Kami duduk berhadapan Dika memegang tanganku, hari ini adalah tepat dua tahun kami berpacaran dan untuk merayakan anniversary kami, kami memutuskan untuk berlibur bersama di bali.
Kamu berangkat bukan hanya berdua tapi dengan sahabat kami Alma, Citra, Bima, Satria dan juga Anggun.
"Ini hari jadi kita." Ujar Dika
Aku menganggukkan kepala sambil tersenyum, aku menyibukkan rambut yang jatuh di pipiku yang menghalangi pandanganku.
"Maaf aku nggak bisa ngasih apa-apa."
"Kamu adalah kado terindahku." Jawabku lalu menghentikan kata-kataku sejenak "Dan terimakasih sudah mengajakku ke Bali."
Dika memelukku dan mencium keningku.
Dalam dua tahun ini dia sudah menemaniku, selalu bisa membuatku tertawa dan menangis.
Kami menyusuri pantai Dreamland sambil bergandengan tangan.
Namaku Senja prameswari, gadis asli Yogyakarta anak terakhir dari dua bersaudara.
Saat ini aku kuliah di salah satu Universitas negeri di Yogyakarta dan mengambil fakultas teknik tata boga, cita-citaku dari dulu adalah menjadi seorang chef di sebuah restoran atau hotel, bahkan ingin memiliki toko kue sendiri.
Libur semester kami memutuskan untuk liburan di Bali, aku harus menghemat uang sakuku dan bekerja paruh waktu di sebuah restoran sebagai pelayan dan mengajar les bahasa inggris.
Setidaknya untuk liburan kali ini aku tidak merepotkan orang tuaku untuk sewa kamar hotel.
Kami berbagi dengan teman yang lain.
***
Jam enam pagi aku sudah bangun dan membuka jendela kamar hotel, aku melihat Alma masih terlelap dengan memeluk guling.
aku melihat ke jendela dan saat itu melihat Dika sedang berenang, hotel tempat kami menginap memang memiliki fasilitas kolam renang.
aku mencari-cari teman yang lain tapi aku tidak melihat mereka hanya Anggun dan Dika yang aku lihat.
Aku mencuci muka dan menggosok gigi, aku berencana untuk bergabung dengan mereka, begitu sampai di teras aku mendengar mereka sedang berbicara serius timbul rasa penasaran didalam benakku.
Apa yang mereka bicarakan, mengapa mereka terlihat akrab dan tidak seperti biasanya.
aku mencoba untuk mendekati mereka, mereka berdua duduk membelakangiku samar-samar aku mendengar obrolan mereka.
"Sayang." panggil Anggun sambil memegang pundak Dika.
Sayang kataku dalam hati, mengapa Anggun memanggil Dika dengan sebutan sayang? tanyaku pada diriku sendiri, jangan-jangan mereka pacaran? aku masih bertanya dalam hati.
"Kapan kamu akan mutusin Senja?" Anggun mengelus pipi Dika. "Kita tidak bisa sembunyi-sembunyi seperti ini dibelakang Senja."
Saat mendengar itu duniaku seakan mulai runtuh, sekarang aku tahu bahwa mereka memiliki hubungan, mereka mengkhianatiku.
Aku memegangi kursi yang ada di sampingku.
"Tenang saja, mungkin nanti aku akan putusin dia."
Aku langsung berjalan dengan cepat agar mereka tidak tahu bahwa aku sudah mendengar semuanya aku mencoba menahan air mataku, dadaku mulai sesak air mata mulai membasahi pipiku, aku berlari menuju kamarku.
Saat berada di lorong hotel tanpa sengaja aku menabrak seorang turis.
Pria itu kaget melihatku menangis dan aku hanya mengucapkan kata maaf pada pria bule di hadapanku.
Aku kembali berlari hingga sampai dikamarku aku melihat Alma masih tidur dengan posisi yang sama saat aku keluar tadi.
Setelah mandi dan sarapan, kami berencana untuk jalan-jalan sebenarnya aku sama sekali tidak tertarik untuk pergi, hanya saja aku tidak ingin semakin terpuruk dengan hal ini.
Rencanaku adalah bahwa aku akan mengakhiri hubungan ini sebelum Dika yang memutuskan aku terlebih dahulu.
***
Aku menggunakan sedikit makeup dan menguncir rambutku.
Setelah beres aku langsung keluar kamar, diluar semua sahabatku sudah menunggu kami.
"Nona manis sudah beres to dandannya?" tanya Satria "Cantik amat nduk?"
Aku memaksakan diriku untuk tersenyum. Dika langsung menghampiriku dan menggandeng tanganku tapi aku menepis tangan Dika dengan halus. Sekarang sikapku terhadap Dika dan Anggun mulai berubah.
^^^
^^^
jangan lupa mampir di novel yg kedua dengan judul Dear Star makasih
Kami pergi ke Pantai kelingking dengan menggunakan mobil rental, aku duduk ditengah diapit Bima dan Alma, aku menolak untuk duduk didepan dan menyuruh Anggun untuk duduk berdua bersama Dika.
"Mengapa kamu tidak duduk didepan?" tanya Alma "Apa kalian sedang bertengkar?
Aku menggelengkan kepala dan seperti ingin menangis tapi sebisa mungkin aku mencoba untuk menahan air mataku.
"Kami baik-baik saja." jawabku.
"Jangan bohong!"
Aku berdehem suaraku sedikit serak. "Nanti kamu juga akan tahu."
"Apa maksudmu?"
Aku tidak menjawab pertanyaan dari Alma, aku rasa dia sedikit penasaran dengan perkataanku.
begitu sampai di pantai Dika langsung memarkirkan mobil.
Aku melepaskan alas kakiku, lembutnya pasir pantai terasa di telapak kakiku, aku menarik nafas panjang banyak sekali hal yang aku pikirkan tapi kali ini tentang keputusanku untuk segera menyudahi hubungan ini sudah tepat.
Aku menoleh saat Dika ada di sampingku lalu dia meraih tanganku.
Aku hanya menoleh sebentar kemudian kembali melihat indahnya pantai kelingking dengan hamparan laut biru yang begitu indah.
"Kamu ingat tidak, waktu pertama kali kita jadian?" tanya Dika padaku.
Aku hanya menganggukkan kepala, tanpa aku sadari air mata jatuh di pipiku.
Aku pura-pura menyibakkan rambutku. Kami berjalan menghampiri teman-teman yang lain sementara Dika masih saja berbicara.
Bahkan aku tidak ingat lagi dengan apa yang dia katakan.
Aku menghentikan langkahku. "Dasar munafik!" bentakku
"Apa maksudmu sayang?" tanyanya seperti tidak melakukan kesalahan apapun "Apakah aku melakukan kesalahan?"
Aku menghampiri Anggun yang dari tadi memandangi kami, aku menarik tangannya dengan kasar dan menyuruhnya berdiri disebelah Dika.
"Kalian pikir jika aku tidak tahu dengan perselingkuhan kalian?!"
Semua mata langsung menatap kami, aku melihat Citra dan Alma menutup mulut mereka.
"Kamu adalah orang paling munafik yang pernah aku kenal." aku mengacungkan jariku di wajah Dika. "Dan kamu Anggun kamu adalah temanku tapi mengapa kamu hal ini padaku?"
Anggun hanya diam dan sedikit menyunggingkan senyumnya, aku maju selangkah kearah mereka dan menampar Dika.
aku meluapkan rasa marahku pada Dika, saat aku menampar wajahnya teman-temanku kaget, aku rasa tamparan ini tidak ada apa-apanya bila dibanding perlakuan mereka terhadapku.
"Hari ini kita putus!" ujarku
Aku membelai wajah Anggun aingin sekali aku menampar atau menjambak rambutnya tapi aku tidak akan melakukan hal itu.
aku tidak akan melakukan hal itu karena aku tidak ingin memperlakukan diriku dengan menamparnya.
"Aku memberikan bekasku padamu" kataku dengan menepuk pipinya "Aku juga tidak butuh cowok seperti dia"
Kemudian aku pergi meninggalkan mereka, baru beberala jengkal aku melangkahkan kakiku Dika sudah mengejarku.
"Senja... ."panggilnya.
Aku pura-pura tidak mendengarnya, aku terus saja berjalan sambil menangis, aku menengadahkan kepalaku mencoba untuk menghentikan air mata yang terus keluar.
"Aku minta maaf." Dika mulai memohon padaku.
"Lupakan semuanya, bukankah ini yang kamu inginkan?"
"Aku khilaf."
Aku menghentikan langkahku lalu menatap wajahnya. "Kamu bilang jika kamu khilaf?" aku menghentikan kata-kataku sejenak. "Jadi berpelukan dan berciuman ditempat umum kamu anggap sebuah kekhilafan?"
Raut wajah Dika berubah memerah karena malu mendengar kata-kataku.
"Sangat tidak pantas berciuman ditempat umum seperti itu."
Lalu aku pergi meninggalkan dia "Jangan pernah menggangguku lagi."
Sekali lagi aku menoleh ke belakang, rasa penyesalan terpancar diwajahnya.
lalu aku kembali menyusuri pasir putih, aku bertanya-tanya dalam hati apa kesalahanku selama ini pada mereka? sehingga mereka tega melakukan hal ini padaku.
Aku duduk ditepi pantai aku merasa hatiku sangat sakit, ada lubang yang menganga di dadaku dan aku merasa luka ini sangat dalam dan sulit untuk aku obati.
Alma dan Citra menyusulku dan duduk di sampingku lalu aku menoleh pada mereka, Citra mencoba untuk menghapus air mataku.
"Menangis saja, karena kesedihanmu akan hilang." kata Citra.
Mereka berdua memelukku dan mencoba menghiburku agar aku tidak terlalu larut dalam kesedihan.
...****************...
Aku berjalan menyusuri tebing, aku menyuruh yang lain untuk membiarkan aku sendirian dan mereka menyetujui asalkan aku berjanji bahwa tidak akan melakukan hal yang bodoh.
"Apakah kalian pikir jika aku akan bunuh diri?" tanyaku pada mereka. "Ayolah guys cowok itu bukan hanya Andika saja." kataku sambil tersenyum.
Akhirnya dengan meyakinkan mereka, mereka mau mendengarkan perkataanku.
aku berjalan menyusuri tebing aku terus berpikir bahwa setiap kejadian akan mendewasakan kita. Aku paham bahwa seseorang tidak akan pernah puas dengan apa yang dia miliki.
Dika memilih untuk mendua bukan berarti ini semua kesalahan dia sepenuhnya tapi salahku juga.
Aku berdiri disalah satu tebing yang mengarah ke laut, air mataku mulai jatuh lagi ingin sekali aku meluapkan kesedihanku ini.
"Hey, jangan melakukan hal itu." ujarnya terbata-bata.
"Apa maksudmu?"
"Kau mau bunuh diri?"
Aku tersenyum lalu menggelengkan kepalaku.
"Jika kau sedang sedih kau bisa berteriak, luapkan kemarahanmu berteriak yang keras sehingga semua kesedihanmu hilang."
Aku menganggukkan kepala dan mulai mengatur nafasku.
"Ikuti aba-abaku."
Dia mulai berteriak dengan lantang tanpa ada rasa ragu lalu aku mengikuti aba-abanya, aku mencoba melepaskan rasa marahku.
Setelah cukup puas, perasaan benci didalam diriku mulai hilang.
"Are you okay now?"
Aku menoleh dan menganggukkan kepalaku. "Aku baik, terimakasih."
"I'm Phillip." katanya sambil mengulurkan tangannya padaku.
"You can call me Senja."
"Wow, nice name."
"Thank you."
Aku mencoba merapikan rambutku. "Dari mana asalmu?"
"Adelaide."
"Kau bisa berbicara bahasa Indonesia?"
"Aku suka Bali jadi sedikit-sedikit aku bisa mengetahui bahasa Indonesia."
Aku menganggukkan kepalaku, ya semua turis mancanegara maupun lokal akan bilang seperti itu kataku dalam hati.
Kami berdua duduk bersebelahan sambil menikmati pemandangan di sore hari, tempat disini sangat indah.
Pantai kelingking banyak terhubung dengan beberapa pantai lain.
"Sepertinya aku pernah melihatmu?" tanyaku.
"Aku juga seperti pernah melihatnmu."
"Apa kau menginap di hotel ******?"
Aku mengamati wajahnya dan sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu.
"Sepertinya kemarin pagi aku melihatmu?" tanyanya padaku.
"Dan tanpa sengaja aku menabrak dirimu."
Kami berdua tertawa bersama, lalu Phillip mengajakku jalan-jalan sambil mengobrol tentang kehidupan di Adelaide.
...****************...
Sejak perkenalan itu kami berdua menjadi semakin dekat kami bertukar nomor telephon dan kadang kami juga menghabiskan waktu di tepi kolam renang, dan dia juga sudah mulai dekat dengan sahabat-sahabatku.
"Jadi kamu bisa main biola?" sambil berjalan menyusuri bukit di Nusa penida.
"Tidak terlalu mahir."
"Bolehkah aku melihatmu memainkan biola?"
Phillip memutar bola matanya. "Tentu, tapi aku pikir tidak sekarang."
Aku sedikit kecewa mendengar jawabannya.
*Hey kalian berdua aku foto ya." ujar Bima "Buat kenang-kenangan."
"Okay." jawab Phillip.
Kami semua mengambil beberapa foto untuk kenang-kenangan, setelah puas jalan-jalan kami kembali ke penginapan.
Tanpa sengaja Phillip menggandeng tanganku
"Hey, nanti malam apakah kita bisa makan malam diluar?" tanyanya pada kami.
"Tentu saja."
"Aku yang akan memilih tempat."
"Terserah dirimu saja, yang penting enak buat nongkrong."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!