NovelToon NovelToon

The File Of B

PROLOGUE : KUTUKAN DEVIAN (Vol.1)

"TOLOOONG!!! TOLOONG!!! Siapapun tolong! ADA MAYAAT!!!"

Saat itu hari Senin pukul 7 pagi adalah hari pertama masuk sekolah setelah liburan semester. Sesosok mayat wanita berambut pirang tergeletak dan berlumuran darah. Tidak perlu waktu lama setelah teriakan menggema, sesisi gedung sekolah sontak panik histeris dan mengerumuni jenazahnya.

"Kenapa lagi ini? Ada apa? Bunuh diri lagi apa kasus pembunuhan?!?"

"Sial!!! Ini sudah yang keempat kalinya!"

Beberapa orang berkerumun sambil menutup hidungnya. Bau busuk mayat dan pemandangan mengenaskan di depan matanya seketika membuatnya mual. Wajah wanita itu hancur lebur tak bisa dikenali lagi. Isi otaknya berhamburan di atas aspal dan belatung-belatung menggeliat dari rongga matanya.

"Sudah kubilang menara gedung itu memang terkutuk! HII SERAAAM!!! Ini pasti kutukan dari Devian!"

"Hush! Itu kan cuma takhayul! Mana ada hal semacam itu?!"

Pemandangan tragis dan mengenaskan serta berisiknya kerumunan membuat seorang pria paruh baya yang baru datang terusik.

"Kalian jangan berisik! Lebih baik cepat panggil polisi atau ambulan!" Perintah pria yang rupanya berprofesi sebagai guru itu kepada seorang sekuriti.

"Tidak perlu repot-repot, sudah ada aku disini..."

Billie, gadis tomboy dengan potongan rambut sangat pendek dengan setelan kemeja dan celana pendek tiba-tiba datang menyela. Tanpa rasa jijik dia mengambil foto wajah mayat itu dari dekat dengan ponselnya. Gadis itu malah dengan antusias membidikkan kamera ponselnya ke setiap sudut TKP sedangkan bibir mungilnya sibuk mengulum permen lolipop.

"Hei, bocah! Kau ini siapa?! Jangan main-main disitu!" Tanya seorang pria tua yang tak bisa mengenalinya.

"Bocah? Apa penyamaranku sudah sempurna?" Tanya Billie dalam hati dengan senyum sumringah.

"Aku? Ehm..." Billie berdehem, berusaha membuat suaranya agar terdengar lebih berat. Dia mengusap rambutnya kebelakang dan bergaya sok keren.

"Namaku Billie... aku adalah Detek...Hmmph!!!"

"BILLIEEE RUPANYA KAU DISINI!!!" Teriakan menggelegar seorang laki-laki membuat jantung Billie copot. Dia tak bisa melanjutkan kalimatnya, terlebih karena pria itu membekap mulutnya.

"Kau kemana saja, huh? Kau sengaja kabur dariku?"

"Awwh! Kak Ken! Lepaskaaan! Sudah ku bilang tadi aku mau ke toilet!" Cubitan keras di kanan kiri pipinnya membuat Billie mengaduh kesakitan. Permen lolipopnya pun tanpa sadar terjatuh ke tanah.

"Kau ini tak bisa diatur!!!" Ken tanpa peduli situasi malah semakin memperkeras cubitannya.

"AAARGH!!!" Billie berteriak dan sontak menghentakkan kakinya kesal. Dia sengaja menginjak kaki Ken hingga pria itu mengaduh kesakitan dan tersungkur di tanah.

"Kalian berdua HENTIKAAAAN? Memangnya kalian pikir kalian siapa?" Bentak sang sekuriti mencoba menengahi pertengkaran dua orang asing yang terlihat kekanakkan itu.

"Oh, maaf! Maaf! Namaku Kennedy, bisa dipanggil Ken, aku adalah Detektif...." Ucap Ken tegas, dengan segera dia bangkit dari tanah sambil menunjukkan lencana polisinya. Senyuman lebar dan percaya diri mengembang wajahnya.

Pria tua dan sekuriti hanya terperangah keheranan. Mereka tak percaya begitu saja karena penampilan Ken yang berpakaian urakan lebih mirip seperti preman dibandingkan polisi.

"Maafkan ulah adikku tadi, kau tahu.. dia memang sedikit bodoh dan menyusahkan!" Lanjut Ken lagi dengan cengiran lebarnya, menepuk kepala Billie kasar.

"Kak Ken brengsek! Aku ini jenius! Tapi kalau kau memukuli kepalaku terus, aku juga bisa jadi bodoh sama sepertimu!" Gerutu Billie yang tak terima, bisa ditebak rengekannya hanya diacuhkan oleh Ken.

"Psst... Kakak! Kak Ken sini! Sepertinya korban ini bukan wanita... tapi ladyboy..." Panggil Billie tiba-tiba sambil berjinjit dan berbisik di telinga Ken.

"LADYBOY?!!!" Bodohnya Ken malah berteriak begitu keras hingga terdengar semua orang.

"La...ladyboy? Bagaimana mungkin? Bu Mila adalah guru wanita tercantik dan terseksi yang mengajar akting!" Sanggah pria tua yang rupanya adalah kepala sekolah di sekolah asrama ini.

"Kalau tidak percaya padaku ya cek saja sendiri..." Billie mengedikkan bahunya acuh.

Tingkahnya itu membuat pria tua, sekuriti dan murid lainnya penasaran dan mengerumuni mayat itu lebih dekat lagi. Seorang sekuriti yang penasaran menggunakan tongkat batonnya untuk memeriksa isi dibalik rok mayat itu.

"Hei! STOP! Hentikan! Jangan merusak TKP! Yang bisa memeriksa tubuhnya hanya polisi dan bagian forensik." Ken berusaha memperingati mereka yang penasaran sebelum menoleh pada Billie dan berbisik padanya.

"Ssst! Billie! Bagaimana kau bisa menebak kalau dia itu ladyboy?"

"Oh, itu... soalnya tadi dia masuk ke toilet yang sama denganku...hehe..." Jawab Billie dengan senyum cengengesan.

"Oh, ya? Toilet laki-laki apa toilet perempuan?" Bisik Ken lagi masih tak percaya.

"Ya, toilet laki-laki laah! Aku ini kan laki-lakiii!" Billie melotot dan menekan nada bicaranya kesal.

"Jadi kau sudah melihat 'burung'nya?"

"Eits, dasar kau otak mesum!" Bentak Billie kesal dengan pertanyaan yang sedikit menjurus nakal itu. Dia tahu Ken memang dikenal sebagai pria mesum, ceroboh dan slengean, selain itu cara berpikirnya juga sedikit lamban. Billie heran bagaimana bisa pria ini lolos akademi kepolisian, pasti ada yang salah dengan sistemnya.

"Kau ke toilet jam berapa dan berapa lama? Apa kau lihat hal aneh lain selain burungnya?"

"Umm... aku ke sana sekitar 15 menit yang lalu, aku tidak lihat bagaimana dia kencing. Memangnya kau pikir aku tukang intip mesum sepertimu? Aku hanya melihat korban sekilas saja sedang mencuci tangan di wastafel!"

"15 menit dan cuci tangan?" Gumam Ken sambil kembali mengamati keadaan korban dan TKP di sekelilingnya.

Dari segi penampilannya yang terlihat modis, jas dan rok mini ketat, sepatu hak tinggi dan lipstik merah mencolok, korban tidak seperti yang berencana mengakhiri hidupnya. Setahu Ken, dalam setiap kasus bunuh diri yang diketahuinya, para korban seringkali tidak memperhatikan penampilan dan biasanya menanggalkan sepatunya dulu debelum melompat. Disamping itu jarak toilet dan menara sekolah cukup jauh. Menara ini tingginya 12 lantai, untuk bisa kesana harus menaiki ratusan anak tangga lebih dulu. Jika memakai sepatu hak tinggi tentunya akan lebih menyusahkan dan apa mungkin semua bisa dilakukan dalam waktu kurang dari 15 menit? Sementara dari jasad korban yang terlihat sudah membusuk sepertinya sudah terbaring cukup lama. Kening Ken berkerut tanda sedang berpikir keras.

"Yaah! Kak Ken! Kau sendiri yang sudah merusak TKP! Lihat! Permenku jatuh disana! Dasar bodoh! Bagaimana kalau DNA ku yang terekam dan aku yang nanti jadi tersangkanya?"

Suara rengekkan Billie membuyarkan lamunan Ken. Dia menatap permen lolipop yang jatuh di genangan darah dengan tatapan nanar.

"Berisik! Ingat, anak laki-laki itu tidak cerewet!" Bentak Ken kesal. Seharusnya dia menyelidiki kasus ini bukan menjadi babysitter untuk anak gadis dari atasannya sendiri.

...----------------...

Han Billie, gadis 17 tahun itu dari kecil perangainya memang agak tomboy dan ceriwis, tapi baru kali ini dia memotong rambutnya drastis menjadi sangat pendek dan berpakaian ala remaja laki-laki. Seingatnya gadis ini selalu terlihat cantik dengan rambut hitam panjang dan rok pendek seragam sekolahnya, memperlihatkan kaki jenjang yang indah Betapa kenangan manis dan sungguh disayangkan, tapi Ken berusaha segera mengenyahkan pikirannya. Membayangkan tentang kecantikan dan kepolosan gadis ini membuatnya merasa seperti pria mesum. Jarak usia mereka cukup jauh dan Ken bersumpah dia tak mengidap lolita complex, dia lebih menyukai wanita dewasa dengan tubuh yang molek dan dada yang montok. Di matanya selama ini Billie hanya sebagai adik kecil yang menjengkelkan.

Ken tak habis pikir apa yang ada di otak gadis ini dan juga orang tuanya. Nekat masuk ke sekolah ini dan menyamar menjadi murid laki-laki? Beruntung dadanya lumayan rata jadi bisa dengan mudah disembunyikan. Tapi yang benar saja, dia terlalu cantik dan feminin untuk menyamar jadi laki-laki. Hanya orang bodoh saja yang bisa percaya dengan penyamarannya ini. Tapi jika Ken memperhatikan reaksi sang kepala sekolah dan murid pria lain yang tampak tak sadar dengan keanehan Billie, sepertinya dunia memang sudah dikuasai oleh orang-orang bodoh.

...----------------...

Sementara itu di tempat lain

"Hmm... ini menarik..."

Gumam seorang pria berambut panjang sebahu mengintip dari balik tirai jendela. Seringai kecil tergambar di wajah tampannya saat melihat hiruk pikuk yang terjadi di bawah sana. Sirine mobil polisi dan ambulan yang meraung menulikan telinga. Beberapa reporter dari berbagai media berita kriminal berdatangan dan berlomba untuk menjadi yang terdepan saat meliput berita.

"Akhirnya kau datang juga... adik kecil..."

Lanjut pria itu lagi dengan senyuman yang lebih lebar. Tatapan matanya tertuju pada sesosok gadis bergaya tomboy yang secara kebetulan sedang mendongakkan kepalanya dan memandang tepat ke jendela dirinya berdiri. Tatapan mereka memang tidak bertemu tapi takdir telah mempertemukan mereka dalam satu kasus rumit yang akan menentukan nasib keduanya.

TBC

...****************...

DISCLAIMER : Halo semuanya, salam kenal! Ini adalah cerita pertamaku di noveltoon. Selamat membaca dan terimakasih.

Untuk memudahkan bayangkan ceritanya berikut aku tambahkan VISUAL KARAKTER-nya.

Han Billie, cewek tomboy imut yang tingkahnya sering kekanakkan. Dia masih lugu dan polos soal urusan percintaan tapi cerdas soal urusan mengungkap kasus kejahatan. (Aku gak tahu siapa nama aslinya cuma nemu di top search pinterest & twitter akunnya @komoshuai)

Kennedy (Ken), Detektif ganteng slengean dan kadang mesum ini masih jomblo dan gak sabar ingin melepas status single-nya. Tapi walaupun begitu dia tetap profesional dan dia menyayangi Billie seperti adik (anak gadis) sendiri. (Diperankan oleh Sunny Suwanmethanont, aktor Thailand yg sering berperan kocak)

Ezra Hunter (Ice), cowok gondrong ganteng yang cenderung cantik ini teman sekamar Billie. Orangnya dingin dan misterius seperti nama panggilannya, tingkahnya yang gak ketebak sering bikin Billie deg-degan. (diperankan oleh Ice Panuwat, aktor pendatang baru Thailand).

Karakter lainnya akan segera menyusul di episode berikutnya.

File 1 : Misi Baru di Diamond High

Diamond Art Senior High (D.A.S.H) atau biasa disebut Diamond High adalah sekolah paling bergengsi di Aura City, Hollyland. Sebuah kawasan yang dikenal sebagai pusat industri perfilman sekaligus hunian elit para selebritas.

Begitu pula yang bisa mengenyam pendidikan di Diamond High hanya murid dari keluarga konglomerat atau kalangan selebritis saja. Sekolah ini terkenal akan jurusan seninya dan sudah menelurkan banyak aktor, aktris, grup idola dan musisi terkenal. Sistem pendidikannya juga berbeda dengan sekolah lain pada umumnya karena lebih menitik beratkan pada seni dan dunia entertainment.

Namun belakangan ada keanehan di tempat ini, tepatnya sejak 3 bulan lalu sekolah ini dihebohkan dengan peristiwa percobaan bunuh diri. Seorang murid baru kelas 10 bernama Devian yang juga merupakan trainee dari agensi idola ternama nekat melompat dari atas menara tertinggi sekolah. Anehnya seperti layaknya virus, upaya bunuh diri itu menular pada siswa lainnya bahkan juga seorang staf pengajar di sekolah.

Hingga kini tercatat sudah empat kematian tidak wajar di lokasi yang sama dengan cara meninggal yang hampir sama. Yaitu menjatuhkan diri dari lantai tertinggi menara sekolah. Tanpa sepucuk surat kematian dari para korban, motif mereka bunuh diri pun masih kabur, pihak keluarga korban dan juga pihak sekolah seolah ingin menutupi kasusnya. Pertanyaannya sekarang apakah kasus ini benar-benar murni bunuh diri atau pembunuhan berantai yang disengaja?

***

Di dalam kamar asrama

"Kak Ken, bisa lebih cepat tidak memindahkan barangnya? Aku mau hubungi Papa tapi baterai ponselku habis gara-gara foto TKP dan aku tak bisa menemukan chargerku. Kau simpan charger ku di dus yang mana sih?" Rengek Billie pada Ken yang sejak tadi sibuk bolak-balik memindahkan barang.

"Dengar ya! Aku ini bukan pembantumu, aku hanya ditugaskan mengantarmu ke asrama saja! Kalau mau cepat kau cari sendiri! Bagaimana kau ingin punya tubuh berotot dan atletis kalau kerjamu hanya malas-malasan, huh!? Kau tahu jadi detektif tak hanya butuh otak tapi juga otot!" Celoteh Ken berkeluh kesah.

"Idih, kenapa kakak jadi sewot? Apa kakak ingat? Laki-laki itu tidak cerewet! Mengerti?" Ledek Billie sambil berkacak pinggang.

"Heh, kau ini dasar ya!" Ken tak bisa berkata saat melihat gadis itu mendaratkan bokongnya di sofa sambil berongkang kaki.

"Dan aku tidak mau tubuhku berotot sepertimu! Nanti aku terlihat aneh, jadi tidak terimakasih!" Ucap Billie sambil menggelengkan kepalanya.

"Hhhh..." Ken menarik nafas panjang dan menghembuskannya. "Sialan!" Umpatnya dalam hati. Jika saja gadis ini bukan anak dari Kepala Inspektur atasannya, sekaligus pria yang membuatnya sangat berhutang budi, Ken mana sudi melakukan semua ini.

"Nih, charger-mu!" Ujar Ken, melempar benda yang sedari tadi dicari Billie tepat kearahnya.

"Akhirnya! Oh, sayangku!" Seru Billie sembari menciumi charger-nya seolah itu benda kesayangannya

Ken hanya menggelengkan kepala dan tersenyum kecil melihat tingkah aneh gadis itu. Jika dibandingkan dengan gadis lain seusianya terutama yang bersekolah di jurusan seni, mereka sudah memakai make up tebal dan pakaian yang trendi. Gadis lain saat ini tengah menikmati indahnya masa remaja dengan berpacaran atau tergila-gila pada sosok idola. Sedangkan Billie, usianya saja yang sudah 17 tahun tapi gadis ini sepertinya belum memasuki masa puber. Bukan karena dadanya yang masih rata dan penampilannya yang polos, tapi sepertinya gadis ini belum memiliki ketertarikan pada lawan jenis. Ken saja yang merasa ketampanannya di atas rata-rata hanya diacuhkan begitu saja.

Namun dibalik itu semua, Ken akui Billie memang bukan seorang gadis biasa. Dia adalah seorang prodigi dalam dunia profiler kriminal sama seperti mendiang Kakeknya. Gadis itu memiliki insting yang kuat sebagai detektif untuk menganalisa dan memecahkan sebuah kasus, yang bahkan lebih dari yang dimiliki Ken sebagai polisi.

***

Di sebuah Klub Malam

Dentum alunan EDM musik menggema diseluruh ruangan, seorang pria bertubuh tinggi besar duduk di sebuah sofa, ditangannya sebatang rokok marijuana dengan puntung yang cukup panjang masig menyala. Seorang gadis cantik berambut panjang hitam dan mengenakan gaun mini seksi duduk disampingnya. Gadis itu mengecup sisi leher Godfrey dan bergelayut manja, sesekali mereka berbincang dan tertawa.

"Ayo sayang, minum lagi! Cheers!" Ucap gadis itu setelah menuangkan sebotol bir ke dalam gelas.

Godfrey tersenyum kecil sebelum menyeruput minuman beralkohol itu. Hari ini usianya tepat 18 tahun dan semuanya sudah menjadi legal. Tak ada hal lain yang ingin dia lakukan selain menikmati malam ini dengan berpesta dan mungkin juga bercinta.

"Halo, Godfrey... sang Dewa Sekolah... Kau tampak bahagia sekali malam ini!" Seru seorang pria berambut panjang yang tiba-tiba datang menghampirinya.

"Heh, untuk apa kau kemari, Ice? Aku tidak pernah mengundangmu!" Godfrey menyambut kedatangannya dingin.

"Oh... aku hanya ingin mengucapkan selamat ulang tahun, tapi sayang aku lupa tak membawa hadiah..." Ice dengan santainya malah berbasa-basi. Dia sengaja merebut botol bir yang dipegang gadis teman kencan Godfrey dan meneguknya

"Aku tak butuh ucapan selamat ataupun hadiah darimu. Sebaiknya kau pergi, kehadiranmu disini sudah merusak suasana hati ku!" Usir Godfrey dengan ketus. Bukannya merasa tersinggung Ice malah tertawa.

"Hmph.. hahaha! Godfrey... Godfrey... Aku tahu ini hari ulang tahunmu, tapi apa kau tahu? Saat ini guru kesayanganmu Miss Mila baru saja meninggal dunia, setidaknya tunjukkan lah sedikit rasa berkabung walaupun harus berpura-pura. Apa kau lupa cara berakting seperti yang dia ajarkan, huh? Bukannya kau ini kan calon aktor idola masa depan? Seharusnya kau tak menghabiskan waktumu disini..." Sarkas Ice dengan senyum licik terukir di sudut bibirnya.

"Brengsek!"

Siapa sangka kalimat sindiran begitu saja bisa menyulut amarah Godfrey. Dengan emosi Godfrey menarik kerah jaket Ice sebelum menghantam wajahnya dengan tinju. Darah segar seketika tercium saat kepalan tangan Godfrey berhasil mematahkan gigi Ice dan merobek sela mulutnya. Tidak ada perlawanan berarti dari Ice tapi itu tak membuat Godfrey berhenti untuk melampiaskan amarahnya dengan tinju dan sumpah serapah.

"GODFREY! SAYANG! HENTIKAN!" Teriak gadis teman kencan Godfrey. Dirinya yang panik hanya bisa menjerit, berharap seseorang melerai perkelahian mereka.

"MENYINGKIR KALIAN SEMUA! BIARKAN AKU MENGHAJARNYA!" Gertak Godfrey pada semua orang yang mengerumuninya. Nafasnya masih berat penuh emosi tapi pria yang menjadi lawannya malah terlihat santai walaupun sedang tersungkur di lantai seperti pecundang. Godfrey mengambil botol bir dan memecahkannya.

"Jangan pernah menampakkan wajahmu di hadapanku lagi! Kau, mengerti?!" Ancam Godrey sambil mengarahkan ujung pecahan botol yang tajam tepat ke wajah Ice.

"Heh, apa kau ingin membunuhku disini? Lakukan saja, jangan sungkan! LAKUKAN SEPERTI YANG SUDAH KAU LAKUKAN PADA DEVIAN!" Gertak Ice dengan suara menggelegar. Tatapan nyalang dan senyuman sarkastik tergambar di wajahnya. Dirinya memang sedang terpojok tapi dia sengaja nalah menantang.

Mendengar nama Devian disebut entah kenapa nyali Godfrey seolah ciut dan dirinya tak berkutik. Botol bir yang dipegangnya lepas dari tangannya dan jatuh menggelinding begitu saja.

"Hahaha... reaksimu lucu sekali... apa kau merasa bersalah? Atau kau takut? KAU TAKUT KARENA BANYAK YANG MELIHAT? HAH?" Teriak Ice lagi sambil tertawa terpingkal-pingkal.

"Kau sakit jiwa, Ice! Tidak ada gunanya menghabiskan waktuku dengan pecundang sepertimu!" Ujar Godfrey sambil melangkah pergi.

Dengan langkah tergopoh dan ekspresi kebingungan, gadis teman kencan Godfrey segera mengikutinya dari belakang. Kebingungan tak hanya dirasakan oleh gadis itu, semua orang yang menyaksikan di dalam klub juga tampak keheranan. Terutama saat menatap Ice yang tersungkur dan berlumuran darah di lantai namun anehnya ada senyum puas yang mengembang di wajahnya.

TBC

(**AN : Sekedar Fun Fact :

Aura City & Hollyland adalah kota & negara fiktif di cerita ini, Hollyland itu plesetan dari Hollywood. Kenapa aku pakai negara fiktif karena cerita ini terinspirasi dari berbagai hal diantaranya komik detektif Jepang, Drama Korea dan Thailand dan juga film Hollywood. Karena itulah bahasa percakapan yang digunakan di cerita ini agak baku menggunakan "aku dan kau" seperti transletan Drakor. Karena aku pikir gak mungkin mengubah latar belakangnya jadi pribumi. Jujur aku sendiri kurang paham sama kinerja polisi & detektif di Indonesia, aku cuma bisa berfantasy dari komik dan film**.

2. Sekolah DASH (Diamond Art Senior High) atau Diamond High dalam cerita ini terinspirasi dari sekolah SOPA (Seoul of Performing Arts High School) di Korea Selatan yang memang sekolah khusus untuk para idola dan aktor ternama. Contoh alumninya : Jungkok BTS, Sehun EXO, Bae Suzy, dll. Tapi peraturannya yang ketat di mana perempuan dan laki-laki dipisah dan dilarang berpacaran dalam cerita ini mengikuti aturan sekolah elit Jepang, Horikoshi Gakuen yang juga sekolah para idola Jepang ternama. Contoh alumninya : Jun Matsumoto, Haruma Miura, Yamada Ryosuke, Aya Ueto, dll.

Btw gimana? Penasarankah sama apa yg di pertengkarkan oleh Godfrey dan Ice? Visual Godfrey akan terungkap di episode berikutnya, stay tune terus! Hehe 😁)

File 2 : Pertemuan Tak Terduga

Di Asrama

"Kak Ken benar-benar mau pulang sekarang?" Tanya Billie dengan ekspresi seolah tak rela.

"Cutiku sudah selesai, besok aku harus masuk pagi-pagi sekali dan kau tahu sendiri kan? Aku harus melaporkan perkembangan kasus yang pagi tadi...Hhh..." Ken menghela nafas lelah setelah seharuan membantu Billie pindahan ke asrama barunya. Saat itu dirinya tengah berjongkok memakai sepatu, bersiap untuk pergi.

"Yaah! Kenapa Kak Ken tidak menginap disini saja! Temani aku! Ya? Ya? Please!"

'DEG!' Tepat saat Ken berdiri, tiba-tiba saja Billie memeluk punggungnya dengan manja. Pelukan yang hangat dan sesuatu yang empuk melekat di punggungnya adalah hal yang sudah lama tidak dia rasakan. Kedekatan yang tiba-tiba ini membuat hatinya bergetar.

"Oh, tidak! Apa yang kupikirkan? Otak kotor menyingkirlah! Bos akan membunuhku jika aku menyentuh putrinya!" Ken berkomat-kamit dalam hati tapi dari luar dia berusaha tetap terlihat tenang.

"Dengar Billie, kantorku kan jauh dari sini, belum lagi jalanan seringkali macet parah, memangnya kenapa, huh?"

"Tidak kenapa-napa.. tapi... bagaimana kalau hantu wanita ladyboy pagi tadi mengikutiku? Aku takut..." Ucap Billie sambil mengusap tengkuknya yang merinding.

"Yaah, bodoh! Kau ini tidak takut melihat mayat berwajah hancur seburuk apapun, tapi malah takut pada hantunya. Kalaupun hantu itu memang ada... wajah mereka kan sama buruknya, jadi apa lagi yang harus ditakuti, huh?" Pertanyaan Ken hanya dijawab Billie dengan wajah cemberut.

"Hantu itu hanya imajinasimu saja, mengerti!" Lanjut Ken lagi berusaha menenangkan.

"Ta...tapi hantu bisa muncul kapan saja dimana saja? Mereka bisa teleportasi!"

"Cih! Makanya jadi anak kecil jangan terlalu sering nonton film horor! Hantu itu tidak akan bisa menyakiti ataupun membunuh manusia, hanya manusia berhati dan berpikiran kejam saja yang bisa menyakiti manusia lainnya! Lagipula kau kan bercita-cita menjadi detektif handal, pakai logikamu! Jangan mudah percaya dengan mistis!"

Ken mulai berceramah panjang lebar seperti sedang menggurui anak SD. Billie yang diajak bicara malah menguap lebar dengan cueknya tak mendengarkan.

"Asal kau tahu saja, jika aku berlama-lama disini, aku juga bisa lebih menyeramkan daripada hantu!" Celetuk Ken yang jadi kesal karena diacuhkan.

"Heh? Apanya yang menyeramkan darimu, Kak? Kau tak lebih menyeramkan dari Papa..." Billie tersenyum meremehkan.

"Dengar ya, bagaimanapun kau ini seorang gadis dan aku ini lelaki dewasa! Aku juga membutuhkan kehangatan wanita. Jika aku sedang 'menginginkannya' aku bisa menyerangmu kapan saja! Mengerti?"

"WHAAAT?!" Wajah Billie sontak memerah seperti kepiting rebus.

"KAU PIKIR APA? MENJIJIKAN! DASAR OTAK MESUM! AYO CEPAT PULANG SANA!!!!" Teriaknya murka, sekuat tenaga mendorong Ken keluar dari kamarnya. Ken yang menyadari reaksi panik dan ketakutan Billie malah tertawa geli.

"Hei, Billie! Kenapa marah, huh? Itukan normal! Kau nanti juga akan mengerti dan merasakannya!"

"Terserah! Pokoknya aku tak mau mendengarnya darimu! Titik!" Bentak Billie sembari menutup pintu kamarnya. Sialnya ternyata usahanya sia-sia karena Ken yang lebih sigap menghadangnya.

"Eits tunggu dulu! Jaketku ketinggalan!" Ucap Ken sambil meraih jaketnya yang tergantung di balik pintu.

"Hh... baiklah! Lagipula kau tidak akan sendirian, sebentar lagi teman sekamarmu datang... Oke, Kakak pulang dulu ya!" Ken tersenyum sambil mengedipkan matanya nakal. Billie hanya memutar bolamata sebal dan menatapnya sinis.

"Jangan manyun seperti itu atau nanti kau akan menakuti teman sekamarmu!" Ujar Ken yang tentu saja bercanda.

"Jangan bodoh dan jangan sampai penyamaranmu terbongkar!" Pesannya kemudian untuk terakhir kalinya.

"AAAH BRENGSEK! SUDAH PULANG SANA!!!"

"BLUGH!" Billie yang kesal membanting pintu tepat di wajah Ken membuat pria itu tersentak kaget sebelum akhirnya melangkah pergi.

***

Beberapa jam kemudian

Waktu sudah hampir pukul 3 pagi, Ken sudah pulang beberapa jam yang lalu, tapi teman sekamar Billie yang digadang-gadang bakal datang belum menunjukkan batang hidungnya sampai saat ini juga.

Billie menghela nafas dalam, matanya sedikitpun tidak bisa terpejam. Detak jam dinding terdengar begitu jelas di telinganya, begitu pula dengan suara ranting pohon yang mengetuk-ngetuk jendela kamar tidurnya. Kamarnya saat ini berada di lantai 7, lantai tertinggi di asrama. Di sekolah ini memang ada hierarki tak tertulis bahwa semakin tinggi lantai kamarnya berarti semakin kaya murid yang tinggal di dalamnya. Biasanya lantai tertinggi hanya diisi oleh para senior bukan siswa baru sepertinya, tapi berkat koneksi sang Ayah lah Billie bisa menyusup ke tempat ini tanpa masalah.

Berulang kali Billie menengok lagi ke tempat tidur kosong di sebelahnya. Sebelum Billie datang kamar ini sudah begitu rapih seperti tidak ada yang pernah menempati. Apa karena liburan semester panjang atau apa mungkin teman sekamarnya tak pernah menginap disini? Entahlah Billie tak paham.

"TUK TUK TUK" Suara langkah kaki yand datang dari arah pintu membuat Billie tersentak kaget.

"SIAPA?! Siapa disitu?" Teriak Billie sambil mencengkeram selimutnya erat. Dengan hati-hati Billie merangkak turun dari ranjangnya. Dia meraih tongkat baseball yang sengaja dia bawa dari rumah.

"Krkkk... brugh!" Suara benda berjatuhan.

Billie mengintip dari balik dinding pembatas kamarnya, detik kemudian matanya terbelalak lebar dan wajahnya memucat. Bau pekat darah terdeteksi oleh indera penciumannya. Sosok bertubuh tinggi dengan rambut ikal panjang menutupi wajah yang berlumuran darah berjalan sempoyongan seperti mayat hidup. Saat jarak mereka semakin dekat Billie memejamkan matanya dan memukulkan tongkat baseball itu dengan liar ke arah sosok itu.

"KYAA, HANTUU!!! PERGI! KAU TIDAK AKAN BISA MEMBUNUHKU!! PERGI!!!"

"Argh! Ouch! Hentikan ini aku..." Terdengar suara serak mengaduh kesakitan membuat Billie sontak menghentikan aksinya.

Nafasnya masih terengah-engah, dia segera menekan saklar untuk menyalakan lampu dan selanjutnya Billie terperanjat kaget. Seorang bertubuh tinggi dengan rambut panjang dan pakaian serba hitam tergeletak berlumuran darah dan tak sadarkan diri di lantai kamarnya.

"K-kau bukan hantu ladyboy? Bukan zombie?"

Billie yang shock tanpa sadar menjatuhkan tongkat baseballnya hingga menggelinding di lantai. Dia langsung berjongkok untuk mengamati sosok itu lebih dekat. Rambut ikal panjang acak-acakkan menutupi wajah yang tampak babak belur, tapi dari bentuk tubuh dan gaya berpakaiannya dia adalah laki-laki. Bau darah dan alkohol menyeruak dari tubuhnya. Billie mengernyitkan hidungnya, dia bisa duga jika pria ini mabuk dan baru terlibat perkelahian.

"Oh Tuhaaan? Apakah aku sudah membunuhnya?" Billie menggigit kuku jarinya gugup. Perasaannya jadi campur aduk antara khawatir dan juga bersalah. Dia datang ke tempat ini untuk menguak kasus kematian bukan untuk menambah daftar kematian.

"Hei... Kak... Kak... apa kau masih hidup?"

Billie dengan hati-hati mencoba menggoyangkan bahu pria itu, memanggilnya Kak karena pria ini tampaknya lebih tua darinya.

Jika diamati dari dekat wajah pria ini lumayan juga. Rambut panjangnya membuat dia sekilas tampak cantik tapi alisnya yang tebal dan rahangnya yang tegas menjukkan bahwa dia pria yang tampan dan maskulin.

Sebenarnya Billie tidak perlu heran jika sekolahan ini memang dipenuhi murid yang tampan. Karena mereka semua memang kebanyakan berprofesi sebagai selebriti meskipun sebagian besar masih dalam status trainee. Dari penampilan dan gaya berpakaiannya yang serba hitam membuat pria ini lebih mirip seperti seorang anggota rock band daripada idola trendi masa kini.

"Ugh..." Pria itu terbatuk dan memuntahkan darah sebelum membuka matanya perlahan, reaksinya membuat Billie tersentak.

"Devian.. kau disini?" Pria itu mengulurkan tangannya dan jarinya yang dingin menyentuh pipi Billie, gadis itu spontan jadi salah tingkah.

"A..apa yang kau lakukan?!" Bilie panik dan ketakutan saat entah bagaimana pria itu tiba-tiba menarik tubuhnya dan dalam sekejap posisi mereka berubah.

"DUKKH!" Punggung Billie terasa sakit saat bertubrukkan dengan dinginnya lantai. Billie sadar dirinya dalam situasi berbahaya. Dia terbaring dan terperangkap di bawah kungkungan pria ini seperti tikus kecil dalam jebakan.

"Siapa? Aku bukan Dev-hmmph..."

Billie tak bisa melanjutkan kalimatnya karena terpaksa haris menutup mulutnya sendiri dengan tangan. Wajah pria itu terlalu dekat dan aroma alkohol di mulutnya terlalu pekat membuat Billie ingin muntah. Pria itu mengendus-endus dirinya seperti predator yang sedang mengendus calon mangsanya.

"Sial, apa yang ingin dia lakukan padaku? apa mungkin dia ingin..." Pikiran gadis yang masih lugu itu berubah menjadi liar. Billie jadi kembali teringat hal dibicarakan oleh Ken tentang kebutuhan pria dewasa. Jantungnya semakin berdebar kencang tak karuan.

"TIDAK!!! P-PERGI! LEPASKAN?!"

Dalam keadaan panik dan ketakutan Billie menggeliatkan tubuhnya berusaha melepaskan diri dari kungkungan pria itu. Tubuhnya memang mungil, tingginya 165 cm dengan berat 50 kg dibandingkan pemuda penyerangnya yang tingginya sekitar 185 cm ini.

Billie sadar dari segi kekuatan dirinya mungkin akan kalah, tapi bukan Billie namanya jika dia mudah menyerah dan kehabisan akal. Dia pernah memiliki sabuk hitam judo dan ini saatnya untuk mempraktekan ilmu beladiri itu. Dengan sekuat tenaga Billie berusaha menggeliat melepaskan diri. Dia melirik ke sekitarnya, tongkat baseball tergeletak beberapa centi di sebelahnya, tanpa pikir panjang dia meraih tongkat itu dan kemudian.

"BUGH!!!" Sekali lagi Billie melayangkan pukulan keras tepat di kepala hingga pria mabuk itu tak sadarkan diri.

"Hhh...hhh...hhh... hampir saja!"

Billie terengah-engah sambil melap peluh di dahinya. Dia tidak menyangka malam pertamanya di kamar asrama akan diserang oleh pria tak dikenal. Billie tak habis pikir bagaimana pria ini bisa masuk ke dalam kamarnya seenaknya.

"Apa dia punya kunci sendiri? Tunggu dulu apa mungkin dia ini adalah teman sekamarku?" Billie terbelalak kaget saat tersadar akan kemungkinan itu.

TBC

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!