Dua belas tahun berjalan begitu cepat.
Asya dan Azril tumbuh menjadi anak yang baik, cantik dan ganteng, sholeh dan sholehah. Mereka benar benar duplikat Aska dan Zia. Baik itu wajahnya ataupun wataknya mereka benar-benar sama.
...-----...
"Mommmyyyy!!"
"Mom, jangan gitu napaaaa."
"Asya gak mau sekolah disanaaa," bujuk Asya pada mommy-nya, Zia. Sang mommy yang sedang hanya duduk diam bersantai sambil menonton televisi.
"Mommmyyyyy! Huhuuu.. mommy tega ya? Mommy gak sayang lagi sama Asya?"
"Gak usah lebay deh, Syaa!" protes seorang pria tampan berkulit putih bersih sama seperti Asya, Azril. Anak kembar itu memang putih, sangking putihnya, mereka berdua hampir menyerupai vampire.
"Diam lu, Ken. Lu kenapa gak mau bantu gue bujukin mommy sih?!" tanya Asya marah.
"Dikata jangan panggil gue Ken. Nama gue dah epic Azril malah diganti Ken," protes Azril tak suka.
"Apa salahnyaa sii?! Nama lu kan Azril Kenzii!"
"Lah iya ya?"
"Tau ah goblokk."
Asya yang tadinya berada disamping Zia, kini pergi menghampiri Azril. "Bantu gue bujukin mommy," bisik Asya.
"Kak Asyaa, mommy tu susah dibujuk. Mending lu bujuk daddy handsome aja," jawab Azril.
"Percuma bujuk daddy. Daddy tu nurutin apa kata mommy. Kalau mommy bilang iya, daddy pasti setuju."
"Ooo, ceritanya suami takut istri gitu?"
Pletak!
"Sakitt anjirr! Mata besar gak ada akhlak," cibir Azril kesal sambil mengelus jidatnya.
"Lah lu goblokk benerr. Sempat mommy daddy denger, uang jajan lu kepotong. Gue juga kena dampaknya ntarr. Eughh.. punya adek kok gak ada brain gini sih?!" ujar Asya makin kesal.
Azril menoleh ke arah Zia.
Zia masih tetap diam, pura pura tidak mendengar.
"Syaaa, mending lu ke kamar gue. Gue punya ide," kata Azril lalu pergi ke kamarnya.
"Apasi gajelaaasss. Bodo amat dah!"
Asya kembali ke mommynya.
"Mommmyyyyy.. jangan yaa.. mommm.. disini aja deh yaa. Janji gak nakal," rengek Asya masih berusaha membujuk.
"Mommmyyyy."
Zia tidak bergeming sama sekali.
'Ahh cara yang ini gak berhasil, gue susulin si Azril aja deh,' batin Asya.
"Ya udahlaaa kalau begituu. Asya pergi dulu," Asya pun menyusul Azril ke kamar.
...----------------...
"Kenapa lu nyuruh gue ke kamar tadi?!" tanya Asya setibanya di kamar Azril. "Seloo aja anjirrr. Ngegas banget lu, mata besar!" cibir Azril kesal.
"Heh, mata coklat. Lu tu ya, is.. pengen gue bejek bejek sumpah!" ujar Asya.
"HOIII! BERANTEM TEROS YAA SAMPE BACOK BACOKAN" sindir mommy-nya dari luar. "Nggak berantem kok, mommyy," jawab mereka berteriak.
"Ah gara-gara lu nih, Zril!"
"Lah? Gue yang salahh? Yaudah, yang muda ngalah."
"Kita lahir cuma beda tujuh menit ya, gak usah sok muda!!" ujar Asya mulai nyolot. "Ya emang si, beda cuma tujuh menit. Tapikan lu duluan yang lahir," sulut Azril gak kalah nyolot.
"Dahlah males gue sama lu."
"Baperan ahhh, skip!" kata Azril cengengesan.
"Terus tadi tu ide lu apa sii?!!" tanya Asya ngegas.
"Astaghfirullahalazim! Nama lu, Asya Zhafira Syuhaila. Mengandung unsur islami yang lemah lembut, tapi kenapa lu kagak ada lemah lembutnya dikit pun sii? Pasti daddy salah kasih lu nama," cibir Azril mengubah topik.
"Ckk, nama lu juga samaa! Azril Kenzi Stevano. Mengandung unsur kebarat-baratan tapi gak ada muka lu kagak kebarat-baratan," ledek Asya.
"Heh tulul! Lu gak liat ni mata gue cokelat?" tanya Azril.
"Sekitar 79% populasi dunia memiliki mata cokelat, yang menjadikannya warna mata manusia paling populer. Iris berwarna cokelat muda terjadi karena kadar melanin yang rendah pada iris dan umum terjadi di Eropa, Asia Barat, dan Amerika. Jadii, mata gue tu macem orang luar."
"Hallahhh! Asal bunyi aja lu mah."
"Syirik lu, mata besar. Lagian mata coklat gue mewarisi daddy. Daddy kan matanya rada coklat."
"Bodo amat!"
"Heyy, berantem terus. Gimana kalian bisa akur, hm? Besok kalian udah harus ke rumah kecil dan hidup mandiri. Jangan sampe kalian pulang udah pada cacat karena bacok bacokan yaa," ceramah daddynya yang baru masuk ke kamar Azril.
"Ishh daddy.. Asya gak mau sekolah disanaaa," rengek Asya.
"Keputusan daddy sama mommy udah bulat. Kalian tetap sekolah disana."
"Di segitiga-in gak bisa, dad?" tanya Azril. Aska menatap datar Azril yang kini cengengesan.
Satu menit kemudian dia keluar dari kamar Azril. "Berkemas sekarang!! Besok sepulang kerja, daddy sama mommy bakal nganter kalian."
"Ahh.. bener bener. Gini amat hidup gue," keluh Asya sambil merebahkan diri disamping Azril.
"Syukuri aja sih, Sya. Diluar sana banyak yang pengen hidup mewah megah kayak kita gini." Asya melihat Azril sekejap lalu mendorongnya sampai jatuh dari kasur.
"HYAAAAA SAKITT! MATA BESAR GAK ADA AKHLAK!!"
"HWAHAHAHAHAHAHA!!"
...----------------...
Pukul 14:45, di keesokan harinya.
"Syaaa! Asyaaaaa!! Buruan keluar anjirrr, jangan sampe rumah ini di bom sama daddyy ya, gara-gara kesel liat lu gak keluar kamarrr!!!" teriak Azril dari lantai dasar.
Azril kesal melihat Asya yang hanya berdiam diri dikamar, sedangkan kedua orangtuanya sudah menunggu dimobil daritadi.
"Syaaa, jangan kayak bocil!! Lu itu udah SMA! Cepattttt keluarrr!!"
"Lu mau daddy marah? ASYAAA BOCIL, BURUAN KELUAARR!!!" teriak Azril untuk kesekian kalinya.
"Berisik, Azrill!!! Lu kalau mau pergi ya pergi sanaaa," balas Asya dari kamarnya.
"Ni anak kebangetan banget," Azril pun memilih pergi menghampiri Asya ke kamar. Azril mencoba membuka pintu kamar Asya tapi malah terkunci.
"Hiss.. beneran kayak anak-anak lu ya!"
Azril diam dan berfikir. Dia ingin mendobrak pintunya tapi takut pintu itu rusak, dan mengakibatkan uang jajannya terpotong.
"Ah bodo amat! Daripada daddy murka gara-gara kelamaan nunggu."
Azril mendobrak pintu kamar Asya. Dalam sekali dobrakan dengan tenaga yang kuat, pintunya terbuka. Pemandangan pertama yang Azril lihat adalah Asya yang memakai sweater hoodie berwarna abu-abu dan celana jeans beserta sepatu putih.
"Insting kita kuat ya? Samaan lho ini."
"Lu copas gue," jawab Asya membelakangi Azril.
"Ayoklah, Syaa. Mommy daddy udah nunggu itu. Mereka tu diem terus dari kemaren, heran gue kenapa. Gue takutnya daddy murka. Lu gak inget daddy murka gimana?"
"Terakhir daddy murka gara-gara lo lapor ke daddy kalau di jegat sama preman. Daddy sampe hampir bunuh tu preman pake tangannya sendiri gara-gara ngelindungi lu."
"Sya, dengerin gue. Daddy sama mommy kirim kita kesana itu untuk ngelatih mandiri. Lu gak kasian apa sama daddy sama mommy?" cerocos Azril terus menerus.
"Baaaaaacot!" balas Asya.
"Asu!"
Azril langsung menggendong paksa Asya.
"Azrilll!!! Turunin gueeeee!! AZRILLL!" teriak Asya tepat ditelinga Azril.
"Diam!" Asya memang terdiam tapi tangannya sibuk memukul punggung Azril. Azril membiarkan Asya sesuka hatinya, ia menggendong Asya sekaligus membawa koper milik Asya.
Setibanya di depan garasi mobil, Azril menyerahkan koper Asya pada sopir pribadi Aska yang membawa mobil lain dibelakang. Setelah itu, Azril memasukkan Asya ke dalam mobil yang disupiri Aska.
"Oke, ayok berangkat, daddy!"
Tanpa sepatah kata pun, Aska melajukan mobilnya menuju sebuah tempat yang akan dihuni Asya dan Azril selama tiga tahun.
Itupun kalau sanggup tiga tahun:v
...----------------...
Pukul 16:30, mereka tiba di sebuah rumah minimalis. Dengan warna cat kesukaan keluarga Aska, abu abu.
"Gak kecil-kecil amat juga gak sepi-sepi amat ya rumahnya," ujar Asya.
"Enak ni pasti, ademm."
Asya dan Azril berbalik untuk melihat kedua orangtuanya. Tapi kenapa? Kenapa Aska dan Zia tidak berada disana? Kemana mereka berduaa?
"Zril, mobil mommy daddy kemana? Mobil hitam juga kemanaa?" tanya Asya bingung. "Gue mau nanya ke lu, kenapa lu tanya gue?" tanya Azril juga bingung.
"Kok gue merinding gini sih?" tanya Asya.
"Jangan gitu anjirrr!"
"Daddy tu biasanya ngomong tau kalau lagi diperjalanan, tapi tadi kenapa diam aja?"
"Koper kita juga kenapa udah diluar?" tanya Asya lagi.
"Ahh.. mungkin mommy daddy buru-buru. Dahlah, ayok masuk!" ajak Azril tak mau ambil pusing.
Asya pun menggandeng tangan Azril sekaligus membawa kopernya. "Penakut," cibir Azril.
"Ah bacot! Kuncinya mana?" tanya Asya.
"Kunci apa?"
"Kunci rumah peaaa!"
"Ck, sante aja dong. Ini kuncinya ditangan gue," jawab Azril. Keduanya lanjut membuka pintu rumah. Pintu berhasil dibuka, mereka berdua berjalan masuk dengan santai.
"Ajigileee, gelap amatt!" ujar Azril.
Weeewwrghhh..
"Aaaaaaaaaa!!!" teriak Azril dan Asya sambil berpelukan. "Ya Allah, Asya imut lucu ulala masih mau hidup. Jaga Asya Ya Allah...."
Hening seketika. Karena suara tidak terdengar lagi, mereka memberanikan diri membuka mata dan melepas pelukan.
"Itu apaa njirr?!" tanya Asya.
"Mana gue tau. Udah yang terpenting cari saklar, terus buka jendela. Biar ada cahaya kehidupan," jawab Azril. Mereka berjalan sambil meraba-raba sampai akhirnya menemukan saklar.
"Alhamdulillah," ujar Azril saat lampu hidup. Ekspresi gembira itu berubah seketika saat melihat keadaan rumah yang teramat sangat mengejutkan.
"Sya, kita cuma berdua? Gak pake pembantu?" tanya Azril. "Kagak pake pembantu, coyyy. Bener-bener cuma berdua," jawab Asya pasrah.
"Aaaaaah.." Azril menjatuhkan tubunya ke sofa. Asya ikut-ikutan menjatuhkan tubuh ke sebelah Azril. "Luarnya rapi, bersih, cantik. Dalamnya kenapa kek begini anjirr?! Kayak rumah hantu," keluh Asya.
"Gak tau dah, Syaaa. Capek banget bersihinnya, yakin gue. Ishhh berserak banget anjirrrr," kata Azril mengeluh.
"Huftt.. btw, tadi tu suara apa? Kok kayak suara kucing?" tanya Asya. Asya dan Azril melihat tempat sebelumnya. "KAMPRETT! Itu kucingg mainannnn!!" ujar Asya dan Azril kompak.
"Hiisss, gue udah jantungann tadi!"
"Samaa! Untung aja gak punya penyakit jantung."
Drrtttt drtttt..
"Angkat Zril!" perintah Asya.
"Sabaarr. Susah keluar ni hape mahal," jawab Azril.
"Dih, jijikk!"
"Syirik mulu luu!"
"Udah dehh, itu siapa?"
Azril melihat nama yang tertera di ponselnya.
"Mommy."
"Loud speaker."
Azril berdehem lalu menggeser icon berwarna hijau.
...Mommy cangtip...
^^^"Assalamu'alaikum, aaaa.. mommy kenapa sih? Kenapa tiba tiba ngilang ninggalin Azril sama Naisya?!" tanya Azril heboh.^^^
📞 "Hah? Maksud kalian? Mommy yang seharusnya tanya kalian dimana?"
^^^"Mommy gak usah lupa gitu, kan mommy yang nterin kita berdua," kata Asya was-was.^^^
📞 "Daddy sama mommy dari tadi di kamar, nunggu kalian, tapi kalian hilang. Anterin maksudnya apa? Anterin kemana?" tanya Aska gantian.
"Hah?!"
"Lahh?!!"
"JADI..."
"YANG TADI SIAPA?!"
"HUAAAAAAAAAAAAA!!"
^^^Revisi—^^^
^^^December 2021.^^^
"HUAAAAAAAAAAAAAA!!"
📞 "Hahahaha!"
^^^"Hah? Daddy kenapa ketawa?!" tanya Azril bingung.^^^
📞 "Kalian lucu, udah besar masih aja penakut."
^^^"Lah? Jadi sebenarnya yang tadi anterin kita siapa?" tanya Asya ikutan bingung.^^^
📞 "Yaa mommy sama daddy lah. Siapa lagi?"
^^^"Tapi itu tadi katanya bukannn??"^^^
📞 "Daddy bercanda, hahahaha"
^^^"Astaghfirullah!! TEGA BENEERRRR!!!" keluh Asya dan Azril bersamaan.^^^
📞 "Hahahahaha.. udaaah jangan pada nangis. Malu sama umur!!"
^^^"Gak nangis! Tau ah, daddy nyebelin."^^^
📞 "Maaf yaa, hehe."
📞 "Okee, udahh dulu bercandanya. Kalian bereskan rumah itu selama 1 jam. Daddy sama mommy bakal balik lagi nanti. Daddy matikan teleponnya ya. Assalamu'alaikum"
Panggilan langsung terputus.
"Wa'alaikumsalam," jawab Asya dan Azril bersamaan.
"Sejam? Apa ya cukup?!" tanya Azril.
"Ntah. Dah lah, ayok mulai."
Mereka mulai bergerak membersihkan rumah. Mulai dari menyapu, mengepel, mengelap kaca, membersihkan debu, dan segalanya. Kadang mereka meributkan suatu hal yang cenderung tidak penting.
Seperti sekarang.
"Gue bagian sini, lu yang disana," titah Azril.
"Ogahh! Lu yang disana gue yang disini," bantah Asya.
"Wi ahh!! Ngalah sama adekan napa siii."
"Adekan ngalah sama yang tua!"
"Ngaku tua ya, hahahaha!"
"Gak ada AKHLAK!"
Azril makin terkekeh. "Yaudah deh yaudah. Karena lu ngaku tua, gue ngalah, gue aja yang kesana. Bye!" Azril pun pergi.
"Ck, emang kampret lu ya!" Azril mengangkat dua jarinya sambil cengengesan. "Peaceee!"
...----------------...
Lima puluh lima menit berlalu, acara bersih-bersih mereka berhasil terselesaikan. Kini keduanya sama-sama duduk di sofa dengan keringat yang mengalir.
"Kurang dari sejam juga yaa."
"Kurang lima menit doang."
"Iyasi. Btw, ada cemilan gak? Gue laper."
"Cemilan darimanaa?! Kita kesini cuma bawa koper," jawab Asya agak emosi. "Santai anjirr! Ngegas mulu lu."
Ting tong~
"Buka!" perintah Asya.
"Yang tua ngalahh," ujar Azril.
"Yang muda ngalah."
"Dasar tua!"
Azril beranjak membuka pintu.
"Mommy, daddy.."
Azril menyalimi tangan Aska dan Zia.
"Udah selesai bersih bersih?" tanya Zia.
"Udah mom, masuklah."
Aska dan Zia pun masuk diikuti tiga bodyguard yang membawa kantong kresek ditangan kanan maupun kiri. Melihat Aska dan Zia datang, Asya menyalami tangan mereka.
"Nah kan cantik ni rumah," puji Aska.
"Capek, daddyy," keluh Asya.
"Masih permulaan udah capek."
"Ishh mommy ni lah, gak pengertian."
Zia tersenyum meledek.
"Mommy daddy kemana tadi? Kok ngilang tiba-tiba?" tanya Azril mengubah topik. "Ya nggedate dongg! Semenjak ada kalian kan mommy daddy jadi jarang ngedate."
"Astaghfirullahalazim, daddyyyy..."
Aska cengengesan.
"Okeyy, skip. Daddy mau kasih tau kalian banyak hal, jadi simak baik-baik."
"Kalian disini selama tiga tahun, tanpa pembantu, tanpa supir, tanpa pengurus kebun, pokoknya benar-benar hanya berdua. Apa-apa berdua, harus kompak."
"Sekolah kalian tidak terlalu jauh dari sini, kalau keluar kalian belok ke kiri setelahnya ada perempatan belok kanan. Pokoknya gak terlalu jauh dehh."
"Transportasi yang ada dirumah ini cuma ada dua, satu mobil dan satu motor. Kalian berdua kemana mana harus sama-sama. Seperti poin pertama tadi, harus kompak."
"Tunggu dulu dad, laju amat ngomongnyaa," keluh Azril.
"Kalau gak laju ntar keburu daddy lupa."
"Untung masih muda," ledek Zia yang tiduran manja di paha suaminya. "Dimana pun mommy tu selalu nempel ke daddy ya," ujar Asya iri.
"Iya dongg. Ya kali mommy nempel di dinding, kayak cicak aja," kata Zia santai. "Iya momm iyaa, terserah."
Asya dan Azril memperhatikan orang tuanya. Aska sedang mengelus rambut Zia, dan Zia sedang mengelus tangan Asya. "Daddy pliss, kami masih kecikk!" Aska, Zia, dan Azril tertawa.
"Jadi tadiii, sebulan Asya sama Azril dapat pemasukan berapa jutaa?" tanya Asya.
"Dua juta, dua orang."
"HAH?! Mommy yang bener aja. Mana cukuuuppp," rengek Asya tidak terima. "Dicukup-cukupkann. Kurangi ngemilnya, sadar body udah gendut," sindir Aska.
"Astaghfirullah daddyyyy! Daddy tega benerrr, sumpah, ga boonggg!" Azril mati-matian menahan tawanya mendengar ucapan Aska tadi. "Mo ketawa, ya ketawa aja. Kagak usah ditahan!" kata Asya kesal saat melihat Azril. Azril malah cengengesan.
"Daddy bercanda, sayang. Kamu langsing kok. Kayak lidi."
"Makin gak jelass!"
"HAHAHAHA!" tawa Azril menggelegar diikuti tawa Aska dan Zia. "Eh iyaa! Daddy kasih kalian jadwal rutin mingguan. Ini wajib!"
"Apa itu?" tanya Azril.
"Sabtu sore sampai minggu kalian harus latihan beladiri. Daddy gak mau kalian lemah, kalian harus kuat sama kayak mommy yang kuat ngelawan preman walaupun lagi sakit."
"Oke, sabtu-minggu balik ke rumah kann?" tanya Asya, Aska menggeleng. "Kalian kerumah ongkel Zean, ongkel Zai, atau ongkel Luis. Bukan pulang ke rumah."
"Kenapa gak daddy yang ngajarin?" tanya Azril.
"Yaa.. gak semuanya sama daddy kan? Kalian harus kenal akrab sama ongkel atau onty-onty kalian, sama sepupu kalian juga harus saling kenal," Asya dan Azril mengangguk-anggukan kepalanya.
"Terus jadwal rutin lainnya apa?"
"Masih beladiri, lagian kalian tu pasti capek. Karena balik sekolah soree."
"Astaghfirullah! Yang bener aja soree?"
"Dikurangin dikit, paling jam setengah tiga atau setengah empat. Jadi gak sore-sore banget," sahut mommy-nya.
"Mampuss teparr!" keluh Azril dan Asya bersamaan.
"Oiya, kalian jangan sering bertengkar. Harus tuntas tiga tahun disini ya, gak ada pindah."
"Daddy simpenin kalian bodyguard. Inget, bodyguard. Bukan pembantu, sopir, dan lain sebagainya. Tugas mereka cuma jagain kalian, mereka bergerak kalau kalian dalam keadaan bahaya."
"Jangan malu-maluin mommy sama daddy dengan hal yang nggak-nggak. Kalau berantem dan sebagainya, daddy bisa maklumi. Tapi kalau, hamil diluar nikah atau kamu Azril menghamili wanita yang bukan istri kamu, daddy pastikan nama kalian berdua tercoret dari kartu keluarga," kata Aska tegas.
"Gak bakal dad, janji!" jawab mereka berdua kompak.
"Baguslah. Besok mommy sama daddy mau ke Paris selama tiga bulan, dan setelahnya ke Italia."
"Ngapain?!" tanya Asya.
"Buat adek baru untuk kalian."
"HAH?!"
"Daddy... ini satu aja, cuma si Azril, Asya udah pusing. Ya kali ditambah lagi?" protes Asya. "Daddy mu tu asal bicara, gak usah dipeduliin."
"Kamu tuh, nanti mereka terjerumus pengen nyoba gimana?" ceramah Zia pada suaminya. "Belum tentu mereka ngerti begituan," jawab Aska ngeles.
"Asya belom ngerti sih, mom, dad. Tapi kalau Azril, Asya yakin dia ngerti pake banget. Di laptopnya, isinya begituan semua. Sebelum tidur pasti liat dulu abis tu mandi air dingin."
"Gue tabok tar lu! Asal bunyi ajaa." Asya diam pura-pura tidak mendengar. Kedua orangtuanya menatap Azril, "Bener gitu kamu, Zril?"
"Nggak, daddyy. Sumpah dahh, Azril gak ada simpan video-video jorokk." Aska yang tidak percaya memilih menuju kamar Azril, mencari laptopnya lalu mencari apa yang dikatakan Asya tadi.
Memang terbukti tidak ada.
"Gak ada apa-apa kok, aman."
"Adaaa, daddyy. Videonya disembunyikan ituu," sahut Asya masih mengompori. "Asyaaaaaaa. Aah gue pendem di sungai ntar lu yaa!" Asya cengengesan.
"Gak ada kok, daddy. Sumpah deh. Azril tu anak baikkk."
"Yaudah iya, daddy percaya. Pokoknya jangan sampe praktek sebelum sah! Oke?!" Mereka berdua mengangguk.
Tin-tinn..
"Itu dah datang. Ayok kita keluar."
"Ngapainn? Apa yang datang, daddy?"
"Ayok ikut ajaa biar tau," mereka berempat keluar bersamaan. Setelah melihat apa yang tiba di halaman rumah, wajah mereka berdua sumringah.
"Wahhh! Daddy emang paling ngerti apa maunya Azril," puji Azril senang melihat satu mobil sport putih dan motor sport yang baru saja sampai. "Fasilitas kalian lengkap, jadi jangan kecewakan daddy dan mommy."
"Aaaaa... Sayang deh sama mommy-daddy!" Asya memeluk Zia dan Aska. "Mommy-daddy juga sayang kamu."
"Oh iya! Mommy-daddy kunjungi kita tiap hari kan?" tanya Asya setelah melepas pelukan. "No. Setahun sekali atau dua kali mungkin kami baru kesini," jawab Aska.
"Lahh? Jadi ini ceritanya kami diasingkan?" tanya Azril.
"Bukan gitu, nakk, dengerin daddy..."
"... daddy tu juga gak mau pisah dari kalian berdua, tapi, kalau kalian sama daddy terus menerus kalian bakal jadi bulan-bulanan musuh daddy. Daddy gak mau itu terjadi."
"Daddy lakuin ini demi kalian, biar kalian juga mandiri. Daddy berharap kalian bisa betah disini selama tiga tahun. Bisa?"
"Gak janji," jawab keduanya kompak.
"Dad, kalau mommy-daddy kesini setahun sekali, kami boleh dong kerumah?" tanya Azril.
"Bolehlah, pasti boleh. Pintu rumah terbuka lebar untuk kalian. Tapi, jangan sering-sering. Daddy takut hal yang gak diinginkan terjadi."
"Mommy mu aja kemaren mau daddy suruh nginap barengan sama kalian. Tapi mommy gak mau, katanya pengen deket sama daddy teruss."
"Sok iya bapak kalian nii." Mereka tertawa.
"Lagian kenapa daddy banyak musuhnya? Heran!"
"Liat muka daddyy. Ganteng kan. Daddy juga masih muda tapi perusahaan udah banyak cabangnya, gimana pada gak iri coba liat manusia spek pangeran kek daddy?!"
"Kepedeann!" Aska menatap kesal Zia yang cengengesan.
"Umur daddy sama mommy berapa?" tanya Azril.
"Dua kali lipat umur kalian," jawab Zia asal.
"Berarti... 32 tahun?" tanya Asya.
"Ya nggak lah."
"Udah ahh, kalian baik-baik disini ya. Jangan lupa kunci semua pintu kalau mau tidur. Pagarnya ditutup juga. Oke?!" kata Aska.
"Oh iya, kresek yang di bawa bodyguard itu bahan makanan. Jangan lupa di beresin. Untuk uang beli bahan makanan dan sebagainya, ada uang tambahan lima ratus ribu perbulan. Kalian beli bahan makanan sendiri," Zia menambahkan.
"Oke aman, mom, dad. Sekarang daddy sama mommy mau kemana?" tanya Asya. "Balik, mommy-daddy belum packing."
Mereka berpelukan. "Jaga diri baik-baik. Jangan kecewakan kami, oke?!" Asya-Azril mengangguk.
Pelukan terlepas. "Mommy sama daddy hati-hati dijalan."
Tanpa disadari cairan bening dari mata mereka turun perlahan tanpa disuruh. Mereka melambaikan tangan ketika mobil Aska dan Zia sudah melaju.
"Lu bisa nangis juga, Zril?" tanya Asya pada Azril.
"Gue tabok lu yaa, ngeselin banget dari tadi!" jawab Azril kesal. Asya pun tertawa."Ya maapp, sengaja tadi."
^^^Revisi—^^^
^^^December 2021.^^^
"AZRILLLLL BANGUNNN!!"
Tok! Tok! Tok!
"Azril laknattt bangun woi!!" teriak Asya untuk kesekian kalinya.
Sudah sepuluh menit membangunkan Azril namun Asya tidak mendapatkan balasan apapun dari dalam kamar Azril. "Zril!! Ayolahhhhh, lu kenapa kebo banget si?! Ganteng-ganteng kok kebo!!"
"AZRILLL!!! Gue dobrak yeee!" Asya berancang-ancang mendobrak pintu. Ketika sedikit lagi mengenai pintu.
Bruk!
Azril membuka pintu, Asya pun terjatuh. Azril terkekeh melihatnya. "Aaaah, sakitt. Gila lu yaa!! Bukannya bantu malah ketawaa," omel Asya penuh kekesalan.
"Lu nya gak sabar, gue mah udah bangun dari tadi. Baru siap mandi nih," jawab Azril sambil membantu Asya berdiri.
Asya memperhatikan Azril sambil berkacak pinggang. Azril memakai celana pendek, baju kaos tanpa lengan, dan rambutnya sedikit berantakan.
"Kedip!! Gue tau gue ganteng."
"Dih narsiss!" Azril cengengesan.
"Buruan siap-siap lu, hari ni sekolahh."
"Iyaaa-iyaaa." Asya kembali ke kamarnya untuk mengganti pakaian. Dia sudah mandi tadi, sebelum sholat subuh.
Beberapa menit kemudian, Asya keluar dari kamarnya mengenakan baju putih dan rok abu-abu. Ia menenteng sepatu berwarna hitam, dan ada tas di pundaknya. Asya juga memakai jam merk ternama yang dibelikan daddy-nya beberapa minggu lalu.
Asya membiarkan rambutnya tergerai kali ini, ia terlihat begitu cantik menyerupai sang mommy. Sebagai anak kembar, Asya dan Azril memiliki banyak kesamaan, salah satunya suka membawa headphone ketika sekolah.
Sejak sekolah menengah pertama, mereka selalu membawanya. Headphone mereka bukan hanya satu, melainkan ada tujuh di kamar masing-masing.
"Syaaa.. buruan gue laper!" teriak Azril dari meja makan.
"Sabar dongg. Gak sabaran banget," jawab Asya sambil meletakkan tasnya di kursi meja makan. Mereka sarapan di meja makan. Makanannya sudah dipersiapkan Asya tadi sebelum membangunkan Azril.
"Pake mobil aja ya hari ni," kata Azril ketika sudah selesai makan. "Lu yang nyetir?"
"Iyaa. Gue yang nyetirr," jawab Azril sembari memakai sepatu. Asya yang melihat hal itu menjadi kesal. Karena memakainya masih di dalam rumah. "Azril sumpah. Lu goblokk bin begoo, jangan pake sepatu di sini egeeee. Ntar kotor lantainyaa," protes Asya.
"Sepatu baru belom kotor tololl binti pe'akk!"
"Hah? Oh iya. Aah tau gitu dari kamar gue udah pake. Kenapa gue goblokk banget?" tanya Asya pada dirinya.
"Akhirnya sadar goblokk," ledek Azril. Asya menatap sinis Azril. "Udah deh, nanti aja ga berantemnya. Ayok berangkat sekarang."
...----------------...
Beberapa menit berlalu, mereka pun tiba di sekolah baru. Saat ini mereka berdua masih berada di dalam mobil, masih malu ingin keluar.
"Ah gimana ini? Gue maluu," keluh Asya.
"Tumben banget gitu?! Biasanya gak tau malu?" tanya Azril. Asya menatapnya kesal. "Bacot banget heran."
"Haha. Ini gue bukain pintu buat lu yaa, eceknya sepasang kekasih gitu." Belum lagi Asya menjawab, Azril sudah keluar dengan gaya sok cool. Siswi lain yang melihat Azril sedikit terpukau karena ketampanannya mengalahkan sang leader geng populer di sekolah itu.
Azril mengabaikan mereka, ia langsung berjalan membukakan pintu untuk Asya. Asya pun keluar dari mobil sambil membenahi rambutnya. Kini gantian para siswa melihatnya tanpa berkedip.
"Gue lupa cara pake dasiii. Pakein tolong," bisik Azril.
"Mana sinii."
Azril mengeluarkan dasi dari saku celananya. "Goblokk bener! Kenapa lu tarok dikantong dasinya ogeb?! Jadi rada kusutt," kata Asya kesal. "Gakpapa. Biar gak ribet," jawab Azril cengengesan.
"Deketan lagi," pinta Asya. Azril menurut, ia pun mendekat ke Asya. Asya mulai memakaikan dasi abu-abu itu pada Azril.
Melihat adegan itu, banyak yang mengira Asya-Azril adalah sepasang kekasih. Apa mereka tidak menyadari kemiripan antara Azril dan Asya?
Muka mereka itu copy-an.Copy-annya mommy Zia and daddy Aska. Bak pinang dibelah dua.
Di saat Asya sedang memakaikan dasii, Azril menatap matanya dengan senyum yang teramat sangat mempesona.
"Ahhh, cute bangett!!"
"Maniss cuy senyumnyaaa. Bisa diabetes nih gue!"
"Udah punya pacar itu, hati-hati deh kalian!"
"Iyasii.. ya udahlah, mundur alon-alon. Yang ganteng emang selalu punya pacar."
"Lagian gak ada yang nyuruh lu maju."
"Anjj! Tapi bener sii."
Azril tertawa mendengar perkataan siswi-siswi tadi.
"Nasib jadi tampan," gumam Azril.
"Gelii gue dengernyaa." Azril tertawa pelan. "Udah siap nih," kata Asya sambil merapikan baju putih Azril.
"Kece juga ya lu."
"Gue tau. Kan kita berdua emang kece dari lahir," jawab Azril senyum. Asya gantian tertawa, "true sihh."
"Hyaah, alhamdulillah pagi-pagi gue cuci mata."
"Cantik banget tu cewek!!"
"Keren lagi, bulu matanya lentik ditambah lagi pipinya chubby. Gue jamin, nanti di embat sama Arsen."
"Bisa jadi sih."
"Tapi itu ada cowoknya coyyy."
"Bisa aja bukannn."
"Tu cewek cantik ya, tapi sayang matanya belo banget."
"Itu cantik anjirrr, jadi cutee!"
Azril tertawa lagi. Kali ini lebih ngakak karena mendengar gosipan siswa yang mengatai mata Asya belo. "Tuhkan apa gue bilang, Syaa. Mata lu kegedean," ledek Azril.
"Diem luuu! Ini tu kelebihan gue. Gue dibilang imut juga tuh tadii," balas Asya berbisik. "Yaudah iya dehh. Tetep cantik kok lu, jangan insecure. Jangan pernah pake lensa mata juga!"
Asya mengangguk, "gak bakal."
"Udah ayok, lapor kepsek." Azril menarik tangan Asya, menuju ke gerombolan pria yang tadi bergosip.
"Assalamualaikum, bang. Mau tanya ruang kepsek dimana ya?" tanya Azril sopan. "Dari sini lurus aja lu, terus ntar belok kiri abistu belok kanan," jawab salah satu dari mereka.
Pletak!
Seorang wanita menyentil keningnya.
"Ngasih alamat tu yang bener!"
"Iya maaf, kakk."
'Kayaknya kakak ini osis ya?' tanya Asya pada Azril melalui tatapan mata. 'Bisa jadi sih,' balas Azril menaikkan satu alis.
"Kalian anak baru?" tanya wanita itu. Asya-Azril mengangguk. "Pegangannya bisa dilepas?" Azril langsung melepas genggaman tangan Asya.
"Kenalin, gue Helen Anessha. Wakil ketua OSIS," Azril dan Asya diam sambil tersenyum. "Kalian tadi cari ruangan kepsek?" Azril dan Asya mengangguk lagii.
"Kalau gitu dengerin gue baik-baik. Dari sini lurus terus, ada pertigaan belok kanan setelah itu naik tangga. Ada pertigaan lagi, belok aja, ruang kepsek di situ."
"Okee. Makasih ya, kak," jawab Azril dan Asya barengan lalu pergi. "Dari deket gantengnya bertambahhh anjritttt!" ujar Helen setelah mereka pergi.
"Oo jadi gitu," kata Pria yang keningnya disentil Helen tadi.
"Utututu sayang, kamu juga tadi liatin yang cewek sampe gak kedip."
"Hoax!"
...----------------...
"Oke Azril! Mari kita mulai," ajak Asya. Mereka terpisah kali ini. Asya di IPA 1, sedangkan Azril di IPA 4.
Mereka bukan anak baru yang harus mpls. Ini sudah dua setengah bulan sejak tahun ajaran baru dimulai. Awalnya, mereka menginginkan SMA di Korea. Bahkan, Zia dan Aska sudah mengantar mereka ke Korea. Namun mereka kembali ke Indonesia dan dipaksa sekolah di sini.
Asya dan Azril ingin sekolah di Korea bukan karena mereka itu fangirl atau fanboy. Mereka menyukainya karena melihat drama Korea di ponsel ataupun di laptop, itupun karena virus mommy-nya yang selalu nonton drakor saat hamil.
"Jangan rindu sama gue yah, beb," kata Azril menggoda.
"Gak usah gitu. Jijiikkk anjiir!" Azril tertawa.
"Gue ke kelas dulu deh yaa? Byee!"
"Heumm, bye!"
Asya dan Azril pun berpisah.
Asya jalan sendirian menuju kelasnya. Tujuh menit berjalan, Asya tiba di depan kelas dengan keterkejutan. 'Anjirlah, gue pilih ipa biar hindari keramean cowok. Tapi ini kenapa kebanyakan cowok? Beneran IPA 1, kan?' tanya Asya dalam hatinya.
Keterkejutan Asya karena ini. Ia berada di dalam kelas yang mayoritasnya pria, hanya ada empat wanita di dalam.
'Aahh.. ini IPA 1 kan, bukan IPS 1?' batin Asya sambil melihat sekeliling.
Asya kembali terkejut setelah menatap salah satu mata seorang pria. Pria itu mengangguk seraya menjawab ‘Ini IPA 1.’
Di dalam catatan yang terpampang dan urutan kedudukan, dia merupakan ketua kelas IPA 1. Pria itu mengerti apa yang di dalam pikiran Asya. Asya sedikit kebingungan, kenapa pria itu mengerti?
"Halo?" Lamunan Asya buyar.
"Kamu siswi baru, kan?" tanya sang guru menghampiri Asya di depan pintu. "Ah iya, bu. Saya siswi baru," jawab Asya tersenyum.
"Saya Rayanata. Kamu bisa panggil saya bu Raya. Saya wali kelas kamu, wali kelas IPA 1. Ayo masuk," ajak bu Raya ramah. Asya pun masuk dengan santai.
"Sekarang giliran kamu memperkenalkan diri di kelas ini."
"Baik, buu."
Asya menghadap siswa-siswi lain. "Halo semua! Gue Asya Zhafira Syuhaila Kusuma. Kalian bisa panggil gue Asya, Zhafira atau apapun senyamannya kalian. Salam kenal," Asya masih dengan senyumannya.
"Salam kenal kembali," jawab mereka kompak.
"Oke, kalau gitu. Asya, kamu bisa duduk di sana, sebelah Racksa." Pria bernama Racksa itu angkat tangan. Dialah orangnya, orang yang mengerti tentang pertanyaan yang ada di benak Asya.
Asya menghela nafas pelan lalu berjalan santai menuju Racksa. Saat Asya masih berjalan, mata mereka kembali bertemu. Pria itu tersenyum. ‘Salam kenal. Maaf, mungkin lu bingung ya sama gue, biar lu gak syok. Gue kasih tau ke lu, gue bisa baca pikiran orang.’
‘Ehh ssyutt, rahasiakan ini. Karena ini cuma lu yang tau.’
^^^Revisi—^^^
^^^December, 2021.^^^
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!