...Tak ada debaran jantung menggila kala itu, namun aku bisa merasakan semesta sedang merencanakan sesuatu untuk kita...
...--- July...
^^^.^^^
...•...
...•...
...•...
...Now playing...
..."Winter bear - V (BTS)"...
...°°°°°...
Menapaki koridor, Nindya melangkahkan kakinya menuju ruang guru dengan setumpuk tugas matematika ditangannya. Tidak berat memang, namun berhasil membuatnya menggerutu. Dinistakan, meski ia sudah berbaik hati membiarkan teman-temannya menyalin tugasnya begitu saja.
Sampai di depan ruang guru ia berhenti, menghela nafas sejenak. Memaksakan ujung bibirnya melengkung meskipun sedikit kaku rasanya. Mengetuk pintu tiga kali dan mengucap salam sebelum memasuki ruangan tersebut. Nindya mempercepat langkahnya, menuju meja pria paruh baya yang melambaikan tangan melihat kedatangannya.
"Selamat siang, Pak." Sapa Nindya, berdiri di samping meja kerjanya.
Beliau mengangguk sebagai balasan, "Iya-iya. Taruh aja dimeja." Perintah pak Bambang.
"Kalau begitu saya permisi, Pak."
Menahan Nindya yang hendak undur diri. "Bapak bisa minta tolong? kamu ke kelas X-5 dulu, kasih tugas yang sudah bapak tandai," tutur pak Bambang menyodorkan buku padanya.
Menerima, "baik, Pak." Nindya mengangguk sopan, pamit undur diri meninggalkan ruangan tersebut. Kembali menyusuri koridor menuju ruang X-5 berada.
Kelas itu tampak sepi tanpa kehadiran Pak Bambang, hanya ada beberapa murid di dalam ruangan. Sisanya entah kemana.
Masih di ambang pintu, pandangan Nindya menyapu seisi kelas mencari keberadaan seseorang yang dia kenal.
"Cari siapa?" Tanya seseorang, mengikuti arah pandangan Nindya.
Nindya menoleh ke sumber suara, "Eh ini. Mau ngasih tugas dari pak Bambang." Menyodorkan buku, menunjukkan halaman yang sudah ditandai oleh Pak Bambang sebelumnya.
"Nyari siapa, Nin?" Sapa Ervan---pacar Rita teman satu kelasnya. Dialah yang sebelumnya Nindya cari-cari keberadaannya.
Nindya menggeleng, "Cuma mau ngasih tugas yang dititipin sama pak Bambang," jelasnya. Melambaikan tangan, "balik kelas dulu."
"Salam buat Rita," teriak Ervan.
Nindya menoleh, memutar bola matanya jengah mendengar permintaan konyol Ervan. "Ya elah. Kayak pulang kaga bareng aja Lo berdua?" Sahutnya. Bergegas kembali ke kelas.
"Lo kenal, Van? Anak kelas mana?" tanya Deny, menatap punggung Nindya yang semakin menjauh.
Yang ditanya menaikkan sebelah alisnya, "tumben Lo nanyain cewek?"
Berlalu meninggalkan Ervan, "emang gak boleh gue nanya?" Meletakkan buku tugas di meja guru.
"Nindya namanya, temennya Rita," jawab Ervan. Menyusul Deny. Duduk disebelahnya.
"Oh."
"Kenapa, Den?" Tersenyum penuh arti. Menyenggol lengan Deny berulang kali.
"Kenapa apanya?" Tanyanya tidak paham, apa salahnya ia menanyakan seorang perempuan.
"Yakin nih nanya doang?" Goda Ervan.
"Apaan sih Lo."
.
.
.
Tatanan rambut Nindya sudah tidak serapi dua jam lalu. Hanya karena mendengarkan penjelasan Bu Yani---guru mata pelajaran bahasa Inggris yang tidak ia pahami sedikitpun. Beberapa kali, Nindya hampir tertidur kalau saja teman satu bangkunya tidak menyenggol lengannya berulang kali.
"Kelar juga ni pelajaran yang bikin gue ngantuk." Des*h lega Nindya begitu Bu Yani mengakhiri jam pelajarannya.
"Nin," panggil Rindu yang duduk di depannya.
"Apaan?" Sahut Nindya. Menguap. Kantuknya belum hilang sepenuhnya. Menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Pulang sekolah temenin gue nyari buku yuk." Matanya berbinar penuh harap.
"Males. Gue ngantuk, Ndu." Tolak Nindya. Ia sudah berencana tidur sepulang sekolah.
"Dasar, kalo gak ngantuk ya makan," oceh Rindu kesal. "Ayo sih. Dian sibuk pacaran sama Kevin, Tari ada latihan voli. Lo doang yang nganggur." Merengek. Menarik-narik lengan Nindya. "Gue beliin novel Tere-liye, gimana?" Bujuknya.
Nindya menegakkan posisi duduknya, "yakin Lo?" tanya Nindya memastikan. Dia mana mungkin mengabaikan gratisan begitu saja.
"Serius!"
"Beneran nih?" Lagi-lagi memastikan. Ia masih belum mempercayai janji manis Rindu. Takut semanis janji anggota dewan saat mencalonkan diri.
Berdecak, "Ck... Iya nanya mulu kaya guru BP."
Merapikan ikatan rambutnya, "tapi gue bilang sama, Emak, dulu."
"Ya elah, kaya mau pergi jauh aja."
"Jadi anak gak boleh durhaka, Ndu."
"Ya udah sono, mumpung orangnya masih duduk." Menunjuk ke arah meja Nana.
"Mak, nanti pulang duluan aja," duduk disebelah bangku Nana.
"Mau pergi?" Tanya Nana.
"Kepo deh, Mak." Menjulurkan lidahnya. "Pulang sendiri gak apa-apa kan, Mak?" Tanya Nindya memastikan.
"Iyaaaa, jam pulang masih lama udah ngomong aja."
"Takut kelupaan gak bilang, Mak." Persahabatan mereka memang sedekat itu sampai Nindya memanggil Nana dengan sebutan 'Emak'. Cocok sekali dengan sikapnya yang jauh lebih dewasa dibandingkan teman-temannya. lagipula Nana tidak mempermasalahkannya.
"Ke toilet dulu, Mak. Panggilan alam." Pamit Nindya. Terbirit-birit menuju toilet.
Didepan toilet, Nindya bertemu dengan Deny. Saat Nindya ke kiri, Deny ikut bergerak ke kiri. Nindya ke kanan, lagi-lagi Deny mengikutinya. Begitu terus sampai Nindya dibuat jengkel karena langkahnya terhalangi. Semesta seolah mengatur pertemuan mereka yang tidak pernah terjadi begitu intens sebelumnya.
"Gue apa Lo duluan nih yang jalan?" Tanya Nindya.
"Lo aja," jawab Deny. Bergeser, memberi Nindya ruang melewati dirinya.
Wajah Nindya terlihat kesal, "kenapa gak dari tadi!"
"Sewot amat sih?"
"Urgent bos." Nindya berlari kecil, membuka pintu toilet tidak sabaran.
"Dasar," gumam Deny.
...Buat yang baru baca,...
...season satu lagi proses revisi bertahap...
...•...
...•...
...Lucu atau konyol? Aku masih tidak tahu bagaimana mendeskripsikan dirimu --- Deny...
...•...
...•...
...•...
...Now playing...
..."The day we meet - Chezee"...
...°°°°...
"Langsung aja ke Gramedia ya, Nin?" Ajak Rindu, selesai memarkirkan motor matic miliknya.
Meletakkan helm di kaca spion, "gak mau liat-liat baju apa aksesoris dulu nih?"
"Enggak deh. Lagi bokek. Yang ada mata gue panas." Tolak Rindu mentah-mentah. Beberapa hari lalu, ia sudah membeli beberapa aksesoris bersama Dian hanya karena lapar mata.
Menahan senyum geli, "kenapa? Kusut amat itu muka kaya keset toilet."
Melotot, "mulut apa comberan, sih?" Omel Rindu. Berjalan beriringan menuju pintu yang terletak diarea basemen mall tersebut. Begitu pintu dibuka, udara sejuk dari pendingin ruangan menerpa wajah mereka. Menaiki eskalator, langsung menuju dimana toko buku berada.
Baru beberapa langkah menyusuri lorong dimana novel-novel karya penulis favoritnya tersusun dengan rapi. Nindya tidak sengaja menyenggol tumpukan buku sampai berjatuhan. Mengomel dalam hati karena kecerobohannya, bergegas merapikan kembali tumpukan buku sebelum penjaga toko memergokinya.
"Rusak gak tuh bukunya?"
Gerakan tangan Nindya terhenti, perlahan mendongak. "Gue pikir penjaga tokonya. Ngagetin orang aja." Nindya bernafas lega. Ternyata bukan penjaga toko seperti yang ia takutkan. Meletakkan buku.
"Mabok apa gimana?"
"Namanya juga gak sengaja," ujar Nindya pelan. Menganggukkan kepalanya mana kala membaca nama seseorang yang sudah ia temui tiga kali hari ini, "Afrizal Deny Yudana," batin Nindya dalam hati. Meninggalkan Deny yang masih menatap kepergiannya.
"Dasar cewek slebor," gumam Deny. Memungut satu buku yang masih tergeletak dari lantai---menyusunnya kembali ke dalam tumpukan.
Nindya berjalan cepat, menuju lorong dimana ia melihat Rindu sibuk memilih buku. "Udah dapet bukunya, Ndu?" Tanya Nindya.
"Bantuin gue milih."
"Nyari yang kaya gimana emang?"
"IPA buat anak SD, cuma gue bingung mau pilih yang mana. Menurut Lo bagusan yang mana?" Menunjukkan dua buku di tangannya.
"Beli aja dua-duanya, Ndu. Daripada lo puyeng." Rindu menepuk keningnya menggunakan buku yang sedang ia pegang. Percuma saja ia meminta saran dari Nindya. Temannya itu tidak membantu sama sekali.
"Ini aja deh." Menaruh salah satu buku kedalam rak. "Terus Lo udah dapet novelnya?"
Menepuk jidatnya, "Lah iya. Bentar, Ndu. Novelnya gak kebawa."
"Kebanyakan tidur sih, jadi pikun kan, Lo?"
.
.
.
"Maaf, permisi. Bisa tolong geser dikit? mau ngambil novel yang dibelakang Lo." Tunjuk Nindya.
Deny tidak benar-benar berniat menggeser posisinya, membuat Nindya sedikit kesulitan mengambil buku dari dalam rak. "Minggir aja deh, suruh geser nanggung banget!"
"Pelanin dikit suara Lo."
"Bodo!" Berlalu meninggalkan Deny tanpa mengucap terima kasih terlebih dulu.
"Ariska Nindya Putri. Namanya doang feminim tapi, kelakuan abang-abang gitu." Arah pandangannya mengikuti setiap pergerakan Nindya. Gadis itu berjalan cepat menuju meja kasir. Ternyata ia datang bersama temannya. Tidak seperti dirinya yang seorang diri.
Mengambil satu buku yang sama persis seperti kepunyaan Nindya. Penasaran, novel genre apa yang ia baca.
.
.
.
Setelah mengantarkan Nindya sampai didepan pintu gerbang tempat Nindya kos, Rindu kembali memacu kendaraannya.
"Tumben baru balik, dek." Tegur Venny, kakak dua tingkat yang beda sekolah dengannya.
"Abis nganter temen, mbak." Jawabnya. Menutup kembali pintu gerbang dibelakangnya.
"Kirain pacaran?" Goda Venny. Menahan tawanya.
"udah tau jones, mbak, demen banget ngeledek." Protes Nindya. Memasang ekspresi nelangsa melewati Venny, memasuki rumah.
...Semesta seolah sedang melucu, bagaimana mungkin kita jadi sering bertemu setelah pertemuan yang tidak disengaja - July...
...•...
...•...
...•...
...Now playing...
..."Telephaty - BTS"...
...°°°°...
"Dian, ke perpus yuk!" Ajak Nindya.
"Ngapain?" Tanya Dian tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.
"Bete, temenin bentar ke perpustakaan yuk? lumayan kan ada WiFi, jadi Lo bisa numpang gratisan." Usul Nindya.
"Ehhh.." menurut saja saat digelandang Nindya menuju perpustakaan.
.
.
Meninggalkan Dian di pojok perpustakaan, Nindya sedang memilih novel untuk ia baca. Saat jam pelajaran kosong atau sedang enggan kemanapun, Nindya lebih suka menghabiskan waktu di perpustakaan. Jauh dari kebisingan, dan tentunya ia bisa memejamkan matanya meski sejenak kalau suasananya benar-benar sepi.
"Lo lagi," Deny mundur beberapa langkah, bersandar pada rak.
Menoleh kebelakang namun tak ada siapapun, "gue?!" Menunjuk dirinya sendiri.
Menganggukkan kepala, "ke perpustakaan tuh belajar, bukannya baca novel." Berlagak menasehati Nindya layaknya murid teladan.
"Kok Lo repot! Masih mending gue ke perpustakaan baca novel. Nah Lo! Ke perpustakaan tapi bawa kamera." Melirik kamera yang sedang dipegang Deny.
Cekrek..
Cekrek..
"Ngapain fotoin gue?! Hapus gak!" Geram Nindya tidak terima. Apa coba maksudnya mengambil fotonya tanpa izin terlebih dulu.
"Jangan kepedean, cuma ngetes kamera," kilah Deny. Mengisyaratkan kalau ia tidak menyimpan foto yang baru saja diambilnya.
"Dian! Ayo balik." Lagi-lagi menarik Dian saat temannya itu belum siap.
"Kok cuma bentaran doang?" Tanya Dian keheranan. Biasanya dia yang memaksa Nindya pergi karena bosan menemaninya. Kenapa dengan Nindya hari ini?
"Udah gak mood gue." Enggan menceritakan alasannya.
"Dasar," omelnya. "Eh ada Deny!" Seru Dian heboh. "Sampai bel pulang juga gue jabanin!" Melihat kehadiran Deny ia justru ingin berlama-lama di sana. Lumayan ia bisa cuci mata. Karena saat diluar sekolah, ia tidak bisa melirik cowok-cowok ganteng. Sebab ada Kevin.
"Bisa gak sih tuh orang sehari aja gak ngomel," gumam Deny.
"Boleh tuh, Den. Gebetan?" Appe yang sedari tadi hanya mengamati, baru menghampiri Deny selepas kepergian Nindya.
"Ngaco Lo!"
"Terus ngapain Lo fotoin?" Desak Appe.
"Iseng."
"Udah Lo sama Tere aja, yang tadi buat gue ya..ya!" Tidak ada respon dari Deny, lelaki itu sibuk mengamati foto Nindya hasil jepretannya.
.
.
.
Kalau saja ia tidak bertemu Deny, sudah pasti Nindya betah berlama-lama di sana. Apalagi selama dua jam ini, guru yang mengajar berhalangan hadir. Mengingat dia bukan kalangan anak rajin, sibuk mengerjakan LKS atau diskusi selama guru tidak ada. Nindya mengusulkan menonton drama Korea. Hampir sebagian dari mereka menyetujui idenya. Menutup gorden dan mengunci pintu kelas.
.
.
.
Dalam circle pertemanan Nindya, Nana, Dian, Tari, Rita serta Rindu. Mereka semua memiliki pacar kecuali Nindya dan Rindu. Kalau ia tidak memiliki pacar mungkin teman-temannya sedikit memaklumi karena perangai Nindya jauh dari kata feminim. Sedangkan Rindu, gadis itu tinggi semampai dan cantik. Teman satu kelasnya bahkan, terang-terangan menyatakan cinta belum lama ini. Tapi dasar Rindu saja yang susah membuka hati.
Mari kita mengenal satu persatu pacar dari sahabat kesayangan Nindya. Mulai dari Nana, teman yang paling dituakan diantara mereka berenam. Pacarnya bernama Arya, sekolah di luar kota.
Sedangkan Dian, pacarnya bernama Kevin. Pasangan paling bucin yang pernah Nindya kenal sejauh ini. Kalau Rita sudah jelas ia berpacaran dengan Ervan, couple goals sekolah mereka.
Lain dengan Tari, pacarnya jauh lebih dewasa dibandingkan teman-temannya. Ia mahasiswa semester dua, namanya Putra.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!