Tidak ada sistem buatan manusia yang aman dan terjamin seratus persen. Pasti akan selalu ada celah, untuk seseorang melakukan tindakan kejahatan. Maka langkah terbaik yang patut di lakukan adalah selalu memperbaharui sistem milik kita. Walaupun nyatanya secanggih apapun sistem yang diciptakan manusia masih akan tetap bisa untuk di retas.
****
Mendung di sebelah Utara kota Jakarta menggelayut menemani langkah kaki Stella. Malam itu tak sesuai dengan rencana, Stella seharusnya pergi ke acara amal yang di gelar oleh kampusnya. Gunadarma. Namun, langkah gadis itu malah berbelok kesebuah kafe klasik di kawasan Jakarta Selatan.
"Mr. Robinson."
Wajah putih pucat, dengan rona merah di pipi khas orang Inggris menoleh saat namanya di panggil. Mata tajam bak burung elang itu mendelik, saat Stella tanpa permisi duduk dihadapannya dengan menampilkan raut wajah datar tak terbaca.
"Kau Robert Robinson, tapi nama asli mu Joseph Antonio. Kau mengganti namamu saat berhasil kabur dari penjara khusus Oxley General di Manchester. Kabur melewati pelabuhan Inggris menujuh asia dengan perjalanan kurang lebih 3 bulan. Kau sampai di Bali empat tahun lalu, kemudian kau langsung mengganti namamu dengan cara membunuh seorang turis gelandang di Bali."
"I'm sorry?" Mata hijaunya berbinar kaget ketika mendengar ucapan datar dan gamblang Stella. Dia terkejut bukan main, bagaimana jurnalis ini bisa tau masalalu yang begitu apik ia sembunyikan selama bertahun-tahun.
"Aku Stella Sasmita. Mantan jurnalis kompas Gramedia." Dia menjulurkan tangan berjari panjang-panjang kearah Robert. Namun, Robert enggan menerima uluran itu.
"Dari banyaknya kafe yang sering ku kunjungi, tempat ini menjadi salah satu favorit karena memiliki koneksi Wi-Fi dengan jaringan fiber optik dengan kecepatan gigabita. Itu bagus, mempermudah pekerjaan ku."
Alis Robert saling bertautan, binggung dan geli. Jujur saja untuk beberapa alasan dia amat tidak perduli dengan sistem jaringan komputer atau semacamnya. Bisa di katakan, jika dia adalah seorang yang gaptek akan teknologi. Dia benar-benar tidak mengerti tentang sistem jaringan atau apapun. Namun, sayangnya Robert memaafkan teknologi itu sendiri untuk menyembunyikan kebusukannya.
"Kau tau, menjadi seorang jurnalis itu melelehkan?" Stella mulai bercerita. "Setiap kali aku mencoba menjadi seorang jurnalis jujur, akan ada bencana datang di kehidupan ku. Namun, saat aku di tuntut menjadi apa yang di inginkan oleh atasan ku, akan ada bencana yang datang untuk masyarakat. Mereka bahkan terkadang ada yang mati, dan menghilang seperti ayahku dahulu."
"Maaf, Stella sungguh aku tidak perduli dengan kehidupan mu." Dia menggelengkan kepalanya, cemas pada dirinya sendiri.
"Kau akan perduli, mr.Robinson setelah aku mengirimkan ini kepada Oxley General."
Tangan mungil Stella bekerja, meraih tas jinjing dan mengambil sebuah map dari dalam sana. Map itu, ia lemparkan ke hadapan Robert yang nampaknya sedikit terguncang saat melihat salah satu tulisan yang ada di dalam map tersebut.
"Dua bulan lalu karierku hancur. Aku di anggap sebagai pengkhianat negara, di pecat, dan finalnya beasiswa ku akan di tangguhkan bulan depan. Aku tak ada pemasukan, tidak ada uang bahkan akan menjadi gelandangan." Robert tak berniat menyela, tidak ada satu katapun di benaknya untuk mengeluarkan pendapat atau sekedar berkomentar. Ia diam dalam kecemasan dan bawah alam sadarnya terus merasakan takut. "Hingga beberapa minggu lalu aku melihat sebuah situs yang menjual berbagai hal luar biasa."
"Kau ingin menjual sesuatu disana?"
Kepala Stella mengangguk, "aku ingin menjual data rahasia Oxley General. Dari itu aku menemui mu mr.Robinson."
Tidak ada yang berubah dari raut wajah Stella maupun Robert. Meski dalam hati, Robert mendesah penuh gelisah. Sial, jurnalis sialan ini sepertinya menggunakan rahasianya untuk mengorek rahasia tentang Oxley General. Di dalam benaknya, ia bersumpah akan segera membunuh dan membungkam mulut jurnalis ini.
"Aku hanya memerlukan sedikit informasi penting tentang keluarga Oxley. Karena selebihnya aku sudah mendapatkannya."
"Kau sudah mendapatkan..." Kening Robert bertautan binggung.
"Tadi pagi, aku meretas perusahaan itu. Mengirimkan sebuah hadiah kepada Reza." Sebuah garis lengkung tercipta begitu indah pada bibir ranum Stella. Namun, tak begitu indah terlihat untuk Robert. Rasa ingin membunuh bahkan naik berkali-kali lipat.
"Kau seorang hacker, Stella?"
"Jika itu membuatmu terancam, akan ku jawab; ya, aku seorang hacker. Beberapa hari belakangan aku mulai menyadap semua lalu lintas jaringan mu. Karena aku merasa ada sesuatu yang aneh dengan kehidupan lamamu. Dan ternyata aku benar, kau umpan yang tepat untukku mengulik informasi tentang Oxley General."
"Menyadap?" tanya Robert binggung.
"Ya." Stella meraih sekaleng root beer. Membuka tutup kalengnya dengan sedikit hati-hati. Agar isi didalamnya tidak mencuat keluar. "Aku tau kau punya situs bernama 'Red Room' yang kau buat untuk menjual hasil karyamu, yaitu memutilasi tubuh seseorang dan menjual organ-organnya di dalam website yang pengguna sudah menyentuh angka 500.000. Kau juga menyediakan layanan video asusila anak yang videonya lebih dari 150 Gigabyte." Stella menjeda perkataannya. Menenggak root beer. "Aku berharap aku menemukan video tentang BDSM atau semacamnya, tetapi aku salah. Ternyata kau seorang bajingan gila yang menyamar sebagai orang polos tak berdosa. Kira-kira sudah berapa korban yang organ tubuhnya kau jual? Atau sudah berapa gembel kotor yang sudah menjadi patner tidurmu?"
Suasana di kafe mendadak berubah begitu panas. Robert tak dapat lagi menyembunyikan rasa khawatir dan ketakutannya. Dia salah, sudah meladeni jurnalis junior seperti Stella.
"Kau seharusnya tak menggunakan jaringan TOR dan aplikasi tab pribadi agar servermu tak terdeteksi. Kau membuat siapapun akan sulit untuk melihat dan mengenalimu, tetapi tidak untukku." Stella menyibakkan rambutnya, dan menghela napas sejenak, "Karena potokol Routing Onion tak se-anonim yang kau pikirkan Mr.Robinson."
"Aku tidak berbuat apapun padamu, Stella."
Stella berhenti, dan menatap kearah Robert dengan tatapan hitam legam. "Semua orang menjadi gila dan tak terkendali karena uang, mr.Robinson. Termasuk aku. Kau memang tak berbuat apapun padaku dan sebaliknya, tapi masalalu mu membuat ku harus berbuat jahat. Aku akan menyerahkan bukti ini kepada Oxley..."
"Tunggu-tunggu..." Robert menjeda ucapan Stella. "Kau mengancamku? Kau tidak tau siapa aku? Pergi dari sini atau kau akan ku laporkan..."
"Polisi? Kau ingin mereka mengetahui segala kebusukan dan pekerjaan gelap yang selama ini kau lakukan? Aku bisa bertaruh, belum ada satu minggu kau di penjara, kau akan di temukan mati di tangan Mr.Oxley."
Stella mengulum senyum. Pandangan terus menatap dalam-dalam ke mata hijau terang Mr.Robinson, tak ada rasa takut kepada seorang mafia pedagang organ seperti Robert. Adrenalin, Stella justru semakin terpacu untuk menghancurkan seorang bajing*n seperti Robert.
"Baiklah, aku akan mengatakan segala rahasia Oxley General yang ku tau."
Stella menganggukkan kepala penuh harap, dan mengambil buku catatan kecil pada tas jinjingnya. Selanjutnya Stella membuka halaman kosong, dan mulai bersiap menulis di dalam sana saat Robert mulai berkata.
"Apa yang kau lihat di website pribadi Oxley, bukanlah rahasia besar tentangnya yang di sembunyikan oleh dunia, Stella. Jika kau menemukan video BDSM yang begitu banyak, serta tubuh wanita terpotong-potong sayangnya sosoknya lebih kejam daripada itu."
"Maksudmu?" Stella tergagap, "jadi kau tau juga, jika Mr.Oxley mengidap kelainan sadisme?"
Robert menertawakan Stella. Stella tak mengerti arti tawa Robert.
"Jelas aku mengetahuinya Miss Sasmita. Aku adalah mantan tangan kanannya, sebelum Jones mengambil alih kedudukan ku. Merebutnya dan merampas segalanya dariku."
"Kau pantas mendapatkan itu. Karena kau telah mencuri dua milyar poundsterling darinya." Stella melirik padanya, tersenyum sarkas penuh dengan penghinaan.
"Jika kau menyebutku seorang monster. Monster sesungguhnya ada pada dirinya. Oxley, bukanlah nama marga sebenarnya. Kau harus ke Sisilia untuk mencaritahu, apa hubungan Reza dengan marga Abute."
Mungkin Robert sedang mengejeknya atau mungkin menantangnya. Bagaimana, ia harus pergi ke Sisilia kalau Stella bisa mendapatkannya sekarang melalui mulut Robert.
"Aku bisa mendapatkannya darimu, Mr.Robinson."
"Kau tidak akan mendapatkannya dariku," katanya datar. "Karena separuh dari memoriku telah di hapus oleh bajing*n sialan itu."
"Dihapus?"
"Kau pikir Oxley General hanyalah sebuah perusahaan persenjataan dan amunisi perang seperti Tony Stark? Kau salah Stella. Perusahaan itu lebih buruk dan bobroknya di bandingkan aku. Reza adalah seorang monster berujud manusia, yang menghalalkan segala cara untuk membangun pilar kekayaannya. Seorang yang begitu apik menyembunyikan identitas aslinya sebagai seorang mafia terbesar di Italia."
Manik hitam Stella berhasil terbelalak, bawah sadar Stella tak mampu mencerna suara apapun lagi selain kata 'mafia' yang baru saja di ucapan Mr.Robinson.
"Kau bercanda?"
"Aku bekerja untuknya lebih dari sepuluh tahun. Walaupun setengah memoriku telah di hapus olehnya, aku masih ingat betul apa pekerjaan aslinya."
"Bukankah perusahaan persenjataan adalah bisnis paling menguntungkan di dunia?" Entah pertanyaan macam apa yang ditanyakan Stella. Tetapi dirinya memang tak dapat menampik jika ia begitu penasaran dan ingin terus mengulik tentang Oxley General.
"Kau pikir hanya uang yang ia kejar?"
"Lalu?"
"Aku, kan menyuruh mu untuk pergi ke Sisilia. Kau akan menemukannya jawabannya di sana."
"Baiklah. Terimakasih atas wawancaranya," kata Stella sambil mengepak barang-barangnya. "Aku sangat berterimakasih, dan aku telah menyiapkan hadiah khusus untukmu, yang akan kau dapatkan beberapa saat lagi."
Saat Stella berdiri dan bersiap pergi, Robert ikut berdiri dan meraih tangan Stella.
"Apa yang akan kau lakukan?"
Stella menyungingkan senyum, dan melepaskan genggaman tangan Robert, "kau akan tau nanti Mr.Robinson." Menaikan kupluk jaketnya, dan melangkahkan pergi dari kafe.
TO BE COUNTINUE
City of Manchester, Britania Raya
Seks tanpa pikiran dan rasa, itu sangat menyenangkan untuk di lakukan. Tidak ada cinta, tidak ada komitmen, harapan, dan tentunya kekecewaan. Reza tak perlu juga mengingat nama semua wanita yang pernah ia tiduri. Entah, itu Dammie, Shakira, atau Jullie. Terserah. Yang ia butuhkan hanyalah erangan dan desahan yang keluar baik di atas maupun di bawah ranjangnya. Ia sangat menyukai itu, seperti sebuah candu yang ingin ia lakukan lagi dan lagi. Tanpa memerlukan komitmen apalagi ikatan.
Reza Eerste Oxley, seorang pria matang, memikat yang memiliki setengah kekayaan kota Manchester. Seorang jenius muda, yang menjabat sebagai CEO sekaligus pendiri Oxley General.
Oxley General sendiri, adalah perusahaan yang bergerak di bidang persenjataan dan alat perang. Produk buatan Oxley General memiliki reputasi yang begitu baik dalam pembuatan senjata dan amunisi perang. Tak heran, jika Oxley General menduduki peringkat pertama sebagai perusahaan persenjataan terbaik di Eropa saat ini. Juga telah bekerja sama dengan beberapa badan intelijen dan pertahanan negara, seperti MI6, S.W.A.T, S.H.I.L.E.D, Bundesnachrichtendienst, DGSE, dan lain sebagainya. Membuat nama sang pendiriannya begitu tersohor dan di kagumi hampir di seluruh belahan bumi.
Namun, tidak untuk kehidupan pribadinya. Reza begitu amat tertutup dengan urusan keluarga maupun percintaannya. Masyarakat dunia, bahkan tak mengenal bagaimana ibunya, ayahnya atau kakak dan adik kandungnya. Dunia hanya mengenal sosok Reza, sebagai miliuner muda jenius yang berhasil mendirikan perusahaan sebesar Oxley General.
Dia berbaring, termenung menatap dinding kamar megah dengan seorang wanita bertubuh ramping bak gitar spanyol terlungkup di dekapannya, terlihat jelas tubuh telanjang itu penuh dengan luka, entah itu sayatan cambukan atau goresan. Semua itu hasil seni tangan seorang Reza. Reza tak tidur, terlalu gelisah untuk tidur.
Malam ini, adalah Jessie seorang pegawai magang yang ia temui saat mabuk malam tadi, tidak sulit mengajaknya untuk naik ke atas ranjang dan menghangatkan tubuhnya. Dengan di iming-imingi sebuah pangkat juga tentunya uang, ia sudah bisa membawa wanita bersurai blonde itu. Reza merangkak, turun dari atas ranjang dan mengenakan kembali pakaiannya, setelah membaca sebuah pesan dari ponselnya. Ia bersiap untuk pergi, ketika Jones asisten sekaligus sopir pribadinya telah menunggu di luar hotel. Tak lupa, Reza meninggalkan selembar cek senilai tiga ribu poundsterling.
Di tepi jalan, Jones sudah menunggu sang majikan di bawa guyuran salju dengan sebuah Audi hitam metalik.
"Selamat malam, sir." Jones membuka pintu mobil belakang, dan Reza segera masuk ke dalamnya.
"Ada masalah apa, Jones?" tanya Reza dengan suara khasnya; dingin, dan sedikit serak, saat Jones menutup pintu dan masuk ke kursi mengemudi.
"Ada sesuatu terjadi di kantor, sir."
Audi hitam berplat khusus melaju dengan kecepatan sedang membelah kota Manchester di musim dingin malam itu. Reza duduk di belakang, sambil melonggarkan dasi abu-abu yang melingkar di lehernya. Ada sebuah getaran hebat yang tiba-tiba, ia rasakan menghantam tulang belakangnya.
"Apa?"
"Seseorang meretas data pribadi anda dan beberapa saat yang lalu sebuah Rootkit di kirimkan untuk menyerang sistem kita."
Alisnya melengkung menyerupai busur panah. Dia menelan ludahnya kasar, mencoba mereda amarah yang secara tiba-tiba mencuat pada dirinya.
"Apa yang berhasil dia ambil dari kita, Jones?"
"Semua data Oxley General, sir. Dan..." Jones menjeda ucapannya, ia melirik tuannya dari kaca spion, menimbang-nimbang sejenak ucapannya yang akan ia katakan, "Data anda, termasuk rahasia gelap yang selama ini publik tidak tau."
Reza mendidih. Nampak terlihat begitu jelas. Tangannya mengepal keras, matanya membulat penuh dengan tatapan menyalah bak bola api. "Darimana asalnya?"
Oh, sial. Jones diam-diam melirik Reza dari spionnya lagi. Jelas gurat marah itu nampak di wajah tampan nan memikat majikannya, membuat dia kini di landa panik. Ia harus bicara, sekarang atau tidak selamanya. Meskipun alam bawah sadarnya tidak mengijinkan. "Mereka belum memastikannya."
"Sial." Reza meninju jok mobil dengan begitu keras. Mengumpat frustasi pada dirinya juga hacker sialan yang telah berani meretas sistemnya. "Cepat suruh semua orang cari berandal sialan itu, jika sampai 1x24 jam mereka tidak menemukannya akan ku pastikan perusahaan mereka habis."
Jones bergerak cepat, menghubungi departemen teknologi juga bagian IT.
Saat mobil berhenti tepat di sebuah gedung perkantoran besar, mewah dua puluh lima lantai, yang semua terbuat dari beton dan baja kuat dengan kaca lengkung menyelimuti seluruh bagian, Reza langsung turun dari dalam mobil, tanpa menunggu Jones membukakan pintu untuknya.
"Apa kata mereka?"
Jones berjalan mengikuti tuannya dari belakang, dengan tangannya diam-diam menekan earphone yang terpasang di telinga sebelah kanan.
"Mereka sedang berusaha, sir..."
"Apa?" Tubuh tegap, kharismatik itu berhenti, menoleh dan menatap jones dengan mata tak sabar.
"Mereka telah berhasil mengambil satu juta poundsterling, sir."
Tak ada yang mampu membuat seorang Reza marah, kecuali pengkhianat dan penjarahan. Maka dari itu saat mendengar Jones berkata uangnya telah raib, kemarahan langsung mencuat dan berkobar pada dirinya. Manik biru terang nan memikat serta tajam itu, menatap Jones dengan nyalang. Matanya benar-benar sudah tertutup kabut api kemarahan. Dengan kasar, Reza mencengkeram kerah jas abu-abu yang Jones kenakan.
"Kau cari bedebah sialan itu, atau seluruh perusahaan IT yang kau pekerjaan akan ku ratakan menjadi tanah."
Tidak ada kata selain meng-iyakan permintaan sang majikan. Kata iya pun seolah begitu sulit keluar dari vita suara Jones. Ia terlalu takut, saat melihat Reza dalam keadaan marah seperti ini.
Sementara di gedung yang sama, tepatnya di ruangan kendali semua orang di dalam sana nampak begitu panik. Mereka berlari kesana-kemari, berteriak satu sama lain, melontarkan kode-kode komputer yang hanya mereka mengerti satu sama lain. Keadaan begitu kacau, mereka yang berada di sana terus berusaha mematikan dan menghilangkan virus Rootkit yang menyerang perusahaan persenjataan itu.
"Apa kalian sudah menemukan dari mana serangan ini berasal?" Seorang parubaya berdiri tepat di tengah-tengah ruangan, berkacamata tebal dengan kumis tipis menghiasi wajahnya.
"Bekasia, Indonesia... Uhmm maaf, maksudku Bekasi, Indonesia, sir," jawab seorang pemuda berpakaian serba hitam yang duduk diantara mereka dengan sebuah monitor di depannya.
"Apa kalian sudah mangonfigurasi ulang DNSnya?"
"Tidak ada yang bisa kita lakukan, sir selain memadamkan keseluruhan sistem, membersihkan sistem yang terinfeksi, dan memulihkannya kembali," sahut pemuda lainnya.
"Are u crazy?" Reza muncul dari balik pintu besi kaca ganda di ikutin dengan Jones. Nampak pria yang baru saja berkata demikian langsung memundurkan tubuhnya menjauh dari Bos besarnya.
"Ester apa pegawai mu ini gila? Menyuruh mematikan semua sistem perusahaan ku? Semua produksi persenjataan ku akan terhenti, itu akan sangat kacau."
Ester, parubaya yang berpangkat kepala IT itu melangkahkan kaki mendekat membungkuk tubuhnya sedikit dan berkata, "mohon maaf, sir. Hanya ini yang bisa kita lakukan untuk mengeluarkan virus itu karena jika hanya mematikan dan menghidupkan server sementara, virus itu akan berkembang ganda bahkan berkali-kali lipat. Liat, mereka telah berhasil mengambil dua koma miliar poundsterling uang anda. Mengalihkan semua lalu lintas internet kita. Ini sangat berbahaya, sir. Karena takut-takut mereka malah mengambil alih tombol senjata nuklir yang anda miliki."
"Dari mana serangan berasal?" tanya Reza kepada Ester.
"Bekasi, Indonesia, sir," jawab gugup Ester.
"Sir, saya menemukan sebuah alamat IP dengan pengguna Joseph Antonio." Tiba-tiba seorang wanita berpakaian sama dengan yang lain berujar.
Darah pembunuh langsung bergejolak pada diri Reza. Rahang tegas itu nampak bergemuruh, matanya nyalang begitu panas bak bola api yang siap menerjang siapapun. Pengkhianat yang berhasil kabur dari dirinya dulu, kini kembali berulah. Kali ini, sudah tak ada lagi hukuman yang pantas untuk berandalan sialan yang sudah menghabiskan hartanya itu, selain nyawa.
"Tangkap berandal sialan itu, kirim pesan kepada mereka jika saya akan segera terbang ke Indonesia."
TO BE COUNTINUE...
Ada sekelompok orang di dunia sana, yang diam-diam berambisi menjalankan dunia di bawah kekuasaan mereka. Menyebut diri sebagai orang-orang besar yang berargumen percaya diri di depan khalayak, mengatakan jika mereka dapat merubah dunia menjadi lebih baik. Namun, nyatanya mereka tak lebih dari segelintir sampah yang memanfaatkan kepolosan masyarakat dunia untuk kepentingan mereka sendiri. Harta, jabatan, sex, dan kebebasan adalah tujuan utama mereka. Finalnya mereka ingin mengendalikan ke berangsungan hidup manusia sesuai dengan keinginan mereka sendiri.
Seperti kalian mengira Steve jobs adalah seorang yang keren, yang berhasil menghasilkan miliaran dollar, meskipun dunia tau dia menghasilkan semua itu dengan memanfaatkan anak-anak. Atau seorang yang kita sebut pahlawan, yang telah berhasil menciptakan sarana komunikasi untuk kita melihat dunia. Saling mengirimkan spam untuk menciptakan keakraban palsu. Menuliskan komentar-komentar sampah sok berwawasan yang membuat kita dapat dikenal dan di akui dunia, tetapi nyatanya kita semua di bungkam dan di kendali oleh sarana komunikasi itu sendiri.
Mereka berlomba-lomba menjadi yang pertama dari yang pertama, menjadi yang paling teratas dari yang teratas hingga melanggar aturan-aturan yang telah di tetapkan leluhur bahkan sampai tuhan mereka sendiri. Mereka menciptakan sistem monarki yang dapat mengendalikan dunia di bawah tangan mereka. Menciptakan apa yang mereka inginkan, dan menghancurkan apa yang menurut mereka sebagai ancaman. Monster dari segala monster.
Dari sekian banyak monster berujud manusia, mungkin Robert hanyalah setitik dari orang-orang besar itu. Memperdaya kepolosan masyarakat untuk kepentingan dirinya sendiri. Menjarah, memperkosa, hingga mendirikan sindikat perdagangan organ tubuh manusia ia lakukan, untuk membuat pilar kekayaan ia sendiri dan bertekad menguasai dunia. Hati nuraninya telah mati, rasa perikemanusiaannya telah di ternodai dengan sesuatu yang kehadirannya lebih di agungkan di bandingkan dari apapun termasuk tuhan. Yaitu uang. Dia harus di hentikan, apapun caranya. Paling tidak di berikan pelajaran, agar lelaki itu mengenal kata jera. Dan, Stella yang akan melakukan itu. Anggap saja, Stella sedang menjadi seorang superhero jahat, yang akan membongkar rahasia kejahatan Robert, untuk menutupi kejahatannya sendiri.
Setelah selesai urusannya dengan Robert, Stella keluar dari kafe dengan di sambut guyuran rintikan hujan. Malam itu, tak ada bintang yang menyinari langkah kakinya. Justru hujanlah seakan sedang menghapus jejak-jejak kriminal yang segera akan ia lakukan. Langkahnya terhenti di sebuah shalter yang letaknya tepat di sebelah kafe. Dia duduk disana agak lama, menghitung titik air hujan yang turun dari langit hingga suara sirene mobil polisi terdengar dan mobil-mobil berpoles khusus itu berhenti di depan kafe.
Pekikan pengunjung kafe serentak terdengar, saat beberapa polisi mengangkat dan menodongkan senjata mereka. Stella tetap duduk diam membisu, menyembunyikan kepalanya di balik tudung jaket tebalnya dan menunduk dalam-dalam. Telinganya terus bekerja, mendengarkan kegaduhan yang terjadi di kafe tersebut.
Tak beberapa lama setelah polisi masuk ke dalam kafe, mereka kembali keluar dengan menyeret tubuh Robert secara paksa. Lelaki paruhbaya itu mengeliat, memaksa melepaskan dirinya ketika hendak di bawa paksa para petugas berwajib. Mulutnya terus berkicau tak karuan, berteriak-teriak bak orang kesetanan membela diri.
"Lepaskan saya. Jurnalis sialan itu menjebak saya, lepaskan saya." Tangannya memerah, akibat memaksa meloloskan diri dari jerat besi borgol. Tubuhnya menggeliat terus bagai caci kepanasan, tak terima atas alasan penangkapan; melakukan tindakan kriminal tingkat tinggi.
Saat ia terus meronta tak karuan, matanya menangkap sosok Stella yang masih tetap duduk diam tak bersuara. Matanya berkabut marah, saat melihat wanita itu. Ia meringis sambil berkata, "aku tidak akan melepaskan mu. Aku akan membalas mu, Stella."
Kepala Stella terangkat, matanya langsung mengunci pandangan ke arah Robert beberapa saat. Dia pun tersenyum sambil berucap, "aku akan menunggu itu."
****
Gairah untuk membunuh pada diri Reza tak dapat terbendung lagi. Apalagi setelah mengetahui data pribadinya di retas oleh orang tak asing untuknya. Ia ingin segera menghabisi orang itu. Memberikan pelajaran yang takkan pernah di lupakan seumur hidupnya.
Pagi itu, semua staf departemen teknologi maupun IT berkumpul di sebuah kantor megah dan besar. Cukup besar untuk di singgahi oleh satu atau dua orang. Selain besar dan mewah, kantor yang berada tepat di lantai paling atas gedung, juga memiliki design yang sangat modern dan elegan, dengan di pasangi teknologi super canggih. Saat masuk para tamu yang datang sudah di sungguhkan oleh jendela besar yang berdiri kokoh dari lantai sampai langit-langit, ada meja kayu besar modern dari kayu gelap yang bisa buat makan enam orang dengan nyaman. Itu cocok dengan meja kopi didepan sofa. Semua terlihat bersih dan putih. Begitu putih hingga tak ada celah, kecuali bagian dinding pintu yang berwarna mencolok yang di hiasi lemari-lemari buku cantik berwarna coklat kayu.
Ada sekitar dua puluh orang yang berada di kantor, itu sudah termasuk Reza, Jones, Ester dan seorang wanita berambut pirang membawa dua tumpuk map di pelukannya. Tak ada yang berbicara, bernapas pun seakan sulit sekali mereka lakukan di ruangan itu. Rasanya begitu sesak, seakan malaikat pencabut nyawa sedang berpidato menyebutkan satu-satu nama mereka untuk bergantian di cabut nyawanya.
Lekuk gusar, marah, dan geram terpancar begitu jelas dari wajah ramping Reza. Dia duduk dengan penampilan acak-acakan di kursi kebesarannya, sambil memainkan pena bertuliskan Oxley General. Lelaki berusia tiga puluh dua tahun itu sedang berpikir keras, menghadapi sekumpulan wartawan yang sudah memenuhi gedungnya sepagi ini.
"Kemari kan mapnya." Reza menjentikkan tangannya kepada wanita pirang.
Pirang bertubuh ramping bak gitar spanyol itu mengangguk, berjalan mendekat dan meletakan apa yang ia bawa di meja kerja Reza.
Tangan Reza bekerja, membolak-balikkan map di hadapannya dengan raut wajah sulit di artikan. Mata hijau cerah nan memikat itu, terlihat sangat indah dan menakjubkan saat sedang fokus membaca setiap kata dan huruf yang tertulis di map di hadapannya. Setelah selesai membaca satu map, ia beralih kepada map yang satunya. Sama, membaca setiap kalimat yang tertulis disana begitu khidmat dan teliti. Dia tak ingin, ada satu kata pun yang tak terbaca olehnya.
"Jadi apa yang menurut kalian aneh dari serangan Rootkit kemarin malam?" Reza menutup mapnya, dan melemparkannya ke ujung meja kerja.
Seorang pemuda berambut hitam, berbadan tegap dan berpakaian serba hitam dengan nama Oxley General terpampang di bagian bahu bajunya berjalan selangkah ke depan.
"kami menemukan dua alamat IP dengan sosok yang sama, sir." Kepalanya tertunduk dalam, tak berani menegakan atau sekedar melirik Reza saat ia berucap. "Joseph Antonio memiliki wajah yang sama dengan Robert Robinson yang mana alamat IPnya kami temukan sebagai pemilik rekening yang mencuri uang anda, sir."
Reza terlihat agak binggung dan linglung.
"Apa yang kau punya untuk di laporkan, Jones?" Kini pandangan Reza, tertuju kepada sosok Jones yang berdiri agak jauh dari mereka. Jones menganggukan kepalanya menyapa tatapan Reza, dan menundukkan kepalanya kembali seperti yang lain.
"Saya sudah mengabari Keluarga Hartanto jika anda akan terbang ke Indonesia beberapa hari lagi, sir. Juga saya sudah mengirimkan mata-mata terbaik yang kami punya untuk melacak keberadaan Joseph. Mereka sudah terbang sekitar dua puluh lima menit yang lalu menujuh Indonesia, tetapi ada sedikit masalah dengan keluarga Hartanto."
Alis Reza saling bertautan, matanya menyipit binggung menatap Jones di ujung sana. Entah mengapa, alam bawah sadar Reza merasa tak enak saat Jones mengatakan ada sedikit masalah dengan keluarga Hartanto. Seperti, Reza merasa itu bukan sekedar sedikit masalah saja.
"Masalah apa, Jones?"
"Nyonya Liliana, meminta anda memegang kursi Presdir sementara Hartanto grup."
"WHAT!!"
MR. REZA EERSTE OXLEY
NP;
SEBENARNYA REZA VERSI AKU ITU PERPADUAN ANTARA DIA DAN MATA BIRUNYA CHRIS HEMSWORTH (PEMERAN THOR).
TO BE COUNTINUE...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!