada Oliv yang tidak mempunyai siapa-siapa. Tapi Dre yakin, dalam diri Oliv ada kebaikan, suatu saat anak itu akan berubah seiring berjalan waktu.

Ting!

Lagi, pesan masuk. Dari orang yang sama.

[Ntar malem sibuk?]

[Ada rencana kumpul-kumpul dengan temen sekantor]

[Ikuuuttt] emoticon love-love

[Cowok semua!]

[Mau ikut! Titik!]

Dre tampak kebingungan, tau sendirilah kalau acaranya para laki-laki, laki-laki dewasa tepatnya. Tidak jauh dari hal-hal nyeleneh. Bukan Oliv kalau tidak keras kepala. Mengetahui acaranya di rumah Dre, bisa nekad dia pergi ke sana, walau tanpa di ajak sekalipun. Dre sengaja tak membalas pesannya. Karena mau menjawab 'Tidak' pun percuma.

*****

Malam hari,

Tampak Oliv mengendap-endap. Dilihatnya jam di dinding menunjukan pukul Sembilan malam. Tak ada Bibi Maureen dan Paman Daniel di ruang tengah itu. Ruang tengah yang tak besar itu menunjukkan suasana sunyi.

"Sepertinya Bibi dan Paman sudah tidur. Yes! Bisa pergi." Oliv kegirangan.

Oliv membuka jendela kamar dengan sangat hati-hati, tak ingin menghasilkan suara yang bisa membuat Bibi dan Pamannya terbangun, bisa-bisa gagal untuk happy-happy malam ini! Benaknya.

Perlahan dia menjatuhkan sepatunya terlebih dahulu. Kemudian disusul dengan langkah kakinya, yang sudah terbiasa Oliv lakukan. Bukan hal yang sulit untuk Oliv melewati jendela kamarnya yang tidak begitu tinggi.

Oliv berlari terjingkit-jingkit sambil menenteng sepasang sepatu, meninggalkan rumah. Meninggalkan Bibi Maureen dan Paman Daniel yang sedang tertidur lelap.

Tampak Mamang Ojol langganan Oliv sudah menunggu di ujung Gang.

Tadi ... saat berjalan menuju Gang, tampak Ibu-ibu yang memperhatikan Oliv hanya bisa geleng-geleng kepala. Mencibir.

"Malem-malem begini pingin pergi kemana dia? Dasar cewek gak bener! Maureen dan Daniel itu bisa-bisanya membiarkan Keponakan gadisnya keluyuran malem-malem."

Oliv yang mendengar, pura-pura budek.

Bodoamat! Serah mau ngomong apa! Benak Oliv. Dia sangat tidak perduli dengan orang yang hanya sibuk mengomentari hidup orang lain.

*****

Oliv menikmati perjalanan yang memakan waktu 30 menitan, langit gelap tapi dihiasi kelip bintang di atas sana. Sangat indah, apalagi ... cahaya rembulan yang temaram berpadu dengan cahaya lampu jalan.

Tampak muda-mudi berkeliaran disepanjang jalan. Tak jarang menemukan pasangan yang mojok di atas motor, mungkin takut motornya di maling sama orang.

"Ramai banget, sih?" Oliv heran

"Malem minggu, Neng!" Jawab Mang Ojol ,

"Oh! Gak tau!"

Mang Ojol hanya geleng-geleng kepala, "Jomblo, sih. Makanya gak tau."

"Ish! Mamang! Gak aku bayar, mau?"

"Aduh! Jangan atuh, Neng. Bercanda..."

Oliv tampak cemberut kesal,

Pacar?

Ya, aku memang tidak punya pacar.

Pacaran? Pacaran itu seperti apa?

Terlintas kenangan membayangi Oliv, kembali ke masa saat dia masih usia Lima tahun, dan Dre Tiga Belas tahun.

Saat itu, Oliv kecil sedang bermain bersama teman-temannya, lalu sosok Dre kecil datang,

"Temen-temen, ini Abang Dre. Abang Dre ini pacarnya Oliv. Ntar kalau Oliv udah gede, Oliv mau nikah sama Abang Dre." Ucap Oliv kecil yang polos, Dre hanya tersenyum mendengar ucapan Oliv.

Oliv menyunggingkan bibir saat tersadar dari lamunan kenangan masa kecilnya itu. Sekarang dia sudah Tujuh Belas tahun, tapi kenangan itu masih saja teringat jelas.

Lucu! Apa Bang Dre ingat, ya? Malunya.

"Ah! Malam, kau berhasil membuatku bernostalgia." Oliv tertawa terbahak-bahak, membuat Mang Ojol bingung.

*****

Motor berhenti di depan rumah Dre, Oliv membayar ongkos ojeknya. Kemudian berteriak memanggil Dre, setelah membuka gerbang.

"Abang! Aku dateng, nih. Bukain pintunya," Oliv menggedor pintu dengan sangat keras.

Hening

Tak ada jawaban

Berkali-kali Oliv memanggil masih tak ada jawaban.

"Ish! Abang Dre!" Oliv marah, mengepalkan kedua tangannya. Tampak sangat geram.

Dre tidak ada di rumah.

Terlihat dari suasana rumah yang sepi, dan gelap.

*****

Dre sedang asik berpesta dengan teman-temannya di sebuah Kafe. Sengaja dia memindahkan tempat acara, mengurungkan pesta di rumahnya, untuk menghindari kedatangan Oliv. Karena dia tau gadis itu keras kepala, tak di suruh datang pun dia pasti datang.

BAB 3 DIUSIR

Oliv berjalan sendirian, menyusuri jalan yang sudah lumayan sunyi. Sengaja tidak mau pulang, rumah bukan tempat yang nyaman untuknya.

Oliv menyandarkan punggung di bangku, di pinggir jalan. Sesekali motor lewat. Motor yang di kendarai para ABG dengan suara khas yang memecah telinga. Mungkin para ABG itu baru pulang dari malam mingguan.

"Sendirian nih, ye?!" Ucap mereka, terdengar meledek di telinga Oliv. Tapi memang benar, kini Oliv memang sendirian. Tak ada siapapun. Oliv hanya bisa memasang wajah kesal pada mereka.

"Emang kenapa kalau sendirian? Toh mati juga sendirian." Gerutunya.

Malam semakin larut, Oliv masih nyaman dengan bangku yang kini didudukinya. Serasa berat untuk meninggalkan. "Ah! Kalau sudah nyaman, susah untuk di tinggalkan."

"Kenapa di sini?" Suara yang tidak asing di telinga Oliv, mengagetkan.

"Abang?" Oliv terperanjat. Dre sudah ada di depannya.

"Sana pulang!"

"Enggak! Ngapain Abang Di sini?" Oliv terlihat manyun.

"Lewat."

"Oh!"

Dre menarik tangan gadis itu, memasukkannya ke dalam mobil. Mobil melaju.

"Maaf," ucap Dre. Oliv hanya diam.

"Sudah ku bilang, acaranya buat anak cowok. Masih saja ngotot!"

"Iya! Lagian sudah kelar juga."

"Marah?"

"Enggak!"

"Yaudah, ku antar pulang."

"Gak mau, Bang!"

"Nginep?"

Oliv mengangguk. Dia sudah terbiasa menginap di rumah Dre. Setiap kali nginap selalu saja memberikan alasan nginap di rumah teman sambil kerjain tugas kelompok kepada Bibinya. Tapi kali ini dia tak mengabari Bibinya, bingung mau kasih alasan apa.

*****

Rumah Pribadi Dre, tidak ada siapapun. Dia tinggal sendirian di rumah ini. Pria dewasa, seharusnya memang tak lagi merepotkan orang tua. Terlebih jika sudah bekerja.

"Sana masuk ke kamarmu. Aku masih belum ngantuk."

Oliv masih berdiam diri, kemudian ikut menyandarkan punggung ke sofa di sebelah Dre. Sofa beludru berwarna biru yang sangat empuk. Di hadapan mereka terdapat televisi layar datar yang sengaja dinyalakan Dre untuk menghilangkan keheningan diantara mereka.

"Abang..."

"Ya," Dre fokus melihat layar TV.

"Dewasa itu enak, ya. Bisa bebas, gak ada yang ngantur-ngatur ini itu." Oliv mulai berangan-angan. Dre tersenyum mendengarnya.

"Kelak, kalau kau sudah dewasa pasti akan merindukan masa-masa sekarang."

"Apanya yang mau dirindukan?!" Oliv mendengus kesal.

Dre memahami sifat ABG seperti ini. Belum menemukan makna dan tujuan kehidupan. Bisa bersenang-senang, hidup bebas, itu definisi bahagia menurut mereka.

"Sudah malam, sebaiknya tidur sana. Besok sekolah, kan?"

"Males,"

Dre mengacak pelan rambut Oliv. Gadis itu hanya memasang wajah kesalnya.

Hening

Mata keduanya masih tertuju pada layar TV, menikmati acara yang sebenarnya sama sekali tak menarik. Sesekali Dre melirik ke Oliv, curi-curi pandang pada tubuh gadis itu, membuat dia sedikit menelan saliva. Oliv hanya mengenakan kaos berwarna kuning yang tak begitu tebal, serta celana jeans yang ketat.

Dari kecil mengenal Oliv, sekarang gadis itu sudah tumbuh menjadi gadis remaja.

Cantik. Wajahnya manis tak membosankan. Dengan rambut sebahu terurai. Bibir mungil, hidung mancung, dengan bulu mata yang lentik.

Dre mengusap wajah. Membuyarkan pikirannya yang entah kemana.

"Aku tidur dulu ya, Bang." Oliv menangkap mata yang sedang memperhatikan dirinya.

"I-Iya, sana."

Oliv berlalu, meninggalkan Dre sendirian. Masih di sofa yang empuk itu.

"Huh! Seandainya aku gak ingat dosa." Dre lagi-lagi mengusap wajah dengan kedua tangannya.

*****

Oliv masuk ke kamar. Memandangi langit-langit kamar yang bewarna putih. Lampu masih menyala terang di kamar itu, hingga membuat mata silau.

Berusaha memejamkan mata, yang masih enggan untuk tidur. Berharap malam tak segera berlalu, karena besok pasti masalah baru akan muncul.

*****

Pagi.

Bibi Maureen tak mendapati Oliv di kamarnya. Wanita itu seperti akan meledak saat itu juga. Lagi-lagi hanya bisa mengumpat, menyumpahi.

"Anak set*n! Anj*ng! Sialan! Kemana dia pergi? Sejak kapan?"

Paman Daniel yang mendengar suara lengkingan istrinya dari kamar Oliv hanya membisu, sambil terus menikmati secangkir kopi yang sudah tersedia di meja makan.

Geram, hampir saja cangkir itu pecah karena genggaman erat dari tangannya.

*****

Tampak Dre sudah bersiap berangkat kerja. Oliv baru selesai mandi. Masih terlihat basah rambutnya. Tetesan air dari rambutnya sedikit membasahi baju kaos yang dia kenakan, hingga menampakan 'tali' yang menggantung di pundak. Warna biru. Dre memalingkan wajah.

Huh! Godaan pagi! Benak Dre, berusaha menahan gairah.

"Kamu mau pulang, apa tetap di sini?" Tanya Dre, tak menatap gadis itu.

"Pulang. Anter, ya. Males naik Ojol!"

"Em."

Oliv mengambil tasnya, bergegas mengekori Dre yang masuk ke dalam mobil.

30 menit berlalu, mobil Dre berhenti di depan Gang, sesuai permintaan Oliv. Segera gadis itu turun dari mobil.

"Makasih ya, Bang! Dadah!" Oliv segera berlalu. Berlarian kecil. Menghilang di ujung gang.

Dre hanya geleng-geleng kepala.

Oliv sedikit heran, rumah sepi. Tak ada tanda-ada keberadaan Paman dan Bibinya. Kemana? Benaknya.

"Akh! Bagus! Gak ada mereka, bebas!!!" Oliv segera membaringkan tubuh di surganya, kasur.

Tapi tak lama kemudian terdengar suara seseorang yang marah-marah, asal suara dari Bibi Maureen.

Sangat keras, Bibi Maureen membanting pintu kamar Oliv. Oliv yang sedang tiduran seketika kaget.

Segera Bibi Maureen menjambak rambut Oliv, tanpa ampun.

"Set*n! Anak sial*n!!! Dari mana kamu hah?!"

"Sakit, Bi!"

"Anak tak tau diri!!! Selalu saja membuat susah! Membuat malu!"

PLAK! PLAK!

Tamparan bertubi-tubi mendarat di pipi Oliv. Bibi Maureen terlihat sangat murka. Tatapan Oliv yang seperti minta tolong pada Paman Daniel sama sekali tak di hiraukan pria itu.

"Percuma capek-capek biayain kamu sekolah, tapi kamu sekolah gak bener. Kamu sudah di keluarkan dari sekolah!"

Segera Bibi Maureen menyeret Oliv keluar rumah, sepertinya dia benar-benar murka.

"Pergi sana kamu! Taunya bikin susah saja!!! Jangan pernah kembali ke sini!!!"

Bibi Maureen sangat-sangat emosi seperti tiada kata maaf lagi untuk Oliv. Walau gadis itu memohon menyembah di kakinya. Bibi Maureen sama sekali tak perduli. Masuk ke dalam rumah meninggalkan Oliv menangis di halaman, di saksikan orang-orang yang penasaran dengan keributan yang terjadi

Makin banyak mulut-mulut yang berlagak suci mencibir dan memaki Oliv sembari berbisik satu sama lain.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!