Alfy Mansion | 06:00 AM
Sinar mentari pagi menyeruak masuk ke dalam ruangan gelap melalui cela horden coklat pastel dan berhasil membangunkan sang pemilik kamar.
"Mmm.." keluhan kecil keluar dari mulut wanita itu, tangannya bergerak mengambil bantal untuk menutupi wajahnya dari cahaya matahari.
Beberapa detik kemudian, bayangan wajah pria tampan berjas pakaian kantornya muncul, membuatnya kembali melempar jauh bantal mahal yang terbuat dari bulu angsa itu.
'Aku harus cepat bangun! biar bisa bantuin bu Mia buatin sarapannya Alfy.' Bisikan batin wanita cantik bernama Maria Nuan Ollyfi yang baru saja terpaksa bangun dari tidurnya.
Maria lirik kasur sebelah kirinya. Kosong. Seharusnya di Alfy ada disebelahnya, sedang memeluknya. Tapi kemungkinan itu tidak mungkin ada. Alfy terlalu jauh.
Tanpa butuh waktu lama mengambalikan kesadarannya -Maria bangkit dari tidurnya dan memasuki kamar mandi yang tersedia di kamarnya.
"Salamat pagi bu Mia." wanita dewasa yang sedang sibuk memotong wortel mengalihkan pandangannya, melihat ke arah Maria yang baru saja turun dari kamar dengan pakaian rumahannya.
Bu Mia sudah lama bekerja sebagai kepala asisten di Mansion besar, milik Alfy. Memang tidak sedikit asisten di Mansion. Penyebabnya, karena rumah ini terlalu besar.
"Selamat pagi nyonya?" Bu Mia tersenyum memperlihatkan semua gigi, memberikan senyuman terbaik yang bu Mia miliki untuk istri Tuannya.
'Nyonya lagi.' gerutu Maria dalam hati. Maria tidak suka panggilan itu, terdengar seperti wanita paruh baya yang suka marah-marah pada asisten rumah tanggannya.
"Ibu, aku dan Alfy sudah menikah 3 bulan. Alfy sudah menganggap ibu -ibunya sendiri jadi anggap aku anak ibu juga ya?" Maria memperlihatkan wajah kecewanya. "Panggil aku dengan nama aku, bu. Maria atau Ria." Lanjut Maria.
Ibu Mia adalah orang paling tua di rumah ini. Maria tidak bisa melakukan pekerjaan rumah, tapi demi suaminya Maria ingin belajar semua pekerjaan itu, terutama memasak, Maria ingin sekali belajar masak dari ibu Mia.
"Iya deh, Ria." jawabnya tanpa berhenti memotong wortel, mengelus pipi Maria dengan senyuman yang terukir jelas di bibirnya.
"Aku mau bantu bu Mia." Maria mengambil alih sepatula, berjalan mendekati kompor, dan membalik ikan yang sedang di goreng.
Bergaya di depan kamera adalah keahlian Maria karena itu tidak sedikit perusahaan fashion menggunakan jasanya. Tapi memasak, itu masuk ke dalam salah satu ketidak ahliannya.
Sebab itu pelajaran memasak pertama yang harus Maria pelajari, membalik ikan atau ayam yang sedang di goreng. Tantangannya, cipratan minyak yang akan membuatnya memekik kaget.
"Aw!" Cepat-cepat Maria meninggalkan sepatulanya ke wetafel membasuh lengan yangan terkena cipratan minyak.
"Apa yang kau lakukan?"
Maria mematikan keran, lalu memutarkan tubuhnya, dan mendapati pria berperawakan tinggi berdiri tepat di depannya.
Ya, suara maskulin itu milik Alfy Zael Yoan -suami Maria. Orang pertama yang bisa mengambil hati Maria dengan satu tatapannya.
Jantung Maria yang awalnya normal mulai berdetak lebih cepat dari biasanya. Sudah 3 bulan Maria menikah dengan Alfy. Tetapi, masih saja jantungnya bertingkah abnormal saat Alfy berada di dekatnya.
Mungkin ada wajah yang sangat tampan, tubuh yang ideal menjadi penyongkong jantung Maria berdetak tidak normal.
Kalau saja Maria tidak punya malu dan Alfy tidak akan memarahinya, ia ingin sekali memeluk, menghirup sebanyak-banyaknya harum parfum bercampur harum tubuh Alfy yang sudah sedikit tercium dari jarak dua meter darinya.
"Sekarang. Apa yang sedang kau pikirkan?" Ujarnya sambil menyentil kening putih dan mulus Maria. Sedangkan Maria mengelus keningnya yang sedikit memerah, karena sentilan jari Alfy.
Terbuat dari apa jari Alfy? Karena Maria merasakan kesakitan hanya dengan sentilan Alfy.
Alfy berjalan mendekati meja makan dan berjalan menjauhi Maria yang masih terdiam. Setelan kerja seperti yang Maria bayangkan tadi pagi sudah melekat di tubuh Alfy dengan sempurna. Potongan rambut undercutnya tersisir rapih ke belakang.
Meninggalkan harum Parfum black code dari Giorgio armaninya. Dan Maria sudah ke habisan kata untuk mengaggumi keindahan yang Alfy miliki.
"Alfy, kamu mau berangkat kerja sepagi ini?" Maria dengan piring dua piring sarapan berjalan mendekati Alfy yang sedang fokus dengan iPad di tangannya.
"Ada rapat penting " jawab Alfy tanpa menoleh ke arah Maria.
Dari samping Alfy terlihat begitu perfect, dengan hidung mancung langkanya yang akan sangat mengganggu saat berciuman.
Bibir yang tipis Alfy, menandakan tipe orang yang cakatan dan tegas. 'Oh my god. Bisa kalian bayangkan bagaimana bibir Alfy? Apa lagi saat ada smirk di bibirnya. Masih pagi Maria, jangan berpikiran aneh!'
Jarak mata dan alisnya berjauhan, seperti orang yang sedang marahan dan itu menandakan pria yang playboy. Tapi sepertinya tidak semua pria yang memiliki mata yang jauh dari alis itu playboy, buktinya Alfy hanya mempunyai satu istri dan satu kekasih.
Kekasih? Ya, begitulah. Alfy memiliki kekasih hatinya, kerena itu Maria hanya bisa menjadi pemilik statusnya dan tidak dengan hatinya.
Bagaimana mereka berdua bisa menikah? Itu karena, peraturan kuno yang masih di gunakan orang tua Maria dan Alfy -perjodohan sederajat. Kekasihnya Alfy tidak sekaya Alfy, maka dari itu orang tua Alfy atau mertua Maria tidak merestui Alfy dengan kekasihnya itu.
Tapi walipun hanya bisa memiliki statusnya saja, Maria tetap senang menjadi istrinya Alfy. Karena Maria bisa malihat wajah tampan Alfy setiap hari. Walaupun sikap manisnya hanya di tunjukan kepada kekasihnya semata dan sikap dinginnya hanya di tunjukan untuk orang asing, seperti Maria.
'Liat sini dong Al liat, liat, liatttt...'
"Berhenti melihatku seperti itu!" Suara bariton itu membuat Maria mengalihkan matanya melihat ke arah lain, meregangkan tubuhnya, seolah-olah Maria tidak mengerti apa yang Alfy katakan. Maria hanya memperhatikan, bukan melihat.
"Ehmm... kamu gak mau makan, makanan sudah ada di depanmu? Kamu bilang ada rapat penting." mengalihkan pembicaraan adalah hal yang tepat untuk keadaan ini.
"Jangan mengalihkan pembicaraan." Alfy menaruh iPadnya, melihat Maria dua detik, lalu memakan makanan di depannya.
Alfy menyuapkan makan ke dalam mulutnya. Tapi di mata Maria seakan dia sedang melakukan slow motion yang membuat Maria rugi untuk melewatkannya.
Semua yang di lakukan Alfy sungguh mengaggumkan. Mulai dari Makan, fokus pada pekerjaannya, berjalan, memakai dasi, dan memakai jam di tanganya, itu salah satu kesukaan Maria. Apa lagi, saat melihat Akfy tersenyum.
Maria mengalihkan pandangannya ke arah lain, setelah Alfy memergoki Maria sedang memperhatikannya, lagi.
Maria melirik alfy yang menarik sesikit bibir kanannya. Akh! Senyuman kecil itu sangat manis. Walau Maria hanya melihatnya sebentar.
Alfy melanjutkan memasukan makanan ke dalam mulutnya, menghabisi yang masih tersisa di piringnya.
Setelah piringnya sudah kosong, pria itu bangkit dari duduknya dan membawa semua perlengkapan yang mau di bawa ke kantor kemudian Maria berdiri menyusulnya. Siapa tau Alfy mau mencium keningnya, seperti pasangan suami istri biasanya.
"Behenti berharap!" Alfy meneloyor kepala Maria dan kalimat yang keluar dari mulutnya tadi membuat Maria menjatuhkan tubuhnya ke kursi tempatnya duduk tadi.
Alfy selalu saja bisa menebak jalan pikiran Maria. 'Dari mana dia mendapatkan pelajaran menebak isi kepala orang? Aku ingin belajar pelajaran itu.'
Cup!
Dengan cepat Alfy mencium kening Maria, dengan cepat juga Alfy menjauhkan dirinya dari Maria. Tanpa sadar sebuah senyuman melengkung, tercetak manis di bibir Alfy.
TubuhMaria menegang saat merasakan bibir lembut Alfy menyentuh keningnya. Seakanjantungnya berhenti dan detik ini Maria meninggal karena kecupan dati suaminyadi kening. Maria mengigit bibir bawahnya dan wajahnya bersemu.
__
Hampir semua saluran televisi manyirakan penghitungan vote suara gubernur Jakarta dan Banten. Maria melihat jari kelingkingnya yang berwarna ungu, tanda sudah ikut pemilihan gubernur untuk Jakarta.
Salah satu chanel swasta sedang menayangkan film Diraemon: stand by me, Maria bukan anak kecil yang suka film animasi itu. Sedangkan yang lain menanyangkan senetron India dan Maria juga bukan ibu-ibu yang suka salah satu serial dari India itu. Di tambah lagi Maria penasaran siapa pasangan ketua dan wakil gubernur yang menang di pemilihan kali ini. Apa Ali dan Salim akan menang? Atau Ariq yang akan menang?
Maria memilih nomor urut 3 Ali dan Salim. karena menutunya, hanya mereka yang bersih, tanpa konflik. Kalau nomor urut 2 ada Ariq dan Dadang, Maria dengar mereka sedang ada masalah penistaan agama sebelum pemilihan. Nomor urut 1 ada Agis dan Saluma, Maria tidak suka karena berpasangan dengan Saluma. 'Seharusnya Agis bersamaku. Hahahaha.... aku hanya bercanda.'
"Maria!!!" suara nyaring masuk ke dalam telingaku.
Maria mencari orang yang memanggilnya dengan suara cempeng itu.
'Apa rumah ini hutan? Kenapa dia harus berteriak. Memang aku tidak punya telinga untuk mendengarnya berbicara pelan.'
Seseorang muncul dari pintu putih yang menjulang tinggi. Oh my god! Wajah cantik itu yang keluar dari sana. 'Maafkan aku membicarakanmu dalam hati.'. "Mamah." Rene yang keluar dari pintu besar itu -mamahnya Alfy.
Mamah Alfy memiliki wajah yang awet muda. Mungkin dari mamahnyalah Alfy mendapatkan wajah yang awet muda.
"O..oh, hai mah!" Untung saja Maria membicarakannya di dalam hati tadi, jadi mamah Alfy tidak tahu.
Mamah Alfy sudah duduk si samping Maria.
"Sayang, kamu udah nyoblos?" Rene menunjukan jari kelingking berwarna ungu di ujung jarinya.
"Udah dong mah" Maria menujukan jari tengah, jari manis, jari kelingking dan berbentuk O untuk jari telunjuk dan ibu jarinya.
"Ouh... kamu pilih AS?"
"AS? AS yang mana mah? Agis Saluma atau Ali Salim?" AS siapa yang di maksud mertua tercintaku kali ini. Kebiasaan mamah, mulai. Rene memang selalu menyingkat-menyingkat kata. Apa pun itu.
Apa lagi saat saling mengirim pesan pada Maria. Maria harus bertanya dulu pada Alfy atau bu Mia. Baru Maria bisa membalas pesan Rene.
"Oh.. iya ya?! Maksud mamah itu, Ali Salim." Maria menganggukan kepalanya, mendengar penjelasannya.
"Iya, aku pilih Ali dan Salim. Menurut aku mereka yang paling lurus, mah. Ga belok-belok, hmph.." ujar Maria sambil menunjuk televisi di depannya dan berusaha untuk tidak tertawa.
"Ck... lurus apanya?" Suara Alfy menyambung ke dalam percakapan Maria dan Rene.
Alfy memang seperti malaikat yang datang dan pergi tanpa sepengetahuan orang. Terbukti dengan Alfy yang sudah duduk di sofa.
Alfy duduk di single sofa, bersebelahan dengan sofa Yang diduduki Maria. 'Kapan dia datang? Apa dia mendengar semua percakapan aku dan mamah?'
Maria bergidik bahu karena tiba-tiba bayangan Alfy yang mencium keningnya lewat.
"Emangnya kamu pilih siapa Al?" Maria melihat Rene lalu beralih ke arah Alfy. menggu Alfy menjawab pertanyaan mamahnya.
"Ariq lah, mah! Soalnya Ariq bakalan membuat Jakarta ini menjadi Jakarta jadi lebih maju." jawab Alfy sambil melihat ke arah iphone yang di genggamnya saat ini.
Alfy selalu saja sibuk dengan pekejan-pekerjaannya. Bagaimana bisa ada anak bayi di rumah ini, sedangkan dia hanya sibuk dengan semua pekerjaannya. Ya, Maria bahwa tahu Alfy adalah orang tersibuk di Indonesia ini.
Semua pengusaha di Indonesia tahu siapa Alfy. Pangeran ice yang tampan dengan harta yang tidak terhitung. Saking kayanya Alfy computer pun penat untuk menghitung uangnya.
Jadi sudah pasti banyak orang yang ingin menyaingi kekayaan Alfy dan ingin menjatuhkannya. Tapi tidak bisa karena perusahaan Alfy sudah menjadi sekutu perusahaan ayahnya Maria. Perusahaan terkaya kedua setelah perusahaan yang Alfy pegang.
"Bagaimana kalau kita taruhan?" Fikiran itu tiba-tiba muncul saja di otak Maria. Mungkin untuk menarik perhatian Alfy.
Wajah Alfy sudah tidak lagi melihat ke iphone yang di genggamnya dan Ia melihat ke arah Maria sambil mempertunjukan senyumah smirknya.
"Siapa takut." jawab Alfy dengan begitu simple.
"Okeh. Kalau aku aku menang, dalam satu bulan kamu harus menurut dengan semua perkataan aku dan sebaliknya."
Alfy mengangguk, sambil bangkit dan pergi menjauhi Maria dan mamahnya yang sedang melihat bingung ke arahnya.
Apa seyakin itu Alfy bisa menang? 'Hahahaha... aku adalah ratu taruhan di SMA. Kita lihat siapa yang akan memenangkan taruhannya.'
Rene sudah pulang dari 3 jam yang lalu, dan sekarang Maria masih menunggu hasil pemilihan gubernur Jakarta.
Sudah hampir 4 jam Maria duduk di sofa sambil ngemil. 'Kalau setiap hari aku seperti ini, mungkin aku akan jadi seperti sapi betina yang sedang mengandung.'
'Kapan ke putusannya akan di umumkan? Dari tadi aku seperti orang menunggu ikan yang takut di makan kucing garong.'
Ini pertama kalinya Maria diam dan menonton selama 4 jam tanpa jeda. Biasanya ia paling males untuk menonton televisi, karena sinetronnya tidak ada yang bermutu. Paling tidak Maria hanya ingin menonton film luar yang di tayangin di televisi Indoneaia.
'Pokoknya Ali dan Salim harus menang. Kalau tidak, mimpi indah bersama Alfy akan menjadi mimpi buruk. Kalau aku menang aku akan meminta yang iya-iya. Seperti menemaniku belanja, memaksanya masak untukku, dan yang lain akan kupikiran setelah pemngumumannya selesai.'
Maria melirik pintu ruang kerja Alfy sejak pergi masukki ruang kerjanya Alfy belum menunjukkan batang hidungnya sama sekali. Bahkan Rene pergi pun, Alfy sama sekali tidak keluar dari ruang kerjannya. Sebenarnya apa yang Alfy lakukan di ruang kerjanya?
Tok..tok...tok...
Maria mengetuk pintu besar terbuat dari kayu pilihan, tapi tidak ada jawaban dari sang pemilik ruangan. Akhirnya dengan keberanian yang dipaksa Maria memilih membuka pintu berwarna putih itu dan mengintip ke arah dalam.
Ternyata Alfy tertidur di kursi kerjanya, senyum Maria mengembang. Perlahan dan berhati-hati, wanita itu berjalan mendekati suaminya yang sedang tertidur.
Selama 3 bulan Maria menikah dengan Alfy ini pertama kalinya Maria masuk kedalam ruang kerja pria itu. Kamar Alfy? Jangankan melihatnya, mengintipnya saja Maria tidak berani.
Alfy tidak suka ada yang keluar masuk kamarnya, kecuali untuk membereskan kamarnya atau untuk mengambil pakaian kotornya. Itu juga kalau Alfy sudah mengijinkannya.
Maria mengangkatnya kursi agar tidak menimbulkan suara, meletakannya di depan meja Alfy. Dagunya berpangku tangan kiri, Maria memperhatikan ketengan di wajah Alfy yang semakin terlihat tampan.
Maria mendapatkan garis kelembuatan yang hany bisa terlihat saat Alfy tertidur. Atau mungkin kelembutan itu hanya bisa di lihat oleh seseorang yang telah mengambil hatinya, saat pria macan jantan ini terbangun.
Wajah jutek yang selalu Maria dapat, seolah wajah Alfy sudah terprogram saat iris matanya mendapati Maria sarafnya bekerja mendatarkan diri.
Godaan mengelus kedua alis tebal Alfy tidak bisa di tolak. Perlahan, jarinta menuju hisung mancungnya. Terimakasih Alfy, Maria akan menggunakan kesempatan ini semaksimal mungkin.
Mata yang terpejam itu, tiba-tiba terbuka saat jari Maria sudah sampai di ujung kiri bibir Alfy. Sontak ia menjaukan tangannya dari wajah Alfy.
Prankk...
Suara kaca pecah. Maria berdiri, melihat ke bawah ada bingkai foto yang sudah pecah kacanya. 'Aku menjatuhkannya? Selamatkan aku Tuhan, bagaimana aku bisa seceroboh itu. Ahh... bodoh.'
Maria mengambil bingkai foto yang jatuh karena ketengelian tangannya. Dan itu adalah foto wanita manis yang sedang memperlihatkan semua gigi putihnya.
'Apa ini kekasihnya? Dia sangat manis. Wajah akupun kalah talak 3 dari wanita ini. Mata hijau ke biruan yang lembut seakan menegaskan bahwa dia adalah orang yang sangat bersahabat. Dia wanita yang sempurna. Pantas saja Alfy sangat mencintainnya.'
Maria tersadar bingkai foto ini berada di depan wajah Alfy.
'apa Alfy meperhatikan foto wajah wanita manis ini sampai tertidur di kursi kerjannya? Apakah sepesial itukah, wanita manis itu dalam hidupnya?'
Maria tersentak saat Alfy mengambil alih bingkai foto yang Maria pegang dan_
Maria mengigut bibirnya menahan teriakan saat sisa kaca di bingkai itu menggores panjang di ibu jari Maria. Darahnya belum keluar tapi perihnya, menusuk.
'Ahh... sakit banget.' keluh Maria dalam hati.
"Siapa yang suruh kamu, masuk ke dalam ruang kerja saya?" Maria tidak berani melihat wajah Alfy yang sedang marah seperti ini. Maria melihat darah yang mulai keluar di tangan kanannya.
Alfy menarik tangan kiri Maria membawa wanita itu keluar dari ruang kerjanya.
"Jangan pernah masuk ke ruang kerja saya! NGERTI?" Alfy meninggikan suaranya dan berlalu pergi meninggalkan Maria yang berdiri di depan pintu ruang kerja Alfy, yang sudah di kunci oleh Alfy.
'Apa dia tidak lihat luka di tanganku? Atau dia melihat tapi tidak perduli?'
'Alfy marah? Ya, aku memang melakuan ke salahan tapi aku tidak sengaja menjatuhkan bingkai foto itu. Dia bisa mengganti bingkainya dengan yang lebih mahal, kenapa dia malah berteriak padaku?'
'Karena dia marah padamu!' Suara balasan dari otak Maria.
'Hai diam!! aku tidak butuh jawabanmu otak.'
Akhh ... Alfy mulai lagi, you must be strong Maria.
__
06:30
Alfy sudah rapih dengan pakaian kerjanya. Maria rasa Alfy selalu memakai jas hitam saat pergi bekerja. Apa Alfy tidak punya warna lain. 'Aku akan membelikannya jas bewarna, nanti. Bahkan aku akan membelikannya dasi bemotif bunga, warna biru.'
Alfy seperti anak SMA saja berangkat dari rumah jam setengah tujuh. Padahal Alfy-kan boss jadi bisa berangkat agak siangan.
"Alfy kamu udah rapih, mau berangkat pagi?"
Pria yang sedang duduk di kursi itu tidak menjawab pertanyaan Matra. Alfy pasti masih marah perihal kemarin, mengahancurkan bingkai foto kekasihnya.
Maria meletakkan sepiring nasi goreng dihadapan suaminya. Pagi ini bu Mia masak nasi goreng dan sekarang Maria sudah tahu resep nasi goreng ala bu Mia.
Sejak Alfy mengeraskan suaranya, secara tidak langsung membuat nafsu makan Maria berkurang.
Alfy bangkit dari duduknya tanpa memakan makanan yang ada di depannya. Maria ikut berdiri dan menyamakan langkah besarnya berjalan mendekati pintu keluar.
"Alfy kamu gak makan?" Maria bertanya sambil mengimbangi langkah Alfy.
"Nanti saya makan di kantor." jawabnya dan langsung masuk ke dalam kursi kemudi di mobilnya.
Hari ini Alfy tidak bersama supir pribadinya. Alfy sudah pasti sangat marah, sampai-sampai tidak mau sarapan di rumah.
Sebuah ide muncul dari otak Maria. Ia akan membawakan makan siang ke kantornya. Sebab Maria tidak yakin suaminya akan sarapan di kantor. Karena Alfy akan malupakan apapun saat dia sedang berkerja. Kecuali ada yang ingatkannya.
Maria mengambil handphone di saku celananya dan searching menu makanan apa yang akan bawakannya untuk makan siang Alfy.
"Bu Mia..!!!" Teriak Maria sambil berjalan mendekati dapur, tapi sudah tidak ada bu Mia. Bu Mia keluar dari pintu kamarnya.
"Ada apa Ria?" Tak lupa senyum yang selalu terukir di wajah bu mia.
Walaupun bukan senyuman Alfy yang Maria dapatkan. Tapi ia sangat bersyukur, karena masih ada beberapa senyuman manis yang bisa membuatnya betah rumah ini.
Senyuman yang mereka berikan seakan memberikan semangat untuk bersabar menunggu Alfy.
"Bu mia aku mau bawa makanan ke kantornya Alfy. Bu mia bisa tolong bantu aku membuat Steak tuna?"
"Bisa Ri, tapi ikan tuna lagi gak ada." jawabnya sambil melihat kedalam lemari pendingin.
"Biar aku yang beli," Maria batal membalikan tubuhnya. "Tapi tempat belinya dimana, bu?"
"Di depan komplek ada super market lengkap. Tapi ibu aja deh yang beli, nanti Ria kecapean lagi." bu mia terkekeh membuat matanya menyipit dan menunjukan guratan guratan kecil di ujung matanya.
"Aku juga mau liat-liat bu. Aku bosan di rumah terus." bu mia mengangguk.
Maria dan bu Mia berpencar di super market. Bu mia mencari mabahan makanan, sedangkan Maria snack untuk menemaninya di rumah.
Semenjak Maria menikah dengan Alfy, Maria belum mengambil job pemotretan. Mala bilang, memang sudah banyak yang mengcalling untuknya. Bukan karena Maria tidak mau, melainkan ia ingin belajar merawat rumah lebih dulu. Sekaligus untuk menarik perhatin Alfy.
Chitato
Qitela
Momogi
Oreo
Lays
Semua yang Maria lihat, ia masukan ke dalam ranjang belanjaannya. Mulai Dari yang sudah pernah ia rasakan sampai yang belum pernah dirasakannya.
Untuk apa Maria harus berhemat saat Maria mempunyai suami yang kaya raya. Toh, semua yang Maria beli akan ia makan, meskipun tidak langsung makan semuanya habis.
"Maria." seseorang menyapa dan memegan bahu Maria. Maria membalikan badannya dan melihat ke arah seseorang yang menyapanya.
"Yogi." Yogi ini adalah sahabat Maria dari SMA. Dia laki-laki yang baik dan setia. Terbukti, Yogi pacaran dengan Windi selama 4 tahun waktu di SMA . Alfy juga tidak kalah tampannya dari Alfy. Bedanya Yogi sedikit lebih pendek dari Alfy dan lebih ramah dari Alfy.
"Udah lama gak ketemu ya?" Wajah tampanya menjadi lebih dewasa dari terakhir Maria melihatnya.
Ini pertama kalinya Maria dan Yogi bertemu setelah ke lulusan SMA. Setah lulus SMA, ia dan Yogi benar-benar lost contact. Jadi Maria maklumi Yogi tidak datang ke pernikahannya. Maria juga tidak yakin kalau Yogi tahu dirinya sudah menikah.
"Iya. Lo ngapain di sini? Belanja? Mana Windi? Lo masih sama Windi?" Tanya Maria berturut turut. Maria juga tahu Yogi bingung akan menjawabnya. Terlihat dari alisnya yang tertaut dan dahinya yang berkerut.
"Oke. Oke. Points from my question. Kamu masih sama Windi?"
"Kita udah putus dari 3 tahun yang lalu. Lagian Windi sudah nikah, lo gak tahu?" Jawabnya
"Sorry! Gue enggak tahu." Maria memajukan sedikit bibirnya. Membuat Yogi terkekeh dan mengacak-ngacak rambut halus Maria.
Mengacak-ngacak rambut Maria adalah salah satu hobi Yogi. Karena hobinya itu tidak jarang orang yang salah sangka atas perlakuanya. Karena munurut mereka, itu terlihat so sweet dan karena itu, saat mau kelulusan Maria dan Yogi mendapat best couple. Padahal mereka bukan pasangan.
"Lo enggak berubah ya, Ri? Masih cerewet kaya dulu. Tapi yang berubah, wajah lo berubah jadi lebih cantik." wajah Maria memanas saat Yogi bilang wajahnya berubah menjadi lebih cantik.
"Wah... muka lo jadi merah. Lucu." Yogi mencubit ke 2 pipi Maria.
Maria memukul pundak Yogi, malah tangannya yang sakit. 'Gila pundaknya Yogi keras gila.' ujar Maria dalam hati. Apa dia selalu ngegim setiap hari, sampai pundaknya keras seperti itu.
"Yogi. Pundak lo keras banget si. Sakit tangan gue mukul lo." Maria mengelus tangannya. Yogi menarik tangan Maria dan menaruh di pundaknya.
"Lagian, harusnya pundak gue itu lo elus, bukan di pikul." kata Yogi sambil menuntun tangan Maria untuk mengelus pundak pria itu. Maria tarik tangannya dari pundak Yogi.
Andai saja tuhan berbaik hati dengan mempertemukan Maria dengan Yogi lebih dulu, sebelum Yogi berpacaraan dengan Windi. Mungkin Maria akan mudahnya jatuh cinta pada Yogi.
Yogi melihat ke arah ranjang belanjaan Maria. Matanya terbelelak kaget melihat ranjang Maria penuh dengan snack.
"Lo belanja jajan untuk satu bulan?" Maria hanya menyengir menujukan giginya untuk menjwab pertanyaan Yogi. Yogi sudah tahu kebiasaan Maria sejak SMA.
Bu Mia dan keranjang belanjaan yang sudah penuh dengan berbagai macam bahan masakan. Berjalan mendekati Maria.
"Gue duluan ya, Gi?" Pamit Maria.
"Gue anterin pulang ya?" Tawar Yogi. Sebenarnya masih banyak yang ingin Maria obrolkan dengan Yogi. Tapi Maria ingat mau ke kantornya Alfy, jadi kapan-kapan saja Maria akan berbicara dengan Yogi.
"Enggak usah, gue udah ada supir kok! Lagian balanjaan gue banyak. Oh iya, nomor telfon lo masih yang lamakan? Gue mau ngobrol sama lo, kalau lo ada waktu"
"Iya nomor gue masih sama kok. Lagian gue bisa kapan aja, yang penting ketemunya sama lo." Yogu pria yang jago sekali merayu, tapi semua rayuannya sudah tidak mempan untuk Maria. Maria sudah kebal akan rayuan-rayuan setan. Jhahaha.
Yogi tersenyum manis, dan tidak lupa senyum manisnya membuat Yogi menjadi salah satu most wanted di SMA dulu. Banyak yang tidak suka dengan Maria karena ia terlalu dekat dengan Yogi. Bahkan Maria pernah di bully kakak kelas yang menyukai Yogi.
Masa SMA memang tidak pernah terduga dan tidak akan pernah terlupakan. Kalau bisa Maria ingin sekali kembali ke SMA dan lebih manas-manasi orang yang menyukai Yogi.
Maria sudah berada di kantor Alfy dan baru tersadar bahwa perusahaan suaminya sangatlah besar. Gedung perusahaannya lebih tinggi dari gedung perusahaan lainnya. Belum lagi cabang-cabang yang ada luar kota dan luar negeri.
Maria pergi dengan berpakaian yang nyaman untuk tubuhnya dan juga terlihat lebih santai.
Sebenarnya pakaian Maria tidak pantas digunakan pergi kantor, tapi Maria pergi kentor hanya untuk mengantarkan makan siang untuk suaminya bukan untuk bekerja.
Pertama masuk kedalam perusahaan Alfy, disambut oleh interior-interior minimalis yang terkesan simple dan berkelas.
Bagaikan berada di catwalk dengan lenggak-lenggok yang khas seorang model, Maria berjalan mendekati lift yang akan membawanya keruangan Alfy.
Semuan karyawan dan karyawati yang menyadari kehadiran model terkenal sekaligus istri pemimpin perusahaan, berdecak kagum melihatnya.
Tidak sedikit karyawan melihat Maria dengan tatapan lapar. Sedangkan karyawati, melihat tubuhnya lalu melihat tubuh Maria bergantian dan menyadari bertapa besarnya berbedan tubuhnya dengan tubuh Maria.
Maria mengerutkan keningnya mendapati meja sekertaris Alfy tidak ada seorangpun. Maria mendorong pintu jati kokoh yang tinggi dan melihat ke dalam kantor Alfy.
Kosong! Bangkunya kosong, dan tidak ada siapapun di ruangan besar yang didominasi dengan warna putih ini.
'Mungkin dia udah pergi makan siang di luar. Tapi ini belum masuk waktu makan siang. Kemana perginya pria tampan ini? Jangan bilang dia di ambil kuntil anak, karena Alfy begitu tampan. Sampai-sampai kuntil anak juga menyukainya' oke berhenti beefikiran yang tidak tidak. Lagian setan mana yang berani menyentuh Alfy yang super dingin.
"Ria....,"
Alfy?
Tet..tot..
Rian sekertaris, sekaligus sahabatnya Alfy. Orang yang satu-satunya yang dipercaya Alfy, selain keluarganya.
Tidak jauh beda dengan Alfy, Rian juga sebenarnya mempunyai keluarga yang kaya raya. Tapi dia sedang belajar bagaimana menjadi seorang pemimpin perusahaan, untuk melanjutkan perusahaan ayahnya.
"Ngapain lo di sini?" Rian langsung nelontarkan peetanyaan saat Maria berbalik melihat ke arahnya.
"Dimana Alfy?" Maria menjawab pertanyaan Rian dengan pertanyaan lagi.
Maria melihat ekspresi yang di tunjukkan Rian. Keningnya berkerut ke bingungan dan menaikan pundaknya. Masa sekertarisnya tidak tahu bossnya ada dimana.
"Alfy?"
Maria mengangguk.
"Dia tidak masuk kerja. makanya gue gantiin meeting sama klien. Emang Alfy gak ada di rumah?"
Tadi pagi Alfy terlihat sangat terburu-buru karena itu Maria mengira ada rapat penting.
Tapi kenapa dia tidak kerja hari ini.
"Tadi dia berangkat pagi sekali, gue kira ada meeting. Sampai dia melupakan makan paginya." Jawabku melenceng dari pertanyan yang Rian berikan.
Maria menyodorkan lunch box yang dibawanya pada Rian. Dan Rian menerimanya dengan sedikit ragu.
"Ambil saja, gue tau lo belum makan siang. Lagian dari pada gak ada yang makan." senyum Rian mengembang.
"Thank's ya?"
"Kalo gituh gue balik kalau nanti Alfy dateng, bilang tadi gue kesini."
Rian mengiyahkan permintaan Maria. Setelah Maria pergi Rian membuang nafas kesal. Sepertinya ia tahu dimana anak manusia itu.
Seperti saat baru masuk tadi, semua orang yang sedang bekerja melihat kearah Maria. Terkadang ada yang menyapanya, Maria membalasnya dengan senyuman dan anggukan.
Semua kariawan yang di miliki Alfy orang yang ramah. Tapi tidak dengan bosnya yang tidak ada ramah-ramahnya sama sekali.
Bagaimana bisa mereka semua tahan dengan sikap Alfy yang dingin. Mungkin karena butuh uang plus melihat wajah tampan Alfy.
Maria lebih memilih jalan sendiri dan memyuruh supir untuk pulang.
Maria bosan dirumah, tidak ada hal yang bisa dilakukan. Jadilan Maria menapaki kakinya keseluruh jalanan Jakarta. 'Sepertinya aku harus mulai mengambil jobku lagi.'
Alfy kemana dia pergi? Aku mau nyusulnya, tapi aku tidak tahu dimana dia sekarang.
"Mamih kemana suami yang tampanku pergi?" Teriak Maria dalam hati.
'Tapi siapa wanita di foto itu? Siapa namanya? Kerja apa? Jangan-jangan Alfy sedang bersama wanita yang ada di foto itu.' pertanyaan dan prasangka yang buruk terus memasuk otaknya. Tapi suara Mamihnya membuatnya tersadar dari pikiran buruk itu.
"kamu ingat sayang jangan suka berpisangka buruk, itu tidak baik" "huft..." Maria membuang nafas beratnya.
Bosan. Itulah yang di rasakan Maria, karena hanya melihat kendaraan yang berlalu-lalang didepannya. Dan lagi kenapa Maria harus memikiran Alfy dan wanita bingkai itu, membuatnya tambah banyak dosa saja.
Para pelalu-lalang yang menyadari kehadiran Maria memfoto tanpa sepengaetahuan Maria.
'Yogi! Dia sibuk gak ya?'
Maria mengambil handphone untuk menghubungi Yogi. Baru dua tanda panggilan langsung di jawab oleh Yogi.
"Halo ini siapa?"
'ini siapa katanya? begitu cepatnya dia mengahapus nomorku di hendphonenya.' Maria merutuki Yogi dalam hatinya.
"Hai Yogi!"
"Ini siapa? Ada perlu apa?"
Benar-benar Yogi bahkan tidak mengingat suaranya dan ide menjaili Yogi muncul di otak Maria.
"Sayang! Kamu ada waktu?" Maria membuat suaranya menjadi lebih manja saperti cabe-cabean pinggir perempatan jalan.
"Sayang-sayang pale lu peyang, ini siapa si? Saya tidak punya waktu buat bicara dengan orang gila seperti anda."
Tahan jangan sampai ketawa. Kalau Maria ketawa Yogi akan mengenalinya. Yogi sangat hafal dengan nada tertawa Maria.
"Sayang aku ingin bertemu denganmu, aku sangat meridukanmu." Maria saja yang berbicara ingin muntah. Apa lagi Yogi yang mendengarnya.
"Saya akan tu_"
"Tunggu Yogi! IGue Ria." selak Maria sebelum Yogi memutuskan telpon secara sepihak.
"Damn! Dari mana lo belajar kata-kata menjijikan gitu?"
Tawa Maria pecah mendengar kalimat yang di lontarkan Yogi. Maria sangat ingin melihat wajah Yogi yang mungkin saat ini sedang memerah.
"Oke langsung ke inti, loe sibuk gak? Bisa jamput gue? Gue lagi di pinggir jalan nih. Gue bete di rumah. Lo bisa temenin gue jalankan?"
"Oh, jadi cewe cantik kaya lo bisa ada di pinggir jalan juga. Jangan bilang lo cabe-cabean baru?"
Maria melebarkan matanya mendengar candaanya yang dilontarkan dari bibir Yogi. Ingin membuat mood Yogi berubah, malah moodnya sendiri yang berubah. Karena kesalahannya sendiri.
"Enak aja lo. Udahlah lah gak jadi." sahut Maria kesal dan ingin mematikan telponya.
"Lo dimana? Gue jemput sekarang." terdengar suara Yogi yang bangkit dari duduknya dan suara dentingan kunci. Maria melihat ke sekeliling mencari petunjuk jalan, Jln. Cempaka Emas.
"Di halte jalan Cempaka Emas, Gi. Gue tunggu ya?" Jawab Maria.
Maria mendaratkan pantatnya ke salah satu tempat duduk besi yang ada di halte berwarna biru.
Maria baru menyadari semua orang memperhatikannya. Maria memang sudah terbiasa menjadi pusat perhatian saat berada di tempat umum seperti ini.
Ada yang berbisik sambil menatap sinis, ada juga yang menatapku kagum. Ada yang suka dan tidak suka itu adalah hak mereka untuk menyukai atau tidak menyukai Maria.
Mobil mewah hitam berhenti di depan halte. Semua orang di halte tidak lagi memandang Maria, melainkan memandang mobil mahal yang berhenti dan tidak lupa bersama decak kagum mereka.

Keluar dari mobil Seorang pria dengan kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya. Semua wanita langsung kelepek-kelepek. Aura Yogi memang tidak biasa.
Ini baru Yogi yang keluar dari Ferrarinya, belum Alfy yang keluar dari mobil Koenigsegg CCXR Trevita salah satu mobil koleksinya. Mungkin mereka akan langsung pingsan.
Yogi berjalan kearah Maria. Semua wanita yang sedang menunggu bis ikut melihat arah pandangan Yogi. Wanita yang menatap Yogi lapar menghela nafas saat Yogi tersenyum ke arah Maria dan Maria membalas senyumannya.
Tapi ini bukan yang Maria mau, karena Maria hanya ingin seluruh dunia ini iri melihatnya bersama dengan Alfy. Bukan dengan Yogi.
Yogi sahabat yang baik. Sangat rugi jika kehilangan sahabat seperti Yogi. Yogi bagaikan harta karun yang susah untuk cari dan di miliki. Siapapun yang menjadi wanita spesial di hidup Yogi adalah wanita yang paling beruntung di dunia.
Yogi selalu memberikan kehangatan kepada semua orang yang ada di sekitarnya. Dengan keromantisannya, tutur bahasa yang Yogi gunakan, senyumanya yang selalu ia bagi kepada siapapun dan kapanpun walau hatinya sedang tidak baik.
Bahkan mungkin anak kecil juga akan sangat menyukai Yogi kerena semua sikap dan perbuatan manisnya Yogi. 'Nenek-nenek juga pasti suka' 😂
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!